latep analisa.pdf
TRANSCRIPT
i
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM ANALISA PANGAN
OLEH :
KELOMPOK II
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2011
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun laporan tetap praktikum
Analisa Pangan, sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Laporan tetap
praktikum Analisa Pangan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
menyelesaikan mata kuliah Analisa Pangan. Semoga laporan tetap ini menjadi
bukti penanggungjawaban kami terhadap tugas-tugas yang di berikan.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kami kepada Asisten Praktikum
yang telah membimbing kami selama melakukan praktikum Analisa Pangan
dengan penuh tanggung jawab. Ucapan terimakasih pula kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
pengerjaan laporan tetap praktikum Analisa Pangan.
Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang menunjang dalam penyempuran laporan ini, semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.
Mataram, 26 Desember 2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………...…………..
KATA PENGANTAR ……………………………………………...…………..
DAFTAR ISI ……………………………………...…………………………….
DAFTAR TABEL ……………………………………...……………………….
ACARA I. KADAR AIR ……………………………………...………………..
ACARA II. KADAR ABU ……………………………………...………………
ACARA III. KADAR PROTEIN ……………………………………...………
ACARA IV. KADAR LEMAK ……………………………………...…………
ACARA V. KADAR VITAMIN C ……………………………………...……..
ACARA VI. KADAR GARAM ……………………………………...………...
ACARA VII. KADAR PATI ……………………………………...……………
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
iv
v
1
12
23
33
44
56
66
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1. Kadar Air Dalam Bahan (%)…………………………......................
Tabel 2.1. Kadar Abu Dalam Bahan (%)…………………………....................
Tabel 3.1. Kadar Protein Dalam Bahan ………………………...………...........
Tabel 4.1. Kadar Lemak Dalam Bahan (%)……………………………............
Tabel 5.1. Kadar Vitamin C Dalam Bahan …………………………................
Tabel 6.1. Kadar NaCl Dalam Bahan (%)…………………………...................
Tabel 7.1. Hasil Pengamatan Kadar Pati …………………………....................
Table 7.2. Penentuan Kurva Standar …………………………..........................
6
17
28
39
49
61
71
71
vi
ACARA I
KADAR AIR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Meskipun
bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan yang lain, namun air
sangat penting dalam proses biokimiawi bagi makhluk hidup. Air sangat
dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti pertanian, pengolahan makanan dan
sebagai air minum. Akan tetapi, bahan pangan harus dihilangkan airnya agar lebih
awet. Apabila bahan pangan memiliki kadar air yang tinggi maka dapat memicu
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti khamir, jamur dan bakteri yang
dapat merusak bahan pangan tersebut. Dalam praktikum ini akan ditentukan kadar
air pada bahan pangan yaitu rumput laut kering, manisan rumput laut dan dodol
rumput laut.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar air pada rumput
laut kering, manisan rumput laut dan dodol rumput laut.
vii
TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam penentuan
kadar air produk pangan dan hasil pertanian. Setiap metode mempunyai kelebihan
masing-masing pada setiap bahan yang dianalisis. Salah satu metode penentuan
kadar air yang banyak digunakan untuk produk pangan adalah metode oven.
Kelebihan metode ini adalah prosedurnya sederhana, mudah dilakukan dan
keakuratan data yang dihasilkan cukup baik. Akan tetapi waktu yang dibutuhkan
cukup lama dan agak sulit diterapkan pada sampel yang mengandung kadar gula
yang tinggi (Nazaruddin, 2007).
Jaringan hidup hewan atau tumbuhan lebih dari setengahnya terdiri dari air
dan semua reaksi biokimia yang melandasi kehidupan jaringan tersebut
berlangsung dalam media air. Air adalah suatu senyawa yang mempunyai sifat
istimewa. Ion OH-
dan H+ air sangat menentukan sifat bioligis dan struktur
molekul senyawa yang ada didalamnya, seperti protein, lipida dan banyak lagi
komponen lain dalam sel (Girindra, 1990).
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakannya, tekstur, serta cita rasa makanan kita, bahkan dalam bahan
makanan kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian
terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 1989).
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat
higroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum
2
viii
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering,
misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air.
Penyerapan air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat ; silika gel,
alumunium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium
oksida (Nazaruddin, 2000).
3
ix
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 23 November 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah oven pengering,
botol (kurs), pisau, timbangan analitik dan desikator, pipet tetes, penghancur
(cobek).
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah rumput laut,
manisan rumput laut, dan dodol rumput laut.
Prosedur Kerja
a. Ditimbang bahan sebanyak 2 gram dalam botol timbang yang telah diketahui
beratnya.
b. Dimasukkan kedalam oven pengering dan dikeringkan pada suhu 105⁰C
selama 4 jam.
c. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
d. Dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit.
e. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
4
x
f. Dilakukan langkah d dan e terus menerus sampai diperoleh berat konstan.
Berat konstan tercapai bila pada tiga kali penimbangan berturut menunjukkan
selisih kurang dari 0,0002 mg.
g. Dihitung kadar air berdasarkan berat basah (b.b) menggunakan :
%100(%) xlberatsampe
baKA
Dimana : a = berat botol + sampel sebelum dikeringkan.
b = berat botol + sampel setelah dikeringkan.
5
xi
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1.1. Kadar Air Dalam Bahan (%)
Bahan A
(gram) B (gram) Berat botol KA (%)
Rumput Laut 28,5060 27,7931 26,4702 2,5009
Manisan Rumput Laut 37,1725 36,9922 35,0943 0,4850
Dodol Rumput Laut 28,6616 28,4346 26,622 8,1653
Hasil Perhitungan
1. Rumput Laut
Diketahui : Berat botol = 26,4702 gram
Berat botol + sampel sebelum dikeringkan (a) = 28,5060 gram
Berat botol + sampel setelah dikeringkan (b) = 27,7931 gram
%100(%) xlberatsampe
baKA
%1002
7931,275060,28x
%1002
7129,0x
%65,35
2. Manisan Rumput Laut
Diketahui : Berat botol = 35,0943 gram
Berat botol + sampel sebelum dikeringkan (a) = 37,1725 gram
Berat botol + sampel setelah dikeringkan (b) = 36,9922 gram
%100(%) xlberatsampe
baKA
6
xii
%1002
9922,361725,37x
%1002
1803,0x
%02,9
3. Dodol Rumput Laut
Diketahui : Berat botol = 26,622 gram
Berat botol + sampel sebelum dikeringkan (a) = 28,6616 gram
Berat botol + sampel setelah dikeringkan (b) = 28,4346 gram
%100(%) xlberatsampe
baKA
%1002
4346,286616,28x
%1002
227,0x
%35,11
7
xiii
PEMBAHASAN
Air merupakan salah satu unsur yang penting dalam makanan dan sangat
esensial bagi kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Keberadaan air
sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang seperti pengolahan makanan, pertanian
maupun sebagai sumber air minum. Kadar air dari suatu bahan atau produk
menunjukkan persentase kandungan air yang dikandung oleh bahan atau produk
menunjukkan persentase kandungan air yang terdapat pada bahan atau produk
tersebut. Kadar air suatu bahan erat kaitannya dengan daya simpan dari bahan
tersebut. Semakin tinggi kadar airnya, maka umur simpan dari bahan tersebut
akan semakin pendek. Hal ini disebabkan karena bahan yang kadar airnya tinggi
memiliki aktivitas air (Aw) yang besar, dimana Aw adalah air bebas yang terdapat
pada bahan dan dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh.
Pengujian kadar air ini menggunakan sampel rumput laut kering, manisan
rumput laut, dan dodol rumput laut dengan metode thermogravimetri (oven).
Prinsip metode ini adalah menguapkan air yang ada pada bahan dengan cara
pemanasan, kemudian menimbang sampel sampai beratnya konstan yang berarti
semua air sudah diuapkan.
Hasil pengamatan kadar air pada rumput laut kering, manisan rumput laut,
dan dodol rumput laut didapatkan hasil yang berbeda. Kadar air dodol rumput laut
lebih tinggi dari pada kadar air manisan rumput laut dan rumput laut kering,
dengan jumlah kadar air dodol rumput laut itu sendiri yaitu sebanyak 9,02%
sedangkan pada manisan rumput laut 11,35% dan kadar air rumput laut kering
sebanyak 35,65%. Hal ini terjadi karena dodol merupakan produk pangan semi
8
xiv
basah yang memungkinkan jumlah kadar airnya akan tinggi dibandingkan dengan
produk pangan seperti Manisan rumput laut.
Sedikitnya kadar air yang terukur dalam manisan rumput laut terjadi
karena pada saat mempersiapkan sampel dan mengoven terjadi kesalahan
prosedur misalnya pemindahan sampel dari oven kedalam eksikator atau
sebaliknya tidak menggunakan alas tangan akibatnya terjadi kesalahan hasil dalam
proses penimbangan sampel tersebut. Proses penimbangan berpengaruh terhadap
hasil perhitungan. Apabila sampel yang ditimbang berbeda dengan ketentuan
berat sampel yang digunakan, maka hasil perhitungan yang didapatkan juga akan
berbeda. Oleh karena itu, berat sampel yang ditimbang harus mendekati ketentuan
berat sampel yang digunakan. Dalam proses penimbangan, praktikan juga harus
menggunakan kertas tisu untuk mengambil maupun meletakkan krus yang
digunakan agar air yang terdapat pada tangan kita tidak menempel pada krus yang
dapat mempengaruhi berat krus dan sampel.
Suhu pengeringan yang digunakan adalah sebesar 100-1050C dan konstan
karena pada suhu tersebut molekul air akan cepat terlepas dari bahan, karena
apabila suhu yang digunakan lebih dari 1050C, maka komponen dalam bahan
selain air akan ikut terlepas sehingga kadar air yang didapatkan tidak murni dari
air saja. Tetapi apabila suhu yang digunakan kurang dari 1000C, maka molekul air
akan lambat bahkan tidak terlepas dari bahan, sehingga perhitungan kadar air
yang diperoleh lebih rendah dari ketentuan yang ada pada literatur. Apabila suhu
yang digunakan tidak konstan, maka akan berpengaruh terhadap hasil
perhitungan.
9
xv
Selain itu, Suatu bahan yang sudah mengalami pengeringan akan lebih
bersifat higroskopis dari pada bahan asalnya. Dengan adanya eksikator, keadaan
bahan lebih terjaga. Eksikator tersebut sudah diberi zat penyerap air yaitu silicon
sehingga kadar air yang ada dalam bahan lebih mencerminkan kadar air
sebenarnya.
Pengeringan dalam oven dan pendinginan dalam eksikator harus dilakukan
sampai didapatkan berat konstan, dimana berat konstan akan tercapai bila dalam
tiga kali penimbangan berturut-turut menunjukkan selisih tidak kurang dari 0,02
mg.
10
xvi
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penentuan kadar air pada rumput laut kering, manisan rumput laut dan dodol
rumput laut dapat dilakukan menggunakan metode thermogravimetri.
2. Kadar air dodol rumput laut lebih tinggi dari pada kadar manisan rumput laut
3. Kadar air dalam rumput laut kering sebanyak 35,65% , sedangkan dodol
rumput laut 9,02% dan manisan rumput laut 11,35%.
4. Kadar air berpengaruh terhadap daya simpan bahan pangan.
5. Semakin tinggi kadar air pada bahan pangan, maka bahan tersebut akan
semakin cepat mengalami kerusakan dan umur atau daya simpannya lebih
pendek.
6. Suhu yang paling baik digunakan dalam proses pengeringan adalah 100-
1050C.
7. Suhu pengeringan yang konstan dan proses penimbangan bahan sangat
menentukan nilai kadar air dalam bahan.
8. Ketika memegang botol sebaiknya digunakan kertas tisu agar air yang
terdapat pada tangan praktikan tidak menempel pada krus yang dapat
mempengarui berat botol dan sampel.
11
xvii
ACARA II
KADAR ABU
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan
organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral
merupakan garam organik dan anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-
bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak terbakar. Zat yang tidak
terbakar ini disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada
macam bahan dan cara pengabuannya. Dalam praktikum ini dilakukan penentuan
kadar abu dalam beberapa bahan pengan yaitu rumput laut, manisan rumput laut,
dan dodol rumput laut.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar abu total pada rumput
laut, manisan rumput laut, dan dodol rumput laut menggunakan metode
pengabuan kering (AOAC).
xviii
TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat. Selain
kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan
dengan menetukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal
dengan pengabuan (Nazaruddin, 2000).
Penentuan kadar abu produk pangan dan hasil pertanian sangat penting
untuk mengetahui apakah produk pangan ini mengelami proses pengolahan yang
sempurna. Jenis bahan yang digunakan sintesis atau bukan dan mutu gizi dari
bahan makanan hasil pertanian. Metode penentuan kadar abu pada dasarnya dapat
dipilahkan menjadi 2, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah relatif lebih
cepat sedikit menggunakan sampel dan suhu yang digunakan untuk pengabuan
lebih rendah dibandingkan dengan cara kering. Akan tetapi cara basah pada
keadaan tertentu memerlukan bahan kimia (reagensia) berbahaya dan memrlukan
koreksi. Biasanya cara basah digunakan untuk menganalisa unsur-unsur mikro
bahan makanan (Afrianti, 2008).
13
xix
Kadar mineral dari suatu bahan makanan merupakan gambaran dari kadar
abu. Kadar abu merupakan material yang tertinggal apabila bahan makanan
dipijarkan dan dibakar pada suhu 500-8000C. Bahan-bahan organik yang ada
dalam bahan akan terbakar sempurna menjadi air, CO2 dan NH3, tetapi elemen-
elemen akan tertinggal sebagai oksidanya. Bahan dipanaskan dalam muffle
fornace pada suhu 500-8000C secara berangsur-angsur naik. Dengan mengetahui
berat krus yang digunakan yang awalnya kosong dapat dihitung berat abu yang
terjadi. Pengeringan, penimbangan harus dilakukan cepat karena abu yang telah
kering umumnya bersifat hyroskopik, sehingga apabila pengerjaannya lambat,
maka berat abu akan bertambah dimana abu menghisap uap air dari udara
(Sediaoetania, 2008).
Untuk pertumbuhan yang baik bagi manusia diperlukan empet belas unsur
mineral, baik yan telah ada dalam tubuh maupu yang harus ditambahkan dari luar.
Sehubungan dengan sangat dibutuhkan oleh tubuh maka beberapa produsen
makan kadang sengaja menambahkan mineral-mineral tertentu ke dalam makanan
untuk memperkaya mineral atau abu yang terdapat dalam makanan sehingga dapat
diketahui kualitasnya (Winarno, 2004).
14
xx
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 23 November 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikun ini antara lain krus,
timbangan analitik, pisau, penghancur bahan (cobek), tissue, muffle dan
eksikator.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dala praktikum ini adalah rumput
laut kering, manisan rumput laut, dan dodol rumput laut.
Prosedur Kerja
1. Ditumbuk halus sampel dan ditimbang sebanyak 4 gram.
2. Dimasukkan ke dalam muffle yang telah diketahui beratnya.
3. Dipanaskan di dalam tungku bakar listrik muffle pada suhu 600 0C selama 4
hari.
4. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
5. Dihitung kadar abu sampel menggunakan rumus :
%100% xBS
BAabu
15
xxi
Dimana :
BA = berat abu (gr)
BS = berat sampel (gr)
16
xxii
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1. Kadar Abu Dalam Bahan (%)
Bahan BA (gram) BS (gram) KA (%)
Rumput laut 1,0015 4,0067 24,9956
Manisan rumput laut 0,0198 4,0253 0,4918
Dodol rumput laut 0,017 4,3321 0,3924
Hasil Perhitungan
1. Rumput Luat
Diketahui : Berat botol = 18,1221 gr
Berat sampel = 4,0067 gr
Berat abu = 1,0015 gr
%100(%) xBS
BAKadarAbu
%1000067,4
0015,1x
%9956,24
2. Manisan Rumput Laut
Diketahui : Berat krus = 18,5945 gr
Berat sampel = 4,0253 gr
Berat abu = 0,0198 gr
%100(%) xBS
BAKadarAbu
%1000253,4
0198,0x
%4918,0
17
xxiii
3. Dodol Rumput Laut
Diketahui : Berat botol = 18,6030 gr
Berat sampel = 4,3321 gr
Berat abu = 0,017 gr
%100(%) xBS
BAKadarAbu
%1003321,4
017,0x
%3924,0
18
xxiv
PEMBAHASAN
Abu adalah zat anorganik yang merupakan sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik. Setiap bahan memiliki kandungan abu dan komposisi yang
berbeda-beda. Kadar abu suatu bahan berhubungan dengan mineral yang
dikandung oleh suatu bahan. Abu total dapat ditentukan dengan cara kering dan
cara basah. Pengabuan cara kering dilakukan untuk penentuan total abu dalam
suatu bahan makanan, sedangkan cara basah untuk trace element.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang tedapat pada suatu bahan pangan. Dimana telah di ketahui bahwa bahan
pangan terdiri atas 96% bahan organik dan air, dan sisanya merupakan unsur-
unsur mineral. Di dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik akan terbakar
dan bahan anorganiknya tidak terbakar, maka dari itulah disebut dengan kadar
abu.
Pada praktikum ini, ditentukan kadar abu pada rumput laut, manisan
rumput laut dan dodol rumput laut mengunakan pengabuan cara kering. Bahan
yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yaitu krus yang terbuat dari
porselin. Penggunaan krus porselin dapat mencapai berat konstan yang cepat.
Selain itu dalam memegang krus digunakan kertas tisu agar air yang terdapat pada
tangan tidak menempel pada krus yang akan mempengaruhi berat krus pada saat
penimbangan.
Penentuan kadar abu dalam suatu bahan dapat ditetapakan gravimeteri.
Apabila suatu bahan di panaskan pada suhu tinggi akan menjadi abu yang
berwarna putih. Untuk menentukan kandungan mineral pada ahan makanan,
19
xxv
bahan harus dihancurkan dan didestrusi terlebih dahulu. Cara yang biasa
dilakukan yaitu pengabuan kering atau pengabuan langsung dan pengabuan basah.
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan cara kering atau cara
langsung untuk penentuan kadar abu. Bahan yang digunakan berupa rumput laut,
manisan rumput laut dan dodol rumput laut. Penentuan kadar abu produk pangan
dan hasil pertanian sangan penting untuk dilakukan karena bertujuan untuk
mengetahui apakah produk tersebut mengalami proses pengolahan yang sepurna,
bahan yang digunakan sintesis atau bukan, dan untuk mengetahui mutu gizi dari
bahan makanan hasil pertanian.
Praktikum ini, rumput laut kering memiliki kadar abu yang paling tinggi
yaitu sebanyak 24,9956% sedangkan pada manisan rumput laut 0,4918% dan pada
dodol rumput laut sebanyak 0,3924%. Hal ini menunjukan bahwa kadar mineral
dalam rumput laut kering lebih tinggi dari pada kadar mineral pada dodol rumput
laut dan manisan rumput laut. Semakin tinggi kadar abu dalam suatu bahan maka
kadar mineral akan tinggi. Rumput laut merupakan bahan yang paling tinggi kadar
abunya, dibandingkan dua sampel lainnya, walaupun memiliki bahan dasar yang
sama yaitu rumput laut. Hal tersebut dikarenakan rumput laut asli belum
mengalami proses pengolahan, sehingga kadar abu serta kadar mineral lainnya
yang terkandung dalam bahan tersebut masih utuh. Beda halnya dengan manisan
rumput laut dan dodol rumput laut, penambahan beberapa bahan serta proses
pengolahan yang bervariasi menyebabkan sebagian abu dan mineral menghilang
dari bahan.
20
xxvi
Penambahan bahan pangan tersebut dapat menggunakan pengawet,
pewarna, penyedap,dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar abu
bahan antara lain komposisi bahan, temperatur pengabuan, lamanya pengabuan
dan wadah pengabuannya. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum
pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Sedangkan bahan yang mempunyai
kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak, pengabuan dilakukan dengan
suhu mula-mula rendah kemudian dinaikkan.
Temperatur pengabuan harus diperhatikan karena banyak elemen abu yang
dapat menguap pada suhu tinggi seperti unsur K, Na, S, Ca, Cl dan P. Suhu
pengabuan dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu. Adanya berbagai
abu yang mudah mengalami dekomposisi atau menguap pada suhu tinggi
menyebabkan suhu pengabuan tiap bahan dapat berbeda-beda tergantung
komponen yang ada dalam bahan tersebut.
Praktikum ini, pengabuan dilakukan pada suhu 5500C dan konstan.
Pengabuan ini dilakukan selama 4 hari dan dianggap selesai apabila diperoleh sisa
pengabuan yang berwarna putih. Sifat dari kadar abu yaitu semakin tinggi kadar
abu pada bahan pengolahan makan bahan tersebut kurang bersih dari
pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan antara kotoran rumput laut menjadi
sebuah bahan olahan manisan rumput laut dan dodol rumput laut. Tetapi pada
hasil pengujian menunjukkan bahwa pada pengolahan manisan rumput laut Dan
dodol rumput laut bersih karena kandungan kadar abunya hanya sedikit.
21
xxvii
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Kadar abu dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu pengabuan secara kering
dan secara basah.
2. Kadar abu rumput laut kering lebih tinggi dari pada tempe.
3. Jumlah kadar abu rumput laut kering sebanyak 24,9956%, sedangkan manisan
rumput laut sebanyak 0,4918% dan dodol rumput laut 0,3924%
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar abu yaitu komposisi bahan, lamanya
pengabuan serta wadah pengabuannya.
5. Kadar abu mempengaruhi kadar mineral suatu bahan. Apabila kadar abu dan
mineralnya tinggi, maka kualitas bahan baik. Sedangkan apabila kadar abunya
tinggi tetapi mineralnya rendah, maka kualitas bahan rendah.
6. Pengabuan dilakukan pada suhu yang konstan dan dianggap selesai apabila
diperoleh sisa pengabuan yang berwarna putih.
22
xxviii
ACARA III
KADAR PROTEIN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein berdasarkan sumbernya
dapat dibedakan menjadi dua yaitu potein nabati dan protein hewani. Salah satu
contoh makanan yang mengandung protein cukup tinggi adalah susu. Protein
dalam susu merupakan protein hewani. Selain susu, tempe dan tahu juga memiliki
kandungan protein yang tinggi. Tempe adalah salah satu produk olahan dengan
bahan baku kedelai. Untuk menentukan kandungan protein dalam bahan pangan,
pada praktikum ini metode yang digunakan yaitu metode Kjeldahl. Pada metode
ini terdapat 3 tahapan dalam penentuan protein, yaitu destruksi, destilasi dan
titrasi. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, kedelai, tempe dan tahu.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar protein pada
beberapa bahan pangan yaitu kadelai, tahu dan tempe.
xxix
TINJAUAN PUSTAKA
Metode Kjeldahl merupakan salah satu metode penentapan kadar protein
yang paling umum digunakan bagi bahan hasil pertanian dan produknya. Prinsip
metode ini adalah mengukur kadar nitrogen (N) sampel kemudian dikalikan
dengan suatu faktor konversi yang besarnya bergantung dari jenis bahan. Kadar N
sampel ditentukan berdasarkan jumlah N yang tereduksi seperti NH2 dan NH yang
ada dalam bahan sampel (Hassrulah, 2005).
Protein merupakan senyawa makromolekul dengan berat molekul yang
tinggi. Umumnya berkisar antara 5.000 sampai dengan 1.000.000 Dalton. Protein
tersusun dari asam-asam amino yang diikat oleh ikatan peptida. Protein
mempunyai beberapa fungsi, antara lain yaitu : sebagai biokatalisator (enzim),
protein cadangan, biopentransfer bahan, struktural dan protektif. Tetapi pada
umumnya protein dikenal sebagai bagian dari makanan yang dipergunakan
sebagai pengganti jaringan sel yang rusak (Burhanuddin, 2005).
Protein dalam kedelai terdapat dalam badan protein atau butir aleuron,
yang berdiameter 2-20 μm. Protein kedelai merupakan sumber yang baik untuk
semua asam amino esensial kedelai metionina dan triptofan. Protein kedelai
kelarutannya nisbi tinggi dalam air atau dalam larutan garam encer pada pH
dibawah atau di atas titik isolistriknya. Ini berarti protein kedelai digolongkan
sebagai globulin. Sifat kompleks campuran protein dalam kedelai ditunjukkan
oleh kenyataan bahwa elektroforesis gel globulin yang diendapkan oleh asam
(Winarno, 2004).
24
xxx
Protein susu sapi dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan kasein,
yaitu fosfoprotein dan meliputi 78% dari bobot total dan protein serum susu
meliputi 17% dari bobot total, sekitar 5% dari bobot total susu merupakan
senyawa yang mengandung nitrogen nonprotein (senyawa NNP) dan meliputi
peptida dan asam amino. Susu juga mengandung enzim yang jumlahnya sangat
sedikit, termasuk peroksidase, fosfatase asam, fosfatase basa, xantina oksidase dan
amilase. Setelah pemanasan, misalnya dengan pendidihan, sekitar 80% dari
protein dadih akan mengendap dengan kasein pada pH 4,6 (Puspitasari, 2008).
Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan
yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber
protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung dan
buah-buahan. Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa
nitrogen. Hewan yang makan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein
hewani. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah
sebagai berikut : karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang
0-3% dan fosfor 0-3% (Gardjito, 2003).
Nitrogen yang berasal dari protein disebut protein nitrogen (PN),
sedangkan yang berasal dari ikatan lain yang mengandung nitrogen tetapi bukan
protein, disebut non-protein nitrogen (NPN). Kesalahan yang terkandung di dalam
cara menentukan protein berdasarkan penentuan nitrogen total ini tergantung dari
besarnya jumlah NPN (Sediaoetania, 2000).
25
xxxi
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah timbangan analitik,
labu Kjedahl, lemari asam, destilator, penangas air, erlenmeyer, dan pipet tetes.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah kedelai, tahu dan
tempe.
Prosedur Kerja
a. Ditimbang bahan sebanyak 1 gram yang telah ditumbuk halus.
b. Ditimbang 1 gram selenium, dimasukkan dalam labu Kjedahl dan
ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 25 ml.
c. Didekstruksi sampai larutan menjadi bening.
d. Dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquades sampai
tanda batas kemudian digojog hingga homogen.
e. Dipipet larutan tersebut sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam labu
Kjedhal baru, ditambahkan indicator PP 2-3 tetes dan ditambahkan NaOH
kemudian didestilasi.
f. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N yang telah distandarisasi.
26
xxxii
g. Dihitung kadar protein menggunakan rumus :
( ) ( )
( )
Keterangan :
S = Volume titrasi sampel (ml)
B = Volume titrasi blanko (ml)
W = Berat sampel (mg)
N = Normalitas titran
27
xxxiii
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1. Kadar Protein Dalam Bahan
Bahan Kadar N Total (%) Kadar Protein (%)
Kedelai 7,2843% 45,5188%
Tahu 0,3642% 2,2763%
Tempe 0,8685% 5,4283%
Hasil Perhitungan
1. Kedelai
%100008,14
)((%) xxNx
W
BSlKadarNtota
%100008,141,0
1000
)2,04,10(xxx
= 7,2843%
Kadar protein = % N total x 6,25
= 7,2843% x 6,25
= 45,5188%
2. Tahu
%100008,14)(
(%) xxNxW
BSlKadarNtota
%100008,141,0
1000
)2,08,2(xxx
= 0,3642%
28
xxxiv
Kadar protein = % N total x 6,25
= 0,3642% x 6,25
= 2,2763%
3. Tempe
%100008,14)(
(%) xxNxW
BSlKadarNtota
%100008,141,0
1000
)2,04,6(xxx
= 0,8685%
Kadar protein = % N total x 6,25
= 0,8685% x 6,25
= 5,4283%
29
xxxv
PEMBAHASAN
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Protein ditemukan dalam berbagai jenis bahan
makanan, mulai dari kacang-kacangan, biji-bijian, daging unggas, seafood, daging
ternak, sampai produk susu. Selain itu produk olahan dari biji-bijian mengandung
protein yang tinggi seperti tempe dan tahu.
Biji kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang tinggi akan protein,
ada juga produk olahan dari biji kedelai yang proteinnya juga tinggi yaitu temped
an tahu. Kadar protein dalam bahan pangan dan produk olahan pangan ini sangat
berbeda-beda sehingga dilakukan pengukuran secara kuantitatif untuk mengetahu
jumlah kadar protein yang ada dalam 1 gram masing-masing bahan pangan dan
produk olahan pangan tersebut yang sudah dihaluskan. Tujuan dari
penghalusan/pengahancuran bahan baku sebelum dilakukan pengujian yaitu guna
menghancurkan jaringan-jaringan dan memecah sel sehingga komponen senyawa
protein yang ingin diamati bisa dipisahkan.
Berdasarkan hasil perhitungan secara kuantitatif didapatkan, bahwa jumlah
kadar protein pada kacang kedelai lebih tinggi yaitu 45,5188% dibandingkan
dengan kadar protein tahu yaitu 2,2763% dan kadar protein tempe sebanyak
5,4283%. Kacang kedelai yang tanpa pengolahan memiliki kadar protein yang
tinggi hal ini terjadi karena kandungan atau kadar Nitrogen totalnya tinggi yaitu
sebesar 7,2843%. Sedangkan kadar Nitrogen total pada tahu dan tempe relative
rendah. Hal terjadi karena kadar Nitrogen total pada produk kacang kedelai olahan
30
xxxvi
seperti tahu dan tempe sudah mengalami penguraian akibat dari pemanasan dan
perombakan nitrogen oleh mikroba tertentu. Sehingga volume titrasi akan lebih
banyak pada kacang kedelai tanpa olahan.
Menurut Burhanuddin (2005), bahwa kandungan protein dalam produk
olahan hasil fermentasi dari biji-bijian maupun kacang-kacangan seperti tempe,
tahu, oncom dan produk fermentasi lainnya akan lebih tinggi dibandingkan
dengan produk pangan yang tanpa dilakukan pengolahan. Dalam hal ini kacang
kedelai yang tanpa diolah kandungan protein yang lebih mudah dicerna oleh tubuh
manusia lebih sedikit dibandingkan dengan produk hasil olahan atau hasil
fermentasi.
Secara struktur, molekul protein merupakan suatu dan pada ujungnya
memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus
amina rantai panjang yang terdiri dari rantai asam amino yang terangkai melalui
adanya ikatan peptida (-NH2). Rantai panjang dari protein dapat mengalami
pemutusan ikatan karena adanya pengaruh pH dan suhu, sehingga gugus karboksil
dan gugus amina terpisah. dengan terjadinya pemisahan antara gugus karboksil
dan amina dapat diketahui berapa jumlah NH2 pada suatu bahan yang diduga
memiliki protein dengan penambahan pH dan proses pemanasan.
31
xxxvii
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida.
2. Kadar protein pada kacang kedelai lebih tinggi yaitu 45,5188% dibandingkan
dengan kadar protein tahu yaitu 2,2763% dan kadar protein tempe sebanyak
5,4283%.
3. Kadar Nitrogen total pada bahan pangan akan mempengaruhi kadar protein
suatu bahan.
4. Rantai panjang dari protein dapat mengalami pemutusan ikatan karena adanya
pengaruh pH dan suhu, sehingga gugus karboksil dan gugus amina terpisah.
5. Kadar protein dalam bahan pangan dan produk olahan pangan ini sangat
berbeda-beda sehingga dilakukan pengukuran secara kuantitatif untuk
mengetahu jumlah kadar protein yang ada dalam 1 gram bahan.
32
xxxviii
ACARA IV
KADAR LEMAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan hasil pertanian atau bahan pangan mengandung bahan organik seperti
lemak yang digunkan sebagai pelindung dibagian permukaan tubuh makhluk
hidup. Kadar lemak dalam bahan pangan sangat beragam. Salah satu bahan
pangan yang mengandung lemak tinggi yaitu kacang tanah.selain itu kacang hasil
olahan seperti kacang asin. Kedua kacag ini memiliki kadar lemak yang berbeda-
beda, untuk mnegetahui kadar lemak yang terdapat dalam kedua jenis kacang ini
dilakukan analisa dengan menggunakan beberapa metode slah satunya yaitu yang
digunkan dalam praktikum ini adalah dengan metode soxhlet.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar lemak berbagai
jenis bahan pangan yaitu kacang tanah dan kacang asin dengan menggunakan
metode soxhlet.
xxxix
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri
atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam,
sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K),
monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya
getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi
minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair,
yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Baharuddin, 2010).
Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut
semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi
selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel
kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat
yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini
menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebabkan penyaluran.
Walaupun begiru, metode ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada
metode kontinu (Whitaker, 1995).
Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan
dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-
bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction
liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser
(pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997).
34
xl
Langkah-langkah dalam metode Soxhlet adalah : menimbang tabung
pendidihan ; menuangkan eter anhydrous dalam tabung pendidihan, susun tabung
pendidihan, tabung Soxhlet, dan kondensator ; ekstraksi dalam Soxhlet ;
mengeringkan tabung pendidihan yang berisi lemak yang terekstraksi pada oven
1000C selama 30 menit ; didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (Harper,
1979).
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 sampai dengan 10 gram dan
kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat
sampel), di atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah
petroleum spiritus dengan titik didih 60 sampai dengan 80°C. Selanjutnya, labu
kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas.
Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60-
80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak
pada pelarut organik. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam
Soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas
listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan Soxhlet. Air untuk
pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak kemudian mulai dipanaskan
(Darmasih, 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati Soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor
mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke
thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam
thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon
35
xli
menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks.
Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi
selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan
(Darmasih, 1997).
36
xlii
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Desember 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah timbangan analitik,
botol timbel, tabung soxhlet, penangas air, destilator, labu soxhlet, dan oven
listrik.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah kacang tanah dan
kacang asin.
Prosedur Kerja
1. Ditimbang 10 gram bahan yang kering yang telah dihaluskan dan dimasukkan
kedalam botol timbel atau kantong yang terbuat dari kertas saring yang
dilapisi dengan kapas yang bebas lemak.
2. Dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet dan dipasangkan pada labu
soxhlet dan dipasangkan pada labu labu soxhlet yang telah diketahui beratnya
diatas penangas air.
3. Dituangkan 75 mL petroleum benzen melalui sampel bahan dalam tabung
soxhlet, maka potreleum benzen akan mengalir kedalam labu soxhlet.
37
xliii
4. Dialirkan air melalui kondensor dan diatur suhu penangas air sedemikian rupa
sehingga penguapan dan pengkondensasian serta pembahasan potreleum
benzen pada sampel terus terjadi.
5. Dilakukan ekstraksi sampel selama 6 jam. Setelah 6 jam, diambil timbel dan
didestilasi terus dilanjutkan sampai potreleum benzen terkumpul pada labu
soxhlet.
6. Dipindahkan potreleum benzen pada labu soxhlet dan residu hasil ekstraksi
bersama labu soxhlet dikeringkan denga oven listrik pada suhu 1000
C.
7. Dihitung kadar lemak dengan rumus :
Kadar lemak (%)
Keterangan :
Wr = berat residu dalam botol timbang yang dinyatakan sebagai berat
lemak (g)
Ws = berat sampel (g)
38
xliv
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Kadar Lemak Dalam Bahan
Bahan Berat residu (gr) Berat sampel (gr) Kadar lemak
Kacang tanah 2,2179 5,015
Kacang asin 2,714 5,0044
Hasil Perhitungan
1. Kacang Tanah
Wr = Berat labu soxhlet + Berat lemak – Berat labu soxhlet
= 34,6848 – 32,4669
= 2,2179
Ws = 5,015
Kadar lemak (%)
2. Kacang Asin
Wr = Berat labu soxhlet + Berat lemak –Berat labu soxhlet
= 39,6626 –36,9486
= 2,714
Ws = 5,0044
Kadar lemak (%)
39
xlv
PEMBAHASAN
Dalam mengetahui kadar lemak yang terdapat di bahan pangan dapat
dilakukan dengan mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara murni
sangat sulit dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi
pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak
bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus
bebas dari air (pelarut anhydrous) agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak
terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktivan pelarut tersebut menjadi
berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasi dengan beberapa metode
Terdapat dua metode untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering
dan metode ekstraksi basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai
prinsip bahwa mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut
dari sampel yang telah kering benar dengan menggunakan pelarut anhydrous.
Keuntungan dari dari metode kering ini, praktikum menjadi amat sederhana,
bersifat universal dan mempunyai ketepatan yang baik. Kelemahannya metode ini
membutuhkan waktu yang cukup lama, pelarut yang digunakan mudah terbakar
dan adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak. Pada praktikum penetapan
kadar lemak ini digunakan metode ekstraksi kering yaitu metode Soxhlet, dimana
ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode pemisahan yang dapat diandalkan
untuk memisahkan lemak yang terdapat dalam biskuit. Prinsip dari metode
soxhlet ini pada dasarnya sama dengan metode ekstraksi lainnya yaitu distribusi
analit diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
40
xlvi
Adapun dalam praktikum penentuan kadar lemak ini digunakan sampel
berupa kacang tanah dan kacang asin, dimana dari kedua sampel tersebut
dilakukan perbandingan persentase kadar lemaknya. Dari percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil berupa berat residu dari kacang tanah dan kacang asin
masing – masing yakni 2,2179 gram dan 2,714 gram. Sedangkan berat sampel
yang digunakan adalah sebesar 5 gram. Setelah dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus penentuan persentase kadar lemak, nilai kadar lemak untuk
sampel kacang tanah adalah , sedangkan nilai kadar lemak untuk sampel
kacang asin sebesar . Perbedaan nilai kandungan kadar lemak pada kedua
sampel tersebut walaupun memiliki bahan (asal) yang sama yakni kacang tanah
terletak pada perlakuan dalam pengolahannya. Kacang asin merupakan bahan
yang berasal dari kacang tanah, namun karena telah mengalami proses pengolahan
seperti dengan penambahan bahan/zat-zat tambahan pangan akan dapat
mempengaruhi nilai kandungan lemak pada kacang asin tersebut. Beda halnya
dengan kacang tanah, dimana komoditi tersebut belum atau tidak pernah
mengalami proses pengolahan, sehingga kandungan kadar lemak yang ditemukan
dalam pengamatan ini adalah sudah memang kadar lemak aslinya.
Dari hasil perhitungan yang telah didapatkan tersebut, kandungan lemak
tertinggi diperoleh pada kacang asin, Menurut Darmasih (1997), bahan hasil
pertanian seperti kacang tanah merupakan produk pangan yang memiliki
kandungan lemak yang sangat tinggi. Kejanggalan tersebut terjadi dimungkinkan
oleh adanya beberapa faktor seperti adanya kontaminan dari bahan lain yang pada
saat perlakuan mungkin melebihi batas ambang ketentuan yang telah ditetapkan,
41
xlvii
misalnya pada saat penambahan petroleum benzene, atau kemungkinan pada saat
penimbangan bahan yang tidak sesuai ketentuan (berlebihan atau kekurangan),
dan masih banyak lagi faktor yang kemungkinan menyebabkan kejanggalan itu
terjadi.
Tingginya kadar lemak pada kacang asin dikarenakan, kacang asin
merupukan produk olahan yang sudah mengalami proses penggorengan
menggunkan minyak. Hal ini memungkinkan kandungan kadar lemak akan lebih
meningkat dikarenakan minyak dari proses pengolahan.
Analisa kadar lemak suatu bahan pangan penting untuk dilakukan, karena
dengan adanya informasi berupa data hasil pengamatan akan dapat memberi
pedoman bagi semua kalangan khususnya praktikan untuk dapat memperbaiki
pola hidup dalam hal kecukupan kadar lemak pada tubuh. Lemak sendiri memiliki
manfaat yang sangat penting bagi tubuh, yakni sebagai sumber energi cadangan
apabila stok karbohidrat dalam tubuh menurun, sebagai pembawa beberapa
vitamin seperti vitamin A, D, E, dan K serta melindungi tubuh dari suhu dingin.
Selain bagi tubuh, lemak juga berperan dalam menentukan rasa dan kelezatan
pada makanan. Rasa lezat dan aroma sedap pada makanan merupakan pengaruh
dari lemak yang terkandung pada makanan.
42
xlviii
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat pada suhu ruang.
2. Lemak merupakan bahan yang dapat melarutkan vitamin-vitamin seperti
vitamin A, D, E, dan K.
3. Penentuan kadar lemak pada praktikum ini menggunakan metode Soxhlet.
4. Nilai kadar lemak pada kacang tanah lebih rendah daripada kacang asin.
5. Perbedaan kadar lemak terjadi karena perbedaan cara pengolahan pada
masing-masing bahan.
43
xlix
ACARA V
KADAR VITAMIN C
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangga, nanas, dan pisang merupakan bahan pangan yang banyak digemari
oleh masyarakat. Dikarenakan rasanya yang enak jumlah kandungan gizi dan serat
pangan yang dikandung oleh ketiga jenis komoditi ini cukup tinggi. Selain itu
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh juga terkandung dalam bahan pangan
tersebut. Kandungan vitamin dalam mangga, nanas dan pisang bervariasi
tergantung dari jenis bahan. Oleh karena itu, dalam hal ini dilakukan pengujian
atau penentuan kadar vitamin C pada buah mangga, pisang dan nanas dengan
menggunakan titrasi iodium.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar vitamin C
beberapa jenis bahan pangan yaitu pada Mangga, Pisang dan Nanas.
l
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu jenis vitamin yang
sangat penting untuk menjaga ketahanan tubuh dari berbagai penyakit. Peranan
utama vitamin C adalah membentuk kolagen (Setiawan, 2010). Kekurangan
vitamin C akan menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Gejalanya antara
lain terjadinya pembengkakan tenunan kolagen, infeksi dan demam. Pada anak-
anak, gusinya membengkak, empuk dan terjadi pendarahan (Nazaruddin, 2012).
Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Oleh karena itu, apabila
seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar, sebagian besar akan
dibuang keluar terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang
bergizi tinggi (Sitorus, 2008). Vitamin C sangat cepat diserap dari alat pencernaan
kemudian masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh.
Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, alkali,
enzim serta oleh katalis tembaga dan besi (Kusnawidjaja, 2007).
Konsumsi vitamin C untuk anak-anak dan orang dewasa Indonesia adalah
20-30 mg. Sedangkan untuk ibu-ibu yang sedang mengandung dan menyusui
perlu tambahan 20 mg. Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-
sayuran dan buah-buahan segar seperti jeruk, tomat, pepaya, cabe hijau dan lain-
lain. Kadarnya pada bahan pangan dan hasil pertanian sangat bervariasi
tergantung jenis, lingkungan tumbuh, dan cara pengolahan (Rasyid, 2007).
berkaitan dengan sumber vitamin C dalam bentuk alami.
Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan
kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa
45
li
ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama dari
vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang
dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Kusnawidjaja, 2007).
Penetapan vitamin C ini dilakukan dengan metode titrasi Iodimetri yaitu
titrasi dengan I2 sebagai titernya. Iodimetri merupakan titrasi langsung dan
merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya
adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi
antara sampel dengan ion iodide. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai
pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor , sebab
bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka
harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun
(menangkap electron). Jadi, tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun
reduktor saja. Dalam metode analisis ini, sampel dioksidasikan oleh I2, sehingga I2
tereduksi menjadi ion iodide (Anggorodi, 1985).
46
lii
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Desember 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah timbangan analitik,
blender, kertas saring, labu ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, pengaduk, botol
timbel, pipet titrasi, dan corong.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah Mangga, nanas
dan pisang.
Prosedur Kerja
a. Ditimbang bahan sebanyak 200 gram yang telah berbentuk slurry.
b. Ditimbang 15 gram slurry dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml.
ditambahkan aquades sampai tanda batas sambil digojog.
c. Disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung dalam Erlenmeyer 250 ml.
d. Ditambahkan beberapa tetes amilum 1% (bila larutan kurang jernih
ditambahkan 20 ml aquades).
e. Dititrasi dengan iodium 0,01N yang telah distandarisasi (mengandung 16
gram KI).
f. Dihitung kadar vitamin C menggunakan rumus :
47
liii
Keterangan :
T = Volume titrasi iodium (mL)
W = Berat bahan (g)
FP = Faktor Pengenceran
48
liv
HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan
Tabel 5.1. Kadar Vitamin C Dalam Bahan
Bahan
T (mL) W (g) FP Kadar
Vitamin C
I II I II I II I II
Nanas 1,80 1,70 10,009 10,0056 4 4 63 59,81
Pisang 1,42 0,54 10,0052 10,0032 10 10 36,94 47,50
Mangga 0,56 0,82 10,0035 10,0021 4 4 19,71 28,86
Hasil Perhitungan
1. Nanas I
Diketahui : T = 1,80 mL
W = 10,009 g
FP = 100/25 = 4
=
= 63 mg/100gram
2. Nanas II
Diketahui : T = 1,70 mL
W = 10,0056 g
FP = 100/25 = 4
49
lv
=
= 59,81 mg/100gram
3. Pisang I
Diketahui : T = 1,42 mL
W = 10,0052 g
FP = 100/10 = 10
=
= 36,94 mg/100gram
4. Pisang II
Diketahui : T = 0,54 mL
W = 10,0032 g
FP = 100/10 = 10
=
= 47,50 mg/100gram
5. Mangga I
Diketahui : T = 0,56 mL
W = 10,0035 g
FP = 100/25 = 4
lvi
=
= 19,71 mg/100gram
6. Mangga II
Diketahui : T = 0,82 mL
W = 10,0021 g
FP = 100/25 = 4
=
= 28,86 mg/100gram
lvii
PEMBAHASAN
Kadar vitamin C dalam suatu bahan hasil pertanian atau bahan pangan
pangan sangat berbeda-beda, tergantung dari jenis bahan, lingkungan
pertumbuhan dan proses pengolahan bahan tersebut menjadi suatu produk. Dala
praktikum ini dilakukan pengujian penentuan kadar vitamin C pada buah Mangga,
Nanas dan Pisang. Penentuan kadar vitamin C ini dilakukan dengan menggunakan
metode titrasi iodium yang biasa digunakan untuk menentukan kadar vitamin C
secara umum.
Berdasarkan hasil perhitungan, yang memiliki kadar vitamin C tertinggi
yaitu buah Nanas sebanyak 63 mg/100gram pada ulangan pertama dan 59,81
mg/100gram. Sedangkan buah Pisang memiliki kadar vitamin C paling rendah
dibandingkan dengan buah Mangga. Adapun kadar vitamin C buah Pisang yaitu
pada ulangan pertama didapatkan 36,94 mg/100gram dan ulangan kedua sebanyak
47,50 mg/100gram. Sedangkan kadar vitamin C buah Mangga yaitu 19,71
mg/100gram pada ulangan pertama dan 28,86 mg/100gram pada ulangan kedua.
Tingginya kadar vitamin C pada buah Nanas ditunjukan oleh banyaknya
volume titrasi iodium. Semakin tinggi jumlah titrasi iodium maka semakin tinggi
pula kadar vitamin C suatu bahan. Sebaliknya, semakin rendah volume titrasi
iodium maka semakin sedikit jumlah kadar vitamin C yang dikandung oleh bahan
tersebut.
Menurut Fania (2005), dalam penelitiannya mengenai kandungan vitamin
C dari berbagai jenis buah-buahan yang beredar di pasaran antara lain : Mangga
28 mg/100gr, Nanas 15 mg/100 gr, Pisang 9 mg/100gr. Serta menurut Data Kajian
52
lviii
Statistik Hortikultura Bandung, antara Nanas, Mangga dan Pisang, yang memiliki
kandungan vitamin C paling tinggi yaitu buah mangga. Baik itu, bahan yang
digunakan dalam usia yang masih muda maupun yang sudah matang.
Hasil penentuan kadar vitamin C yang dilakukan dalam praktikum ini
didapatkan hasil bahwa Nanas memiliki kandungan vitamin C yang paling tinggi.
Hal ini kemungkinan terjadi karena daerah penanaman buah nanas ini sngat cocok
untuk pertumbuhannya sehingga kandungan vitamin C nya tinggi. Selain itu
tingginya kadar vitamin C pada buah Nanas dikarenakan buah nanas tersebut
dipanen pada saat umur panen yang kemungkinan sedang memproduksi senyawa-
senyawa aktif yang memiliki nilai gizi tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Hal ini
dapat dilihat, Nanas yang digunakan dalam praktikum ini masih muda dan cukup
matang sehingga vitamin C yang didapatkan dalam 100 gram Nanas cukup tinggi.
Pengujian kadar vitamin C pada Pisang dan Mangga pada ulangan kedua
didapatkan hasil bahwa volume titrasi Mangga lebih tinggi dibandingkan dengan
volume titrasi pada Pisang. Padahal, setelah dilakukan perhitungan kadar vitamin
C pada Pisang lebih tinggi dari pada kadar vitamin C pada mangga. Hal ini
dikarenakan oleh faktor pengnceran yang berbeda. Faktor pengenceran pada
Pisang lebih tinggi dibandingkan dengan faktor pengenceran pada Mangga.
Sehingga memungkinkan kadar vitamin C yang terkandung dalam tiap 1 gram
Pisang lebih tingggi.
Rendahnya kadar vitamin C pada Mangga dalam praktikum ini,
kemungkinan terjadi karena buah Mangga yang dijadikan sampel sudah lama
dipetik dan disimpan. Hal ini akan mempengaruhi kandungan gizi yang ada dalam
53
lix
buah mangga. Karena pada umumnya, buah yang memiliki gizi yang cukup tinggi
merupakan buah segar yang baru saja dipetik atau dipanen. Sehingga vitamin C
yang menjadi salah satu gizi yang terkandung dalam mangga tersebut menurun
kadar dan mutunya.
Tingginya jumlah kadar vitamin C pada bahan pangan akan dipengaruhi
oleh jenis bahan. Yang dimaksud dalam hal ini yaitu, Mangga, Pisang dan Nanas
dipetik atau dipanen pada umur panen yang tepat atau tidak. Umur panen yang
tepat akan mempengaruhi kandungan senyawa yang ada dalam bahan tersebut.
Umur panen yang tepat memiliki kandungan gizi suatu bahan yang maksimal.
54
lx
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kandungan vitamin C suatu bahan dipengaruhi oleh jenis, lingkungan tumbuh,
dan cara pengolahan.
2. Mangga memiliki kandungan vitamin C yang tnggi dibandingkan dengan
Nanas dan Pisang.
3. Kandungan vitamin C dalam Pisang relative rendah dibandingkan dengan
Mangga dan Nanas.
4. Volume titrasi iodium akan mempengaruhi kadar vitamin C bahan.
5. Semakin tinggi volume titrasi, semakin tinggi pula kadar vitamin C yang
terkandung dalam suatu bahan.
55
lxi
ACARA VI
KADAR GARAM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Garam (Iodium) merupakan salah satu jenis mineral mikro yang berperan
penting dalam sistem fisiologis tubuh. Iodium ada di dalam tubuh dalam jumlah
yang sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0.00004 % dari berat badan atau
sekitar 15–23 mg (Almatsier, 2005). Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh
Courtois. Iodium merupakan sebuah anion monovalen. Keadaannya dalam tubuh
mamalia dan manusia sebagai hormon tiroid. Hormon-hormon ini sangat penting
selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolisme dan
produksi kalori atau energi (Almatsier, 2005). Pada praktikum ini dilakukan
analisa kadar Iodium yang terkandung dalam rumput laut kering, manisan rumput
laut dan dodol rumput laut.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar garam yang ada dalam
rumput laut kering, manisan rumput laut dan dodol rumput laut.
lxii
TINJAUAN PUSTAKA
Jumlah iodium yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan
untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Iodium diserap sangat
cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon
thyroid. Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan
cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status
iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25–20 mg I/g creatin)
menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan tingkatan yang lebih rendah
menunjukan risiko yang lebih berbahaya (Afrianti, 2008).
Penetapan kadar iodium suatu bahan pangan diperlukan untuk mengetahui
kandungan iodium yang terdapat dalam bahan pangan. Dengan mengetahui
kandungan iodium dalam bahan pangan tersebut nantinya akan digunakan untuk
mengukur tingkat kecukupan iodium sehari dari konsumsi bahan pangan tersebut.
Bahan pangan yang dianalisis terutama adalah garam dapur yaang terfortifikasi
karena garam dapur fortifikasi umumnya merupakan sumber iodium yang baik.
Namun, biasanya kandungan iodium dari berbagai merek dagang berbeda dalam
berat garam yang sama (Sediaoetania, Achmad, 2008).
Dalam rangka menuntaskan masalah GAKI (Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium) dan sekaligus mencegah meluasnya penyakit degeneratif
akibat rendahnya konsumsi serat pangan, maka perlu diupayakan pemanfaatan
rumput laut secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis
ketersediaan biologis (bioavailability) iodium dari rumput laut serta dampak
konsumsinya terhadap jumlah sel neuron otak dan kemampuan belajar tikus
57
lxiii
percobaan, (2) mengevaluasi peranan biologis serat pangan rumput laut terhadap
kemampuannya dalam menurunkan kadar kolesterol darah, (3) mengaplikasikan
pemanfaatan rumput laut dalam formula pembuatan aneka mi, makanan jajanan
tradisional, roti dan cookies (Made Astawan, Wresdiyati, dan Koswara, 2012).
Dodol rumput laut dibuat dengan menambahkan rumput laut untuk
meningkatkan nilai guna dari rumput laut. Dodol rumput laut memiliki prospek-
prospek yang baik untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang diperoleh dari
dodol rumput laut diantaranya adalah mengandung banyak dietary fiber, yaitu
serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Dodol
rumput laut diolah dengan menggunakan bahan utama rumput laut jenis
Eucheuma cottoni. Dodol rumput laut berwarna cokelat kemerahan dan kenyal
(Hambali, 2004).
58
lxiv
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 23 November 2012
di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikun ini antara lain krus,
timbangan analitik, pisau, penghancur bahan (cobek), tissue, muffle dan
eksikator.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dala praktikum ini adalah rumput
laut kering, manisan rumput laut, dan dodol rumput laut.
Prosedur Kerja
1. Dicuci abu dengan aquades dan dipindahkan kedalam erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambahkan 5 tetes K2CrO4 5% dan dititrasi dengan AgNO3 0,1M sampai
terbentuk warna orange.
3. Dihitung kadar garam (NaCl) dengan rumus :
( )
59
lxv
Keterangan :
T = Volume titrasi (ml)
M = Molaritas AgNO3
W = Berat sampel (mg)
60
lxvi
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 6.1. Kadar NaCl Dalam Bahan (%)
Bahan T M W Kadar NaCl (%)
Rumput laut 30,56 0,1 4,0067
Manisan rumput laut 30,56 0,1 4,0253
Dodol rumput laut 0,042 0,1 4,000
Hasil Perhitungan
1. Rumput Luat
Diketahui : T = 30,56 ml
M = 0,1 M
W = 4,0067 gram
( )
=
x 100%
=
4. Manisan Rumput Laut
Diketahui : T = 30,56 ml
M = 0,1 M
W = 4,0253 gram
( )
61
lxvii
=
x 100%
=
5. Dodol Rumput Laut
Diketahui : T = 0,042 ml
M = 0,1 M
W = 4 gram
( )
=
x 100%
=
62
lxviii
PEMBAHASAN
Penentuan kadar garam dalam praktikum ini menggunakan metode Mohr
yaitu metode titrasi secara langsung untuk pengendalian mutu secara rutin dan
memberikan hasil yang cukup memuaskan. Kadar garam yang ada dalam bahan
pangan sangat berbeda-beda, begitu pula yang terjadi pada produk pangan
manisan rumput laut dan dodol rumput laut.
Berdasarkan hasil pengamatan, rumput laut kering memiliki kadar garam
yang lebih tinggi yaitu 445,4289% sedangkan manisan rumput laut yaitu
443,3717% dan dodol rumput laut sebesar 0,6132%. Bahan yang digunakan
adalah rumput laut kering, manisan rumput laut dan dodol rumput laut yang telah
menjadi abu. Jadi, faktor yang menyebabkan perbedan kadar garam antara susu
rumput laut, manisan rumput laut dan dodol rumput laut terletak pada kadar
abunya.
Menurut Sulistia (2008), bahwa kadar garam pada produk pangan olahan
akan lebih tinggi dari pada produk pangan yang tanpa melalui proses pengolahan
yang smpurna, dikarena pada saat proses pengolahan kadar Iodium suat bahan
akan dikontrol dan dengan penambahan bahan lain yang memiliki kandungan
Iodium yang hampir sama guna meningkatkan dan menyeimbangkan produk hasil
olahan sperti manisan. Namun dalam praktikum ini produk yang tanpa pengolahan
memiliki kadar garam yang tinggi dibandingkan dengan produk olahan. Hal ini
kemungkinan terjadi karena, pada saat pengolahan dodol rumput laut dan manisan
rumput pengolahannya tidak sempurna dan tidak ditambahkan bahan lain yang
dapat mengontrol kadar garam yang berkurang pada saat proses pengolahan.
63
lxix
Faktor komposisi bahan juga akan mempengaruhi kadar garam suatu
produk pangan. Garam akan tercampur dengan protein, lemak dan karbohidrat,
serat, vitamin, dan bahan lain yang ditambahkan pada produk olahan tersebut
sehingga komposisi garam dalam produk akan diseimbangkan dengan kadar
bahan lainnya. Selain itu, volume titrasi juga mempengaruhi kadar garam dalam
suatu bahan. Apabila volume titrasi tinggi, maka kadar garam pada bahan juga
tinggi. Hal ini disebabkan karena larutan penitrat akan bercampur dengan molekul
NaCl yang ada pada bahan. Semakin sedikit kandungan NaCl pada bahan, maka
semakin sedikit larutan penitrasi yang ditambahkan untuk mengubah larutan yang
berwarna putih keruh menjadi kuning keruh. Warna kuning keruh yang terbentuk
menandakan bahwa molekul NaCl mengikat larutan AgNO3 yang ditambahkan
pada bahan, sehingga jumlah titrasi dodol rumput laut lebih sedikit dibandingkan
dengan rumput laut kering dan manisan rump[ut laut.
NaCl yang ditambahkan dalam bahan makanan berfungsi sebagai buffer
(penyangga) agar terjadi keseimbangan antar komposisi lainnya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kadar abu pada susu berbanding lurus dengan kadar garam.
64
lxx
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Metode untuk menentukan kadar garam dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode Mohr dan Metode Volhard.
2. Kadar garam rumput laut kering lebih tinggi dari pada kadar garam rumput
laut hasilo olahan seperti dodol rumput laut dan manisan rumput laut..
3. Jumlah kadar garam rumput laut kering sebanyak %, sedangkan
manisan rumput laut sebanyak % dan dodol rumput laut %.
4. Jumlah titrasi dodol rumput laut lebih sedikit dibandingkan dengan rumput
laut kering dan manisan rumput laut.
5. NaCl yang ditambahkan dalam bahan makanan berfungsi sebagai buffer
(penyangga) agar terjadi keseimbangan antar komposisi lainnya.
6. Faktor komposisi bahan akan mempengaruhi kadar garam suatu produk
pangan.
65
lxxi
ACARA VII
KADAR PATI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pati merupakan komponen karbohidrat yang tidak larut dalam air dan
menyimpan kelebihan glukosa yang dijadikan sumber energi oleh makhluk hidup.
Bahan hasil pertanian yang mengandung kadar pati yang cukup tinggi yaitu salah
satunya ubi jalar. Ubi jalar ada dua macam yaitu ubi jalar ungu dan ubi jalar putih,
kedua jenis ubi tersebut merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh
masyrakat pada umunya. Oleh karena itu dilakukan dilakukan analisis terhadap
kandungan atau kadar pati yang ada dalam kedua jenis ubi jalar tersebut.
Kemudian dibandingkan mana yang lebih tinggi kadar pati antara kedua bahan
hasil pertanian tersebut.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar pati pada bahan
hasil pertanian yaitu pada ubi jalar putih dan ubi jalar ungu.
lxxii
TINJAUAN PUSTAKA
Pati merupakan karbihidrat cadangan yang terdapat dalam tanaman
umumnya terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilokpiktin. Beberapa sifat
pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air. Tetapi larut
dalam air panas dapat membentuk gel/ sol. Penguraian tidak sempurna dari pati
menghasilkan dextrin. Pati merupakan homopolir glukosa dengan ikatan
glikosidik. Pati terdapat dalam bentuk granub dan terdapat dalam berbagai
macam–macam bagian tanaman (Nazaruddin, 2012).
Bentuk dan ukuran butir pati ternyata memberikan sifat yang khas pada
masing–masing tanaman. Dengan melihat bentuk dari butir pati dapat ditentukan
asal dari butir–butir tersebut. Karena pati merupakan polimer dari molukul
glukosa yang mengalami kondisasi akibat reaksi enzimatis dalam tanaman hidup
maka hidrolisa dari senyawa pati ini akan menghasilkan unit–unit glukosa.
Penentuan kandungan pati dalam suatu bahan makanan dapat ditentukan dengan
beberapa metode, antara lain : metode hidrolisis asam, metode polimer, metode
ekstraksi asam perklorat, dan metode enzmatis (Hawab, 2004).
67
lxxiii
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah timbangan analitik,
alat penganduk otomatis, kertas saring, spektrofotometer, tabung reaksi, pH
stick, destilator, penangas air, Erlenmeyer, dan pipet tetes.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah ubi jalar putih dan
ubi jalar ungu.
Prosedur Kerja
a. Mentukan pati dengan metode AOAC
1. Ditimbang bahan sebanyak 1 gram yang telah berbentuk slurry.
2. Ditambahkan aquades dan diaduk selama 1 jam.
3. Disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume
viltrat 250 ml.
4. Dicuci 5x dengan 10 ml ether, alcohol 10% untuk membebaskan
karbohidrat yang terlarut dari bahan yang mengandung lemak, maka pati
yang terdapat sebagai residu.
68
lxxiv
5. Dipindahkan secara kuantitatifdari kertas saring ke dalam erlenmeyer
dendan pencucian 200 ml aquades dan ditambahkan 20 ml HCl + 25% (
berat jenis 1, 125), ditutup dengan pendingin dan dipanaskan diatas
penangas air mendidih selama 2,5 jam.
6. Dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume
500ml, kemudian disaring.
7. Ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang
diperoleh. Berat glukosa dikalikan 0,9 merukan berat pati.
b. Penentuan kurva standar
1. Disiapkan larutan glukosa standar ( 1 mg glukosa anhidrat/ml )
2. Diencerkan larutan standar tersebut dalam labu ukur 50 ml, sampai
diperoleh larutan standar dengan kadr glukosa: 2,4,6 dan 8 mg/ml
3. Disiakan 5 tabung reaksi yang bersih, masing- masing diisi dengan 2 ml
larutan standar tersebut diatas, satu tabung diisi 2 ml air suling sebagai
blangko.
4. Dimasukkan tabung-tabung tersebuk kedalam penangas air yang suhunya
dijaga konstan pada 300C selama 5 menit agar suhu larutan dalam tabung
mencapai 300C dan dibiarkan tung-tabung tetap dalam penangas air
tersebut.
5. Ditambahkan 1 ml larutan glucose test, dicatat saat penambahan larutan
tersebut.untuk ketetapan waktu, dianjurkan selang waktu antara
penambahan laruta glukose test pada 1 tabung ke tabung lainya dibua ajeg,
69
lxxv
waktunya misalnya 30 detik. Jadi mula-mula tabung pertama, 30 detik
kemudian tabung ke 2 dan seterusnya.
6. Dilakukkan penambahan glukose test, reaksi dihentikan dengan
penambahan 10 ml larutan H2SO4 ( 1+3), selang waktu penambahan
larutan asam sulfat pada satu tabung dengan tabung berikutnya dan dibuat
ajeg seprti pada penambahan larutan glucose test di atas, sehingga lamanya
inkubasi pada setiap tabung adalah sam yaitu 30 menit.
7. Digojog sampai homogen dan didinginkan sehingga mencapai suhu
rungan.
8. Terala optical density ( OD) larutan-larutan tersebut dengan menggunakan
kuvet 1 cm pada panjang gelombanh 540 nm.
9. Dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara kosentrasi
glukosa dan OD.
70
lxxvi
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasi Pengamatan
Tabel 7.1. Hasil Pengamatan Kadar Pati
Bahan Absorban (glukosa) Kadar pati
Ubi Jalar Putih 0.300 0.29
Ubi Jalar Ungu 0.394 0.35
Table 7.2. Penentuan Kurva Standar
Konsentrasi sampel Nilai absorban
0 0.087
2 0.208
4 0.329
8 0.558
10 0.682
Perhitungan
1. Ubi Jalar Putih
Kadar pati = berat glukosa (absorban) x 0.9
= 0.300 x 0.9
= 0.29
2. Ubi Jalar Ungu
Kadar pati = berat glukosa (absorban) x 0.9
= 0.394 x 0.9
= 0.35
71
lxxvii
PEMBAHASAN
Pati merupakan karbohidrat cadangan yang terdapat dalam tanaman
umumnya terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilokpektin. Beberapa sifat
pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air. Tingginya
kadar pati dalam suatu tanaman atau bahan pangan sangat bervariasi, hal itu
tergantung dari jenis bahan pangannya, dan produk olahan bahan pangan tersebut
bagaimana.
Bahan pangan yang menjadi sampel dalam praktiku ini yaitu Ubi Jalar
Putih dan Ubi Jalar Ungu. Untuk menentukan kadar pati dari kedua jenis bahan
pangan ini dapat dianalisa dengan menggunakan metode AOAC dan penentuan
kurva standar. Dalam hal ini dengan penentuan kurva standar bertujuan untuk
membandingkan nilai absorbansi yang memiliki konsentrasi pati 0 sampai dengan
konsentrasi 10 dengan absorbansi pati yang ada dalam bahan pangan.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan kadar pati yang lebih tinggi
terdapat pada ubi jalar ungu yaitu sebesar 0,35 dengan nilai absorbansinya sebesar
0,394. Jika dibandingkan dengan kurva standar hal ini menunjukan bahwa jumlah
atau konsentrasi bahan (ubi jalar ungu) dalam sampel tersebut dengan konsentrasi
4. Sedangkan pada ubi jalar putih kadar pati yang didapatkan sebesar 0,29 namun
nilai absorbansinya tetap erada pada kisaran 3. Hal ini memungkinkan kadar pati
yang terkandung dalam ubi jalar putih dan ubi jalar ungu tidak jauh berbeda
dikarenakan nilai absorbansinya masih berada pada kisaran 3 dan menunjukan
banyaknya konsentrasi ubi jalar putih yang menjadi sampel tersebut sebanyak 4.
72
lxxviii
Tingginya kadar pati bahan pangan yang ditentukan dengan menggunakan
metode AOAC dan dengan penentuan kurva standar akan ditentukan dengan
tingginya nilai absorbansi suatu bahan. Semakin tinggi nilai absorbansinya maka
semakin tinggi pula kadar pati yang ada dalam bahan pangan yang menjadi
sampel tersebut.
73
lxxix
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pati merupakan karbohidrat cadangan yang terdapat dalam tanaman umumnya
terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilokpektin.
2. Tingginya kadar pati dalam bahan pangan sangat bervariasi, tergantung dari
jenis bahan dan pengolahannya.
3. Untuk menentukan kadar pati suatu bahan pangan dapat dianalisa dengan
menggunakan metode AOAC.
4. Kadar pati ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati yang
ubi jalar putih
5. Semakin tinggi nilai absorbansi sampel maka semakin tinggi kadar pati yang
terkandung dalam bahan tersebut.
74
lxxx
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.H. 2008. Abu Dan Mineral Bahan Pangan. Cakrawala. Bandung.
Anggorodi, R.1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.
UI-Press. http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-
kesehatan/80 kand ungan-vitamin-c-buah.html (Diakses pata tanggal 10
Desember 2012).
Anonim. 2012. Lemak. http://wikipedia.org/wiki/lemak. (Diakses tanggal 22
Desember 2012).
Burhanuddin, 2005. Petunjuk Praktikum Analisa Pangan. Fakultas Teknologi
Industri Pangan. Universitas Tribuana Tungga Dewi. Malang.
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. Peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-
24.pdf. diakses tanggal 22 Desember 2012.
Fania, R. 2005. Uji Kandungan Vitamin C Buah-buahan Lokal. Karya Tulis.
Fakultas Pertanian. Universitas Tribuana Tungga Dewi. Malang.
Gardjito, Murdijati., 2003 . Hortikultura Teknik Analisa Pasca Panen. Trans
Media Yogyakarta.
Girindra, 1990. Biokimia I. PT Gramedia. Jakarta
Hambali, Erliza, Ani Suryani, Wadli. 2006. Membuat Aneka Olahan Rumput
Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hassrulah, 2005. Analisa Bahan Hasil Pertanian. Bumerang Press. Bandung.
Hawab, HM. 2004. Pengantar Biokimia. Bayu Media Publishing. Jakarta
Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia. Jakarta: Penerbit EGC.
Kusnawidjaja, K. 2007. Petunjuk Praktikum Biokimia. Universitas Negeri
Yogyakarta: Yograkarta.
Made Astawan, Wresdiyati, dan Koswara, 2012. Pemanfaatan Iodium Dan Serat
Pangan Dari Rumput Laut Untuk Peningkatan Kecerdasan Dan
Pencegahan Penyakit Degeneratif. Penelitian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Nazaruddin, 2007. Petunjuk Praktikum Analisa Hasil Pertanian. Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
lxxxi
Nazaruddin, 2000. Analisa Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Mataram. Mataram
Nazaruddin, 2012. Analisa Hasil Pertanian. Universitas Mataram. Mataram
Puspitasri, 2008. Biokimia Umum. Gramedia. Jakarta.
Rasyid, 2007. Biokimia Umum. Erlangga. Jakarta.
Sediaoetama, Achmad D. 2000. Ilmu Gizi Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta.
Setiawan, W. 2010. Analisis Hasil Pertanian. PT. Gramedia. Jakarta.
Sitorus, R. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Pangan. Fakultas Pertanian.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sulistia, Wr. 2008. Pemanfaatan Rumput Laut Untuk Menignkatkan Kadar
Iodium Dan Kadar Serat Pangan Selai. Karya Tulis. Teknologi Pertanian.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta
Whitaker, M.C. 1995. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry.
Easton: Eschenbach Printing Company.