lapsus hie cendols
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 Identitas Pasien
Nama : By. Ny. N
Umur : 0 hari
Tanggal Lahir : 29 Januari 2015
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Banjangan 11/1 Sambirejo Bringin Ambarawa
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Di bawah umur
Tanggal masuk RSUD : 29 Januari 2015
Tanggal periksa : 29 Januari 2015
No.RM : 073469
Kelompok pasien : Jamkesda
I.2 Anamnesis (Subyektif)
Keluhan utama : Pasien partus spontan di Ruang bougenvil dengan
kondisi terlilit tali pusat dan tidak menangis.
Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir di Ruang Bougenvil pada tanggal 29 Januari 2015 pada pukul
12.35 lahir dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu dengan persalinan spontan. dengan
keadaan tidak menangis. Kemudian dilakukan resusitasi pada bayi dan akhirnya
bayi menangis. Setelah itu gerakan pasien pasif, warna kulit kebiruan, terdapat
caput suksedaneum, dengan berat lahir 2600 gram, PB 45 cm, LK 30 cm, LL 10
cm, LD 30 cm, APGAR SCORE 4-5-6 dengan asfiksia berat. Pasien sudah
diberikan vitamin K dan obat tetes mata Gentamisin saat lahir.
1
Pada tanggal 30 Januari 2015 didapatkan pasien akralnya dingin dan kaki
tampak kebiruan, pasien mengalami kejang sebentar 1x dan tidak menangis.
Kejang berlangsung kurang dari 5 menit. Saat kejang, posisi tangan pasien fleksi,
bibir mencucu dan denyut nadi meningkat.
Riwayat Penyakit Dahulu (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Riwayat ANC
o Kontrol rutin setiap obat habis.
a. 0 – 28 minggu : 1 bulan sekali
b. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
o Tidak ada riwayat minum obat-obatan tertentu
o Ibu mengaku belum pernah melakukan USG sebelumnya
o Pasien mengaku sudah pernah disuntik TT sebanyak 1x selama
kehamilan, yaitu saat kehamilan 16 minggu.
o Nutrisi yang dimakan selama hamil : sayur, tahu, tempe, terong,
telur. Pasien jarang memakan buah-buahan.
o BB sebelum hamil : 56 kg.
BB saat hamil : 67 kg
o Riwayat hiperemesis : (+) saat usia kandungan 3 bulan pertama
o Riwayat anemia saat hamil : (+) saat usia kandungan 7 bulan, yaitu
Hb 10gr/dL
o Riwayat sakit, demam, hipertensi, DM saat kehamilan : disangkal.
o Riwayat minum jamu, pijat : disangkal
o Riwayat minum kopi : (+) saat usia 7 bulan
o Riwayat alergi obat, makanan, dingin, dan debu : Disangkal
2
2. Riwayat NC
o Ibu G3P2A0
Hamil I : hamil aterm, lahir spontan, di bantu bidan, BBL :
3000 gr. Saat ini usia 22 tahun, laki-laki. Imunisasi : lengkap.
Hamil II : hamil aterm, lahir spontan, di bantu bidan, BBL :
3100 gr. Saat ini usia 15 tahun, laki-laki. Imunisasi : lengkap.
Hamil sekarang : anak ini
Riwayat Habits
Keluarga memelihara ayam dan entog, kandang berada di dekat rumah.
Bapak pasien merokok (+)
Lingkungan rumah : tidak cukup bersih
Penggunaan air : menggunakan air sumur.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien anak ketiga dari 3 bersaudara. Ayah bekerja sebagai seorang
proyek, dan ibu bekerja sebagai pedagang, namun saat usia kandungan 8
bulan, ibu lalu berhenti berkerja.
I.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I rawat inap di bangsal Seruni
(tanggal 29 September 2015 pukul 12.40 WIB).
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tidak aktif, tangisan melengking, sianosis (+) perifer,
kemudian pada tanggal 30 Januari 2015 pada pukul 18.20 pasien mengalami
kejang.
Kesadaran : Letargi
Tanda vital :
o Nadi : 140 x/menit,
3
o RR : 52 x/menit
o Suhu tubuh : 36,9 °C
o Saturasi : 97% 30 Januari 2015 (88%)
Data Antropometri
Berat badan : 2600 gram
Panjang badan : 45 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Kesan = status gizi normal
Status Interna
• Kulit : lanugo (-), kemerahan (+), pucat (-), sianosis (+) perifer,
turgor kulit (+), neonatal ikterik (-)
• Kepala : Mesocephal, UUB tampak melebar, Caput Succadeneum
(+), Cephal Hematom (-)
• Mata : pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+. CA(-/-), SI (-/-),
• Hidung : simetris, nafpas cuping hidng (-), deformitas (-), secret (-)
• Telinga : pinna keras dan berbentuk, rekoil dengan segera, secret
(-/-)
• Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-),
palatoschicic (-)
• Leher : pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)
Cor
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis teraba V linea midclav sinistra, kuat angkat
(-)
• Auskultasi : bunyi jantung I-II,reguler, suara tambahan (-), bisisng (-)
Pulmo
• Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal
(-) subcotal (-)
• Palpasi : fremitus taktil dextra=sinistra
4
• Perkusi : sonor seluruh lapang paru
• Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonchi +/+, wheezing –
Abdomen
• Inspeksi : datar, tali pusat basah, menonjol –
• Auskultasi : bising usus (+) dbn
• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
• Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba
Punggung : spina bifida -, meningokel –
Genitalia : anus +, labia mayora menutupi labia minora
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin +/+ +/+
Sianosis -/- +/+
Ikterik -/- -/-
CRT <2” / <2” <2” / <2”
Tonus Hipotoni Hipotoni
Kedua lengan dan tungkai dalam posisi fleksi, Garis lipatan telapak kaki
jelas pada 2/3 anterior
Refleks primitive
Reflek
Rooting -
Sucking + lemah
Morro -
Plantar grasping +
Palmar grasping +
Tonick neck -
babinsky +
5
New Ballarad Score
a. Neuromuscular
Postur : 4
Arm window : 3
Arm recoil : 3
Poplitea angel : 3
Scarf sign : 3
Heal to ear : 3
Total : 18
b. Maturasi Fisik
Kulit : 4
Lanugo : 3
Plantar surface : 3
Dada : 3
Mata dan telinga : 3
Genitalia : 4
Total : 20
TOTAL BALLARRD : 38 38 minggu
Kurva LUBCHENCO
6
BBL 2600 gr dengan usia kehamilan 39 minggu.
Kesan : Berat badan lahir sama dengan usia kehamilan
I.4 Assesment
• Obs. Kejang e.c HIE
• Neonatus aterm
• Neonatal infeksi
• Asfiksia sedang
1.5 Planning
a. Farmakologi
o Inf. D10% 80 cc/kgBB/24 jam 250 cc/24 jam
o O2 1 lpm
o Kebutuhan cairan : 80 cc/kgBB/hari, dst
o Inj. Cefotaxim 100 mg/kgBB/hr 2 x 125 mg
o Inj. Gentamycin 6 mg/kgBB 2 x 8 mg
o Inj. Phenobarbital :
Inj. I : 20 mg/kgBB 60 mg, pelan
Bila masih kejang, dilanjutkan 10 mg/kgBB setelah 30
menit, bisa diulang 2x. 30 mg, bisa diulang 2x setelah 30
menit.
Bila masih kejang, dilanjutkan phenitoin 60 mg.
o Apyalis 1 x 0,5 cc
o As. Valproat 2 x 25 mg.
b. Non-Farmakologi
• Jaga kehangatan : pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5 C
• Isap lendir
• Sonde
7
• ASI ekslusif
• Motivasi keluarga
c. Planning
o Darah lengkap
o Gol. Darah
o GDS
o Elektrolit
o USG kepala
o Konsul mata
I.6 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium :
Tanggal 31-01-2015
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
SATUAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 17,7 14.5 – 22.5 g/dL
Leukosit 16,2 10 – 30 Ribu
Eritrosit 4,89 4.0 – 5.4 Juta
Hematokrit 49,5 44 – 58 %
Trombosit 323 150 – 400 Ribu
MCV 109.7 100 – 120 Mikro m3
MCH 34.9 34 – 38 pg
MCHC 31.8 32 – 36 g/dL
RDW 13.9 10 – 16 %
MPV 7.5 7 – 11 Mikro m3
Limfosit 3.2 2.0 – 11.0 10*3/mikroL
Monosit 1.2 0.4 – 3.1 10*3/mikroL
Granulosit 9,6 H 2 – 4 10*3/mikroL
Limfosit % 10.9 L 25 – 40 %
8
Monosit % 3.9 2 – 8 %
Granulosit % 85.2 H 50 – 80 %
PCT 0.231 0.2 – 0.5 %
PDW 11.7 10 – 18 %
Golongan Darah O
GDS 50 H 30 – 80 mg/dL
Hasil Elektrolit :
Tanggal : 08 September 2014
• Natrium : 135,7 (136 – 146) mmol/L
• Kalium : 5.03 (3.5 – 5.1) mmol/L
• Chlorida : 103.3 (98 – 106) mmol/L
Kesan :
- Pulmo corakan meningkat
- Bercak perihiler kanan
- Bentuk dan letak jantung normal
9
- Gambaran Neonatal Pneumonia
I.7 FOLLOW UP
Hari /
Tanggal
S O A P
29 Januari
2015
Perawatan
hari ke-1
Bayi baru
lahir dengan
lilitan tali
pusat dan
tidak
menangis
Gerakan
tidak aktif
Minum (-)
BAK (-),
BAB (-)
KU : Lemah
N : 120 x/mnt
RR : 52 x/mnt
S : 36,9 0C
SpO2 : 97 %
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas :
dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Konsul dr. Endang, Sp.A: Inf. D10% 250
cc/24 jam O2 1 lt/mnt Inj. Cefotaxim
2 x 125 mg Inj.
Gentamicin 2 x 8 mg
30 Januari
2015
Perawatan
hari ke-2
Kejang (+)
dengan
durasi 5
menit
Tidak
menangis
Minum (-)
BAK (+) 1x,
BAB (-)
KU : Lemah.
tertidur
N : 116 x/mnt
RR : 40 x/mnt
S : 36,7 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas :
kejang (+),
jarang.
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
O2 5 lt/mnt
Inf. D10% 280
cc/24 jam
Inj. Phenitoin
60 mg, pelan,
dibagi 2 x 30
mg
Inj. Cefotaxim
2 x 125 mg
Inj.
Gentamycin 2 x
8 mg
Cek GDS,
elektrolit, darah
rutin, golongan
darah.
31 Januari Kejang (-) KU : Tertidur, Obs. Ekstra RL 30
10
2015
Perawatan
hari ke-3
sedikit dan
jarang
Menangis
Gerakan
tidak aktif
Minum (-)
BAK (+) 1x,
BAB (-)
lemah
N : 131 x/mnt
RR : 72 x/mnt
S : 37,6 0C
SpO2 : 98 %
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas :
phlebitis (+)
Kejang
e.c HIE
Neonatal
infeksi
Riwayat
asfiksia
sedang
cc/1 jam
Inf. D10% 270
cc/24 jam
Inj. Phenitoin
2 x 30 mg
Inj. Cefotaxim
2 x 125 mg
Inj.
Gentamycin 2
x 8 mg
Cek elektrolit
1 Februari
2015
Perawatan
hari ke-4
Kejang (-)
Menangis
melengking
Gerakan
tidak aktif
BAK (+) 2x,
BAB (-)
Minum (-)
KU : Tertidur,
Lemah
N : 118 x/mnt
RR : 36 x/mnt
S : 36,8 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Terapi lanjut
2 Februari
2015
Perawatan
hari ke-5
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
100 cc
BAK (+) 2x,
BAB (+) 1x
KU : Tertidur,
Lemah
N : 124 x/mnt
RR : 60 x/mnt
S : 37,8 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Terapi lanjut
3 Februari
2015
Perawatan
Kejang (-)
Tangisan
melengking
KU : Tertidur,
Lemah
N : 120 x/mnt
Obs.
Kejang
e.c HIE
Terapi lanjut
Inj. Phenitoin 1
x 30 mg i.v
11
hari ke-6 Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
240 cc
BAK (+) 4x,
BAB (+) 2x
RR : 41 x/mnt
S : 36 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
4 Februari
2015
Perawatan
hari ke-7
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
265 cc
BAK (+) 6x,
BAB (-)
KU : Tenang
N : 128 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 37 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Terapi lanjut
5 Februari
2015
Perawatan
hari ke-8
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
240 cc
BAK (+) 4x,
BAB (+) 3x
KU : Tenang
N : 112 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,1 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Diet sonde 8 x
30 cc
Apyalis 1 x 0,5
cc
Konsul mata
6 Februari
2015
Perawatan
hari ke-9
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
290 cc
BAK (+) 7x,
KU : kurang
aktif
N : 92 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,3 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Diet 8 x 40 cc
(sonde)
Terapi lanjut
USG kepala
12
BAB (+) 5x Ekstremitas: dbn
7 Februari
2015
Perawatan
hari ke-10
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
240 cc
BAK (+) 5x,
BAB (+) 3x
Mata : tak
tampak papil
edema
Tak tampak
perdarahan
retina
KU : kurang
aktif
N : 84 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,5 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Diet 12 x 40 cc
Terapi lanjut
8 Februari
2014
Perawatan
hari ke-11
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
230 cc
BAK (+) 6x,
BAB (+) 5x
KU : kurang
aktif
N : 104 x/mnt
RR : 40 x/mnt
S : 36 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
sedang
Terapi lanjut
9 Februari
2015
Perawatan
hari ke-12
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
240 cc
KU : kurang
aktif
N : 100 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,6 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Asfiksia
Diet 12 x 30 cc
Terapi lanjut
Konsul ke mata
13
BAK (+) 3x,
BAB (+) 1x
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
sedang
10 Februari
2015
Perawatan
hari ke-13
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
265 cc
BAK (+) 6x,
BAB (+) 5x
KU : kurang
aktif
N : 96 x/mnt
RR : 36 x/mnt
S : 36,5 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
Obs.
Kejang
e.c HIE
N. aterm
Neonatal
infeksi
Riwayat
Asfiksia
sedang
Terapi lanjut
Jawaban konsul
retina tidak bisa
dievaluasi
karena pupil
tidak bisa
melebar
11 Februari
2015
Perawatan
hari ke-14
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
350 cc
BAK (+) 6x,
BAB (+) 1x
KU : kurang
aktif
N : 100 x/mnt
RR : 36 x/mnt
S : 36,2 0C
K/L : dbn
Thoraks : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
HIE
Ventriku
lomegali
N. aterm
Neonatal
infeksi
Riwayat
Asfiksia
sedang
12 Februari
2015
Perawatan
hari ke-15
Kejang (-)
Tangisan
melengking
Gerakan
tidak aktif
Minum (+)
285 cc
BAK (+) 4x,
BAB (+) 2x
KU : kurang
aktif
N : 108 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,3 0C
K/L : dbn
Thoraks :
C : terdengar
bising jantung
pada linea
midclavicularis
sinistra pada
HIE
Ventriku
lomegali
N. aterm
Neonatal
infeksi
Riwayat
Asfiksia
sedang
Curiga
PJB
VSD
Diet 12 x 30 cc
BLPL
14
intercostals (ICS
4-5),punctum
maksimum di
linea
parasternalis
sinistra ICS 4-5,
thrill (-)
kemungkinan
terdapat septal
defect di
ventrikel
Thorax :
SDV +/+ ,
whezzing -/-,
rhonki -/-
Abdomen : dbn
Ekstremitas: dbn
BAB II
15
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 HYPOXIC ISCHEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)
I.1.1 Pendahuluan
Hipoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang
ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena
adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Walaupun
telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan
patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, HIE masih merupakan
penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang. HIE terutama di picu oleh
keadaan hipoksik otak, iskemik oleh karena hipoksik sistemik dan penurunan
aliran darah ke otak.1
Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.
Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.
Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka
kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-
masing Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo Surabaya
12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia. Angka
kematian tinggi sekitar 50%, angka kecacatan berhubungan dengan beratnya
penyakit.2
Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tidak
ada satupun test yang spesifik untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis
HIE. Semua pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui beratnya cedera otak yang
terjadi dan memonitor fungsi dari organ sistemik lainnya.1
Di samping mengatasi kejang, pengobatan suportif dengan resusitasi dan
penanganan organ lainnya yang mengalami kelainan sangat diperlukan. Hipoksia
iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada neonatus dan
disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi kognitif,
16
keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun motorik.
Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan kasus Hipoksik Iskemik
Ensefalopati, mengingat diagnosis dan penatalaksanaannya.3
I.1.2 Definisi
Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang
ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena
adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Definisi HIE
menurut The Neonatology Clinical Care Unit (NCCU) adalah berkurangnya
suplai oksigen ke otak dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga
menyebabkan supresi aktivitas listrik dan depresi kortikal.1
Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi
oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran
darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ
tersebut.2 Ensefalopati adalah istilah klinis dimana bayi mengalami gangguan
tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.1
I.1.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.
Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.
Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka
kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-
masing di Negara Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo
Surabaya 12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia.4
Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting
kerusakan permanen sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada
kematian atau kecacatan berupa palsi serebral atau retardasi mental. Angka
kejadian HIE di dunia berkisar 0,3-1,8%. Data di Australia (1995), angka
kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka
kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian
kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada
17
menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada
0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada
masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan
neurodevelopmental permanent.5
I.1.4 Etiologi
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal
yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis
dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan
hematologi) yang konsisten.3
American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of
Obstetricians and Gynaecologist (ACOG), membuat definisi asfiksia perinatal
sebagai berikut: (1) Adanya asidosis metabolik atau mixed academia (Ph<7) pada
darah umbilikal atau analisis gas darah arteri, (2) Adanya persisten nilai apgar 0-3
selama >5 menit, (3) Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan
gejala kejang, hipotonia, koma, HIE, dan (4) Adanya gangguan fungsi multiorgan
segera pada waktu perinatal. Sedangkan menurut WHO, asfiksia perinatal adalah
kegagalan bernafas saat lahir. Menurut The National Neonatal Perinatal Database
(NNDP), dikatakan asfiksia sedang bila bernafas lambat atau apgar score 4-6 pada
1 menit pertama dan asfiksia berat bila bayi lahir tidak bernafas atau apgar score
0-3 pada 1 menit pertama. Asfiksia perinatal merupakan penyebab utama kejang.
Kejang biasanya terjadi pada 24 jam pertama pada sebagian besar kasus dan
berprogresi menjadi status epileptikus.6
Berbagai macam penyebab yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal
yaitu:6
a. Gangguan oksigenasi pada ibu hamil
b. Penurunan aliran darah ibu ke plasenta atau dari plasenta ke fetus
c. Gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus.
d. Peningkatan kebutuhan fetal oksigen.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor
maternal, plasenta & tali pusat dan fetus/neonatus:7
18
- Kelainan maternal: hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse,
penyakit jantung, paru dan susunan saraf pusat, hipotensi, infeksi, ruptur
uteri, tetani uteri dan panggul sempit.
- Kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta, solusio
plasenta, prolaps atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah
umbilikus, insufisiensi plasenta, plasentitis, tali pusat yang sangat panjang.
- Kelainan fetus atau neonatus: anemia, perdarahan, hidrops, infeksi,
pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation), serotinus.
- Faktor intrapartum: distosia, inersia uteri, induksi oksitosin, sectio
caesaria (anestesi umum, efek obat anestesi terhadap janin, berkurangnya
aliran darah umbilikal), kala II yang memanjang.
I.1.5 Patofisiologi4,6,8
Fetus dan neonatus lebih tahan terhadap asfiksia dibandingkan dengan
dewasa. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat terjadi hipoksik iskemik, fetus
berusaha mempertahankan hidupnya dengan mengalihkan darah (redistribusi) dari
paru-paru, gastrointestinal, hepar, ginjal, limpa, tulang, otot dan kulit, menuju ke
otak, jantung dan adrenal (diving reflex). Pada fetal distress, peristaltik usus
meningkat, spinter ani terbuka, mekonium akan keluar bercampur dengan air
ketuban, skuama, lanugo, akan masuk ke trakea dan paru-paru, sehingga tubuhnya
berwarna hijau dan atau kekuningan. Kombinasi antara hipoksia fetal yang kronis
dengan cedera hipoksik iskemik akut setelah lahir akan mengakibatkan kelainan
neuropatologi yang sesuai dengan umur kehamilannya.
Pada hipoksia yang ringan, timbul detak jantung yang menurun,
meningkatkan tekanan darah yang ringan untuk memelihara perfusi pada otak,
meningkatkan tekanan vena sentral, dan curah jantung. Bila asfiksianya berlanjut
dengan hipoksia yang berat dan asidosis, timbul detak jantung yang menurun, dan
menurunnya tekanan darah sebagai akibat gagalnya fosforilasi oksidasi dan
menurunnya cadangan energi. Selama asfiksia timbul produksi metabolik anaerob
yaitu asam laktat. Selama perfusinya jelek, maka asam laktat tertimbun dalam
jaringan lokal. Hipoksia akan mengganggu metabolisme oksidatif serebral
sehingga asam laktat meningkat dan pH menurun. Jaringan otak yang mengalami
19
hipoksia akan meningkatkan penggunaan glukosa. Cadangan glukosa menjadi
berkurang, cadangan energi berkurang, timbunan asam laktat meningkat. Selama
hipoksia berkepanjangan, curah jantung menurun, aliran darah otak menurun dan
adanya kombinasi proses hipoksik-iskemik menyebabkan kegagalan sekunder dari
oksidasi fosforilasi dan produksi ATP menurun. Karena kekurangan energi, maka
ion pump terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ intraseluler,
K+, glutamat dan aspartat ekstraseluler.
Berkurangnya pasokan glukosa ke otak akan memicu terjadinya influx
Ca2+ ke dalam sel dan ekspresi glutamat yang meningkat. Hal ini didukung oleh
hilangnya keseimbangan potensial membran dan terbukanya saluran ion yang
voltage-dependent (VDCC = Voltage Dependent Calsium Channels).
Metabolisme glukosa beralih ke proses yang anaerobik. ATP terkuras dan
terjadinya asidosis laktat. Glutamat memicu reseptor N-Methyl-D-Aspartate
(NMDA) dengan efek membuka reseptor tersebut untuk Ca2+ masuk. Ion kalsium
yang masuk di dalam neuron mengaktifkan enzim-enzim seperti protease, lipase,
endonuklease dan berakibat pada fosfolipid sebagai konstituen sel membran.
Terjadi mobilisasi asam arakhidonat yang diproses oleh lipoksigenase dan siklo-
oksigenase dalam sitosol menjadi leukotriens, prostaglandin dan tromboksan.
Proses ini disertai pelepasan radikal oksigen bebas yang berakibat terjadinya
peroksidasi membran sel yang kemudian pecah dan isi sel mengalir keluar.
Neuron mengalami kematian akibat nekrosis. Proses peroksidasi diperberat
dengan terbentuknya nitric oxide (NO) sebagai akibat enzim NO Syntase
diaktifkan oleh kadar ion Ca2+ intraseluler yang meningkat tajam. NO dengan
radikal oksigen bebas membentuk leukosit polimorfonuklear dan timbulnya
intercellular adhesion molecules (ICAM), leukosit beragregasi di dinding kapiler
dan efek menyumbat ini berakibat no-reflow phenomena yang menyebabkan
secondary ischemia. Proses reperfusi yang terjadi spontan maupun karena upaya
teurapetik membuat pembentukan radikal oksigen bebas reactive oxygen species
(ROS) meningkat karena pengaliran kembali darah ke jaringan dimana taraf
ekstraksi oksigen sudah meningkat tajam. Kedua hal ini menyebabkan
meningkatnya kerusakan jaringan yang dikenal sebagai reperfusion injury.
20
Gambar 1. Mekanisme Hipoksik Iskemik Ensefalopati
I.1.6 Manifestasi Klinis
Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ
yaitu otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna dan sumsum tulang. 21
Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus
asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering
terkena (72%), ginjal 42%, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru 26%. 1
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap
stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Edema serebral dapat berkembang
dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase
tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan
pemberian dosis standar obat anti konvulsan. HIE merupakan penyebab tersering
kejang pada bayi baru lahir (60-65%), biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan
sering dimulai 12 jam pertama. Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi
kurang bulan dengan asfiksia. Bentuk kejang bersifat subtle atau multifokal klinik
serta fokal klonik. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada
bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.2
Ensefalopati klinis puncaknya timbul pada hari ke 3-4 setelah lahir dan
sekuele neurologis yang timbul secara langsung berhubungan dengan keparahan
ensefalopati. Ensefalopati atau kejang tanpa adanya kelainan kongenital atau
sindrom, biasanya berhubungan dengan kejadian prenatal atau perinatal.3
Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah:1,2
a. Ginjal Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Bisa timbul gagal ginjal
akut dan acute tubular necrosis.
b. Sistem kardiovaskuler Hipotensi, nekrosis, iskemik miokardial, syok,
disfungsi ventrikel.
c. Paru Edema paru, perdarahan paru, respiratory distress syndrome,
meconeal aspiration syndrome.
d. Sistem saluran cerna Fungsional intestinal obstruction, ileus paralitik,
ulkus, perforasi, necrotizing enterocolitis.
e. Metabolik Asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.
f. Hepar Gangguan fungsi hati, pembekuan darah, metabolism bilirubin,
dan albumin.
g. Hematologi Perdarahan, DIC (disseminated intravascular coagulation)
22
h. Kematian Otak Berdasarkan kriteria AAP.
Tabel 1. Pembagian Gejala Klinis HIE pada Bayi Aterm (Kriteria Sarnat &
Sarnat)8
Tanda KlinisS
tadiu
m 1
Stadium 2
(Sedang)
Stadium
3
(Berat)Tingkat kesadaran Hyperalert/irritable
Letargi Stupor, koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus
Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis
Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal
Voltase rendah sampai
bangkitan kejang
Burst suppression
ke isoelektrik
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari
Beberapa hari – mingguHasil Baik Bervariasi Meninggal atau cacat berat
Terdapat empat besar kelainan neuropatologi:8
1. Selective neuronal necrosis
Biasanya terjadi sebagai tanda deep sulcal pattern
2. Status marmoratus
Setelah neuronal loss, terjadi perkembangan gliosis dan hipermielinisasi di
basal ganglia.
3. Parasagital cerebral injury
23
Watershed infarcts berhubungan dengan iskemik di area overlapping
supply, lateral dari arteri serebral media dan medial dari arteri serebral
anterior dan posterior.
4. Focal and multifocal ischaemic brain necrosis. Infark berhubungan
dengan iskemik dengan area nekrosis dan luas dalam distribusi pembuluh
darah besar.
I.1.7 Diagnosis
Diagnosis HIE memerlukan bukti apa yang menyebabkan iskemik dan
hipoksia pada saat sebelum, selama dan setelah lahir. Data yang teliti tentang
riwayat, pemeriksaan neurologis, laboratorium penting untuk menentukan
hipoksik iskemik sebagai penyebab ensefalopati. Semua aspek riwayat maternal
harus digali, mencakup kehamilan, persalinan, kelahiran dan masa postnatal.
Analisis patologi plasenta juga diperlukan tapi tidak sering dilakukan.9
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan
atau menegakkan diagnosis HIE. Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk
memonitor fungsi maupun kelainan organ sistemik dan cedera otak.9
a. Pemeriksaan antara lain darah lengkap, gula darah, urin, serum elektrolit,
BUN dan serum kreatinin, faal pembekuan darah, faal hati, analisis gas
darah,
b. Foto thorak
c. Punksi lumbal dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
perdarahan intrakranial atau untuk menyingkirkan adanya meningitis.
d. Pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan pengobatan dan
prognosis penderita.
e. Ultrasonografi kepala. Pemeriksaan USG kepala sangat membantu pada
bayi yang prematur. Dianjurkan pada bayi yang umur kehamilannya <30
minggu, minimal 1 kali, diulang pada umur 7-14 hari dan diperiksa
24
kembali pada umur kronologisnya 36-40 minggu. Cara ini dapat
mengidentifikasi perdarahan intraventrikular dan nekrosis basal ganglia
dan thalamus.
f. CT Scan kepala. Pada bayi yang aterm yang mengalami cedera hipoksik
iskemik biasanya dilakukan pemeriksan CT Scan kepala pada usia 2-5
hari, dimana pada waktu tersebut timbul edema serebri yang maksimal.
Proses perdarahan akut dan kalsifikasi intrakranial akan lebih baik
divisualisasi dengan pemeriksan CT Scan dibandingkan dengan
pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami hipoksik iskemik
injury, pemeriksaan dengan CT Scan kepala kurang memberikan hasil
yang memuaskan karena pada bayi prematur struktur jaringan otaknya
masih imatur dan lebih banyak mengandung cairan.
g. Near-infra red spectroscopy (NIRS). Untuk memonitor oxyhemoglobin
serebral dan oksigenasi vena serebral.
h. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS). Berkurangnya rasio N-
acetylaspartat (NAA) terhadap kolin dan berkurangnya rasio laktat-NAA
merupakan bukti terjadinya iskemik.
Meningkatnya rasio laktat-kolin di ganglia basal dan thalamus merupakan
prediksi outcome neurologi yang jelek. Meningkatnya inorganic
phosphorus (31P). terjadi pada 24-72 jam, normal dalam beberapa hari
kemudian.
I.1.8 Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dengan HIE juga mengalami gangguan sistem pernafasan,
kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulannya memerlukan
pendekatan multisystem.1,3,7
A. Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu
mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai
risiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga
persalinannya.
25
B. Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan
atau hypoxic ischemic encephalopathy. Tujuan resusitasi adalah untuk
memperbaiki fungsi pernafasan dan jantung bayi yang tidak bernafas.
1. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga
PCO2 dalam kadar yang fisiologis. Hiperkarbia akan menyebabkan
asidosis serebral dan vasodilatasi pembuluh darah serebral.
2. Oksigenasi yang adekuat. Hipoksia akan menyebabkan pressure-
passive circulation dan neuronal injury.
3. Perfusi yang adekuat.
4. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal.
5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100
mg/dl untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme
otak.
6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.
Hipokalsemia adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai
pada sindrom post asfiksia neonatal dengan gejala kejang.
Diberikan Ca glukonas 10% 200 mg/kgBB intravena atau 2
ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak diberikan secara
intravena dalam waktu 5 menit.
7. Mencegah timbulnya edema serebri. Tujuan utama untuk mecegah
timbulnya edema serebri dengan cara mencegah overload dari
cairan. Restriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari.
8. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Phenobarbital adalah obat
pilihan.
Penanggulangan kejang dengan Phenobarbital terutama dengan dosis
tinggi memberikan beberapa keuntungan :10
Menurunkan kecepatan metabolisme otak
Memperbaiki perfusi darah ke dalam jaringan yang terkena
kerusakan
Mencegah dan mengurangi edema otak
26
Dosis 20 mg/kg diberikan iv dalam 10-15 menit. Jika kejang hilang
diberikan dosis rumatan 3-4 mg/kgBB/hari dengan selisih waktu 12 jam kemudian
secara intravena/oral. Bila penderita masih kejang boleh diberikan Phenobarbital
dengan dosis 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang berhenti atau sampai dosis 40
mg/kg sudah tercapai. Tetapi kenyataannya pada neonatus yang mengalami
asfiksia dan telah mendapatkan Phenobarbital 20 mg/kg akan menyebabkan
ngantuk dan sulit menganalisa neurologisnya. Oleh karena itu bila neonatus yang
mengalami asfiksia dan kejang yang telah diberikan Phenobarbital dengan dosis
20 mg/kg tidak memberikan respon, maka diberikan Fenitoin dengan dosis 20
mg/kg intravena dalam waktu 30 menit atau 1 mg/kgBB/menit, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 5-10 mg/kg/hari diberikan setiap 12 jam.10
Gambar 2. Penatalaksanaan kejang pada neonatus
C. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat.
Beberapa cara yang bisa dilakukan:
1. Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan dengan
memberikan allupurinol, vitamin E.
2. Hipotermi. Dengan cara selective head cooling atau mild systemic
hypothermia atau selective head cooling dan mild systemic
hypothermia dapat mencegah kerusakan otak. Shankaran dkk
27
melaporkan adanya perbaikan hasil neurologis dan berkurangnya
kematian pada bayi baru lahir dengan asfiksia perinatal yang
diterapi dengan hipotermi. Terapi cooling pada neonatus dengan
HIE sedang sampai berat bersifat aman dan menurunkan kematian
serta disabilitas pada umur 18-22 bulan.
Systemic cooling bisa dilakukan berupa cooling blanket
atau cooling cap, selama 3 hari dimulai tidak boleh lebih dari 6 jam
setelah lahir. Ini efektif untuk mengurangi morbiditas neurologis
pada 2 tahun, efektif pada HIE stadium I dan II tapi tidak bisa
dipakai untuk HIE stasium III.
Terapi hipotermi dapat mencegah kerusakan otak dengan
cara mengurangi proses metabolisme dan energi yang hilang,
mengurangi pelepasan glutamat, mengurangi ion kalsium yang
masuk ke dalam sel serta menghambat produksi radikal bebas dan
sintesis NO.
Terdapat bukti dari 3 publikasi dengan penelitian
randomized clinical trial bahwa hipotermi merupakan
neuroprotektif pada bayi aterm dengan HIE, pada usia kurang dari
6 jam. Tapi belum ada data apakah hipotermi jangka lama aman
dan memberi harapan hidup yang bagus.
3. Pemberian Phenobarbital sebelum kejang dosis 40 mg/kg iv dalam
waktu 1 jam.
4. Ca2+ channel blockers
5. Magnesium sulfat
D. Pengobatan suportif untuk organ-organ lainnya yang mengalami
kelainan. Pada asfiksia perinatal pada umumnya terjadi kelainan dari
berbagai organ. Pengobatan HIE perinatal secara holistik menyeluruh
dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ
lainnya.
Oleh karena asfiksia, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
mesentrium sehingga terjadi iskemia intestinal. Oleh karena adanya
28
hubungan antara iskemia dan insiden NEC, maka feeding harus segera
diberikan paling lambat 2-3 hari (sesuai dengan perbaikan mukosa
usus).
I.1.9 Diagnosis Banding4,6
Perlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinisnya
berupa ensefalopati neonatal, yaitu;
1. Pengaruh sedasi, pemberian anesthesia dan analgesia lainnya pada ibu
waktu persalinan
2. Infeksi virus, sepsis atau meningitis
3. Kelainan kongenital susunan saraf pusat, jantung dan paru
4. Penyakit neuromuskular
5. Trauma persalinan
6. Kelainan metabolisme bawaan
7. Tumor Otak
Gambar 3. Berbagai Penyebab Kejang Pada Neonatus
I.1.10 Prognosis13
29
Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh
total, cacat atau meninggal dunia. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh
total dan pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya
tetap ada lebih dari 5-7 hari. Insiden dan komplikasi jangka panjang tergantung
dari keparahan HIE. Sebanyak 80% bayi HIE yang hidup mendapat komplikasi
serius, 10-20% dengan disabilitas berat dan 10% sehat.5 Prognosis juga tergantung
dari adanya komplikasi metabolik dan kardiopulmonal (hipoksia, hipoglikemia,
syok), keparahan ensefalopati dan usia kehamilan (buruk jika prematur).
Berdasarkan NCCU Guidelines, prognosis HIE sebagai berikut:
a. Ringan (stadium 1) : Semua hidup normal
b. Sedang (stadium 2) : 5% meninggal, 20% dengan sekuele
neurologi
c. Berat (stadium 3): 75% meninggal, 90-100% dengan
sekuele neurologi.
Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai
prognosis. Prognosisnya jelek apabila:
1. Asfiksia berat yang berkepanjangan (apgar score = 3 pada umur 20
menit)
2. HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia
dan sisanya dengan gejala berat.
3. Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan
kelainan multi organ.
4. Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat
dipulangkan, 50% akan timbul epilepsi.
5. Adanya oliguria persisten (produksi urin <1 ml/kgBB per jam selama
36 jam pertama).
6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir. Menurunnya rasio
lingkaran kepala yang didapatkan waktu lahir dibandingkan dengan
usia 4 bulan dibagi rerata lingkaran kepala pada usianya x 100% >
30
3,1%, merupakan cara untuk memprediksi timbulnya mikrosefali
sebelum usia 18 bulan.
7. Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG yang
normal atau ringan yang terjadi pada hari pertama setelah lahir
merupakan tanda outcome yang normal.
8. Adanya kelainan CT Scan yang berupa perdarahan hebat,
periventrikular leukomalasia atau nekrosis.
9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.
Pemeriksaan MRI yang normal pada 24-72 jam setelah lahir hampir
selalu menghasilkan prediksi outcome yang baik walaupun pada
neonatus yang mengalami asfiksia berat.
Secara umum dilaporkan angka kematian sebesar 25%. Paling banyak
kematian terjadi pada minggu pertama kehidupan yang berhubungan dengan
multiple oragn failure. Beberapa bayi dengan kelainan neurologik berat
meninggal karena aspirasi pneumonia atau penyakit sistemik lainnya.
1.11 Follow Up3,5
Tujuan follow up adalah untuk mendeteksi gangguan dan segera
melakukan intervensi pada bayi yang membutuhkan. Parameter pertumbuhan
mencakup ukuran lingkar kepala. Selain itu perlu dilakukan pemantuan oleh Ahli
Tumbuh Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata. Tes pendengaran
harus segera dilakukan sebelum bayi pulang dan kembali diulang terutama pada
bayi yang berisiko (mendapat antibiotika, hipertensi pulmonal). Bayi dengan HIE
ringan biasanya menunjukkan prognosis yang bagus sehingga tidak diperlukan
follow up khusus.
I.1.12 Kesimpulan6
Bayi baru lahir dengan HIE mengalami gangguan sistem pernafasan,
kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulangannya memerlukan
31
pendekatan multisistem. Pengobatan HIE perinatal secara holistic, menyeluruh
dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ lainnya.
Hipoksia iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada
neonatus dan disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi
kognitif, keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun
motorik sehingga dalam follow up perlu dilakukan pemantauan oleh Ahli Tumbuh
Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata.
Upaya yang optimal adalah pencegahan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai risiko
mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga persalinannya.
II.2 INFEKSI NEONATUS
II.2.1 Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection
(infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat
adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular
dari orang lain.
II.2.2 Etiologi dan Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih
sering ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi
yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas
transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi
terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari
orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya
dalam 3 golongan, yaitu :
32
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.
Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
- Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,
cytomegalic inclusion ;
- Spirokaeta, yaitu treponema palidum ;
- Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan
listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi
melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan
amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi
cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang
lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga
amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara
pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai
peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama
dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan
inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain
itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga
melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya
blenorea dan ”oral trush”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada
saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai
akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar
dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena 33
mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat
infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika
sehingga pengobatannya sulit.
Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis
dini dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus
terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak
menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba – tiba tingkah
lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan
diantaranya ialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi
pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang, muntah
dan diare. Selain itu dapat terjadi edema, sklerna, purpura atau perdarahan,
ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau
dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia
dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”
kemungkinan besar ia menderita infeksi.
II.2.3 Manifestasi Klinis
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua
golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum,
infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
34
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastis
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran
hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
35
BAB III
ANALISA KASUS
Bayi lahir di Ruang Bougenvil pada tanggal 29 Januari 2015 pada pukul
12.35 lahir dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu dengan persalinan spontan. dengan
keadaan tidak menangis. Kemudian dilakukan resusitasi pada bayi dan akhirnya
bayi menangis. Setelah itu gerakan pasien pasif, warna kulit kebiruan, terdapat
caput suksedaneum, dengan berat lahir 2600 gram, PB 45 cm, LK 30 cm, LL 10
cm, LD 30 cm, APGAR SCORE 4-5-6 dengan asfiksia berat. Pasien sudah
diberikan vitamin K dan obat tetes mata Gentamisin saat lahir.
Pada tanggal 30 Januari 2015 didapatkan pasien akralnya dingin dan kaki
tampak kebiruan, pasien mengalami kejang sebentar 1x dan tidak menangis.
Kejang berlangsung kurang dari 5 menit. Saat kejang, posisi tangan pasien fleksi,
bibir mencucu dan denyut nadi meningkat.
Dari anamnesis kita dapatkan pasien mengalami kesulitan pada saat
kelahiran yaitu terdapat lilitan tali pusat sehingga pasien tidak langsung menangis
saat lahir. Dari hal tersebut kita bisa menganalisa bahwa pada pasien ini pada awal
mula masa kehidupannya sudah mengalami asfiksia berat yang mengakibatkan
berkurangnya perfusi oksigen ke organ da jaringan sehingga bermanifestasi klinis
pucat dan kebiruan saat bayi baru lahir. Hal ini tentu akan berbeda pada bayi yang
lahir tanpa penyulit dan perlu penanganan khusus untuk bayi-bayi yang
mengalami hipoksia. Kemudian sehari setelah lahir pasien mengalami kejang
yang bisa diakibatkan oleh berbagai faktor seperti hiperglikemia, hiperkalsemia,
proses infeksi maupun karena oksigenasi yang kurang baik yang mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan ke otak yang mengakibatkan terjadinya kejang.
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I rawat inap di bangsal Seruni
(tanggal 29 September 2015 pukul 12.40 WIB).
36
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tidak aktif, tangisan melengking, sianosis (+) perifer,
kemudian pada tanggal 30 Januari 2015 pada pukul 18.20 pasien mengalami
kejang.
Kesadaran : Letargi
Tanda vital :
o Nadi : 140 x/menit,
o RR : 52 x/menit
o Suhu tubuh : 36,9 °C
o Saturasi : 97% 30 Januari 2015 (88%)
Data Antropometri
Berat badan : 2600 gram
Panjang badan : 45 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Kesan = status gizi normal
Status Interna
• Kulit : lanugo (-), kemerahan (+), pucat (-), sianosis (+) perifer,
turgor kulit (+), neonatal ikterik (-)
• Kepala : Mesocephal, UUB tampak melebar, Caput Succadeneum
(+), Cephal Hematom (-)
• Mata : pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+. CA(-/-), SI (-/-),
• Hidung : simetris, nafpas cuping hidng (-), deformitas (-), secret (-)
• Telinga : pinna keras dan berbentuk, rekoil dengan segera, secret
(-/-)
• Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-),
palatoschicic (-)
• Leher : pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)
Cor
37
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis teraba V linea midclav sinistra, kuat angkat
(-)
• Auskultasi : bunyi jantung I-II,reguler, suara tambahan (-), bisisng (-)
Pulmo
• Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal
(-) subcotal (-)
• Palpasi : fremitus taktil dextra=sinistra
• Perkusi : sonor seluruh lapang paru
• Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonchi +/+, wheezing –
Abdomen
• Inspeksi : datar, tali pusat basah, menonjol –
• Auskultasi : bising usus (+) dbn
• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
• Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba
Punggung : spina bifida -, meningokel –
Genitalia : anus +, labia mayora menutupi labia minora
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin +/+ +/+
Sianosis -/- +/+
Ikterik -/- -/-
CRT <2” / <2” <2” / <2”
Tonus Hipotoni Hipotoni
Kedua lengan dan tungkai dalam posisi fleksi, Garis lipatan telapak kaki
jelas pada 2/3 anterior
Refleks primitive
Reflek
38
Rooting -
Sucking + lemah
Morro -
Plantar grasping +
Palmar grasping +
Tonick neck -
babinsky +
New Ballarad Score
c. Neuromuscular
Postur : 4
Arm window : 3
Arm recoil : 3
Poplitea angel : 3
Scarf sign : 3
Heal to ear : 3
Total : 18
d. Maturasi Fisik
Kulit : 4
Lanugo : 3
Plantar surface : 3
Dada : 3
Mata dan telinga : 3
Genitalia : 4
Total : 20
TOTAL BALLARRD : 38 38 minggu
39
Kurva LUBCHENCO
BBL 2600 gr dengan usia kehamilan 39 minggu.
Kesan : Berat badan lahir sama dengan usia kehamilan
I.4 Assesment
• Obs. Kejang e.c HIE
• Neonatus aterm
• Neonatal infeksi
• Asfiksia sedang
1.5 Planning
d. Farmakologi
o Inf. D10% 80 cc/kgBB/24 jam 250 cc/24 jam
o O2 1 lpm
o Kebutuhan cairan : 80 cc/kgBB/hari, dst
o Inj. Cefotaxim 100 mg/kgBB/hr 2 x 125 mg
o Inj. Gentamycin 6 mg/kgBB 2 x 8 mg
40
o Inj. Phenobarbital :
Inj. I : 20 mg/kgBB 60 mg, pelan
Bila masih kejang, dilanjutkan 10 mg/kgBB setelah 30
menit, bisa diulang 2x. 30 mg, bisa diulang 2x setelah 30
menit.
Bila masih kejang, dilanjutkan phenitoin 60 mg.
o Apyalis 1 x 0,5 cc
o As. Valproat 2 x 25 mg.
e. Non-Farmakologi
• Jaga kehangatan : pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5 C
• Isap lendir
• Sonde
• ASI ekslusif
• Motivasi keluarga
f. Planning
o Darah lengkap
o Gol. Darah
o GDS
o Elektrolit
o USG kepala
o Konsul mata
I.6 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium :
Tanggal 31-01-2015
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
SATUAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 17,7 14.5 – 22.5 g/dL
41
Leukosit 16,2 10 – 30 Ribu
Eritrosit 4,89 4.0 – 5.4 Juta
Hematokrit 49,5 44 – 58 %
Trombosit 323 150 – 400 Ribu
MCV 109.7 100 – 120 Mikro m3
MCH 34.9 34 – 38 pg
MCHC 31.8 32 – 36 g/dL
RDW 13.9 10 – 16 %
MPV 7.5 7 – 11 Mikro m3
Limfosit 3.2 2.0 – 11.0 10*3/mikroL
Monosit 1.2 0.4 – 3.1 10*3/mikroL
Granulosit 9,6 H 2 – 4 10*3/mikroL
Limfosit % 10.9 L 25 – 40 %
Monosit % 3.9 2 – 8 %
Granulosit % 85.2 H 50 – 80 %
PCT 0.231 0.2 – 0.5 %
PDW 11.7 10 – 18 %
Golongan Darah O
GDS 50 H 30 – 80 mg/dL
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Utomo, Martono Tri, et all. 2006. Ensefalopati Hipoksik Iskiemik Perinatal.
FK UNAIR Dr. Sutomo : Surabaya.
http://old.pediatrik.com/pkb/061022022401-qf2m135.pdf
2. http://downloads.ziddu.com/downloadfile/18872698/
Hipoxicischemicencephalopathy.docx.html
3. Kohnle, Diana. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. NYU Langone
Medical Center. http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=230598
4. Khairiyah, Rahmatul. 2014. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty (HIE) dan
Caput Succadeneum. FK Universitau Riau RSUD Arifin Achmad : Riau.
https://www.scribd.com/doc/204031932/case-HIE
5. Zanelli, Santina A. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/973501-overview
6. Suryanagara, Mahesa. 2012. Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE).
http://www.slideshare.net/MahesaSuryanagara/hie-referat
7. Angriawan, Metha. 2011. Hypoxic Ischemis Encephalopathy in the Newborn.
https://www.scribd.com/doc/59497824/Hypoxic-Ischemic-Encephalopathy-
in-the-Newborn
8. Rahmawati, Tiara. 2013. Patofisiologi Hipoksia Iskemik Ensefalopati pada
Neonatus. FK Trisakti : Jakarta.
https://www.scribd.com/doc/208678127/Patofisiologi-HIE
9. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a-mayanginda-896-2-babii.pdf
10. Alex, Irma. 2013. Ensefalopati Hipoksik Iskemik.
https://www.scribd.com/doc/148481860/Pendahuluan-Refrat-Neo
43
44