laporan tutorial.docx

53
LAPORAN TUTORIAL BLOK 3.3 : GANGGUAN RESPIRASI Skenario 1 : Pak Bono Nyeri Menelan Disusun Oleh : Ade Satria Apriadi (1110313094) Fauzul Nurul Azmi (1110313073) Akbar (1110311032) Melly Anggriani Lubis (1110311016) Aiwi Japanesa (1110312108) Hanifah Arani (1110312080) Benitiya (1110312070) Septriana Putri (1110313006) Riri Agsari (1110313057)

Upload: ade-satria-apriadi

Post on 21-Oct-2015

656 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIALBLOK 3.3 : GANGGUAN RESPIRASI

Skenario 1 : Pak Bono Nyeri Menelan

Disusun Oleh :

Ade Satria Apriadi (1110313094)

Fauzul Nurul Azmi (1110313073)

Akbar (1110311032)

Melly Anggriani Lubis (1110311016)

Aiwi Japanesa (1110312108)

Hanifah Arani (1110312080)

Benitiya (1110312070)

Septriana Putri (1110313006)

Riri Agsari (1110313057)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2013

MODUL 1

INFLAMASI SISTEM PERNAFASAN ATAS

Skenario 1: Pak Bono Nyeri Menelan

Pak Bono,35 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan nyeri menelan sejak satu minggu

yang lalu.Selain itu Pak Bono juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara

serak.Sebenarnya Pak Bono sudah mengeluh adanya pilek yang tidak sembuh dan adanya lendir yang

terasa mengalir dari hidung ke tenggorok sejak 3 bulan yang lalu.Hidung sebelah kanan juga terasa

tersumbat sejak 3 bulan yang lalu yang makin lama makin tersumbat.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak sekret mukopurulen dan massa berwarna putih

mengkilat bertangkai pada sepertiga posterior kavum nasi kanan yang tidak memenuhi kavum

nasi.Kavum nasi kiri sempit dan tampak sekret mukopurulen di meatus medius.Septum nasi tampak

deviasi ke kanan yang kontak dengan konka media.Pada dinding posterior Faring terdapat Post Nasal

Drip.Pada pemeriksaan orofaring ditemukan tonsil membesar ukuran T3-T2,hiperemis,kripti melebar dan

terdapat detritus.Dinding posterior faring hiperemis dengan permukaan granuler.Dokter keluarga

memberi terapi dengan antibiotika,dekongesta,mukolitik dan analgetik dan menganjurkan pasien untuk

kontrol setelah obat habis.Dokter menerangkan juga apabila tidak ada perbaikan maka pasien akan

dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnta

Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami Pak Bono?

I.TERMINOLOGI

1.Nyeri Menelan : Nyeri di tenggorok saat menelan (Odinofagia).

2.Pilek : Inflamasi di rongga hidung yang ditandai dengan hidung berair/tersumbat.

3.Rinoskopi Anterior : Suatu teknik pemeriksaan pada hidung bagian depan dengan menggunakan

spekulum/endoskop.

4.Sekret Mukopurulen :Sekret yang mengandung mukus dan purulen(nanah),kental dan berwarna

kehijauan.

5.Cavum Nasi : Rongga hidung.dibatasi bagian kiri dan kanan oleh Septum Nasi.

6.Post Nasal Drip : Drainase sekresi lendir hidung,dari hidung ke nasofaring,Spontan.

7.Detritus : Merupakan kumpulan leukosit,bakteri yang mati dan epitel yang terkelupas.

8.Dekongestan : Golongan α-agonist yang sering digunakan untuk mengatasi penyumbatan

hidung,dengan cara menyebabkan vena konstriksi pada hidung,sehingga mengurangi volume mukus.

9.Mukolitik : Obat untuk mengurangi kekentalan mukus,dengan cara memecah benang-benang

mukoprotein dan mukopolisakarida.

II.IDENTIFIKASI MASALAH

1.Kenapa Pak Bono mengalami nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu?

2.Kenapa Pak Bono juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara serak?

3.Kenapa Pak Bono mengeluhkan pilek yang tidak kunjung sembuh dan adanya lendir yang mengalir dari

hidung ke tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu?

4.Kenapa hidung sebelah kanan Pak Bono tersumbat sejah 3 bulan yang lalu dan makin lama makin

bertambah?

5.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan rinoskopi anterior dan orofaring Pak Bono?

6.Apakah diagnosis kerja penyakit Pak Bono?

7.Kenapa dokter memberi terapi dengan antibiotika,dekongestan,mukolitik,analgetik dan menganjurkan

pasien untuk kontrol setelah habis obat?

8.Apa indikasi untuk dirujuk dan bagaimana tatalaksana selanjutnya serta pemeriksaan penunjang?

III.ANALISIS MASALAH

1.Kenapa Pak Bono mengalami nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu?

Nyeri menelan :

- adanya inflamasi yang disebabkan oleh bakteri,karena selalu menelan sekret maka laring ikut

mengalami inflamasi.

- Tonsilitis akut : Pembesaran tonsil & Infeksi.

2.Kenapa Pak Bono juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara serak?

- Batuk berdahak : adanya paparan partikel berlebihan sehingga mukus yang dihasilkan sel goblet juga

berlebihan,makanya sebagai bentuk kompensasi mengeluarkan mukus tersebut maka terjadi respon batuk.

- Suara Serak : Infeksi/radang pada laring,pemakaian suara berlebihan,tumor plika vokalis,trauma

leher,kelainan saraf,cidera post-operasi.

3.Kenapa Pak Bono mengeluhkan pilek yang tidak kunjung sembuh dan adanya lendir yang

mengalir dari hidung ke tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu?

-Pilek 3 bulan + post nasal drip : merupakan tanda inflamasi kronik ( Rhinitis )

penyebab : Infeksi + kelaianan kongenital,infeksi kronik sistemik,pengobatan yang tidak aekuat,daya

tahan tubuh menurun,terpapar terus oleh alergen.

- Lendir yang mngalir dari hidung ke tenggorokan : tanda sinusitis + polip.

4.Kenapa hidung sebelah kanan Pak Bono tersumbat sejah 3 bulan yang lalu dan makin lama

makin bertambah?

hidung tersumbat → polip

Teori Breinstein : terjadi perubahan mukosa hidung karena peradangan/udara turbulensi karena deviasi

septum → mukosa hidung prolaps diikuti oleh reepitelisasi → terbentuk kelenjar baru + ↑penyerapan Na

→ terbentuk polip dan makin lama polip makin membesar,sehingga lama kelamaan hidung tersumbat dan

progresif.

5.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan rinoskopi anterior dan orofaring Pak Bono?

Rinoskopi Anterio :

- Sekret Mukopurulen → Rinosinusitis Kronik

- Masa berwarna putih mengkilat bertangkai pada 1/3 posterior → Polip

- Deviasi Septum → Trauma / Kelainan Kongenital,dengan konka media → sinekia

Orofaring :

- Tonsil Membesar → Tonsilitis

- Hiperemis → Peradangan

- Kripti Melebar → karena radang berulang → epitel terkikis (mukosa dan limfoid)→ diganti jaringan

parut.

- Detritus → Infiltrasi bakteri ke jaringan tonsil → radang → merangsang leukosit dan PMN → Eksudat

- Post Nasal Drip → Rinosinusitis akut/kronik

6.Apakah diagnosis kerja penyakit Pak Bono?

Diagnosis Kerja : Rinosinusitis kronik,Tonsilitis,Laringitis,Faringitis,Polip,Deviasi Septum.

7.Kenapa dokter memberi terapi dengan antibiotika,dekongestan,mukolitik,analgetik dan

menganjurkan pasien untuk kontrol setelah habis obat?

-Antibiotik → Kemungkinan infeksi bakteri

- Dekongestan → untuk mengurangi hidung tersumbat

- Mukolitik → untuk menghancurkan dahak

-Analgetik → Mengecilkan polip (kortikosteroid)

antibiotik + simptomatik

8.Apa indikasi untuk dirujuk dan bagaimana tatalaksana selanjutnya serta pemeriksaan

penunjang?

Polip tidak hilang & masif,tonsilitis yang menyumbat total,keluhan tidak membaik → Indikasi Rujuk.

Tatalaksana Lanjut :

- Bedah

Pemeriksaan :

- CT-Scan

-Rontgen ( Waters Position & Lateral )

- Kultur bakteri

- Anak-anak → Uji mengedan dan Uji adrenalin

IV.SKEMA

Nyeri Menelan

Laringitis Tonsilitis

Faringitis

Sinusitis

Pemeriksaan

Roentgen

CT-Scan Uji Mengedan

UjiMengedan

Defritus

Kripti Melebar

KongenitalTrauma

Deviasi Septum

Rinoskopi Anterior

Pem.Orofaring

Antibiotiok Dekongestan Analgetik Mukolitik

Bedah

Polip

Tatalaksana

SekretMukopurulen

Post Nasal Drip

Kortikosteroid

Hiperemis

Rinosinusitis

V.LEARNING OBJECTIVE

Mahasiswa Mampu Menjelaskan :

1.Jenis-Jenis Inflamasi Sistem Pernafasan Atas

2.Klasifikasi & Epidemiologi

3.Etiologi & Faktor Risiko

4.Patogenesis

5.Diagnosis,Pemeriksaan Penunjang,DD

6.Tatalaksana Komprehensif

7.Komplikasi & Prognosis

VI.BELAJAR MANDIRI

VII.SHARING INFORMATION

1. Sinusitis

Pengertian

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus maksila

(sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal) dan sinus

sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal

disebut multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut

pansinusitis.

Epidemiologi

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, bahkan dianggap

sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis menyerang

1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis

tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya

rhinosinusitis.

Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15

tahun. Pada anak-anak berusia 5-10 tahun. Infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan

sinusitis akut. Sinusitis

jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan

baik sebelum usia tersebut.

Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :

1. Ukuran. Sinus paranasal yang terbesar.

2. Posisi ostium. Posisi ostium sinus maksila lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran

sekret / drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.

3. Letak ostium. Letak ostium sinus maksila berada pada meatus nasi medius di sekitar hiatus

semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

4. Letak dasar. Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (prosesus

alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila

Etiologi dan Faktor Resiko

Sinusitis dapat disebabkan oleh:

1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus group A,

Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas.

2. Virus : Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus

3. Bakteri anaerob: fusobakteria

4. Jamur

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh :

1. Rinitis akut.

2. Faringitis.

3. Adenoiditis.

4. Tonsilitis akut.

5. Dentogen. Infeksi dari gigi rahang atas seperti M1, M2, M3, P1 & P2.

6. Berenang.

7. Menyelam.

8. Trauma. Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.

9. Barotrauma. Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal.

Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan :

1. Gangguan drainase. Gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi mekanik dan kerusakan

silia.

2. Perubahan mukosa. Perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi imunologik, dan

kerusakan silia.

3. Pengobatan. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna. Sebaliknya, kerusakan silia dapat

disebabkan oleh gangguan drainase, perubahan mukosa, dan polusi bahan kimia.

Faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain :

1. Obstruksi mekanik. Misalnya deviasi septum nasi.

2. Hipertrofi konka nasi media.

3. Benda asing dalam rongga hidung.

4. Polip nasi.

5. Tumor dalam rongga hidung.

6. Rinitis. Rinitis kronis dan rinitis alergi menyebabkan obstruksi ostium sinus dan menghasilkan

lendir yang banyak sehingga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

7. Lingkungan. Lingkungan yang berpolusi dan udara dingin & kering dapat menyebabkan

perubahan mukosa dan kerusakan silia.

Klasifikasi

Klasifikasi sinusitis yang tepat berdasarkan pemeriksaan histopatologik tetapi masalahnya

pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

Secara klinis, sinusitis dibedakan atas:

1. Sinusitis akut. Sinusitis yang berlangsung sampai 4 minggu.

2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang berlangsung antara 4 minggu sampai 3 bulan.

3. Sinusitis kronis. Sinusitis yang berlangsung lebih 3 bulan.

Berdasarkan gejalanya, sinusitis juga dibedakan atas:

1. Sinusitis akut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut.

2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda.

Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversibel.

3. Sinusitis kronis. Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah ireversibel. Misalnya

berubah menjadi jaringan granulasi dan polipoid.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis5

1.Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan

sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis

2.Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis

infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari

mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung

substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang

masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang

berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga

menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus

yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang

ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang

dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini

akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah

menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika

terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan

semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,

polipoid atau pembentukan polip dan kista.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis sinusitis dapat dinilai melalui gejala subjektif dan gejala objektif.

Gejala subjektif sinusitis akut dapat bersifat sistemik dan lokal.

Gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu.

Gejala lokal dapat kita temukan pada hidung, sinus paranasal dan tempat lainnya sebagai nyeri

alih (referred pain). Gejala pada hidung dapat terasa adanya ingus yang kental & berbau mengalir

ke nasofaring. Selain itu, hidung terasa tersumbat. Gejala pada sinus paranasal berupa rasa nyeri

dan nyeri alih (referred pain).

Gejala subjektif yang bersifat lokal pada sinusitis maksila berupa rasa nyeri dibawah kelopak

mata dan kadang tersebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih (referred pain)

dapat terasa di dahi dan depan telinga. Gejala sinusitis etmoid berupa rasa nyeri pada pangkal

hidung, kantus medius, kadang-kadang pada bola mata atau dibelakang bola mata. Akan terasa

makin sakit bila pasien menggerakkan bola matanya. Nyeri alih dapat terasa pada pelipis

(parietal). Gejala sinusitis frontal berupa rasa nyeri yang terlokalisir pada dahi atau seluruh

kepala. Gejala sinusitis sphenoid berupa rasa nyeri pada verteks, oksipital, belakang bola mata

atau daerah mastoid.

Gejala objektif sinusitis akut yaitu tampak bengkak pada muka pasien. Gejala sinusitis maksila

berupa pembengkakan pada pipi dan kelopak mata bawah. Gejala sinusitis frontal berupa

pembengkakan pada dahi dan kelopak mata atas. Pembengkakan jarang terjadi pada sinusitis

etmoid kecuali ada komplikasi.

Secara subjektif, sinusitis kronis memberikan gejala :

1. Hidung. Terasa ada sekret dalam hidung.

2. Nasofaring. Terasa ada sekret pasca nasal (post nasal drip). Sekret ini memicu terjadinya batuk

kronis.

3. Faring. Rasa gatal dan tidak nyaman di tenggorok.

4. Telinga. Gangguan pendengaran karena sumbatan tuba Eustachius.

5. Kepala. Nyeri kepala / sakit kepala yang biasanya terasa pada pagi hari dan berkurang atau

menghilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui pasti. Mungkin karena malam hari

terjadi penimbunan ingus dalam sinus paranasal dan rongga hidung serta terjadi stasis vena.

6. Mata. Terjadi infeksi mata melalui penjalaran duktus nasolakrimalis.

7. Saluran napas. Terjadi batuk dan kadang-kadang terjadi komplikasi pada paru seperti bronkitis,

bronkiektasis, dan asma bronkial.

8. Saluran cerna. Terjadi gastroenteritis akibat tertelannya mukopus. Sering terjadi pada anak-

anak.

Secara objektif, gejala sinusitis kronis tidak seberat sinusitis akut. Tidak terjadi pembengkakan

wajah pada sinusitis kronis. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan sekret kental purulen

di meatus nasi medius dan meatus nasi superior. Sekret purulen juga ditemukan di nasofaring dan

dapat turun ke tenggorok pada pemeriksaan rinoskopi posterior.

Diagnosis & Pemeriksaan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan

nasoendoskopi dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.

Pada sinusitis akut, pemeriksaan rinoskopi anterior menampakkan mukosa konka nasi hiperemis

dan edema. Terdapat mukopus (nanah) di meatus nasi medius pada sinusitis maksila, sinusitis

forntal, dan sinusitis etmoid anterior. Nanah tampak keluar dari meatus nasi superior pada

sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid. Pemeriksaan rinoskopi posterior menampakkan

adanya mukopus (nanah) di nasofaring (post nasal drip).

Pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi dan radiologik dapat kita gunakan untuk

membantu diagnosa sinusitis akut.

Pemeriksaan transiluminasi menampakkan sinus paranasal yang sakit lebih suram / lebih gelap

daripada sinus paranasal yang sehat.

Pemeriksaan radiologik dapat menggunakan posisi Waters, PA, atau lateral. Akan tampak

adanya perselubungan, penebalan mukosa, atau batas cairan-udara (air fluid level).

Sebaiknya kita mengambil sekret dari meatus nasi medius atau meatus nasi superior pada

pemeriksaan mikrobiologik. Mikrobiologi yang mungkin kita temukan yaitu bakteri, virus atau

jamur. Bakteri yang berfungsi sebagai flora normal di hidung maupun bakteri patogen keduanya

bisa kita dapatkan. Bakteri patogen seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphyloccus, dan

Haemophilus influenzae.

Sinusitis kronis didiagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi (anterior & posterior)

dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita gunakan antara lain

pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan

histopatologik (dari jaringan yang diambil saat melakukan sinoskopi), nasoendoskopi (meatus

nasi medius & superior) dan CT scan.

Differential Diagnosis

Sinusitis perlu dibedakan dari beberapa penyakit lain, seperti:

-    Rinitis Alergi: Rhinitis alergi adalah suatu gejala yang mempengaruhi hidung. Gejala

ini terjadi bila kita bernafas dekat dengan alergen, seperti debu, bulu, racun serangga,

atau serbuk sari. Ketika seseorang dengan rinitis alergi bernafas dekat dengan alergen

seperti serbuk sari atau debu, tubuh melepaskan zat kimia, termasuk histamin. Hal ini

menyebabkan gejala alergi.4

-    Bronchitis: Bronchitis adalah penyakit pernapasan dimana selaput lendir di saluran

bronkial paru-paru menjadi meradang. Membran membengkak dan tumbuh lebih tebal,

mempersempit atau menutup saluran udara kecil di paru-paru, sehingga menyebabkan

batuk yang bisa disertai dengan dahak dan sesak napas.5

-    Mucormyosis: Mucormycosis mengacu pada berbagai penyakit yang disebabkan oleh

infeksi jamur dalam urutan Mucorales. Spesies Rhizopus adalah organisme penyebab

paling umum. Dalam urutan, genera lain dengan mucormycosis penyebab spesies

termasuk Mucor, Cunninghamella, Apophysomyces, Absidia, Saksenaea, Rhizomucor,

dan spesies lainnya.6

-    Rhinovirus: Rhinoviruses (RV) adalah anggota dari keluarga Picornaviridae, yang

meliputi enterovirus patogen manusia dan hepatovirus (terutama, virus hepatitis A).

Lebih dari 100 subtipe yang berbeda ada di 3 kelompok besar, dikategorikan menurut

reseptor spesifisitas: antar molekul adhesi-1 (ICAM-1), low-density lipoprotein (LDL)

reseptor, dan reseptor sel sialoprotein. Infeksi RV terutama terbatas pada saluran

pernapasan bagian atas tetapi dapat menyebabkan otitis media dan sinusitis, mereka juga

dapat memperburuk asma, fibrosis kistik, bronkitis kronis, dan serius penyakit saluran

pernapasan bawah pada bayi, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan. Meskipun

infeksi terjadi sepanjang tahun, insiden tertinggi pada musim gugur dan musim semi.

Dari orang-orang yang terkena virus, 70-80% memiliki gejala penyakit. Kebanyakan

kasus yang ringan.

-    Infeksi saluran pernafasan atas: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA atau URI)

adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi akut yang melibatkan saluran nafas atas:

hidung, sinus, faring atau laring. Hal ini biasanya meliputi: tonsilitis, faringitis, laringitis,

sinusitis, otitis media, dan flu biasa.10

-    Wegener's granulomatosis: Granulomatosis Wegener adalah penyakit langka. Ini

adalah jenis vaskulitis, atau peradangan pada pembuluh darah. Peradangan membatasi

aliran darah ke organ penting, menyebabkan kerusakan. Hal ini dapat mempengaruhi

setiap organ, tetapi terutama mempengaruhi sinus, hidung, trakea (tenggorokan), paru-

paru, dan ginjal.

Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan

(operasi). Ada 3 jenis obat yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:

1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala klinik

sinusitis akut telah hilang.

2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.

3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.

4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium sinus

sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris

dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam

antrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium

normal.

5. Menghilangkan faktor predisposisi

Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah terjadi

komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang

tertahan oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan.

Sinusitis kronis dapat ditangani dengan cara :

1. Medikamentosa. Pemberian antibiotik selama minimal 2 minggu dan obat simptomatik

lainnya.

2. Tindakan. Meliputi diatermi, pungsi & irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian

Proetz (sinusitis etmoid, sinusitis frontal & sinusitis sfenoid), pembedahan radikal &

tidak radikal. Diatermi menggunakan gelombang pendek di daerah sinus paranasal yang

sakit selama 10 hari.

Pungsi & irigasi sinus dan pencucian Proetz dilakukan 2 kali seminggu. Jika tindakan ini

telah kita lakukan lebih 5-6 kali namun masih belum ada perbaikan dimana sekret

purulen masih tetap banyak maka keadaan ini kita anggap telah irreversibel. Artinya

mukosa sinus paranasal tidak dapat lagi kembali normal. Hal ini dapat diketahui dengan

pemeriksaan sinoskopi dan dapat diatasi dengan tindakan operasi radikal. Pemeriksaan

sinoskopi melihat langsung antrum (sinus maksila) menggunakan bantuan endoskopi.

Operasi radikal dilakukan setelah pengobatan konservatif tidak berhasil. Tindakan ini

bertujuan mengangkat mukosa sinus paranasal yang patologis atau melakukan drainase

sinus paranasal yang sakit. Ada beberapa jenis operasi radikal pada sinusitis paranasal,

yaitu:

1. Operasi Caldwell-Luc. Pembedahan untuk sinusitis maksila.

2. Etmoidektomi. Pembedahan untuk sinusitis etmoid.

3. Operasi Killian. Pembedahan untuk sinusitis frontal.

Belakangan ini, para ahli mengembangkan tindakan pembedahan sinus paranasal yang

bukan radikal dengan menggunakan bantuan endoskopi. Prinsipnya membuka dan

membersihkan daerah kompleks osteomeatal sebagai sumber sumbatan dan infeksi

sehingga ventilasi dan drainase sinus paranasal lancar kembali melalui ostium alami.

Akhirnya sinus paranasal diharapkan dapat normal kembali. Tindakan ini disebut Bedah

Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).

Komplikasi

Sinusitis kronis dapat menyebabkan:

1. Osteomielitis.

2. Abses subperiosteal.

3. Kelainan orbita.

4. Kelainan intrakranial.

5. Kelainan paru-paru.

Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih banyak

terjadi pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat menyebabkan

fistula oroantral.

Kelainan orbita paling banyak disebabkan oleh sinusitis etmoid kemudian berturut-turut

akibat sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Penyebaran infeksinya melalui

tromboflebitis dan perkontinuitatum.

Kelainan orbita tersebut meliputi:

1. Edema palpebra.

2. Selulitis orbita.

3. Abses subperiosteal.

4. Abses orbita.

Prognosis

Prognosis untuk sinusitis akut sangat baik. Banyak kasus yang berjalan dari 1 sampai 2

minggu, sering tanpa antibiotik. Seseorang yang mengalami sinusitis akut tanpa

komplikasi bisa sembuh dengan baik dan bisa kembali beraktivitas. Rata-rata 70%

sinusitis akut karena bakteri bisa sembuh kembali tanpa antibiotik. Yang jarang adalah

sinusitis dengan komplikasi dan infeksi yang menyebar luas perlu penyembuhan yang

lama. Sinusitis karena jamur jarang, tetapi menyebar dengan cepat dan dapat

menyebabkan kematian pada seseorang yang immunocompromised, contohnya: pasien

kanker, HIV/AIDS dan diabetes yang tidak terkontrol.  Prognosis kronik sinusitis

tergantung dari penyebabnya. Sering kali pengobatan dan tindakan pembedahan

diperlukan untuk mengurangi inflamasi. Seseorang yang mengalami pembedahan sinus

bisa kembali ke aktivitas biasa sekitar 5 sampai7 hari setelah pembedahan dan sembuh

total rata-rata 4 sampai 6 minggu. Di banyak kasus inflamasi harus ditangani dengan

pengobatan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

2.Deviasi Septum

1 Definisi

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya

yang berada di garis medial tubuh.

2 Klasifikasi

Bentuk – bentuk deformitas dari deviasi septum, ialah :

1)     Deviasi biasanya berbentuk huruf C atau S.

2)     Dislokasi, yaitu bagian bawah septum kartilago keluar dari krista maksila danmasuk ke dalam rongga

hidung.

3)     Penonjolan tulang atau tulang rawan septu, bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan

bila sangat runcing dan pipih disebut spina.

4)     Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dekan konkadihadapannya disebut sinekia. Bentuk

ini akan menambah beratnya obstruksi.

  

Mladina membuat klasifikasi mengenai septum deviasi sebagai berikut :

·         Tipe I : terdapatnya unilateral crest yang tidak mengganggu fungsi dari rongga hidung.

·         Tipe II : terdapatnya gangguan pada fungsi hidung dikarenakan unilateral crest

·         Tipe III : satu unilateral crest pada ujung atas konka media hidung

·         Tipe IV : terdapat dua crest, satu pada ujung atas konka media, satu berada pada sisi septum lainnya,

yang dapat mengganggu fungsi hidung.

·         Tipe V : unilateral ridge pada dasar septum, sedang sisi septum lainnya lurus

·         Tipe VI : unilateral sulkus melalui bagian kaudal-ventral septum, sedangkan pada sisi lainnya terdapat

ridge dan asimetri dari rongga hidung.

·         Tipe VII : campuran tipe dari I sampai VI.

Septum deviasi diklasifikasikan menurut dari beratnya gangguan pada hidung :

·         Grade I : septum deviasi yang tidak menyentuh struktur dinding lateral hidung

·         Grade II : menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetapi tidak menyentuh setelah diberi

dekongestan.

·         Grade III : menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetap menyentuh setelah diberi dekongestan.

3 Etiologi

Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau

bahkan pada masa janin intruterine.

Penyebab lainnya ialah ketidak-seimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi terus

tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada

septum nasi itu.

Pada pasien dengan septum deviasi, banyak yang tidak teradapat adanya riwayat trauma. Gray

menerangkan hal ini dengan teori birth moulding. Postur abnormal intrauterin dapat menyebabkan

terjadinya tekanan pada daerah hidung dan rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran

pada septum. Tekanan ini dapat bertambah pada saat kelahiran.

4 Epidemiologi

Insiden septum deviasi sangat bervariasi. Gray melakukan penelitian pada 2112 orang dewasa

dan mendapatkan 37% mengalami septum deviasi. Kwang dkk, 2006 meneliti 390 pasien menggunakan

pemeriksaan radiologi dan mendapatkan 94 pasien (24,1%) mengalami septum deviasi. Tumbel dkk, 2006

dalam penelitiannya di makassar pada pasien sinusitis maksilaris kronik mendapatkan septum deviasi

pada 22 kasus (30.1%) tanpa adanya kelainan polip. Data Instalasi Bedah Sentral menunjukkan pada

tahun 2005 sebanyak 14 pasien (4.6%) septum deviasi menjalani operasi septum reseksi dari seluruh

pasien THT yang dilakukan operasi.

Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari

olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau

sabuk pengaman ketika berkendara.

5 Manifestasi Klinis

Bila septum deviasi ringan, kadang tidak terdapat gejala. Bila septum deviasi berat maka dapat

menyebabkan gejala-gejala seperti:

#   Sumbatan pada satu atau kedua rongga hidung

Sumbatan ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, sebab pada sisi yang deviasi mengalami konka

hiportrofi dan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi.

#   Rasa Nyeri di kepala dan sekitar mata

#   Gangguan penciuman

#   Kongesti nasal

#   Epistaksis

#   Infeksi sinus berulang dan nafas yang berbunyi sewaktu tidur

6 Patogenesis

Kejadian deviasi dari septum nasal paling banyak diakibatkan oleh adanya trauma langsung

maupun tidak langsung kepada septum tersebut. Hal ini akan mengakibatkan dorongan terhadap septum

sehingga berakibat septum berdeviasi bahkan hingga fraktur. Namun tidak semua deviasi tersebut akan

menampakan gejala, sehingga penderita tidak akan sadar bila ia mengalami deviasi septum. Penderita akan

datang bila sudah terjadinya gejala atupun bahkan komplikasi.

7 Penegakan Diagnosa

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang hidungnya.

Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari pemeriksaan

rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada

deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.

Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi dan nasal endoskopi dapat dilakukan untuk

konfirmasi atau evaluasi terapi. Pemeriksaan Radiologi seperti MRI, X-ray AP dan CT- Scan.

8 Penatalaksanaan

Bila Tidak ada keluhan maka tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Analgesik

digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Dekongestan digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.

Penatalaksanaan baku pada septum deviasi adalah operasi reposisi dari septum. Ada 2 jenis

tindakan operatif yang dapat dilakukan pada penderita dengan keluhan yang nyata yaitu submukosa

septum reseksi dan septoplasti.

Reseksi Submukosa

Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiostiumkedua sisi dilepaskan dari tulang rawan

dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga

mukoperikondrium dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan lansung bertemu di garis tengah.

Reseksi submukosa dapat mennyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana (saddle

nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak

diangkat.

Septoplasti/ Reposisi Septum

Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang

dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi

submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.

Setelah septoplasty akan terdapat rasa tidak nyaman pada hidung, untuk diperlukan pereda nyeri

(analgesik) dalam beberapa hari pertama stelah tindakan. Dan ingatkan pasien untuk menhindari kontak

langsung terhadap hidung. Pemberian antibiotikjuga dapat diberikan untuk menghindari infeksi sekunder.

9 Pencegahan

Menghindari faktor resiko deviasi septum, yaitu :

- Selalu memakai helm atau memakai sabuk pengaman saat berkendaraan.

- Pada saat berolah raga jaga/ hindari dari kontak langsung yang dapat mengenai hidung terutama septum.

- Saat mengandung, upayakan jaga kehamilan dengan baik untuk menghindari terjadinya trauma pada

janin.

- Pada saat persalinan upayakan dilakukan dengan prosedur yang benar sehingga terhindar dari terjadinya

deviasi atau trauma pada septum nasal.

10 Prognosis

Prognosis dari deviasi septum nasal akan baik bila cepat ditangani dengan tindakan yang tepat

dan belum adanya komplikasi. Komplikasi akan menyulitkan penatalaksanaan dari deviasi tersebut. Dan

bila sudah terdapat komplikasi maka juga harus diterapi, seperti misalnya sinusitis. Namun terapi sinusitis

ini dilakukan setelah dilakukannya rekonstruksi septum.

11 Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi

terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat

membentuk polip.

POLIP NASI

PENDAHULUAN

Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah anggur yang

turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani “poly-pous” yang berarti berkaki

banyak. Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks osteomeatal di

meatus nasi medius berupa massa lunak yang mengandung banyak cairan, bertangkai, bentuk bulat atau

lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung

cairan. Sering bilateral dan multiple. Polip nasi juga merupakan kantung dari edema mukosa dan

kebanyakan berasal dari mukosa sinus ethmoid.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%) dibanding penderita asma alergi

(5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio

antara laki – laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.

ETIOPATOGENESIS

Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga factor yang berperan dalam terjadinya

polip yaitu :

1. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang

2. Gangguan keseimbangan vasomotor

3. Edema, dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung.

Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tenpat yang sempit akan

menimbulkan tekanan negative pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh

tekanan negative ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini

menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks osteomeatal di meatus

medius.

Mula – mula ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian

stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses

ini terus berlanjut, mukosa yang sembab ini akan semakin besar dan kemudian akan turun ke dalam

rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Pembentukan polip sering juga dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta

predisposisi genetic. Menurut teori Bernsteis, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau

aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps

submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan

penyerapan natrium oleh permuksaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan ketidakseimbangan saraf vasomotor menyebabkan terjadinya peningkatan

permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskuler yang mengakibatkan dilepaskan sitokin dari sel

mast yang akan menyebabkan edema dan lama – kelamaan menjadi polip.

GAMBARAN MIKROSKOPIK

Secara mikroskopik, tampak epitel dari polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat

semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel –selnya terdiri limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil

dan makrofag. Mukosa mengandung sedikit sel – sel goblet. Pembuluh darah sangat sedikit dan tidak

mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah dapat mengalami metaplasi epitel karena sering terkena aliran

udara, menjadi epitel transisional, kubik, gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

GEJALA KLINIS

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak hilang timbul

dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala

hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan

keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan

iritasi di hidung.

Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerahan di cavum nasi. Pada

rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka

polipoid). Perbedaannya

POLIP KONKA POLIPOID

Bertangkai

Mudah digerakkan

Konsistensi lunak

Tidak nyeri tekan

Tidak mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor tidak

mengecil

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil dengan vasokonstriktor

DIAGNOSA

Diagnosa polip nasi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.

- Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah obstruksi nasi mulai dari yang ringan sampai berat,

rhinore yang jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia. Dapat juga disertai bersin – bersin, rasa

nyeri pada hidung dan sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai dengan infeksi sekunder,

didapatkan post nasal drips dan rhinore purulen. Gejala lain yang dapat timbul adalah bernapas

melalui mulut, rinolalia, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu harus ditanyakan

riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi aspirin dan alergi obat lainnya.

- Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, polip nasi terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang

berasal dari meatus nasi medius dan mudah digerakkan.

Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:

Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus

Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.

Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi

rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung

Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hamper seluruh rongga hidung.

- Pemeriksaan penunjang

Tes Alergi

Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.

Naso-endoskopi

Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang – kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior,

tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.

Radiologik

Radiologi dengan posisi Water’s dapat menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal

merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi. CT scan koronal

dari sinus paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya

penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang.

PENATALAKSANAAN

Ada tiga macam penangana polip nasi yaitu :

- Cara konservatif

- Cara operatif

- Kombinasi keduanya.

Cara konservatif atau menggunakan obat – obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang merupakan

satu – satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik.

Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak

lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat diberikan secara oral

maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60

mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total

570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg

setiap 3 bulan.

Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan ethmoidektomi,

transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido-

sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus.

PROGNOSIS

Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya

diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama

untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya

mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya

terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.

Faringitis

1.     Pengertian

a.     Faringitis dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang

tenggerokan  atau faring yang disebabkan oleh bakteri dan virus tertentu. Kadang juga disebut radang

tenggerokan.

b.    Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang ditandai oleh adanya

nyeri tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.

(Vincent, 2004)

c.     Faringitis adalah imflamasi febris yang disebabkan oleh infeksi virus yang tak terkomplikasi biasanya

akan menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan.

2.      Epidemiologi

Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang

paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia dibawah 1 tahun.

Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir

masa nak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi

sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.

3.      Etilogi

Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus,

termasuk virus penyebabnya common cold, flu, adenovirus. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah

streptokokus grup A, pneumukokus, dan basilus influenza.

Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering, meroko, alergi, trauma tenggorok (misalnya

akibat tindakan intubsi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan racun, tumor.

4.      Tanda Dan Gejala

Yang sering muncul pada faring adalah:

1.         Nyeri tenggorok dan nyeri menelan

2.         Tonsil menjadi berwarna merah danmembengkak

3.         Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang

berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah).

4.         Demam.

5.         Pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala – gelaja sistemik akan muncul :

6.      Lesu dan lemah, nyeri pada sendi – sendi otot, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga

7.      Peningkatan jumlah sel darah putih

5.      Patofisiologi dan penyimpanan KDM

A.  Patofisiologi

penularan terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka

jaringan limpoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat.

Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada

dinding faring. Dengan hiperemi pembuluh diding darah menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarana

kuning, putih,atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringanlimpoid. Tampak bahwa folikel limpoid dan

bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih kelateralmenjadi meradang dan

membengkaksehingga timbul radang pada tenggorokan atau faringitis.

6.     Klasifikasi

Berdasarkan lama berlangsungnya

§  Faringitis akut, adalah radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu streptkokus grup

A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil masih berwarna merah, malaise, nyeri tenggerokan dan

kadang disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadi masih baru, belum berlangsung lama.

§  Faringitis kronik, radang tenggorokan yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak

disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang menjanggal ditenggerokan. Faringitis kronik

umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkunga yang berdebu,

menggunakan suara yang berlebihan, menderita batuk kronik, dan kebiasaaan mengkomsumsi alkohl dan

tembakau.faringitis kronik dibagi menjadi 3 yaitu :

1.      Faringitis hipertropi ditandai dengan penebalan umum dan kogesti membrane mukosa.

2.      Faringitis atrpi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane tipis,

keputihan,licin, dan pada waktunya berkerut).

3.      Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limpe pada dinding faring.

Berdasarkan agen penyebab :

§  Faringitis virus

1.      Biasanya tidak ditemukan nanah ditenggorokan.

2.      Demam ringan tau tanpa demam.

3.      Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat.

4.      Kelenjar getah bening normal atau sedikit membengkak.

5.      Tes apus tenggorokan member hasil negative

6.      Untuk strep throat pada biakan dilaboratorium tidak tumbuh bakteri,

§  Faringitis bakteri

1.      Biasanya ditemukan nanah dutenggorokan.

2.      Demam ringan sampai sedang.

3.      Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang.

4.      Kelenjar getah bening mengalami pembengkakan ringan sampai sedang.

5.      Ter apus tenggorokan meberikan hasil positif.

6.      Bakteri tumbuh pada biakan dilaboratorium.

7.     Pemerikasaan diagnostic

a.       Pemerikasaan seroligis

b.      Pemerikasaaan sputum  untuk mengetahui basil tahan asam

c.       Foto torak untuk melihat adanya tuberkolosis paru.

d.      Biopsy jaringan untuk mengetahui proses keganasasn serta mencari basil taha  asam keganasan

dijaringan

8.     Tindakan pengobatan.

a.       Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan

istiraha baring. Kmpikasi seperti sinutitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri Karena danya

nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatasi komplikasi ini dicadangkan untuk

menggunakan antibiotka.

b.      Untuk feringitis bakteri paling bail diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000

unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari, pemberian obat ini  biasanya akan menghasilkan respon klinis yang

cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam.. erritrimisisn atau klindamisin merupakan obat

alin dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita neyri

tenggerokan yang sangat hebat, selain terpi obat pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat

membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan

gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat

bekerja sama.

Laringitis

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan

suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik.1

Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3

minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.2

Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena

kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.2

Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang

membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar,

membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses

peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan

terdengar lebih serak.1

Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan

pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.2

Etiologi

Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya berkaitan

dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat

disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 2.3

Tabel 1. Laringitis akut dan kronis

laringitis akut Laringitis kronis

1. Rhinovirus

2. Parainfluenza virus

3. Adenovirus

4. Virus mumps

5. Varisella zooster virus

6. Penggunaan asma inhaler

7. Penggunaan suara berlebih dalam

pekerjaan : Menyanyi, Berbicara

dimuka umum Mengajar

8. Alergi

9. Streptococcus grup A

10. Moraxella catarrhalis

11. Gastroesophageal refluks

1. Infeksi bakteri

2. Infeksi tuberkulosis

3. Sifilis

4. Leprae

5. Virus

6. Jamur

7. Actinomycosis

8. Penggunaan suara berlebih

9. Alergi

10. Faktor lingkungan seperti asap, debu

11. Penyakit sistemik : wegener

granulomatosis, amiloidosis

12. Alkohol

13. Gatroesophageal refluks

Anatomi Saluran Pernafasan

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea,

bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa

bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Udara lalu menuju

ke faring dan laring.4

Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita

suara. Ruangan berbentuk segitiga diantara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk

bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan

bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya

sebagai organ pelindung tetap jauh lebih penting. 4

Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang

berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke

dalam esofargus. Jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring

akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.4

Patogenesis

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian

reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini

menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki.5

Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.5

Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung

kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel

darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian

akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga

dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita

suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.2

laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada

mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi

meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel

bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam

pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding

posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah

pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari

pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.3

LARINGITIS AKUT

Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya

tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring dan

tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan organisme penyebab yang

tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak

adanya riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring

yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.6

LARINGITIS KRONIS

Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran

nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih

dari 3 minggu 2.3

Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap

iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan

edema dan eritema laring.6

Laringitis Kronis Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika 7

1. Laringitis tuberkulosis

Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru

sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang

melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah

mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.

Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :

Ø Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita

suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan.

Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya

meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus

Ø Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat,

dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.

Ø Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama

kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.

Ø Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan

subglotik.

2. Laringitis luetika

Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan

laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang

menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus

sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak

nyeri tetapi menjalar cepat

Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan,

ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak

nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor

inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,

frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan

merupakan tanda hipoksia1

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari

pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah

glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.

pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab,

namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab1

Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung,

sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.1

Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.3

Pada anamnesis dapat ditanyakan 3

1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala

2. Kondisi kesehatan secara umum

3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya

laringitis seperti debu, asap.

4. Penggunaan suara berlebih

5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan

kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.

6. Riwayat merokok

7. Riwayat makan

8. Suara parau atau disfonia

9. Batuk kronis terutama pada malam hari

10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara

11. Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjol-benol

sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque, serbukan sel radang

menahun pada lapisan submukosa. 5

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa laring,

serologik marker.3

Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat

pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. 3

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.3

Penatalaksanaan

Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah kelembaban,

dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari.

Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang

mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat

mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.6

Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat

diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi

singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk

rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.6

Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton

inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. 3.6

Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.3

Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit

sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan

iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat

menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor

pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.3

Prognosis

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya sangat

baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut. 2.3

KESIMPULAN

Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non

infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi

mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu dan biasanya muncul dengan gejala

yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap

dan telah bermanifestasi beberapa minggu sebelum pasien datang ke dokter dengan keluhan gangguan

pernafasan dan nyeri.

Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti kausanya, besarnya

edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien biasanya datang dengan

keluhan satu gejala atau lebih seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara

atau disfonia, odinofonia, disfagia, odinofagia, batuk, dispneu atau stridor. Manifestasi laringitis kronis

terutama pada laringitis kronis iritasi yang paling berat adalah terjadinya ulserasi epitelium laring dengan

granulasi.

Diagnosis laringitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari..Laringitis kronis terbanyak

disebabkan oleh iritasi misalnya asap rokok, sehingga pasien disarankan beristirahat total dengan

menghentikan kebiasaan merokok dan demikian pula pada laringitis kronis akibat penyalahgunaan suara,

pasien disarankan beristirahat. Pada pasien non perokok, kemungkinan besar laringitis kronis dipicu oleh

iritasi ”silent” dari asam lambung, sehingga perlu diberikan anti-refluks dari penyekat H2 hingga penyekat

pompa proton, disertai modifikasi gaya hidup.

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya

sangat baik. Pada laringitis kronis proxgnosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut

RHINITIS

1        Definisi

Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis adalah

peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.

2        Etiologi

1)      Belum Jelas.

2)      Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :

·         Reaksi makanan

·         Emosional

·         Pekerjaan

·         Hormon

·         Kelainan anatomi

·         Penyakit imunodefisiensi

·         Interaksi dengan hewan

·         Temperatur

3        Klasifikasi

1)        Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :

a.         Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-

sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap

orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal

musim hujan dan musim semi.

b.         Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi

yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2)        Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:

a.         Rhinitis alergi

Merupakan  penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang

berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap

partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.

Macam-macam  rhinitis alergi, yaitu:

1.        Rinitis alergi musiman (Hay Fever),

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti

benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau

asap.

2.        Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan

karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang

peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

3)        Rhinitis Non Alergi

Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing

kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal,

penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:

a.       Rhinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh

bertambahnya aktivitas parasimpatis.

b.      Rhinitis medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai

akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama

dan berlebihan.

c.       Rhinitis atrofi

Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan

mukosa konka.

4        Patofisiologi

Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa hidung.

Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan

atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (IgE ). Pelepasan mediator sel mast yang

baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas

terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus,

edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan

hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan non spesifik suatu pengaruh persiapan.

5        Manfestasi Klinis

a.    Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).

b.   Hidung tersumbat.

c.    Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer,

tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi

hidung atau infeksi sinus.

d.   Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.

e.    Badan menjadi lemah dan tak bersemangat

6        Pemeriksaan Diagnostik

1.      Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung.

2.      Pemeriksaan in vivo

Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.

7        Penatalaksanaan

Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain

gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan:

·      Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang.

·      Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok

makan dalam 100 cc air hangat.

·      Preparat Fe

·      Pil dan semprotan antihistamin

·      Leukotriene antagonis

·      Semprotan kortikosteroid

·      Pil dan semprotan dekongestan

·      Imunoterapi alergen

·      Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.

8        Komplikasi

·         Polip hidung

Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.

·         Otitis media

Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien

anak-anak.

·         Sinusitis kronik

Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan

pada hidung sehingga menghambat drainase