laptut
DESCRIPTION
hTRANSCRIPT
STEP 1Pestisida: (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.STEP 2
1. Macam-macam pestisida?
2. Apa yang terjadi pada kasus?
3. Penatalaksaan pada kasus?
4. Jalur masuk pestisida ke dalam tubuh?
5. Alat pelindung diri yang seharusnya digunakan?
6. Pencegahan pada kasus?
STEP 3
1. Pestisida digolongkan berdasarkan Sasaran
Cara kerja
Struktur kimia
2. Keracunan organofosfat
3. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :
1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita
dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan
/atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam
segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena
bahaya aspirasi.
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih
dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan
nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke
mulut.
3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit
dicuci dengan air sabun.
3. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.4. Jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dapat melalui:
Dermal contamination
Inhalation
Oral
5. 1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh2. Semacam celemek (appron3. Penutup kepala
4. Pelindung mulut dan lubang hidung
5. pelindung mata
6. Sarung tangan
6. Pencegahan keracunan pestisida
Sebelum melakukan penyemprotan
Ketika melakukan aplikasi
Sesudah aplikasi
STEP 4
1. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas,
penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda,
karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya danberdasarkan bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu
(Wudianto, 2001):
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba-laba.
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.
8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
2. Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas
3. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan ruangan tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.
3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
5. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
6. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
7. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisida.
8. Antibiotik
Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.2.Keracunan organofosfat
Insektisida organofosfat adalah diantara pestisida yang paling toksik pada manusia dan paling banyak frekuensinya ditemukan keracunan insektisida. Tertelan sedikit saja seperti 2 mg pada anak-anak dapat menimbulkan kematian.
Farmakokonetik dan Mekanisme Kerja
Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan. Pada umumnya organofosfat yang diperdagangkan dalam bentuk thion (mengandung sulfur) atau yang telah mengalami konversi menjadi okson (mengandung oksigen), dalam okson lebih toksik dari bentuk thion. Konversi terjadi pada lingkungan sehingga hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang dapat lebih toksik dari pestisida yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke dalam bentuk mercaptan, yang merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk thion dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit. organofosfat. Mercaptan memiliki aroma yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya meliputi sakit kepala, mual, muntah yang selalu keliru sebagai akibat keracunan akut organofosfat.Konversi dari thion menjadi -okson juga dijumpai secara invivo pada metabolisme mikrosom hati sehingga okson menjadi pestisida bentuk aktif pada hama binatang dan manusia. Hepatik esterase dengan cepat menghidrolisa organofosfat ester, menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan cepat diekskresi.
Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) .
Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer.Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :
1. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik
2. sinaps postgamglion parasimpatik
3. neuromuscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas
insektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor.
Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati.Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinapssinaps kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.
Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan
stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit. Tanda dan GejalaKeracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES).
Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang terjadi.
Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.
Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja.
Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy(OPIDN).Sindrom ini berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat .
Laboratorium
Nilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan bersifat individual pada keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus. Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus menunggu hasil laboratotium.
Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan sebagai substrat) menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkanaktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan indikator.
Pada pekerja yang menggunakan organofosfat perlu diketahui aktivitas normal kolinesterasenya untuk dipakai sebagai pedoman bila kemudian timbul keracunan. Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih dari 50 % kolinesterase dihambat, berat ringannya tanda dan gejala sesuai dengan tingkat hambatan.3. Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin
dilakukan. Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan meningkatkan timbulnya korban akibat dosis letal. Beberapa puluh kali dosis
letal mungkin dapat diatasi dengan pengobatan cepat.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :
1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita
dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan
/atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.
3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit dicuci dengan air sabun.
4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.
Pengobatan
1. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini tidak berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang setiap 10 15 menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan berupa wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kemudian atropinisasi ringan ini harus dipertahankan selama 24 48 jam, karena gejala-gejala keracunan organofosfat biasanya muncul kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan sampai 50 mg atropin. Kemudian atropin dapat diberikan oral 1 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan menghilangkan gejala gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi pernafasan di otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.
2. Pralidoksim
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkantidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.4. Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004):
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh
dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh
droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat aplikasi
2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang
sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru,
sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di
selaput lendir atau kerongkongan.
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran
pernafasan adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi
Dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat
terjadi karena :
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung
tangan yang terkontaminasi pestisida.
d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.5. Pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu
aplikasi, tetapi juga mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah
aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh: ada banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana
cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat.
2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama menyemprot tanaman
yang tinggi.
4. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
5. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle, atau face shield.
6. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air. 7. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung celana panjang jangan dimasukkan ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.6. Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin
keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut: 1. Sebelum melakukan penyemprotan
a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat.
b. Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang akan digunakan atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida.
c. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama bahan aktifnya. Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.
d. Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan
penyemprotan, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung pekerjaan.
e. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi bocor.
f. Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci tangan dan keperluan lain.
g. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan dibawa ke tempat kerja.
2. Ketika melakukan aplikasi
a. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang arah angin keran drift pestisida dapat membalik dan mengenai diri sendiri. b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung pakaian kerja.
c. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot atau mengaplikasikan pestisida.
d. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah.
e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi langsung dengan mulut.
3. Sesudah aplikasi
a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.
b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan
pakaian sehari-hari.
c. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja,
sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti
pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.
d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.
e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau
seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.STEP 5Macam-macam pestisida