lapsus tumor sinonasal shakti

44
BAB I PENDAHULUAN Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. 1 Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan struktur vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi agresif mungkin diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan pembuluh darah vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang cukup penting. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya, epistaksis, obstruksi hidung) meniru tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi rongga hidung dan sinus paranasal 1

Upload: nikomangdhanagitaiswari

Post on 15-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak

maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya

sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher.

Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi

oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang

timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan,

apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah

lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1

Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan

struktur vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi

agresif mungkin diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan

pembuluh darah vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang cukup

penting. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya, epistaksis,

obstruksi hidung) meniru tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh

karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari

tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi

rongga hidung dan sinus paranasal menyebabkan tumor untuk timbul dalam stadium lanjut

dan mempersulit pengobatan mereka. Mereka berada berdekatan dengan struktur penting

seperti dasar tengkorak, orbita, saraf kranial, dan struktur vaskular penting.16

Morbiditas jelas dan komplikasi yang terkait dengan bedah reseksi dari tumor tersebut

dapat parah. Pengobatan keganasan sinonasal paling baik dilakukan melalui tim multidisiplin.

Secara optimal, ini termasuk kepala dan leher bedah oncologic, rekonstruksi bedah,

maxillofacial prosthodontist, onkologi radiasi, ahli onkologi medis, neuroradiologist, ahli

patologi, ahli bedah saraf, dan pasien.16

1

Page 2: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada

sinus paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan

rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung

sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Tumor hidung dan sinus

paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di

Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian jenis yang ganas hanya sekitar 1% dari

keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Asal tumor

primer juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien

berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai tahap lanjut dan tumor sudah memenuhi

rongga hidung dan seluruh sinus.1,2

Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat tumor sangat dekat dengan struktur

vital. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi (misalnya

epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal yang umum dikeluhkan tanpa

adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau

meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai

gangguan sinonasal jinak. Pengobatan keganasan sinonasal paling baik dilakukan oleh tim

dokter ahli dengan berbagai disiplin ilmu. 3

2.2 Epidemiologi

Keganasan pada sinonasal jarang terjadi. Umumnya ditemukan di Asia dan Afrika

daripada di Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua

yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering

dibandingkan wanita,dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar

60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada

rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus),

dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3,4

2.3 Anatomi dan Fisiologi

2

Page 3: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

2.3.1 Hidung

Secara umum, hidung dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (eksternal) dan

bagian dalam (internal). Di bagian luarnya, hidung dibentuk oleh tulang, kulit dan otot.

Osteokartilago hidung dibungkus oleh beberapa otot yang berfungsi dalam pergerakan hidung

meski minimal. Kulit yang melapisi tulang hidung dan tulang rawan hidung merupakan kulit

yang tipis dan mudah untuk digerakkan serta mengandun banyak kelenjar sebasea.

Sedangkan dibagian dalamnya terdiri atas dua kavum berbentuk seperti terowongan yang

dibatasi oleh septum nasi.3

Gambar Anatomi Hidung

Setiap kavum nasi terhubung dengan nostril dibagian depan dan choana dibagian

belakang. Didalam cavum nasi anterior inferior terdapat vestibulum yang berisi kelenjar

sebasea dan rambut hidung dan dibagian lateralnya terdapat tiga susun turbin konka yang

disebut konka nasalis superior, media dan inferior.5

Vaskularisasi hidung berasal dari arteri karotis baik eksterna maupun interna.

Persarafan hidung terdiri atas fungsi sensorik dan autonom. Cabang sensorik nya terbagi tiga

yaitu, nervus ethmoidalis anterior, cabang ganglion sphenopalatina dan cabang saraf

infraorbitalis, sedangkan fungsi autonomnya yang berasal dari serat saraf parasimpatis yang

berasal dari nervus petrosus superfisial terbesar.5

Secara umum fungsi hidung terdiri atas fungsi respirasi, indera penciuman sebab

didalamnya terdapat nervus olfaktorius dan bulbus olfaktori, konka dan vaskular didalamnya

melembabkan udara inspirasi, cilia dan rambut hidung yang terdapat pada anteroinferior

cavum nasi melindungi saluran pernapasan atas, memperbaiki kualitas resonansi suara yang

dikeluarkan, serta fungsi refleks nasal.5

2.3.2 Sinus Paranasalis

3

Page 4: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Sinus paranasalis dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior.

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang–tulang kepala, sehingga terbentuk

rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Sinus maxillaris, frontalis dan ethmoidalis anterior masuk dalam kelompok anterior, kesemua

sinus ini bermuara pada meatus medius. Sedangkan kelompok posterior terdiri atas sinus

ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis. Sinus ethmoidalis bermuara dengan meatus

superius cavum nasi dan sinus sphenoidalis bermuara pada resesus sphenoethmoidalis.1,5

Gambar Sinus Paranasalis

Sinus paranasal dilapisi dengan pseudostratified epitel kolumnar, atau epitel

pernapasan, juga disebut sebagai membran Schneiderian (epitel). Sinus maksilaris adalah

sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin manusia. Kapasitasnya pada

orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus

media.1

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus – sinus lainnya.

Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian

anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.1

Sinus etmoid berongga–rongga, terdiri dari sel–sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita. Sel–sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus

etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan bermuara di meatus medius dan sinus

etmoid posterior yang yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior

biasanya kecil–kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian

posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel–sel sinus

4

Page 5: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior

dari lamina basalis.1

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis

berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah adalah lamina papirasea

yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Dibagian belakang sinus

etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.1

Sinus frontalis mempunyai kapasitas total volume 6-7 ml. Sinus frontalis mengalirkan

sekretnya ke dalam resesus frontalis sedangkan sinus sfenoidalis mempunyai kapasitas total

volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama

dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar

epithelial cell, sel goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput lendir bersifat

melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang

dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui ostium dan ke dalam nasal untuk

dibuang.2

Secara umum, fungsi dari sinus-sinus ini adalah melembabkan dan menghangatkan

udara inspirasi, melindungi komponen beberapa organ dalam tengkorak akibat adanya

perbedaan suhu intrakranial, berperan dalam resonansi suara dan meringankan tempurung

kepala agar tidak terlalu berat akibat adanya beberapa komponen organ yang di bebankan

pada tengkorak.5

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor

(multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor yang

dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain :

1. Penggunaan tembakau

Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa,

mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar penyebab

kanker pada kepala dan leher.7

2. Alkohol

Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker kepala

dan leher.7

5

Page 6: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

3. Inhalan spesifik

Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, mungkin dapat

meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk

diantaranya adalah :

a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan

tepung.

b. Debu logam berat : kromium, asbes

c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium

d. Uap pelarut yang digunakan dalam memproduksi furniture dan sepatu.1,4,7,8,9

4. Sinar ionisasi : Sinar radiasi; Sinar UV9

5. Virus : Virus HPV, Virus Epstein-barr7,9

6. Usia

Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun hingga 85

tahun.7

7. Jenis Kelamin

Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering

pada pria dibandingkan pada wanita.7

Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali

terpapar dan menetap setelahnya. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif

juga menjadi faktor resiko tambahan. 1,4,8

2.5 Patofisiologi

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti

yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor

sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi

dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang mengatur

pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua

kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-

onkogen) dan yang menghambat diferensiasi (anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi

dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu

fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan

genetik sel yang memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase

promosi sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya

kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi

6

Page 7: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

sehingga tidak berubah menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh

karsinogen yang sama atau diperlukan karsinogen yang berbeda.9,10

Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan

waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase induksi ini belum timbul

kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah

fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih terbatas

jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis. Fase in situ ini

berlangsung sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus

membrane basalis dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut

juga dengan fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi

(penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau

ke organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.9,10

Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan dan

gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya,

mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan

terapi.10

2.6 Klasifikasi Tumor

2.6.1 Tumor Jinak

a. Papiloma Skuamosa

Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip

dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Etiologinya mungkin

disebabkan oleh virus, namun perubahan epitel pada papiloma skuamosa dapat

bervariasi dalam berbagai derajat diskeratosis. Lesi seringkali diamati pada

sambungan mukoutaneus hidung anterior, terutama pada batas kaudal anterior dan

septum. Untuk kepentingan diagnosis ataupun pengobatan, eksisi lesi dilakukan

dengan anestesi lokal dan di periksakan untuk biopsi.1,8

b. Papiloma Inversi

Papiloma inversi ini membalik ke dalam epitel permukaan. Jarang ditemukan

pada hidung dan sinus paranasalis, seringkali berasal dari dinding lateral hidung dan

secara makroskopis terlihat hanya seperti gambaran polip. Tumor ini bersifat sangat

invasif, dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif

dan dapat berubah menjadi ganas (pada 10% kasus). Lebih sering dijumpai pada laki-

laki usia tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral

atau maksilektomi media.1,7,8

7

Page 8: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

c. Displasia Fibrosa

Displasa fibrosa sering mengacu pada tumor fibro-oseus tak berkapsul yang

melibatkan tulang-tulang wajah dan sering mengenai sinus paranasalis. Etiologinya

tidak diketahui, tumor ini merupakan tumor yang tumbuh lambat, jarang disertai nyeri

dan cenderung timbul sekitar waktu pubertas dimana pasien datang dengan alasan

kosmetik akibat asimetri wajah. Karena pertumbuhan tumor kembali melambat

dengan bertambahnya usia, maka kebutuhan akan pengobatan bergantung pada derajat

deformitas atau ada tidaknya nyeri. Meskipun reseksi total diperlukan pada terapi

tumor ini tapi pada mayoritas kasus hanya dilakukan pengangkatan sebagian tumor

saja untuk memulihkan kontur dan fungsi wajah.8

d. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa

yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan

mendorong bola mata keanterior.1,8

2.6.2 Tumor Ganas

a. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering

ditemukan pada karsinoma sinonasal, sekitar 60% dari semua kasus. Kebanyakan

karsinoma sel skuamosa sinonasal yang timbul dalam hidung atau sinus maksila, tapi

ketika pertama kali dilihat tumor biasanya sudah melibatkan hidung, sel ethmoidal

dan antrum/maksila. Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna

yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe

keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama

ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi

(sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%). Gejala berupa rasa

penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan

pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya

massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau

lakrimasi.1,8,11,12

Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi

tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata,

pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel

skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh,

berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif.3

8

Page 9: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Secara umum, lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah maupun

radioterapi, sedangkan pada tahap lanjut (T3-T4) dilakukan multimodal terapi seperti

terapi bedah diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi post operatif.4

Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi

mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di

dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda,

sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-

sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi

ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini

dinilai dengan diferensiansi baik, sedang atau buruk.1,3,7,8

Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma (Cylindrical Cell, transitional)

Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang di

karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat

menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai

dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai

skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma

neuroendokrin.3,7

b. Undifferentiated Carcinoma

Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan

histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat

memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui

batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi

hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola

seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga

besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan

hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma

tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal.7,8

c. Rhabdomyosarkoma

Kejadian Rhabdomyosarcoma pada daerah kepala dan leher berkisar antara

35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Secara histologi, tumor

Rhabdomyosarcoma ini terbagi atas lima kategori besar yaitu, embrional (paling

sering), alveolar, botryoid embrional, spindel sel embrional dan anaplastik. Jenis

embrional dan alveolar merupakan tumor yang sering terjadi pada anak-anak dan

9

Page 10: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

dewasa muda meskipun begitu kejadian anaplastik pun juga sering terjadi pada usia

dewasa. Angka keberhasilan terapi dan bertahan hidup dalam jangka lima tahun 35%

lebih rendah pada orang dewasa.4,7,8,12

Rhabdomyosarcoma yang terjadi pada traktus sinonasal atau tumor diluar

parameningeal orbita akan berkembang lebih agresif dibanding tumor yang berada

dilokasi yang lain. Metastase sistemik maupun regional sering terjadi.

Penatalaksanaan yang diperlukan melibatkan banyak modalitas terapi seperti

kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan.4,7,8,12

d. Chondrosarkoma

Chondrosarcoma merupakan tumor dengan pertumbuhan tumor lambat yang

berasal dari struktur kartilago. Angka kejadiannya berkisar antara 5-10% pada kepala

dan leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula. Tumor ini berkembang dari tingkat

I ke tingkat III berdasarkan pada kecepatan mitosis, seluler, dan ukuran sel. Ukuran

tumor memiliki korelasi dengan kemajuan agresivitas, kecepatan metastasis dan

kemampuan bertahan hidup pasien. Pilihan terapi untuk Chondrosarcoma adalah

pembedahan. Radiasi pasca pembedahan dianjurkan utamanya jika ditemukan hasil

grade tumor yang tinggi setelah pemeriksaan histologi.7,12

e. Limfoma Maligna Sinonasal

Limfoma pada sinonasal ditemukan sekitar 5.8-8% dari limfoma ekstranodal

pada kepala dan leher. Meskipun jarang, tumor ini merupakan tumor ganas non

epithelial yang sering ditemukan pada keganasan hidung. Kebanyakan limfoma yang

timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian,

beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal

dari sel B dan T. Limfoma pada sinonasal jarang ditemukan di negara barat,

umumnya dijumpai di negara-negara Asia. Limfoma sinonasal dengan origin sel T

maupun sel NK sering ditemukan pada usia muda dan berkaitan dengan infeksi virus

Epstein-Barr. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan..

Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat

ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik. Terapi pada

tumor ini adalah radioterapi untuk lesi lokal dan kemoterapi untuk keterlibatan

sistemik dan rekurensi sistemik. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada segala jenis tipe

limfoma ini adalah 52%.3,4,7,12,13

f. Adenokarsinoma Sinonasal

10

Page 11: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak

menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari

keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan

neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga

70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus

aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid.

Gejala utama berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi

dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya. Gambaran histologi

yang dapat ditemukan adalah tipe cribriform, tubular, dan solid. Tipe cribriform

paling sering ditemukan dengan gambaran khas penampakan “swiss cheese”.

Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan

tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Terapi pembedahan dan adjuvant

radioterapi adalah pengobatan pilihan yang umum digunakan untuk terapi pada

adenokarsinoma. Prognosisnya jelek dan biasanya penderita meninggal dunia

disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis.3,4,7,12

g. Olfactory Neuroblastoma

Esthesioneuroblastoma (ENB) atau dikenal dengan nama neuroblastoma

olfaktorius adalah tumor ganas yang muncul dari epitel olfaktorius pada dinding

superior nasi. Merupakan 7-10% keganasan yang ditemukan di sinonasal pada kisaran

usia 10-20 dan 50-60 tahun baik pada wanita maupun laki-laki. Secara mikroskopis,

tumor terdiri dari gambaran sel bulat berbentuk rosette, pseudorosette, ataupun

berbentuk lembaran dan cluster. Tumor ini mengekspresikan penanda neuroendokrin

seperti neuron-specific enolase (NSE), chromogranin, dan synaptophysin yang sangat

berguna dalam membedakannya dengan small cell carcinoma lainnya. Terapi bedah

eksisi tumor dengan batas bebas tumor merupakan pilihan terapi pada tumor ini.

Penambahan terapi dengan radioterapi postoperatif meningkatkan angka kesembuhan

pada penyakit ini.4,7,12

h. Mukosal Melanoma Maligna

Sekitar 1% kasus melanoma maligna ditemukan pada 20% kasus melanoma

maligna dengan origin kepala dan leher. Umumnya didapatkan pada daerah kavum

nasi kemudian pada sinus maxillaris dan kavum oral. Biasanya ditemukan pada usia

50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita, dapat

ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, didapatkan massa polipoid

berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Tumor ini

11

Page 12: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

menyebar melalui aliran darah atau secara limfatik. Metastasis nodul servikal dapat

ditemukan pada pemeriksaan awal. Melanoma bisa terjadi sebagai sindrom

autosomal dominan familial sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Terapi bedah yaitu

reseksi tumor dengan batas yang jelas adalah pilihan utama pengobatan dilanjutkan

dengan pemberian radioterapi lokoregional.3,4,7,13

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan

diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di

hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-

bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui

untuk mencari kemungkinan faktor resiko.1

Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan

perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut:1

1. Gejala nasal.

Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret,

sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar

dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor

ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.1,7,13

2. Gejala orbital.

Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau

penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1,7,14

3. Gejala oral.

Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di

palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau

gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi

tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.1,4,7

4. Gejala fasial

Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia

atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.1,4,7

5. Gejala intrakranial

Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,

oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang

keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus

12

Page 13: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa

terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus

pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus

maksilaris dan mandibularis.1,4,7

2. Pemeriksaan Fisik

Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat

asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui

rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak

sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda

tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di

sinus maksila. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan

tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun

tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.1

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Biopsi

Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah

mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk

mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis

apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat

seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk

contoh pemeriksaan tumor yang sudah diangkat.7

Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan

gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah

pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan

selanjutnya apakah berupa operasi kembali atau diberikan kemoterapi atau radioterapi.7

b. Pemeriksaan Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa fleksibel yang

ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat membantu untuk

melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi dengan baik melalui

pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi dapat merupakan pemeriksaan

penunjang sekaligus dapat berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi bedah pada

tumor sinonasal yang jinak.7

c. Pemeriksaan X-ray

13

Page 14: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti

udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi dengan

pemeriksaan CT scan.7

Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris

d. CT - Scan

CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang berbentuk lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid, sinus sphenoid

dan nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus maksilaris.

CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus

paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten

yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala

persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan

dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan

superior untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak.

Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya

dengan arteri karotis.3

e. Pemeriksaan MRI

MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan daerah

sekitar tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat

yang menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan

temuan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi

ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian

14

Page 15: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

canal, foramen ovale dan kanalis optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan

replacement signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal

berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang

mirip dengan otak.3,7

f. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)

PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh.

Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh

organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung

menggunakan energi secara aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner

kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sering

digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk staging dan surveillance. 3,7

2.8 Staging

Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM

didasarkan atas 3 kategori. Masing–masing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk

melukiskan keadaan masing– masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan

huruf, yaitu:

1. T = Tumor primer

a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.

b. Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.

2. N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional

a. Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3.

b. Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst.

3. M = Metastase jauh

Indeks angka saja : M0 dan M1.7

Tiap–tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri–sendiri untuk tiap jenis atau

tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit, dsb. Untuk satu

jenis kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya sebagai berikut :

Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu:

Sinus Maksillaris 3,7,12

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukanT0 Tidak terdapat tumor primerTis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang.

15

Page 16: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

T2Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid.

T3Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.

T4aTumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4bTumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.

Kavum Nasi dan Ethmoidal 3,7,12

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukanT0 Tidak terdapat tumor primerTis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

T2Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang

T3Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis.

T4aTumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4bTumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus.

Kelenjar Getah Bening Regional (N) 3,7

Nx Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjarN0 Tidak ada pembesaran kelenjarN1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2cMetastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Metastasis Jauh (M) 3,7

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 Tidak terdapat metastasis jauhM1 Terdapat metastasis jauh

Stadium Tumor Ganas dan Sinus Paranasal 3,7

16

Page 17: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

0 Tis N0 M0I T1 N0 M0II T2 N0 M0III T3 N0 M0

T1 N1 M0T2 N1 M0T3 N1 M0

Iva T4a N0 M0T4a N1 M0T1 N2 M0T2 N2 M0T3 N2 M0T4a N2 M0

IVb T4b Semua N M0Semua T N3 M0

IVc Semua T Semua N M1

2.9 Penatalaksanaan

Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis

menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana

pengobatan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama

untuk tumor sinus paranasal meliputi:

1. Pembedahan

Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah.

Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor.

Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang,

pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi

tumor dengan struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas.

Radiasi post operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada

beberapa kasus eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri

yang hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta

untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan

bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya.4,7

Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah

seperti reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau

kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut

mungkin membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi

ataupun reseksi anterior cranial base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang

direkomendasikan untuk tatalaksana kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat

17

Page 18: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

menyelamatkan organ vital seperti mata yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi

kraniofasial atau skull base surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada sinus

paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa jaringan tambahan

disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13

Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan

nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus,

dan keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi

bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah

endoskopik adalah mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan

lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat.4,13

Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan

kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit an menelan. Tujuan

utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi

dan rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi

kemampuan berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7

2. Radioterapi

Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada

stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai

adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti

pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi

lokal alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi

sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga

digunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi

yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi

internal). 2,9

3. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi

lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan

menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk

suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus

(setiap obat atau kombinasi obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat

minggu). Tujuan kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan

(baik sebagai adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant),

ataupun sebagai terapi paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor,

18

Page 19: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

mengurangi obstruksi, ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian

kemoterapi dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi

seperti pasien dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran

perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.4

2.10 Komplikasi

Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa

komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

1. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri

sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.4

2. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii. Tanda dan

gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo.

Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5

hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan.4

3. Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran

traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin

perlu dilakukan.4

4. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi

ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling

sederhana.4

2.11 Prognosis

Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi

prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis

histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status

batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan

banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil

pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.1,3

Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade

neoplasma seperti esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel

skuamos 44%, undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%.4

Walaupun demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik

dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun

sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.1

2.12 Kesimpulan

19

Page 20: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana sel-sel kanker ditemukan dalam

jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering

dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar

60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada

rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal dengan minoritas

sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3

Paparan asap hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama

yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40

tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Pasien

dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan

holistik multidisiplin ilmu.4,7

Tingkat rata-rata ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar

40% selama 5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka kesembuhan

hingga 80%. Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi radiasi memiliki

tingkat kelangsungan hidup kurang dari 20%.3

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : An. R

Umur : 5 tahun

20

Page 21: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : kayangan-KLU

Poli : 08 Agustus 2014

3.2. Anamnesis

♣ Keluhan Utama :

Benjolan di hidung sebelah kiri

♣ Riwayat Penyakit Sekarang :

Benjolan di dirasakan pada hidung sebelah kiri pasien sudah sejak 2 tahun yang

lalu. Awalnya benjolan dirasakan mengecil sehingga pasien tidak

menghiraukannya, namun lama kelamaan semakin membesar terutama dalam

waktu 2 bulan terakhir pasien merasakan benjolannya semakin cepat membesar.

Saat ini, pasien merasakan hidung sebelah kiri sangat tersumbat sehingga pasien

merasa kesulitan bernapas dari hidung. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering

keluar darah bercampur nanah yang berbau busuk dari hidung sebelah kiri. Pasien

juga mengeluhkan saat ini air mata yang keluar terus menerus, hal ini sudah

dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien menyangkal keluhan nyeri pada hidung,

demam, nyeri kepala, gangguan telinga, gangguan tenggorokan, maupun gangguan

penglihatan.

♣ Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

♣ Riwayat Penyakit Keluarga/Sosial :

Pasien tidak memiliki keluarga dengan keluhan yang serupa.

♣ Riwayat Alergi :

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, udara

ataupun hal lain.

3.3. Pemeriksaan Fisik

♣ Status Generalis :

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :

21

Page 22: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

- TD : - mmHg

- Nadi : 94 x/menit

- Respirasi : 24 x/menit

- Suhu : 36,9oC

♣ Status Lokalis :

Telinga

KANAN KIRI

Inspeksi Telinga Kanan Telinga KiriAuricula

Preauricula

Retroauricula

Edema (-) , Hiperemi (-), darah (-), massa (-)

Edema (-), Hiperemia (-), Massa (-), fistula (-), abses (-)

Edema (-), Hiperemia (-), Massa (-), fistula (-), abses (-)

Edema (-) , Hiperemi (-), massa (-)

Edema (-), Hiperemia (-), Massa (-), fistula (-), abses (-)

Edema (-), Hiperemia (-), Massa (-), fistula (-), abses (-)

Palpasi

MAE

Membran Timpani

Nyeri pergerakan auricular (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan retroauricula (-)

Edema (-), hiperremi (-), sekret (-), furunkel (-), serumen (-)

Intak, retraksi (-), bulging (-), berwarna putih bening, cone of light (+)

Nyeri pergerakan auricular (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan retroauricula (-)

Edema (-), hiperremi (-), secret (-), furunkel (-), serumen (-)Intak, retraksi (-), bulging (-), berwarna putih bening, cone of light (+)

Hidung

22

Page 23: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung KiriHidung luar Bentuk piramid, inflamasi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)Bentuk piramid, inflamasi (-), nyeri tekan (-), deformitas (+), terlihat ada tonjolan massa di dorsum nasi sebelah kiri

Rinoskopi AnteriorVestibulum nasi Ulkus (-) Tampak adanya massa sudah

mendesak sampai ke vestibulum nasi, permukaan licin, kesan rapuh

Meatus media Mukosa hiperemi (-), secret (-), konka nasi media (-), massa (-)

Sde

Meatus inferior Mukosa hiperemi (-), edema (-)

Sde

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Sde

Septum nasi Benda asing (-), perdarahan (-), Deviasi (+), terlihat septum berdeviasi karena massa yang mendesak dari hidung kiri

Sde

Cavum Nasi Bentuk (N), mukosa hiperemi (-), sekret mukopurulen (-) Massa (-)

Sde

Gambar :

23

Terlihat desakan dari bagian lateral sehingga menutupi rongga hidung sinistra dan mendesak septum nasi ke hidung kanan. Hiperemis (+). Konka tidak dapat dievaluasi.

Page 24: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Tenggorokan

Rongga mulut KeteranganMukosa bukalMukosa gigiMukosa faringTonsil

kanan kiri

Warna merah muda, hiperemi (-)Warna merah muda, hiperemi (-)Hiperemi (-), edema (-), ulkus (-), granul (-)

Hiperemi (-), ukuran T1Hiperemi (-), ukuran T1

Pemeriksaan Sinus Paranasal

SinusNyeri Tekan Transiluminasi

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Maksilaris (-) (-) Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Frontalis (-) (-) Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Pemeriksaan mata:

Pemeriksaan OD OS

Palpebra DBN DBN

Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Oftalmoplegia - -

3.4. Diagnosis

Massa sinonasal Sinistra et causa Suspect Angiofibroma

DD :

Angiofibroma

24

Page 25: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Polip

Keganasan

3.5. Planning

♣ Planning Diagnosis :

- Pemeriksaan laboratorium DL, LED, BT, CT, SGOT, SGPT, Ur, Cr

- Pemeriksaan CT Scan kepala.

- Nasoendoskopi Biopsi jaringan

- Ro Thorax

♣ Planning Terapi :

Pro Rinotomi lateralis

Analgetik : Asam Mefenamat 3 x 500 mg

♣ KIE

Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien kemungkinan besar menderita tumor

di hidung atau sinus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan CT scan untuk

mengetahui batas jelas tumornya.

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat kemungkinan jinak atau

ganas sehingga terapi diperlukan secepat mingkin untuk menghindari

penyebaran ke otak.

Perlu dilakukan biopsi jaringan untuk mengambil contoh tumor untuk

diperiksa apakah sel tumor jinak atau ganas, agar dapat ditentukan tindakan

lanjutan yang sesuai.

Menjelaskan pada pasien, bahwa berdasarkan stadium, tumor yang diderita

masih dalam stadium dini, sehingga nanti akan dilakukan operasi

pengangkatan tumor, dan setelah diangkat, akan diperiksa kembali hasil

tumornya untuk menentukan tindakan lanjutan pasca operasi.

Menjelaskan pada pasien, untuk keluhan nyeri yang dialaminya, pasien dapat

meminum obat anti nyeri jika perlu.

3.7 Prognosis

Dubia

25

Page 26: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

BAB 4

PEMBAHASAN

26

Page 27: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

Gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien adalah bengkak pada hidung dan terdapat

gejala hidung tersumbat, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sumbatan pada kavum

nasi kiri akibat sumbatan oleh massa itu sendiri dan sumbatan juga terjadi pada hidung kanan

akibat dinding lateral hidung kiri menekan ke medial, hal ini menunjukkan bahwa sudah

terdapat obstruksi pada nasal akibat suatu massa.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan gejala-gejala

yang lebih mengarahkan adanya tumor sinonasal. Berdasarkan gejala dan tanda yang nampak

pada pasien berupa adanya benjolan pada hidung kiri, hidung tersumbat, adanya massa di

kavum nasi, keluar sekret dari hidung yang sudah lama.

Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengetahui staging tumor

pada pasien ini, sehingga dapat dengan cepat direncanakan terapi yang akan dilakukan.

Terapi yang diberikan pada pasien bersifat simptomatis sementara menunggu Jadwal

operasi untuk mengangkat kanker tersebut.

Gambar Pasien

27

Page 28: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, editor. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. hal : 178-81.

2. Slomski G, Ph.D. Paranasal Sinus Cancer, Gale Encyclopedia of Cancer. 2002.

Available from : http://www.encyclopedia.com/c/2981-literature-and-arts.html

3. Agussalim, dr. Tumor Sinonasal. 2006. Universitas Sumatera Utara. Available

from :ht tp:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /24571/.../Chapter%20II.pdf

4. Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article /846995-overview#showall

28

Page 29: Lapsus Tumor Sinonasal Shakti

5. Dhingra P. Anatomy of Nose. in : Disease of Ear, Nose, and Throat 4th edition. 2010.

India. Elsevier. p 130-5,141,165.

6. Karanvilof B. Sinus Anatomy and Function. Available from :

http://www.ohiosinus.com/patient-info/sinus-anatomy-and-function

7. American Society of Clinical Oncology. Nasal Cavity and Paranasal Sinus Cancers.

2011. USA. Available from : http://www. cancer.net/cancer-types/nasal-cavity-and-

paranasal-sinus-cancer

8. Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor Ganas Kepala Leher. dalam :

BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6. Effendi H, Santoso RAK, editor. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 235-7, 429-44.

9. Siregar, BH. Head and Neck, Breast, Soft Tissue, Skin Tumor. 2005. Makassar. Oncology

Surgery Dept. of Hasanuddin University. hal : 4-19.

10. Surakardja, IDG. Onkologi Klinik. 2000. Fakultas kedokteran Universitas

Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. hal : 85-103.

11. Hermans, Robert. Neoplasms of the Sinonasal Cavities. in : Head and Neck Cancer

Imaging. Hermans R, ed. University Hospitals Leuven. Belgium. p 192-217.

12. Sargi RB, Casiano RR. Surgical Anatomy of the Paranasal Sinuses. in : Rhinologic and

Sleep Apnea Surgical Techniques. Kountakis SE, Onerci M, eds. 2007. Springer-Verlag

Berlin Heidelberg. p 17-26.

13. Holman PR, Weisman RA, Kavanagh et al. Lymphoma, Myeloproliferative Disorders,

Leukemia, and Malignant Melanoma. In : Head and Neck Manifestation of Systemic

Disease. Harris JP, Weisman MH, eds. 2007. Informa Healthcare USA, Inc. New York.

p 251-83.

14. Salam KS, Choudhury AA, Hossain MD, et al. Clinicopathological Study of Sinonasal

Malignancy. Bangladesh J Otorhinolaryngol 2009; 15(2):55-9.

15. Loevner L, Bradshaw J. Paranasal Sinuses and Adjacent Spaces. Radiology Dept. of the

University of Pennsylvania, USA and the Radiology Dept. of the Medical Centre

Alkmaar, the Netherlands. Available from :

http://www.radiologyassistant.nl/en/p491710c96a36d/paranasal-sinuses-and-adjacent-

spaces.html

29