lapsus pterygium

13
CHAPTER 2 Literature Review 2.1 Anatomy 2.1.1 Bola Mata Setiap bola mata berbentuk spheroid irregular, dengan diameter sekitar 24mm dan berat sekitar 8g. Didalam orbit (rongga untuk mata pada tulang wajah), mata menempati ruang dengan otot-otot mata extrinsik, kelenjar lakrimalis, pembuluh darah dan saraf- saraf kranial yang juga mempersaraf bagian wajah lain. Bola mata dikelilingi oleh lemak orbital (orbital fat) yang berfungsi sebagai insulator dan shock absorber. 2.1.2 Dinding Bola Mata Dinding bola mata terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1. Lapisan fibrosa: Adalah lapisan paling luar dari mata dan terdiri dari 2 bagian; sklera dan kornea. Lapisan fibrosa memberi pelindungan fisik dan mechanical support, serta menjadi permukaan untuk lokasi otot ekstrinsik untuk berikatan dan mengandung struktur yang membantu dalam proses focusing. 2. Sklera: Menutupi 5/6 bagian dari permukaan mata. Sklera terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang mengandung kolagen dan serabut elastic. Permukaan dari sklera mengandung pembuluh darah kecil dan serabut saraf yang menembus sklera untuk mencapai struktur internal. 3. Kornea: Bagian transparan yang bersambung dengan sklera. Batasan antara sklera dan kornea disebut limbus. Kornea terdiri dari 5 lapisan,

Upload: azri

Post on 27-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lapsus pterygium

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Pterygium

CHAPTER 2

Literature Review

2.1 Anatomy

2.1.1 Bola Mata

Setiap bola mata berbentuk spheroid irregular, dengan diameter sekitar 24mm dan berat sekitar 8g. Didalam orbit (rongga untuk mata pada tulang wajah), mata menempati ruang dengan otot-otot mata extrinsik, kelenjar lakrimalis, pembuluh darah dan saraf-saraf kranial yang juga mempersaraf bagian wajah lain. Bola mata dikelilingi oleh lemak orbital (orbital fat) yang berfungsi sebagai insulator dan shock absorber.

2.1.2 Dinding Bola Mata

Dinding bola mata terdiri dari 3 lapisan, yaitu:

1. Lapisan fibrosa:

Adalah lapisan paling luar dari mata dan terdiri dari 2 bagian; sklera dan kornea. Lapisan fibrosa memberi pelindungan fisik dan mechanical support, serta menjadi permukaan untuk lokasi otot ekstrinsik untuk berikatan dan mengandung struktur yang membantu dalam proses focusing.

2. Sklera:

Menutupi 5/6 bagian dari permukaan mata. Sklera terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang mengandung kolagen dan serabut elastic. Permukaan dari sklera mengandung pembuluh darah kecil dan serabut saraf yang menembus sklera untuk mencapai struktur internal.

3. Kornea:

Bagian transparan yang bersambung dengan sklera. Batasan antara sklera dan kornea disebut limbus. Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu; lapisan epithelium, membran Bowmann's, lapisan stroma (substansia Propria), Membran Descemet, lapisan endotel.

2.1.3 Konjungtiva

Konjungtiva adalah suatu membrane mukosa yang dilapisi oleh epithelium berlapis gepeng (Squamous stratified epithelium). Konjungtiva melapisi permukaan luar bola mata, dan juga permukaan dalam dari kelopak mata, atau palpebra. Konjungtiva yang melapisi bola mata disebut konjungtiva bulbi, sedangkan konjungtiva yang melapisi kelopak mata disebut konjungtiva palpebra. Lokasi transisi atau perubahan dari konjungtiva palpebra menjadi konjungtiva bulbi disebut fornix. Konjungtiva bulbi meluas sampai ujung dari kornea.

Page 2: Lapsus Pterygium

2.2 Pterygium

2.2.1 Definisi

Pterygium dari perkataan pterygos yang berarti “sayap kecil” adalah pertumbuhan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau tengah kornea.

2.2.1 Morfologi

2.2.2 Etiologi

Penyebab dari pterigium tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. Pterigium juga diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara panas. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini.

Faktor resiko untuk pterygium itu bisa meliputi sebagai berikut :

1. Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim subtropics dan tropis.

2. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah serta orang yang hidup di daerah dengan banyak sinar matahari, daerah berpasir atau daerah berangin. Petani, nelayan dan orang-orang yang hidup di sekitar garis khatulistiwa sering terpengaruh.

Predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu. Kecenderungan laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, meskipun disini hasil temuan ini lebih banyak disebabkan besarnya paparan sinar ultraviolet dalam kelompok populasi tertentu.

2.2.4 Patofisiologi

Sinar ultraviolet, angin, dan debu dapat mengiritasi permukaan mata, hal ini akan mengganggu proses regenerasi jaringan konjungtiva dan diganti dengan pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrous yang mengandung pembuluh darah. Pertumbuhan ini biasanya progresif dan melibatkan sel-sel kornea sehingga menyebabkan timbulnya pterigium. Radiasi sinar termasuk sinar atau cahaya tampak dan sinar ultraviolet yang tidak tampak itu sangat berbahaya bila mengenai bagian tubuh.

Page 3: Lapsus Pterygium

Sinar UVB merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Radiasi UVB juga dapat mengaktivasi sel yang terletak dekat limbus. Aktivasi ini menyebabkan perubahan fenotipik dari populasi sel-sel epitel, pembentukan sitokin pro-inflamasi dan angiogenik serta pembentukan growth factors. Selain itu, terdapat peningkatan proliferasi dari jaringan akibat peningkatan pembentukan enzim metalloproteinase (MMP) dalam kadar yang lebih tinggi daripada tissue inhibitors. Hingga saat ini, teori ini dianggap salah satu yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana terjadinya pterygium. Radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320nm dapat diabsorpsi secara selektif oleh epitel dan lapisan subepitel. Selain itu, paparan kronis terhadap sinar UV (terumata UV-B) dengan dosis rendah dapat merusak mata secara permanen karena menyebabkan degenerasi dan neovaskularisasi pada membran Bowman dan lamellae stroma.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet

Ditemukan epitel konjungtiva ireguler, kadang-kadang berubah menjadi epitel gepeng berlapis. Pada puncak pterigium, epitel kornea meninggi dan pada daerah ini membran Bowman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berproliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi ini menyebuk ke dalam kornea serta merusak membran Bowman dan stroma kornea bagian atas. Pterigium juga dapat muncul sebagai degenerasi stroma konjungtiva dengan penggantian oleh serat elastis yang tebal dan berliku-liku. Fibroblas aktif pada ujung pterigium menginvasi lapisan Bowman kornea dan diganti dengan jaringan hialin dan elastis. Pterigium sering muncul pada pembedahan. Lesi muncul sebagai luka fibrovaskuler yang berasal dari daerah eksisi. Pterigium ini mungkin tidak ada hubungannya dengan radiasi sinar ultraviolet, tetapi kadang dikaitkan dengan pertumbuhan keloid di kulit. Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih

Page 4: Lapsus Pterygium

mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita.

2.2.5 Klasifikasi

Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:

Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :

1. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stocker’s line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Tipe II : di sebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat.

3. Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik. Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan

Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:

1. Stadium I : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea2. Stadium II : jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih

dari 2 mm melewati kornea.3. Stadium III : jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).4. Stadium IV : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:

1. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

Page 5: Lapsus Pterygium

2. T2 (intermediate) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat3. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium)

2. Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.

2.2.6 Gambaran Klinis

Gejala klinis pada tahap awal biasanya bersifat asimtomatis. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik. Pada pterygium lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis akan kita dapatkan keluhan-keluhan pasien seperti adanya benda asing pada mata yang mulanya dirasakan pada kelopak namun lama-kelamaan semakin ke tengah (kornea), mata merah dan tidak disertai belek(sekret). Dari anamnesis ini kita juga akan dapatkan informasi mengenai pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, dan kebiasaan hidupnya karena hal ini berhubungan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang mengenainya.

Pemeriksaan fisik pada pasien pterigium akan didapatkan adanya suatu lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal maupun temporal yang menjalar ke kornea, umumnya berwarna putih, namun apabila terkena suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan berwarna merah.

Jika perlu, Pemeriksaan Slit Lamp dilakukan untuk memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar untuk terlihat dengan jelas

Pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis pterigium tidak harus dilakukan, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik kadang sudah dapat digunakan untuk menegakkan

Page 6: Lapsus Pterygium

diagnosis pterigium. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah diekstirpasi. Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya degenerasi hialin pada stromanya.

2.2.8 Diagnosis Banding

Pterygium dapat tidak didiagnosa ataupun salah didiagnosa oleh dokter akibat akibat keserupaannya dengan penyakit lain yang terdapat pada permukaan mata, terutama dengan suatu penyakit yang disebut dengan pinguecula. Tabel 1. memberikan gambaran tentang perbandingan antara pterygium dengan penyakit mata lain, dari segi penyebab, morgologi dan hasil dari pemeriksaan yang membedakannya dari penyakit mata lain yang mempunyai morfologi atau penyebab yang serupa.

Penyakit Penyebab Morfologi Lesi Perbedaan

PhylctenularKeratoconjunctivitis

Terkait dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (delayed hypersensitivity) terhadap bakteri(terutama Staphylococcus & TB) atau protein padamakanan. Sering terjadipada anak- anak.

Neo-formasi padaKonjunctiva yang berbatas tegas. Terlihat seperti gel(gel-like appearance) yang dikelilingi oleh kapiller. Sering menyebabkan hiperemi pada konjunctiva

Penyingkirandengan melihatmorfologi lesi.Pemeriksaanuntuk TB dapatdilakukan

Squamous-CellCarnicoma(SCC) padaKonjunctiva

Paparan kronis terhadap radiasi UV, HPV tipe 16 & 18, inflamasi kronis.

Permukaan seperti jelly (gelatinous), berisi jaringan fibrovaskuler, terlihat seperti papilla. Lokasi paling sering pada zona infero-temporal dari limbus.

Oleh pemeriksaan histopatologi, terdapat: Epitel 2-3mm lebih tebal daripada epitel konjunctiva normal (terdapat acanthosis).

Pinguecula Bulat, menonjol, berwarna putih-kekuningan. Lokasi paling sering pada limbus, terdapat simpul kapiler.

Merupakan diagnosis banding dari pterygium tipe I. Dapat dibedakan dari morfologi lesi.

Pseudopterygium Akibat proses perbaikan (repair) dari ulkus atau inflamasi pada limbus.

Sangat mirip dengan morfologi pterygium.

Anamnesis pasien tentang riwayat terjadinya ulkus atau inflamasi.

Page 7: Lapsus Pterygium

Conjunctival Lymphoma

Sering akibat infeksi virus

Lesi subkonjungtival yang bervaskularisasi rendah dan berwarna merah muda Lesi rata (flat). Lokasi tersering pada bagian inferior konjunctiva bulbi.

Dari morfologi lesi dan pemeriksaan histopatologi.

Nodular Episcleritis Inflamasi pada episklera Nodul merah terang yang rata. Terdiri dari simpul kapiler konjunctiva dan episklera.

Dari morfologi lesi. Pemeriksaan histopatologi, terdapat: Inflamasi nongranulomatosa disertai dengan infiltrasi perivaskuler serta vasodilatasi.

2.2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pterigium tergantung dari keadaan pteriumnya sendiri, dimana pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan, namun bila terjadi proses inflamasi dapat diberikan steroid topikal untuk menekan proses peradangan, dan pada keadaan lanjut misalnya terjadi gangguan penglihatan (refraktif), pterigium telah menutupi media penglihatan (menutupi sekitar 4mm permukaan kornea) maupun untuk alasan kosmetik maka diperlukan tindakan pembedahan berupa ekstirpasi pterigium.3

Obat-obatan yang sering digunakan pada kasus pterigium adalah :1. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata)

untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air. Obat ini merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial. Air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air mata yang tak teratur.

2. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular. Salep untuk pelumas mata topikal. Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan yang lebih kental ini akan cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara; oleh karena

Page 8: Lapsus Pterygium

itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari terkecuali bila pasien merasakan sakit dalam pemakaiannya.

3. Obat tetes mata anti–inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygia yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya. Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) merupakan suatu suspensi kortikosteroid topikal yang dipergunakan untuk mengurangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain.

Tindakan pembedahan untuk ekstirpasi pterygia biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:Pra-operatif:

1. Astigmat Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena

pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat “with the rule” dan ireguler astigmat.

2. Kemerahan3. Iritasi4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan

menyebabkan diplopia.

Intra-operatif:

Page 9: Lapsus Pterygium

1. Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan.

Pasca-operatif:Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:

1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.

2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis sklera dan kornea

3. Pterygium rekuren.

2.2.10 Prognosis

Prognosis setelah eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterigium. Pasien dengan pterygium yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting.