lapsus gin gre
DESCRIPTION
ginekologiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
MOLA HIDATIDOSA
OLEH:
NI LUH PUTU ANGGRENI
07.06.0024
PEMBIMBING :
dr.Agus Thoriq, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR /RSUP NTB
MATARAM
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
2. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku supervisor
3. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
4. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor dan pembimbing laporan kasus ini
5. dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor
6. Bidan-bidan dan Pegawai SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB
7. Teman-teman seperjuangan, Dokter Muda SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, Juni 2013
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik.1
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1:120
kehamilan.1 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1:85 kehamilan. Biasanya
dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan
meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi
pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung
mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic
neoplasma.2,3
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik.
Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1,2,3
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.1,2,4
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk
plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk
janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu massa yang
abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secara normal.4
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki
ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.5
4
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.6
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
2.3 SITOGENETIKA
Menurut Sarwono, 2010, patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim
villi.1,2
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit
berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46.5,6,7
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Lesi ini,
5
berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin
itu biasanya triploid dan cacat.5,7
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid.
2.4 PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:2
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan
terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
6
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole.2,3,7
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid) Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai Amnion, sel darah merah janin
Tidak ada Sering dijumpai
Gambaran klinis Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa
kehamilan Kecil untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi
2.6 Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 12 - 14 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
7
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, trimester pertama dan
selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:7
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu
atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering
dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
8
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.5
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
9
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola.7
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma.7
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon (Honey comb appearance) tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
10
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak,
maka setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan
kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan pemberian infus oksitosin
intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa konseptus
e. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi
karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan
iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan
penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi
yang adekuat selama periode ini 1,4,7
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil,
sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi
berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan
LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG.
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai
dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika
masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi
sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal 1,4,7
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
11
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup
hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan. 1,4,7
12
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola
hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.2,7
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional.2,7
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
13
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar.7
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
BAB III
14
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Usia : 26 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Rebile Pujut, Lombok Tengah
RM : 082261
MRS : 24 Mei 2013 (10.00 Wita)
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari Polindes Sembung,Loteng dengan G1P0A0 hamil 15 minggu
denan mola hidatidosa. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahirnya sejak 2 bulan
yang lalu. Darah berwarna merah, dan darah keluar sedikit-sedikit, namun beberapa hari
terakhir bertambah banyak, disertai gumpalan-gumpalan seperti anggur berwarna putih
yang jumlahnya sedikit.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang hebat sejak awal kehamilan (± 4
bulan yang lalu) namun sekarang sudah berkurang. Pasien tidak pernah merasakan gerak
janin.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus, dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi : -
15
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah kawin: 1x, dengan suami sekarang 1 tahun, kawin pertama kali
usia 25 tahun.
- Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang teratur (±28hari). HPHT : 6-02-2013
- Riwayat ANC : 2 x di posyandu
- ANC terakhir : 21/5/2013
- Riwayat USG : 1 kali di dr.Damanik Sp.OG (22/5/2013)
- Hasil USG : mola hidatidosa
- Riwayat KB : -
- Riwayat kehamilan:
1. Ini
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 82 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
16
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)
Inspekulo
Porsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan aktif
(-), massa (-), peradangan (-)
VT :
Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa
Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi 18
minggu, lunak.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hb : 12,1 g/dL
RBC : 4,37 M/µl
WBC : 10,7 K/µl
PLT : 221 K/µl
HCT : 37,2 %
HbSAg : (-)
Tes Hamil : (+)
Ultrasonografi (USG) Abdomen : 22/5/2013
Mola Hidatidosa
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
Cek DL, β-HCG
USG
b. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Suction Kuretase
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
17
d. KIE pasien dan keluarga
VIII. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : suction curetase
Penemuan Intra Kuretase:
Darah dan jaringan mola
Tidak ditemukan janin
Instruksi Post Kuretase :
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg, metil ergometrin
3x1
IX. POST KURETASE
18
KU : baik
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
X. 1 HARI POST KURETASE
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis
19
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi24/5/201310.00
Pasien rujukan dari Polindes Sembung,Loteng dengan G1P0A0 hamil 15 minggu denan mola hidatidosa. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahirnya sejak 2 bulan yang lalu. Darah berwarna merah, dan darah keluar sedikit-sedikit, namun beberapa hari terakhir bertambah banyak, disertai gumpalan-gumpalan seperti anggur berwarna putih yang jumlahnya sedikit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang hebat sejak awal kehamilan (± 4 bulan yang lalu) namun sekarang sudah berkurang.Tidak ada riwayat DM,HT, dan asma
HPHT : 6-02-2013HTP : 13-11-2013Riwayat ANC :2 x di PosyanduRiwayat USG : 1 kali di dr.Damanik Sp.OG (22/5/2013)Hasil USG : mola hidatidosa
Riwayat KB : -Riwayat Obstetri :I. Ini
Kronologis : -
Status generalisKU : baikTanda VitalTD : 110/70 mmHg Nadi : 82 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,5oC
Status lokalis
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas: edema - -
- -
akral teraba hangat + + + +Status Ginekologi
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : TFU 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
Mola hidatidosa Rencana Diagnosis Cek DL, β-HCG USG
Rencana Terapi Infus RL 20 tpm Pro Suction
Kuretase (31/5/2013)
Rencana Monitoring Observasi
keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
KIE pasien dan keluarga
nyeri tekan (-)InspekuloPorsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-)VT :Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi 18 minggu, lunak.
Pemeriksaan Lab : Hb : 12,1 g/dL RBC : 4,37 M/µl WBC : 10,7 K/µl PLT : 221 K/µl HCT : 37,2 % HbSAg : (-) Tes Hamil : (+)
USG di RSUP Hasil : Mola hidatidosa
25/5/201307.00
Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir, mual(+)
KU : baik TD : 110/70 mmHgN : 88 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
Idem Pro Suction Kuretase
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
26/5/2013 Pasien mengeluh masih keluar darah KU : baik Idem Pro Suction
07.00 sedikit-sedikit dari jalan lahir, mual(+) TD : 110/70 mmHgN : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
Kuretase Observasi
keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
Siapkan darah untuk persiapan kuretase
27/5/201307.00
Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir, mual (-)
KU : baik TD : 110/70 mmHgN : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oC
Idem Pro Suction Kuretase
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
28/5/201307.00
Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir
KU : baik TD : 110/70 mmHgN : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,9oC
Idem Pro Suction Kuretase
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
29/5/201307.00
Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir
KU : baik TD : 110/70 mmHgN : 88 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
Idem Pro Suction Kuretase
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
30/5/201307.00
Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir
KU : baik TD : 110/70 mmHg
Idem Pro Suction Kuretase
N : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
31/5/201308.00
Suction Kuretase dimulai
IVFD RL + Oxytosin
Tindakan Kuretase : suction curetasePenemuan Intra Kuretase:
Darah dan jaringan mola
Tidak ditemukan janin
Instruksi Post Kuretase :
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg, metil ergometrin 3x1
10.00 Mengeluh pusing (+) KU : baikTD : 110/70 mmHgN : 92 x/menitRR: 24x/menitT: 36,7oCUC: (+) baik
2 jam post kuretase Observasi kesra pasien
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg
1/6/201307.00
- KU : baikTD : 110/70 mmHgN : 88x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oCUC: (+) baikTFU: 2 jari di atas simfisis pubis
1 hari post kuretase Pasien diperbolehkan pulang
KIE pasien:- Datang lagi setelah
7 hari untuk melakukan USG
- Rajin memeriksakan diri setiap minggu selama 3 bulan pertama
- Disarankan untuk menggunakan pil kontrasepsi
- Tidak hamil dulu sampai ± 12 bulan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga adanya kehamilan mola karena dari anamnesis didapatkan
bahwa terdapat adanya kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan.
Pada kasus ini, pasien dengan usia kehamilan 15-16minggu dengan HPHT 6/02/2013, sering
mengalami pusing, mual dan muntah yang berlebihan sejak awal kehamilannya. Hiperemesis
ini disebabkan oleh peningkatan kadar β-HCG pada pasien mola.
Pasien mengeluh keluar darah pervaginam sejak 2 bulan yang lalu, darah yang keluar
sedikit-sedikit, berwarna merah. Namun beberapa hari terakhir darah yang keluar semakin
banyak seperti darah menstruasi, disertai gumpalan-gumpalan seperti anggur berwarna putih
yang jumlahnya sedikit. Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan
perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini
biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat
perdarahan bisa intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga dapat
menyebabkan syok. Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan
dikarenakan keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein dan
asam folat. Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat diidentifikasi.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri,
TFU dua jari di bawah umbilikus, sudah mengalami penurunan karena ekspulsi spontan
jaringan mola, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan dengan
Inspekulo : porsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan
aktif (-), massa (-), peradangan (-). VT : dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+),
nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn,
korpus uteri antefleksi 18 minggu, lunak.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa. Dari USG di dapatkan hasil adanya mola hidatidosa. Hasil
pemeriksaan ini mendukung diagnose mola pada pasien. Untuk penatalaksanaan, suction
curetase disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena dilakukan pada pasien ini,
karena pasien masih muda yang masih menginginkan anak. Pada saat suction curetase
didapatkan darah dan jaringan mola.. Tindakan suction curetage pada pasien ini sudah tepat
dilakukan dan perlu dilakukan pemeriksaan USG untuk memastikan tidak ada jaringan mola
yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama
12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi, serta periksa kadar beta hCG sampai memastikan
hormon hCG kembali normal.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan
melakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage, karena karena pasien masih
muda yang masih menginginkan anak dan pasien belum tergolong beresiko tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
2. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Pernyakit Serta Kelainan Plasenta dan
Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.
3. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar
Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
4. Sebire & Seckl., Clinical Review : Gestational Trophoblastic Disease ; Current
Management of Hydatiform Mole. Departement of Medical Oncology : London.
2008.
5. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari
http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 28 Mei 2013
6. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.
EGC: Jakarta
7. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D.
2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan,
Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta