lapsus dm tipe 2 dgn kaki diabetik
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia
kronik pada DM dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Keadaan
hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak organ pada semua lapisan
masyarakat di seluruh dunia.1
Menurut WHO, pada tahun 2004 didapatkan lebih dari 150 juta orang dari
seluruh dunia yang menderita diabetes. Angka kejadian ini meningkat dengan
cepat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan bertambah dua kali lipat.
Peningkatan angka prevalensi diabetes yang paling besar terjadi di Asia dan
Afrika. Peningkatan angka kejadian diabetes ini diikuti juga oleh Negara
berkembang melalui urbanisasi dan akibat perubahan gaya hidup.2 Pada tahun
2000 di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta. Diperkirakan pada tahun
2010 jumlah penderita diabetes di Indonesia menjadi minimal 5 juta.1
Penderita diabetes yang kontrol diabetesnya baik, ternyata lebih sedikit
mengalami komplikasi kronik, itu sebabnya para pakar diabetes menekankan
pentingnya pengendalian atau kontrol diabetes yang ketat (baik).3 Diantara
komplikasi kronik DM, kelainan pada tungkai bawah yang selanjutnya disebut
sebagai kaki diabetes, merupakan komplikasi yang paling mencemaskan bagi
pasien dan dokter yang mengobatinya. Data dari berbagai penelitian di Indonesia
menunjukan angka amputasi dan angka kematian ulkus/gangren diabetes masing-
1
masing sebesar 15-30% dan 17-32%. Sampai saat ini pengelolaan kaki diabetes
masih merupakan kendala yang cukup berat untuk diatasi.1
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus diabetes mellitus tipe II dengan
kaki diabetes yang dirawat di bagian penyakit dalam pria RSUD Ulin
Banjarmasin.
2
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran km. 3,5 RT. 15 No. 20 Banjarmasin
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama : Luka dan bengkak pada kaki kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku kakinya
mulai bengkak. Awalnya kaki pasien tertusuk keong di sawah. Kemudian
luka dibawa ke mantri dan puskesmas. Kaki sudah diberi obat dan disuntik
(pasien tidak tahu nama dan jenis obat yang disuntikkan), tetapi luka tidak
sembuh-sembuh dan kaki semakin membengkak dan terasa sakit. Pasien
tidak ada keluhan panas.
Pasien mengaku sering merasa haus dan sering buang air kecil.
Pasien juga mengaku nafsu makan normal tetapi berat badan pasien tidak
bertambah. Karena keluhan sakit dikakinya tidak sembuh-sembuh, pasien
berobat ke dokter swasta dan disarankan untuk berobat ke RSUD Ulin.
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak tahu ada riwayat kencing manis, riwayat darah tinggi
dan asma tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat kencing manis, hipertensi dan asma dalam
keluarga.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital : TD = 120/70 mmHg N = 24 x/menit
RR = 96 x/menit T = 36,8oC
4. Kulit : warna sawo matang, sianosis tidak ada, hemangioma tidak ada,
turgor cepat kembali, vena kolateral tidak ada, kelembaban cukup.
5. Kepala dan Leher
Rambut : warna hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut, alopesia tidak ada.
Kepala : bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor
refleks cahaya (+/+)
Mulut : bentuk normal, mukosa tidak anemis, lidah tidak kotor, tidak
tremor, tidak ada perdarahan gusi, pharing tidak ada edema dan
tidak hiperemis
4
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, jugular venous
pressure tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening
tidak ada, kaku kuduk tidak ada.
6. Thorak
Paru : I = Gerakan nafas simetris
P = Fremitus raba simetris, nyeri tekan tidak ada
P = Sonor, nyeri ketuk tidak ada
A = Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung : I = Iktus, pulsasi dan voussure cardiaqe tidak terlihat
P = Thrill tidak teraba
P = Batas Kanan ICS IV LPS Dextra
Batas Kiri ICS VI LMC Sinistra
A = S1 dan S2 tunggal, bising dan murmur tidak ada
7. Abdomen
I = tampak datar, umbilikus tidak menonjol
P = Hepar/Lien/Massa tidak teraba, nyeri tekan epigastrium tidak ada
P = timpani, nyeri ketuk tidak ada, shifting dullness tidak ada
A = Bising usus (+) normal.
8. Ekstremitas
- Atas: refleks fisiologis (+) kanan kiri tidak meningkat, refleks patologis
(-/-), edema, deformitas dan atrofi tidak ada.
- Bawah : Refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-), edema (-/+),
atrofi dan deformitas tidak ada.
5
Status lokalis ekstremitas bawah kiri :
- Inspeksi: tampak kaki pedis sinistra bengkak, hiperemi (+), luka (+)
- Palpasi : nyeri tekan positif
D. Pemeriksaan Penunjang
25 April 2005
Darah Rutin :
Hb : 12,3 gr%
Eritrosit : 5,44 juta/mmk
Leukosit : 15.000/mmk
Trombosit : 235.000/mmk
Hematokrit : 42%
Kimia Darah :
GDS : 445 mg/dl
Urea : 37 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Asam urat : 4,7 mg/dl
SGPT : 23 U/L
SGOT : 20 U/L
27 April 2005
- GDP : 294 mg/dl
- GD 2 J PP : 236 mg/dl
- Foto Pedis : Soft tissue swelling (+), gas gangren (-), gambaran tulang
normal
28 April 2005
GDP : 212 mg/dl
30 April 2005
GDS : 270 mg/dl
2 Mei 2005
GDS : 235 mg/dl
6
4 Mei 2005
GDS : 136 mg/dl
E. Diagnosis
Diabetes Mellitus Type II dengan Kaki Diabetes
F. Follow up dan Penatalaksanaan
Follow Up 25/4 26/4 27/4 28/4 29/4 30/4 1/5 2/5 3/5 4/5
SUBJEK
Panas
Kaki Bengkak
Nanah
Kaki Nyeri
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
<
<
-
<
<
<
-
<
<
<
-
<
<
<
-
<
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Objek
TD 120/
70
120/
70
110/
70
130/
80
120/
80
120/
70
120/
70
110/
70
120/
60
120/
80
Nadi 82 86 90 86 84 88 90 88 86 88
Respirasi 20 22 18 22 20 20 22 22 20 24
Suhu 36,6 36,8 37,0 36,5 36,8 36,6 36,7 36,5 37,2 36,8
Planning
IVFD RL 20 tts/mnt + + + + + + + + + +
Cefotaxime 3x1 gr + + + + + + + + + +
Inj. Gentamisin 2x80 mg - - + + + + + - - -
Actravid 3x8 IU + + - - - - - - - -
Actravid 3x10 IU - - + + + - - - - -
Actravid 3x12 IU + + + - - + + - - -
Actravid 3x14 IU - - - - - - - + + +
Asetosal 1x100 - - - + + + + + + +
Asam folat 2x1 - - - + + + + + + +
Kompres Gentamisin 80mg-NaCl + + + + + + + + + +
7
PEMBAHASAN
Diabetes mellitus (DM) sering disebut sebagai the great imitator dissease,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang bersifat
adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, gangguan
insulin atau keduanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya
gejala khas DM berupa poliuiri, polidipsi, polifagia, lemas, berat badan menurun
serta gejala lain/gejala tidak khas yang mungkin diungkapkan adalah kesemutan,
gatal, mata kabur, impotensi atau keputihan. 4
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus
diklasifikasikan menjadi DM tipe I dan DM tipe II. Menurut ADA yaitu apabila
kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl
dan kadar glukosa darah 2 jam PP adalah > 200 mg/dl.5
Perlu dilakukan pemeriksaan penyaring pada kelompok dengan salah satu
resiko DM sebagai berikut : 6
Usia > 45 tahun
Berat badan : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >
4000 gr
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 360 mg/dl
8
Klasifikasi etiologi DM menurut ADA (1997) sesuai anjuran Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) ialah :7
1. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolute: autoimun, idiopatik)
2. DM tipe II (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin).
3. DM tipe lain :
a. Defek genetik fungsi β :
- Maturity onset diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3
- DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati : akromegali, syndrome cushing, feokromositoma dan
hipertyroidisme.
e. Karena obat/zat kimia
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormone tiroid
- Tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lain-lain
f. Infeksi : rubella congenital, sitomegalovirus
g. Penyebab imunologi yang jarang : antibody antiinsulin
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom down,
sindrom kleinefelter, sindrom turner, dan lain lain.
9
4. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Diabetes Mellitus gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa
yang ditemukan pada saat hamil dan diperkirakan insiden sebesar 1-3%.
Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester ketiga.
10
Gambar : Langkah-langkah diagnosis DM dangangguan toleransi glukosa.6
Keluhan klnis DM
Keluhan khas (+) Keluhan khas (-)
GDPAtauGDS
≥ 126
≥ 200
< 126
< 200
GDPAtauGDS
≥ 126
≥ 200
110-125 < 110
110-199
Ulang GDS atau GDP
≥ 126
≥ 200
< 126
< 200
GDPAtauGDS
TTGOGD 2 Jam
≥ 200 140-199 < 140
GDPT NormalTGTDIABETES MELLITUS
Evaluasi status giziEvaluasi penyulit DMEvaluasi dan perencanaan makan
Sesuai kebutuhan
Nasihat umumPerencanaan makanLatihan jasmaniBerat IdamanBelum perlu obat penurun glukosa
Keterangan: GDP (Glukosa Darah Puasa), GDS (Glukosa Darah Sewaktu),
GDPT (Glukosa Darah Puasa Teragnggu, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksan laboratorium pasien ini didiagnosa
sebagai DM dengan komplikasi kaki diabetes. Didiagnosa sebagai penderita DM
karena didapatkan gejala yang mendukung, yaitu sering buang air kecil, sering
haus, penurunan berat badan, dan luka yang lama sembuh. Selain itu juga
didapatkan kadar glukosa darah sewaktu yang meningkat dari normal (445 mg/dl)
pada pemeriksaan darah rutin. Pada keadaan pasien yang demikian perlu
dilakukan tes toleransi glukosa oral untuk memastikan diagnose DM.
Diabetes pada orang dewasa seringkali langsung dinyatakan sebagai DM
tipe II, sebagaimana halnya dengan kasus ini. DM bentuk ini bervariasi mulai dari
yang mempunyai kelainan utama resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai dengan kelainan utama adalah defek sekresi insulin yang disertai
resistensi insulin.8
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap meningktanya
kerentanan penderita DM terhadap penyakit infeksi antara lain : 9
1. Tingginya kadar glukosa darah
Kemampuan lekosit memfagosit dan membunuh kuman berkurang
akibatnya infeksi mudah berkembang. Adanya kerusakan atau penurunan
fungsi fagositosis bakteri dan pertahanan sel oleh granulosit dapat terlihat
pada serum penderita DM yang tidak terkontrol (glukosa darah > 250
mg/dl).
2. Gangguan mekanisme seluler
Semua asfek fungsi fagosit yaitu adherence, fagositosis dan
intercellular killing terganggu pada pasien DM. Gangguan gerakan sel
11
(sitotaksis, kemotaksis dan leukotaksis) tampaknya bersifat herediter dan
tidak diperburuk oleh tingginya kadar glukosa darah. Dalam melaksanakan
fungsinya “menelan” partikel sasaran, sel-sel fagosit (neutrofil dan
makrofag) harus mengenal dan menempel dulu pada sel sasaran. Proses
pengenalan sel sasaran melalui reseptor IgG pada membrane sel,
komplemen C3b dan lektin. Pada pasien DM dengan HLA B8/DR3 kadar
IgA serta IgG berkurang. Defisiensi komplemen terutama C4 merupakan
kejadian yang sering dijumpai pada DM tipe I. Masih belum jelas pengaruh
berkurangnya komplemen pada proses fagositosis leukosit. Sulitnya
mengukur kemampuan fagsositosis leukosit menyebabkan kesimpulan hasil-
hasil penelitian yang berbeda. Sesudah mikroroganisme sarsan “ditelan”,
granula-granula lisosom dilepaskan ke dalam vakuola dan proses
“membunuh” dengan cara oksidatif dan non-oksidatif berlangsung. Cara
oksidatif dengan menggunakan produk-produk oksigen aktif seperti
superoksida, hydrogen peroksida dan hipoklorit berlangsung lebih awal.
Energi cara oksidatif ini dipaosk melalui heksose monofosfat shunt (HMPS).
Proses ini diawali dengan oksidasi membran sel yang memanfaatkan donor
elektron yang berasal dari NADPH yang menghasilkan radikal superoksida.
Dalam keadaan normal glukosa memasuki HMPS dan menghasilkan
NADPH. Dinding leukosit permeabel terhadap glukosa sehingga pada
keadaan hiperglikemia, glukosa membannjiri HMPS di dalam leukosit dan
dimetabolisme oleh aldose redoktase melalui polyolpathway. Aldose
reduktase merupakan enzim yang membutuhkan NADPH dan berakibat
12
menurunnya produksi radikal superoksid yang dibutuhkan oleh leukosit
untuk proses “oksidative killing”. Obat penyekat aldose reduktase terbukti
mampu memulihkan proses abnormalitas tersebut dengan cara memulihkan
kadar radikal superoksid.
3. Pengaruh hormonal
Kaitan DM dengan peran hormon selain insulin dalam hubungannya
dengan ketahanan tubuh terhadap infeksi masih belum jelas. Pengaruh anti
inflamasi steroid adrenal dikaitkan dengan permeabilitas mikrovaskuler,
menurunnya respon antibodi dan sistem retikuloendotelial.
4. Angiopati
Insufisiensi vaskuler sangat berperan dalam timbulnya infeksi pada
kaki. Pada DM infeksi merupakan faktor yang penting dalam patogenesis
gangren.
5. Neuropati dan mekanik
Neuropati sensorik menyebabkan berkurangnya rasa nyeri setempat
sehingga luka kurang disadari dan diabaikan oleh paien,serta berakibat
terlambatnya pengobatan. Luka dapat timbul spontan misalnya akibat bula
yang pecah atau akibat ruda paksa. Neuropati motorik dapat berakibat
deformitas bentuk kaki dan gangguan titik-titik tekan pada telapak kaki.
Lebih lanjut neuropati autonom dapat menyebabkan atoni kandung kemih
serta gangguan mekanisme fungsi kelenjar keringat. Atoni kandung kemih
menyebakna timbulnya stasis residu urin dalam kandung kemih yang
merupakan faktor predisposisi infeksi yang sering kambuh.
13
Untuk terapi DM pada kasus ini penderita diberikan suntikan insulin
actrapid, pemberian insulin pada penderita ini sesuai dengan indikasi pengobatan
dengan insulin yaitu pada keadaan DM dengan infeksi. Karena pada keadaan
infeksi biasanya menyebabkan kebutuhan insulin meningkat cepat dan banyak.
Seringkali dibutuhkan pemberian tambahan insulin untuk mempertahankan
kendali metabolisme. Karena defisiensi terhadap insulin, menyebabkan kerusakan
atau ketidaknormalan respon leukosit dan limfosit terhadap infeksi. 10
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronis DM. Komplikasi
sering ditemukan pada penderita DM. Sekitar 5-10% dari penderita DM
ditemukan ulserasi pada kaki dan sekitar 1% dari mereka akan mengalami
amputasi. Berbagai faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya
ulkus/gangren diabetes. Dimulai dari faktor DM yang tidak dikelola dengan baik,
adanya neuropati perifer maupun autonom, diserati faktor komplikasi vaskuler
yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka dan faktor kerentanan
terhadap infeksi akibat respon kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM
tidak terkendali, serta kemudian ditambah lagi dengan faktor ketidaktahuan pasien
sehingga terjadilah kaki diabetes tersebut. 11
Adapun klasifikasi/penentuan derajat lesi menurut Wagner adalah : 12
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit intak/utuh
2. Derajat 1 : Tukak supefisial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit
3. Derajat 2 : Tukak dalam, tembus kulit sampai dengan tendon dan
tulang
4. Derajat 3 : Tukak dalam dengan infeksi
14
5. Derajat 4 : Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki
6. Derajat 5 : Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
Sedangkan perawatan atau pengobatan pada tiap derajat lesi adlah :12
1. Derajat 0 : Tidak ada perawatan lokal secara husus
2. Derajat 1-4 : Terdiri dari terapi non-bedah (obat-obatan) dan
tindakan bedah minor
3. Derajat 5 : amputasi atau bedah mayor (mulai dari lutut atau
dibawah lutut) yang sedapat meungkin didahului dengan bedah
minor.
15
Diabets Mellitus
Neuropati Penyakit vascular periferal
HiperlipidemiaMerokok
Neuropati Autonomic Neuropati
Somatik
Pain sensationProprioseptif
Masalah ortopedi
Limited joint movement
Keringat Altered blood flow
Plantar pressure
Dry skin fissure
Engorged vein Warm foot
Otot hipotropik
Ulkus pada kaki
Callus
Ischemic limb
Infeksi
Skema : Patofisiologi terjadinya kaki diabetes pada DM 13
Tindakan debridement yang baik pada tukak diabet sangat penting untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai. Pemberian antibiotik sering
memerlukan kombinasi berbagai macam obat, disesuaikan dengan
hasilpemeriksaan biakan dan resistensi kuman. Dengan demikian, berbagai
tindakan untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang baik harus dikerjakan
bersama-sama, sekaligus memanfaatkan debridement luka yang adekuat,
perawatan dan pemantauan luka yang baik, pengendalian kadar glukosa darah,
menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat, semuanya diharapkan memberi
hasil pengelolaan yang lebih baik.12
Pada pasien ini komplikasi kaki diabetesnya dikelola dengan melakukan
dressing berupa kompres NaCL dan gentamisin 80 mg. Juga diberikan injeksi
cefotaxime 3x1 gr, obat ini berfungsi untuk mengobati infeksi kaki diabetes yang
termasuk derajat 1. Selain itu juga diberikan injeksi gentamisin 2x80 mg. Pada
keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotik harus dilakukan semaksimal
mungkin dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih
dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob.5
Sedangkan obat-obatan lain diberikan untuk menghilangkan symptom atau gejala
yang ada, antara lain antrain/parasetamol, asma folat dan asetosal.
Dari hasil pemeriksaan fungsi gunjal dan hati tidak ditemukan adanya
kelainan. Dan selama perawatan keadaan penderita membaik, glukosa darah
sewaktu teregulasi dan penderita dijinkan pulang dengan pengobatan diteruskan
secara rawat jalan.
16
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laik-laki, Tn. S, 48 tahun, telah
dirawat di ruang penyakit dalam pria RSUD Ulin Banjarmaisn dengan diagnose
DM tipe II dengan komplikasi kaki diabetes derajat I. Selama perawatan keadaan
penderita membaik dan diijinkan pulang untuk pengobatan rawat jalan.
17