lapsus kejang demam final

19
DAFTAR ISI Halaman Daftar isi……………………………………………………………..……………....………...1 Pendahuluan…………………………………………………………………………..……….2 Laporan Kasus……………………………………………………….…………………......….4 Diskusi………………………………………………………………………….………….....11 Daftar Pustaka……………………………............................................ ..................................14 1

Upload: asyiqinramdan

Post on 26-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kds

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Kejang Demam Final

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi……………………………………………………………..……………....………...1

Pendahuluan…………………………………………………………………………..……….2

Laporan Kasus……………………………………………………….…………………......….4

Diskusi………………………………………………………………………….………….....11

Daftar Pustaka……………………………..............................................................................14

1

Page 2: Lapsus Kejang Demam Final

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan

prognosis sangat baik secara seragam. Namun, kejang demam dapat menandakan penyakit

infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria sehingga setiap

anak harus diperiksa secara cermat dan diamati penyebab demam yang menyertai dengan

tepat. Kejang demam biasanya tidak mengakibatkan kerusakan otak permanen dan paling

sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun.1-3

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Against Epilepsy

adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38.4˚C tanpa adanya infeksi

susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa

riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2 Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya

kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi.

Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks (complex febrile

seizure) bila bersifat fokal, berlangsung lama (>15 menit) atau berulang (>1 kali serangan

selama 24 jam demam). Sebaliknya, kejang demam sederhana (simple febrile seizure) adalah

kejang yang berlangsung satu kali, singkat dan bersifat umum tonik dan/atau klonik tanpa

gerakan fokal. Anak dapat saja normal atau mempunyai kelainan neurologis.1-10

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam

keluarga, usia kurang dari 18 bulan, temperatur tubuh saat kejang, lamanya demam. Adapun

faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah adanya gangguan perkembangan

neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga dan lamanya

demam.2,4,7

Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana

kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau

sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan usianya pada waktu kejang.

Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya

pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang

menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran

kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.4

Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan

sembuh tanpa terapi tertentu. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4%

2

Page 3: Lapsus Kejang Demam Final

dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia

dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami

kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin

penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.1

Berikut ini akan dibahas sebuah kasus pada seorang anak yang dirawat di Rumah

Sakit Mardi Waluyo, Metro dengan kejang demam sederhana.

3

Page 4: Lapsus Kejang Demam Final

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan, ASZ, umur 2 tahun 11 bulan, berat badan 12 kg, tinggi badan 90

cm, agama Islam, suku bangsa Jawa, alamat Raja Basa Baru RT 10/RW09 Mataram Baru,

masuk rumah sakit tanggal 10 Februari 2014 jam 19.15 WIB.

Keluhan Utama

Demam sejak 1 hari SMRS, kejang 1 kali ± 12 jam SMRS.

Alloananmnesis (dari ibu penderita)

Penderita mengalami demam terus menerus sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Kira-

kira 5 jam setelah timbul demam, penderita mengalami kejang. Penderita mengalami kejang 1

kali dengan lama kejang kurang dari 5 menit. Kejang bersifat umum dengan seluruh tubuh

penderita kaku, kedua tangan mengepal, mata tidak mendelik ke atas, tidak keluar busa dari

mulut dan lidah tidak tergigit, bibir dan kuku jari kebiruan. Sebelum dan setelah kejang tidak

ada penurunan kesadaran. Setelah kejang, penderita langsung tidur. Kejang ini merupakan

kejang yang keempat kalinya.

Pertama kali penderita mengalami kejang didahului oleh demam adalah sewaktu

umurnya 1 tahun 6 bulan di mana kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit. Kejang

kedua dan ketiga kalinya adalah sewaktu umurnya 1 tahun 8 bulan dan pada usia 2 tahun 6

bulan. Kesemua kejang tersebut didahului oleh demam tinggi. Setiap kali setelah kejang,

penderita merasa mengantuk dan langsung tidur. Penderita telah mendapatkan perawatan di

rumah sakit dan klinik setiap kali berlaku kejang.

Riwayat kejang tanpa demam disangkal. Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada.

Riwayat jatuh tidak ada. Penderita tidak mengalami muntah-muntah. BAB dan BAK normal.

Nafsu makan baik.

Anamnesis Keluarga

Ayah penderita berusia 33 tahun, bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pendidikan terakhir

S1. Ibu penderita berusia 26 tahun, bekerja sebagai ibu rumahtangga, pendidikan terakhir S1.

Penderita merupakan anak tunggal. Dalam keluarga, hanya penderita yang mengalami sakit

seperti ini.

4

Page 5: Lapsus Kejang Demam Final

Pedigree

Anamnesis antenatal dan kelahiran

Selama hamil, ibu melakukan pemeriksaan antenatal di bidan Raja Basa setiap bulan dan

telah mendapat suntikan imunisasi TT sebanyak 1 kali. Selama hamil, riwayat minum obat

atau jamu, minum minuman keras, obat-obat terlarang atau merokok semuanya disangkal.

Selama hamil ibu penderita sehat. Penderita lahir secara spontan, letak belakang kepala, lahir

di Raja Basa, ditolong oleh bidan, berat badan lahir 2600 gram, lahir langsung menangis,

riwayat kebiruan saat lahir disangkal.

Riwayat penyakit yang pernah dialami

Penderita pernah menderita batuk dan pilek, diare dan rubella. Riwayat penyakit varisela,

morbili, pertussis, demam tifoid, malaria, demam berdarah dengue, cacingan sebelumnya

disangkal.

Kepandaian/kemajuan bayi

Pertama kali membalik : 2 bulan

Pertama kali tengkurap : 2 bulan

Pertama kali duduk : 5 bulan

Pertama kali merangkak : 6 bulan

Pertama kali berdiri : 1 tahun 2 bulan

Pertama kali berjalan : 1 tahun 2 bulan

Anamnesis makanan

ASI : Lahir – 1 tahun 6 bulan

PASI : 6 bulan

Bubur susu : -

Bubur saring : -

Bubur halus : -

5

Page 6: Lapsus Kejang Demam Final

Nasi lembek : 6 bulan - sekarang

Riwayat imunisasi

Imunisasi yang telah didapatkan:

BCG : 1x

Polio : 4x

DPT : 4x

Campak : 1x

Hepatitis B : 2x

Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan

Penderita tinggal bersama orang tua di sebuah rumah permanen, beratap seng, dinding rumah

dari beton, lantai rumah keramik. Terdiri dari 3 buah kamar tidur. Dalam rumah dihuni oleh 2

orang dewasa dan 1 orang anak-anak. Kamar mandi dan WC terdapat di dalam rumah.

Sumber air minum diperoleh dari PAM. Sumber penerangan berasal dari PLN. Penanganan

sampah yaitu dengan membuang di tempat sampah.

Pemeriksaan fisik

BB : 12 kg (0 – (-2) SD)

TB : 90 cm (0 – (-2) SD)

Kurva WHO, Z-score Menurut Z-score BB/TB = 0 – (-2) SD (Gizi baik)

Keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5

Tanda vital :

Nadi : 128 kali/menit, regular, isi cukup

Pernafasan : 24 kali/menit, regular

Suhu tubuh : 40,2˚C

Kepala : bentuk mesosefalik, rambut hitam, tidak mudah cabut.

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor

diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+, lensa jernih, nistagmus -/-

Telinga : tidak dijumpai sekret

Hidung : tidak dijumpai sekret, pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada atrofi papila lidah, tonsil T1-T1 tidak

hiperemis, faring tidak hiperemis

6

Page 7: Lapsus Kejang Demam Final

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada kaku kuduk

Toraks : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak tampak deformitas, ruang interkostal tidak

melebar, retraksi (-)

Jantung

o Inspeksi : tidak tampak iktus kordis

o Palpasi : iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri pada sela iga

V, tidak kuat angkat, tidak melebar, tanpa thrill

o Perkusi : batas kiri pada linea midklavikularis kiri, batas kanan pada

linea parasternalis kanan, batas atas setinggi sela iga III kiri

o Auskultasi : frekuensi detak jantung 128 kali/menit, regular, bunyi jantung

I-II murni, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

o Inspeksi : pergerakan nafas simetris kanan dan kiri, tidak terdapat

retraksi

o Palpasi : sela iga tidak melebar, pergerakan dada tidak ada yang

tertinggal, vocal fremitus kanan = kiri

o Perkusi : sonor kanan = kiri, dullness -/-

o Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen: bentuk datar, lemas, timpani, bising usus (+) normal

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Genitalia : perempuan, tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”

Tulang belulang : deformitas (-)

Otot : eutonus

Refleks : reflex fisiologis normal, reflex patologis (-)

Kekuatan otot : 555 555

555 555

Tanda rangsang meningeal : tidak terdapat kaku kuduk, tanda Brudzinski I dan II maupun

tanda Kernig

Sensorik : normal

Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I : tidak dievaluasi

7

Page 8: Lapsus Kejang Demam Final

N. II : pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+

N. III, IV, VI : strabismus (-), ptosis (-), pergerakan bola mata normal

N. V : tidak ada kelainan

N. VII : tidak ada kelainan

N. VIII : tidak ada gangguan pendengaran

N. IX : bisa menelan dengan baik

N. X : bisa menelan dengan baik

N. XI : bisa memutar kepala dengan baik

N. XII : lidah tidak terdapat deviasi

Pemeriksaan laboratorium

Hb : 11,6 g/dL Ht : 33.2 %

Lekosit : 7,200/mm3 Trombosit : 162,000/mm3

Diagnosis : Kejang demam sederhana

Penatalaksanaan

O2 1-2 l/m (k/p)

IVFD Ringer Laktat 1080cc/hari

Paracetamol syrup 4 x 1 cth

Diazepam per rektal 5 mg (bila kejang)

Follow Up

Tanggal 11 Februari 2014

Keluhan : Demam naik turun, kejang (-), sianosis (-), batuk pilek (-), diare (-),

tidak nafsu makan

K/U : tampak sakit ringan Kesadaran: Compos mentis

Nadi: 120 kali/menit RR: 22 kali/menit Suhu: 38.0˚C

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, PCH (-)

Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, reflex cahaya +/+ normal

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung: BJ I-II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : Suara pernafasan vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal

8

Page 9: Lapsus Kejang Demam Final

H/L tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”

Diagnosis : Kejang demam sederhana

Penatalaksanaan :

IVFD RL 15 tpm

Paracetamol syrup 4 x 1 cth

Diazepam per rektal 5 mg (bila kejang)

Tanggal 12 Februari 2014

Keluhan: Demam (-), kejang (-)

Keadaan umum: baik Kesadaran: Compos mentis

Nadi: 120 kali/menit RR: 24 kali/menit Suhu: 36,5˚C

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, PCH (-)

Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, reflex cahaya +/+ normal

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung: BJ I-II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : Suara pernafasan vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal

H/L tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”

Diagnosis : Kejang demam sederhana

Penatalaksanaan :

IVFD RL 15 tpm

Paracetamol syrup 3 x 1 cth (k/p)

Diazepam rektal 5 mg (bila kejang)

Pro: Rawat jalan

DISKUSI

9

Page 10: Lapsus Kejang Demam Final

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang cepat

(suhu rektal di atas 38˚C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau

metabolik lain.6

Menurut literatur, kejang demam sederhana terjadi relatif singkat (kurang dari 15

menit), bersifat umum (tonik dan/atau klonik tanpa gerakan fokal) dan tidak berulang dalam

24 jam pada penyakit demam yang sama.1-10 Berdasarkan modifikasi kriteria Livingston,

kejang demam sederhana adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai dengan

5 tahun, kejang harus sudah terjadi 16 jam setelah mulai demam, bersifat umum, frekuensi

kejang tidak melebihi 4 kali dalam setahun, lama tiap kejang tidak lebih 15 menit, tidak

terdapat kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang dan EEG normal. Pada kasus ini,

penderita memenuhi 6 dari 7 kriteria pertama kejang demam sederhana menurut Livingston

di mana kriteria terakhir tidak dapat dinilai karena belum pernah melakukan pemeriksaan

EEG.

Pada pemeriksaan fisik, penderita mengalami panas tinggi dengan suhu aksila

melebihi 38,0˚C yang mendahului kejang tonik. Pasien tidak pernah mengalami gangguan

kesadaran sebelum atau setelah kejang. Pada penderita ini, belum ditemukan penyebab

demam. Tidak ditemukan tanda-tanda rangsang meningeal, defisit neurologis, peningkatan

reflex fisiologis ataupun tanda rangsang patologis yang menunjukkan penyebab kejang

demam pada penderita ini tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus

dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Sesuai dengan kepustakaan yang

menyatakan bahwa kejang demam biasanya mengikuti dan terjadi awal setelah onset demam.

Kejang itu sendiri boleh dari jenis tonik dan/atau klonik bagi kejang demam sederhana.10

Penderita kejang demam sederhana tidak mempunyai kelainan neurologis atau riwayat

keterlambatan perkembangan.7-10

Dari hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap, didapatkan semuanya dalam batas

normal. Pada penderita ini tidak dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal, elektroensefalografi

atau pencitraan. Menurut literature, pemeriksaan laboratorium rutin tidak diindikasikan, tetapi

dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti

darah perifer, elektrolit dan gula darah.4 Tidak ada pemeriksaan spesifik diindikasikan untuk

kejang demam sederhana. Tes laboratorium lain dapat dilakukan tergantung pada penyakit

yang mendasari, misalnya dilakukan pemeriksaan elektrolit pada anak dengan diare berat.

10

Page 11: Lapsus Kejang Demam Final

Pungsi lumbal dan EEG tidak dianjurkan untuk anak dengan kejang demam sederhana karena

studi menunjukkan bahwa majoritas penderita mempunyai hasil EEG yang normal.5

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Pada bayi >18 bulan, pungsi lumbal tidak rutin dilakukan. Bila

yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pemeriksaan

elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam.2-7

Disebabkan penderita datang dengan keluhan demam dan sudah tidak kejang, oleh itu

penanganannya adalah dengan pemberian antipiretik Paracetamol syrup 4 x 1 senduk teh

untuk menurunkan panas. Berdasarkan literatur, walaupun penggunaan antipiretik tidak

terbukti mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat

bahwa antipiretik tetap diberikan dengan dosis paracetamol 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali

sehari atau ibuprofen 5-10 mg/kg/kali 3-4 kali sehari.4

Selain itu, diberikan diazepam rektal 5 mg sekiranya terjadi kejang. Menurut

kepustakaan, pemberian diazepam per oral atau rektal pada saat timbulnya demam dapat

mengurangi risiko kejang demam tetapi pengurangan risiko tersebut sangat minimal. Dalam

suatu uji coba, 22% pasien yang diobati dengan diazepam memiliki kejang berulang

berbanding dengan 31% dari mereka yang diobati dengan placebo. American Academy of

Pediatrics tidak merekomendasikan sebarang pengobatan untuk anak-anak dengan kejang

demam sederhana. Hal ini didasarkan pada pengetahuan bahwa kejang demam sederhana

adalah benign dan pengobatan tidak mengubah risiko untuk terjadi epilepsi walaupun

berpotensi mengurangi kekambuhan. Rekomendasi ini sesuai untuk kebanyakan pasien

kejang demam sederhana. Terapi intermiten dengan diazepam pada saat demam dapat

digunakan pada kelompok anak yang tertentu tetapi umumnya harus dihindari karena alasan

yang disebut diatas.6 Toksisitas potensial yang berhubungan dengan obat antiepilepsi lebih

besar daripada risiko yang relatif kecil terkait dengan kejang demam sederhana.8,9 Satu

kerugian yang penting dari pemberian awal diazepam secara oral ataupun rektal adalah rasa

mengantuk dan ataksia pada anak yang mungkin membingungkan penilaian medis berkaitan

dengan penyakit demam yang serius seperti meningitis dan ensefalitis.7

11

Page 12: Lapsus Kejang Demam Final

Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam memandangkan pasien ini tidak

mempunyai faktor risiko untuk berulangnya kejang demam atau berkembangnya epilepsi,

yaitu umurnya saat pertama kali kejang demam melebihi usia 15 bulan, suhu tubuhnya tinggi

sewaktu kejang, tidak mempunyai riwayat epilepsi atau kejang demam dalam keluarga,

kejang demam bersifat umum dan tidak melebihi 15 menit, tidak mempunyai gangguan

perkembangan neurologis dan demamnya bertahan hanya 4 hari. Menurut literatur, riwayat

kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 15 bulan, suhu tubuh yang tidak tinggi saat

kejang, lamanya demam merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam. Manakala

faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah adanya gangguan perkembangan

neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga dan lamanya demam.2

12

Page 13: Lapsus Kejang Demam Final

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3. Edisi 15.

Jakarta: EGC; 2000. h. 2059-60.

2. Gunardi H, Tehuteru ES, Kurniati N, Advani N, Setyanto DB, Handryastuti S. Kumpulan

tips pediatri. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. h.191-203.

3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

Pedoman pelayanan medis. Jilid 1. Palembang: Badan penerbit IDAI; 2010. h. 150-3.

4. Pusponegoro HD, WIdodo DP, Ismael S. Konsensus penanganan kejang demam. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2005.

5. Baumann RJ. Pediatric febrile seizures. 3 Februari 2014.

http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview, 20 Februari 2014.

6. Shinnar S, O’Dell C. Febrile seizures. Pediatric Annals. 2004;33(6):394-401

7. Fetveit A. Assessment of febrile seizures in children. Eur J Pediatr. 2008;167:17-27.

8. Champi C, Gaffney-Yocum PA. Managing febrile seizures in children. Nurse

Practitioner. 1999;24:28-43.

9. Duffner PK, Baumann RJ, Berman P, Green JL, Schneider S. Febrile seizures: clinical

practice guideline for the long-term management of the child with simple febrile seizures.

Pediatrics. 2008;121(6):1281-6

10. Guidelines and protocols advisory committee. Febrile seizure. 1 September 2010.

Diunduh dari: http://www.bcguidelines.ca/pdf/febrile.pdf, 20 Februari 2014.

13