lembaran daerah kabupaten sijunjunglabpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/ld-2.doc · web...
TRANSCRIPT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNGNOMOR URUT 2 TAHUN 2008
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 1
PERATURAN DAERAHKABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG,
Menimbang a. bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, maka Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dalam melakukan tertib pengelolaan barang milik daerah perlu mengaturnya secara jelas dan tegas;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
2
10. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4330), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
12. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2007 Nomor 6).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
dan
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung;2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah;3. Bupati adalah Bupati Sawahlunto/Sijunjung;
3
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjut disebut DPRD adalah lembaga dewan perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah;
5. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah;
6. Pengelola Barang Milik Daerah selanjutnya disebut pengelola adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah;
7. Pembantu pengelola barang milik daerah selanjutnya disebut pembantu pengelola adalah pejabat yang yang bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada satuan kerja perangkat daerah;
8. Pengguna Barang milik daerah selanjutnya disebut pengguna adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah;
9. Kuasa Pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaanya;
10. Penyimpan barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang.
11. Pengurus barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk mengurus barang daerah dalam proses pemakaian yang ada di setiap satuan kerja perangkat daerah/unit kerja
12. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat daerah selaku pengguna barang
13. Unit Kerja adalah bagian SKPD selaku kuasa pengguna barang14. Pengelolaan Barang Daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan
terhadap barang daerah yang meliputi perencanaan, penentuan kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian pemeliharaan, pengaman status hukum serta penatausahaanya;
15. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan yang akan datang;
16. Pengadaan adalah kegiatan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan barang dan jasa;
17. Penyaluran adalah kegiatan untuk menyalurkan/pengiriman barang milik daerah dari gudang induk/gudang unit ke unit/satuan kerja pemakai;
18. Pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua barang daerah selalu dalam baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna;
4
19. Pengamanan adalah kegiatan tindakan pengendalian dalam pengurusan barang milik daerah dalam bentuk fisik, administrasi dan tindakan upaya hukum
20. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD;
21. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfataan, dan bangun serah guna/bangunan guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan;
22. Sewa adalah pemanfataan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai;
23. Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang;
24. Kerjasama Pemanfataan adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya;
25. Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu;
26. Bangun Serah Guna adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati;
27. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaanya;
28. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah;
29. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang;
5
30. Tukar menukar barang mulik daerah/tukar guling adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat antara Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang;
31. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antara pemerintah daerah atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian;
32. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya ;
33. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah;
34. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan barang milik daerah;
35. Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang daerah;
36. Daftar Barang Pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBP, adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna barang;
37. Daftar Barang Kuasa Pengguna yang selanjutnya disingkat dengan DBKP, adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing kuasa pengguna barang;
38. Pihak lain adalah pihak-pihak lain di luar satuan kerja perangkat daerah,39. Standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah adalah
pembakuan ruang kantor, perlengkapan kantor, rumah dinas, kendaraan dinas dan lain-lain barang yang memerlukan standarisasi;
40. Standarisasi harga adalah penetapan besaran harga barang sesuai jenis, spesipikasi dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu.
Pasal 2
Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik Negara.
6
Pasal 3
(1) Barang milik daerah meliputi : a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD;b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang
sejenis;b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak;c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-
undang; ataud. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 4
(1) Pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan azas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai;
(2) Pengelolaan barang milik daerah meliputi : a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;b. pengadaan;c. penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;d. penggunaan;e. penatausahaanf. pemanfataan;g. pengamanan dan pemeliharaan;h. penilaian;i. penghapusan;j. pemindahtanganan;k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;l. Pembiayaan;m. Tuntutan Ganti Rugi
BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 5
7
Maksud pengelolaan barang milik daerah adalah untuk :a) Mengamankan barang Daerah;b) Menyeragamkan langkah-langkah dan tindakan dalam pengelolaan
barang Daerah;c) Memberikan jaminan/kepastian dalam pengelolaan barang Daerah.
Pasal 6
Tujuan pengelolaan barang milik Daerah adalah untuk :a) Menunjang kelancaran pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan Daerah;b) Terwujudnya akuntabilitas dalam pengelolaan barang milik Daerah;c) Terwujudnya pengelolaan barang milik Daerah yang tertib, efektif
dan efisien.
BAB III PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH
Bagian Kesatu Pengelola Barang
Pasal 7
(1) Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah;(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai
wewenang :a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang daerah;b. menetapkan penggunaan, pemanfataan atau pemindahtanganan
tanah dan bangunan;c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang
memerlukan persetuan DPRD;e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik
daerah sesuai batas kewenangannya;f. menyetujui usul pemanfataan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan.(3) Dalam melaksanakan ketentuan pada ayat (1), Bupati dibantu oleh :
a. Sekretaris Daerah selaku pengelola;b. Kepala Badan/Kepala Dinas/Kepala Bagian Aset Daerah selaku
pembantu pengelola;c. Kepala SKPD selaku pengguna;
8
d. Kepala UPTD selaku kuasa pengguna;e. Penyimpan barang milik daerah; danf. Pengurus barang milik daerah.
(4) Sekretaris Daerah selaku pengelola berwenang dan bertanggung jawab:a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik
daerah;b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan
pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;d. mengatur pelaksanaan pemanfataan, penghapusan dan
pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
(5) Kepala Badan/Kepala Dinas/Kepala Bagian Aset Daerah selaku pembantu pengelola, bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD.
Bagian KeduaPengguna Barang
Pasal 8
(1) Kepala SKPD adalah pengguna barang milik daerah;(2) Kepala SKPD berwenang dan bertanggungjawab :
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Bupati melalui pengelola;
b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Bupati melalui pengelola;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaanya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
9
f. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan bangunan kepada Bupati melalui pengelola;
g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya kepada Bupati melalui pengelola ;
h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya;
i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasannya kepada pengelola;
(3) Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab :a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja
yang dipimpinan kepada Kepala SKPD yang bersangkutan;b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang
berada dalam penguasannya;c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaanya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpin;
d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasannya;
e. melalukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasannya; dan
f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasannya kepada Kepala SKPD yang bersangkutan.
(4) Penyimpan barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna; dan
(5) Pengurus barang bertugas mengurus barang milik daerah dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.
BAB IVPERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN
Pasal 9
10
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran SKPD setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.
(2) Perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.
(3) Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintah daerah dan standarisasi harga yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(4) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan acuan dalam menyususn Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).
(5) Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing SKPD sebagai bahan penyusunan Rencana APBD.
Pasal 10
Pengelola bersama pengguna membahas usul Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah/Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah masing-masing SKPD tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna dan/atau pengelola untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).
Pasal 11
(1) Setelah APBD ditetapkan, pembantu pengelola menyusun Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (DKBMD) dan Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD), sebagai dasar pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah;
(2) Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (DKBMD) dan Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 12
11
Kepala Badan/Kepala Dinas/Kepala Bagian Aset Daerah sesuai tugas dan fungsinya duduk sebagai Tim Pemerintah Daerah dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB VPENGADAAN
Pasal 13
Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Pasal 14
(1) Pengaturan mengenai pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang milik daerah selain tanah diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Pengguna membuat laporan hasil pengadaan barang/jasa pemerintah daerah kepada Bupati melalui pengelola;
(2) Laporan hasil pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dokumen pengadaan barang/jasa.
BAB VIPENERIMAAN DAN PENYALURAN
Pasal 16
(1) Hasil pengadaan barang diterima oleh penyimpan barang;(2) Penyimpan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berkewajiban melaksanakan tugas administrasi penerimaan barang milik daerah;
(3) Penerimaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan.
12
Pasal 17
(1) Hasil pengadaan barang milik daerah tidak bergerak diterima oleh Kepala SKPD, kemudian melaporkan kepada Bupati untuk ditetapkan penggunannya;
(2) Penerimaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah, dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.
Pasal 18
(1) Panitia Pemeriksa Barang Daerah bertugas memeriksa, meneliti dan menyaksikan barang yang diserahkan sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Surat Perintah Kerja atau kontrak/perjanjian dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan;
(2) Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (1) dipergunakan sebagai salah satu syarat pembayaran.
Pasal 19
(1) Pemerintah Daerah menerima barang dari pemenuhan kewajiban Pihak Ketiga berdasarkan perjanjian dan /atau pelaksanaan dari suatu perijinan tertentu;
(2) Pemerintah Daerah dapat menerima barang dari Pihak Ketiga yang merupakan sumbangan, hibah, wakaf dan penyerahan dari masyarakat;
(3) Penyerahan dari Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) dan disertai dengan dokumen kepemilikan/penguasaan yang sah;
(4) Pengelola atau pejabat yang ditunjuk mencatat, memantau, dan aktif melakukan penagihan kewajiban Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
(5) Hasil penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dalam Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 20
(1) Penyaluran barang milik daerah oleh penyimpan barang dilaksanakan atas dasar Surat Perintah Pengeluaran
13
Barang (SPPB) dari Pengguna/Kuasa Pengguna disertai dengan Berita Acara Serah Terima;
(2) Pengguna wajib melaporkan stok atau sisa barang kepada Pengelola melalui pembantu pengelola;
(3) Kuasa Pengguna wajib melaporkan stok atau sisa barang kepada pengguna.
BAB VIIPENGGUNAAN
Pasal 21
Barang milik daerah ditetapkan status penggunaanya untuk penyelanggaraan tugas pokok SKPD, dan dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
Pasal 22
(1) Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
(2) Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan tata cara sebagai berikut : a. Pengguna melaporkan barang milik daerah yang diterima
kepada pengelola disertai dengan usul penggunaannya;b. Pengelola meneliti usul penggunaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, untuk ditetapkan status penggunaannya. Pasal 23
(1) Penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna;
(2) Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan termasuk barang inventaris lainnya yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna kepada Bupati melalui pengelola.
Pasal 24
14
(1) Pengguna yang tidak menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi SKPD bersangkutan kepada Bupati dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan dimaksud;
(2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD, dicabut penetapan status penggunaannya dan dapat dialihkan kepada SKPD lainnya.
BAB VIIIPEMANFAATAN
Bagian Pertama Kriteria Pemanfataan
Pasal 25
(1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola;
(2) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapatkan persetujuan Bupati;
(3) Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola;
(4) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum.
Bagian KeduaBentuk Pemanfataan
Pasal 26
Bentuk – bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa : a. Sewa;b. Pinjam Pakai;
15
c. Kerjasama Pemanfataan;d. Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah.
Bagian Ketiga Sewa
Pasal 27
(1) Barang milik daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dapat disewakan kepada Pihak Ketiga sepanjang menguntungkan daerah;
(2) Barang milik daerah yang disewakan, tidak merubah status kepemilikan barang daerah;
(3) Penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan dari Bupati;
(4) Penyewaan barang milik daerah atas sebagian tanah dan /atau bangunan, selain tanah dan atau bangunan yang masih dipergunakan oleh pengguna, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan dari pengelola;
(5) Jangka waktu penyewaan barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang;
(6) Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka
waktu;c. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;d. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(7) Hasil penyewaan merupakan penerimaan daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas daerah.
Bagian Keempat Pinjam Pakai
Pasal 28
(1) Barang milik daerah baik berupa tanah dan /atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, dapat dipinjampakaikan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah daerah;
16
(2) Pinjam pakai barang milik daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah/atau antar pemerintah daerah;
(3) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang;
(4) Pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati;
(5) Barang milik daerah yang dipinjampakaikan tidak merubah status kepemilikan barang daerah;
(6) Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat : a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu;c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;d. persyaratan lain yang dianggap perlu.
Bagian KelimaKerjasama Pemanfaatan
Pasal 29
Kerjasama pemanfataan barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka :a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah;b. meningkatkan penerimaan/pendapatan daerah.
Pasal 30
(1) Kerjasama pemanfataan barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk:a. Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah
dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada Pengelola;
b. Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang;
17
c. Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati;
(3) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Pasal 31
(1) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik daerah dimaksud;
b. mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
c. pengecualian sebagaimana dimaksud huruf b, dapat dilakukan penunjukan langsung terhadap kegiatan yang bersifat khusus seperti penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk keperluan kebun binatang, pelabuhan laut, pelabuhan udara, pengelolaan limbah, pendidikan dan sarana olah raga dan dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga;
d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang ditetapkan oleh Bupati;
e. pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan disetor ke kas daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian
f. selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;
g. jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang;
18
(2) Biaya pengkajian, penelitian, penaksir dan pengumumam lelang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
(3) Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas dibebankan pada Pihak Ketiga.
Pasal 32
Setelah berakhir jangka waktu kerjasama pemanfaatan, Bupati menetapkan status penggunaan/pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian KeenamBangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 33
(1) Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut :a. pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan;
b. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
(2) Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Tanah yang status penggunaanya ada pada pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang yang bersangkutan, dapat dilakukan bangun guna serah dan serah guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Bupati.
(4) Bangun guna serah dan bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola barang dengan mengikutsertakan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 34
Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna dilaksanakan oleh
19
Bupati dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah tersebut.
Pasal 35
(1) Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani;
(2) Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat;
(3) Mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut :a. membayar kontribusi ke rekening kas daerah setiap tahun,
yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
b. tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan objek bangun guna serah dan bangun serah guna;
c. memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna.
(4) Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah;
(5) Bangun guna serah dan bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat : a. Pihak- pihak yang terikat dalam perjanjian;b. objek bangun guna serah dan bangun serah guna;c. jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna;d. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;e. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(6) Izin mendirikan bangunan hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus diatasnamakan Pemerintah Daerah;
(7) Biaya pengkajian, penelitian dan pengumuman lelang, dibebankan pada APBD;
(8) Biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan Surat Perjanjian,konsultan pelaksana/pengawas dibebankan pada pihak pemenang.
Pasal 36
20
(1) Mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada Bupati pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah.
(2) Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :a. mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun
serah guna kepada Bupati segera setelah selesainya pembangunan;b. mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang
milik daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;
c. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik daerah diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB IXPENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian PertamaPengamanan
Pasal 38
(1) Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.
(2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. Pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan,
inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;b. Pengamanan fisik untuk mencegah terjadinya penurunan
fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;c. Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan
dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas, selain tanah
21
dan bangunan dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan;
d. Pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.
Pasal 39
(1) Barang milik daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah;
(2) Barang milik daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah;
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.
Pasal 40
(1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman;
(2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang.
Pasal 41
Barang Milik daerah dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan daerah dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Pemeliharaan
Pasal 42
(1) Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang ada dibawah penguasaanya.
(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPBMD).
(3) Biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 43
22
(1) Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan kepada Pengelola secara berkala.
(2) Pembantu pengelola meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun anggaran sebagai bahan evaluasi.
BAB X
PENILAIAN
Pasal 44
Penilaian barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah.
Pasal 45
Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Pasal 46
(1) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan oleh Bupati dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset.
(2) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.
(3) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XIPENGHAPUSAN
Pasal 47
23
Penghapusan barang milik daerah meliputi : a. Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna;b. Penghapusan dari daftar barang milik daerah.
Pasal 48
(1) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a, dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf b, dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 49
(1) Penghapusan barang milik daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah dimaksud : a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan tidak
dapat dipindahtangankan; ataub. alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengguna dengan Keputusan Bupati.
(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara pemusnahan dan dilaporkan kepada Bupati.
BAB XIIPEMINDAHTANGANAN
Pasal 50
(1) Barang milik daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan. dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah;
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai perundang-undangan;
24
(3) Barang milik daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan masih mempunyai nilai ekonomis, dapat dilakukan melalui :a. pelelangan umum/pelelangan terbatas; dan/ataub. disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain
(4) Hasil pelelangan umum/pelangan terbatas sebagaimana pada ayat (3) huruf a, disetor ke Kas Daerah.
Bagian PertamaBentuk-Bentuk Pemindahtangan dan Persetujuan
Pasal 51
Bentuk – bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi:a. Penjualan;b. Tukar Menukar;c. Hibah;d. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah.
Pasal 52
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk :a. tanah dan/atau bangunan;b. selain tanah dan.atau bangunan yang bernilai lebih dari
Rp.5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah) .(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPRD, apabila : a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah
disediakan dalam dokumen penganggaran;c. diperuntukkan bagi pengawai negeri;d. diperuntukkan bagi kepentingan umum;e. dikuasai daerah berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
25
Pasal 53
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dan pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian KeduaPenjualan
Pasal 54
(1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan : a. Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau
idle.b. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila
dijual.c. Sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.(2) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang,
kecuali dalam hal-hal tertentu.(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :(4) Tata cara penjualan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangana. Penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat Negara.b. Penjualan rumah golongan III; danc. Barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut
oleh pengelola.
Paragraf 1Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas
Pasal 55
(1) Penjualan kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
26
(2) Penjualan kendaraan perorangan dinas yang dipergunakan oleh Bupati dan wakil Bupati yang berumur 5 (lima) tahun lebih, dapat dijual 1 (satu) unit kepada yang bersangkutan setelah masa jabatannya berakhir.
Paragraf 2Penjualan Kendaraan Dinas Operasional
Pasal 56
(1) Penghapusan/Penjualan Kendaraan Dinas Operasional terdiri dari :a. Kendaraan dinas operasional; danb. Kendaraan dinas operasional khusus/lapangan.
(2) Kendaraan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang berumur 5 (lima) tahun lebih, dapat dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah;
(3) Bupati menetapkan lebih lanjut umur kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing;
(4) Penjualan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah;
(5) Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui pelelangan umum dan /atau pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati
Pasal 57
(1) Penghapusan/penjualan sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) huruf b, yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun lebih;
(2) Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pelelangan umum/atau pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
(3) Penjualan dan/ atau penghapusan kendaraan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) sudah ada kendaraan pengganti dan/atau tidak menggangu kelancaran pelaksanaan tugas
Pasal 58
27
(1) Ketua dan Wakil Ketua DPRD dapat mengikuti pelelangan terbatas terhadap kendaraan Dinas Operasional;
(2) Ketua dan Wakil Ketua yang dapat mengikuti pelelangan terbatas yang telah mempunyai masa bakti 5 (lima) tahun.
Paragraf 3Penjualan Rumah Dinas Daerah
Pasal 59
(1) Bupati menetapkan golongan rumah dinas daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(2) Penggolongan rumah dinas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :a. rumah dinas daerah golongan I (rumah jabatan);b. rumah dinas daerah golongan II (rumah instansi);c. rumah dinas daerah golongan III (rumah pegawai)
Pasal 60
(1) Rumah dinas daerah golongan I yang sudah tidak sesuai dengan fungsinya sebagai akibat adanya perubahan struktur organisasi dan/atau sudah ada pengganti yang lain, dapat dirubah statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan II;
(2) Rumah dinas daerah golongan II dapat dirubah statusnya menjadi rumah dinas golongan III, kecuali yang terletak di suatu kompleks perkantoran;
(3) Rumah dinas daerah golongan II dapat dirubah statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan I untuk memenuhi kebutuhan rumah jabatan
Pasal 61
Rumah dinas daerah dapat dijualbelikan atau disewakan, dengan ketentuan :a. Rumah dinas daerah golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh)
tahun atau lebih;b. Rumah dinas daerah golongan II yang telah dirubah golongannya
menjadi rumah dinas golongan III;
28
c. Pegawai yang dapat membeli adalah pegawai yang sudah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih dan belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara apapun dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat;
d. Pegawai yang dapat membeli rumah dinas daerah adalah penghuni yang memegang Surat Ijin Penghunian yang dikeluarkan oleh Bupati;
e. Rumah dinas daerah dimaksud tidak sedang dalam sengketa;danf. Rumah dinas daerah yang dibangun diatas tanah yang tidak dimiliki
oleh Pemerintah Daerah, maka untuk memperoleh hak atas tanah harus diproses tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 62
(1) Penjualan rumah dinas daerah golongan III beserta atau tidak beserta tanahnya ditetapkan oleh Bupati berdasarkan harga taksiran dan penilaiannya dilakukan oleh Panitia Penaksir dan Panitia Penilai yang dibentuk dengan Keputusan Bupati;
(2) Penjualan rumah daerah golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
(3) Hasil penjualan rumah dinas daerah golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetor ke kas daerah.
Pasal 63
Pelepasan hak atas tanah dan penghapusan dari Daftar Inventaris barang milik daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah harga penjualan atas tanah dan/atau bangunan dilunasi
Paragraf 4Pelepasan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dengan Ganti Rugi
Pasal 64
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan atau bangunan melalui pelepasan hak dengan ganti rugi, dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan daerah;
(2) Perhitungan perkiraan nilai tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak dan atau harga umum setempat yang dapat dilakukan oleh Panitia Penaksir yang dibentuk dengan Keputusan Bupati atau dapat juga dilakukan oleh Lembaga Independet yang bersertifikat dibidang penilaian aset;
29
(3) Proses pelepasan hak tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan dengan pelelangan/tender
Paragraf 5Penjualan Barang Milik Daerah selain Tanah dan atau Bangunan
Pasal 65
(1) Penjualan barang milik daerah selain tanah dan atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati;
(2) Penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :a. Pengguna mengajukan usul penjualan kepada pengelolab. Pengelola meneliti dan mengkaji usul penjualan yang
diajukan oleh pengguna sesuai dengan kewenangannyac. Bupati menerbitkan keputusan untuk menyetujui atau tidak
menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna d. Untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Bupati atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pengelola mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud;
(3) Penerbitan persetujuan pelaksanaan penjualan oleh Pengelola untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati atau DPRD;
(4) Hasil penjualan barang milik daerah disetor ke Kas Daerah.
Bagian KetigaTukar Menukar
Pasal 66
(1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan : a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan
pemerintahan.b. untuk optimalisasi barang milik daerah; danc. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.(2) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan pihak :
a. pemerintah pusat;b. antar Pemerintah daerah
30
c. badan usaha milik daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya;
d. swasta.
Pasal 67
(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa : a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Kepala
SKPD kepada Bupati melalui pengelola;b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.(2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati sesuai batas kewenangannya.
Pasal 68
Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. pengelola barang mengajukan usul tukar menukar tanah
dan/tanah bangunan kepada Bupati disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data;
b. Tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis dan yuridis;
c. Apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Bupati dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan ditukarkan;
d. Tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD;
e. Pengelola melaksanakan tukar menukar selain tanah dan bangunan sesuai batas kewenangannya setelah mendapat persetujuan Bupati;
f. Pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Pasal 69
31
Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola
barang disertai alasan.pertimbangan, kelengkapan data dan hasil pengkajian Panitia yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis dan yuridis;
c. Apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
d. Pengguna barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
e. Pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Bagian KeempatHibah
Pasal 70
(1) Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi syarat sebagai berikut:a. bukan merupakan barang rahasia daerah;b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang
banyak;c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 71
(1) Hibah barang milik daerah dapat berupa : a. Tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Kepala SKPD
kepada Bupati;b. Tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaanya direncanakan
untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
c. Selain tanah dan/atau bangunan.
32
(2) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati;
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada (1) ayat huruf a dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada (1) ayat huruf b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(5) Hibah sebagaimana dimaksud pada (1) ayat huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Pasal 72
(1) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan sebagai berikut : a. pengelola barang mengajukan usul hibah tanah
dan/atau bangunan kepada Bupati disertai alasan/pertimbangan dan pertimbangan dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku Bupati dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan;
d. proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 52 ayat (1) ;
e. pengelola barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan Bupati;
f. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(2) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang
disertai dengan alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
33
d. pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
e. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Bagian KelimaPenyertaan Modal Pemerintah Daerah
Pasal 73
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki oleh daerah dan swasta.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut : a. barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai
dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki daerah dalam rangka penugasan pemerintah; atau
b. barang milik daerah lebih optimal dikelola oleh badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki oleh daerah baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Pasal 74
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat berupa : a. tanah dan/atau banguna yang telah diserahkan kepada
Bupati;b. tanah dan/atau bangun yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah sesuai yang tercantum dalam dokume penganggaran;
c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Penyertaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati sesuai batas kewenangannya.
(3) Penyertaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
34
(4) Penyertaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati untuk barang milik daerah.
(5) Penyertaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat pengelola barang.
Pasal 75
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. pengelola barang mengajukan usul penyertaan modal
pemerintah atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengakaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Bupati dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah;
d. proses persetujuan penyertaan modal pemerintah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 52 ayat (1) dan Pasal 53;
e. pengelola barang melaksanakan penyertaan modal pemerintah dengan berpedoman pada persetujuan Bupati;
f. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
g. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
h. pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya milik daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Daerah ditetapkan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
35
a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
d. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
e. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
f. pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya milik daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Daerah ditetapkan.
Pasal 76
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjualan, tukar menukar, hibah dan penyertaan modal pemerintah atas barang milik daerah diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XIIIPENATAUSAHAAN
Bagian PertamaPembukuan
Pasal 77
(1) Kuasa pengguna barang/pengguna harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) / Daftar Barang Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(2) Pencatatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam Kartu Inventaris Barang A, B, C, D, E dan F.
36
(3) Pembantu pengelola melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam Daftar Barang Milik Daerah ( DBMD)
Pasal 78
(1) Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya.
(2) Pengelola menyimpan seluruh dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan milik pemerintah daerah.
Bagian KeduaInventarisasi
Pasal 79
(1) Pengelola dan pengguna melaksanakan sensus barang milik daerah setiap 5 (lima) tahun sekali untuk menyusun Buku Inventaris dan Buku Induk Inventaris beserta rekapitulasi barang milik pemerintah daerah;
(2) Pengelola bertanggung jawab atas pelaksanaan sensus barang milik daerah;
(3) Pelaksanaan sensus barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
(4) Pengguna menyampaikan hasil sensus kepada pengelola paling lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya sensus;
(5) Pembantu Pengelola menghimpun hasil inventarisasi barang milik daerah;
(6) Barang milik daerah berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), pengguna melakukan inventarisasi setiap tahun.
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 80
(1) Pengguna/kuasa pengguna menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui pengelola;
37
(3) Pembantu pengelola menghimpun laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi Laporan Barang Milik Daerah (LBMD).
Pasal 81
(1) Laporan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3), digunakan sebagai bahan untuk menyusunan neraca Pemerintah Daerah;
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara berjenjang.
BAB XIVPEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 82
(1) Bupati melakukan pengendalian pengelolaan barang milik daerah;(2) Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan barang milik daerah yang berada dibawah penguasannya.
(3) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pengguna.
(4) Pengguna dan Kuasa pengguna barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Pengguna dan Kuasa Pengguna barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 83
(1) Pengelola berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan pengunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Sebagai tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah.
38
(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pengelola barang untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.
BAB XVPEMBIAYAAN
Pasal 84
(1) Dalam pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah, disediakan anggaran yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
(2) Pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan barang milik daerah yang menghasilkan pendapatan dan penerimaan daerah, diberikan insentif;
(3) Penyimpan barang dan pengurus barang dalam melaksanakan tugas diberikan tunjangan khusus yang besarannya disesuaikan dengan kemapuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XVISENGKETA BARANG MILIK DAERAH
Pasal 85
(1) Penyelesaian terhadap Barang Milik Daerah yang bersengketa, dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah atau mufakat oleh unit kerja/satuan kerja atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat dilakukan melalui upaya hukum bail secara pidana maupun perdata;
(3) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Bagian Hukum dan/atau Lembaga Hukum yang ditunjuk;
(4) Biaya yang timbul dalam penyelesaian sengketa dialokasikan dalam APBD;
(5) Tata cara penyelesaian Barang Milik Daerah yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XVIIGANTI RUGI DAN SANKSI
39
Pasal 86
(1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/penyelanggaraan hukum atas pengelolaan barang milik daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XVIIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87
(1) Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini wajib dilakukan inventarisasi dan diselesaikan dokumen kepemilikannya.
(2) Inventarisasi dan penyelesaian dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh pengelola barang berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggungjawab di bidang pertanahan nasional dan instansi teknis terkait.
(3) Semua biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan ketentuan pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XIXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik daerah yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 89
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembara Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.
40
Ditetapkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 18 Januari 2008
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG,
dto
DARIUS APAN
Diundangkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 28 Januari 2008
SEKRETARIS DAERAH,
dto
Drs. B A K R I
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG TAHUN 2007 NOMOR 2
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
I. UMUM
1. Pendahuluan
Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dana tertib pengelolaan barang milik Daerah diperlukan adanya kesamaan
41
persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik Daerah.Pengelolaan barang milik Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:a. Asas Fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah-masalah di bidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Bupati sesuai fungsi, wewenang, dan tanggungjawab masing-masing;
b. Asas Kepastian Hukum, yaitu pengelolaan barang milik Daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
c. Asas Transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik Daerah harus tranparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
d. Asas Efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik Daerah diarahkan agar barang milik Daerah digunakan sesuai batasan-batasan standart kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik Daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas Kepastian Nilai, yaitu pengelolaan barang milik Daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik Daerah serta penyusunan neraca Pemerintahan.
2. Gambaran Umum
Ruang lingkup Barang Milik Daerah dan Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam Peraturan Daerah ini mengacu kepada mengacu kepada pengertian barang milik Daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Atas dasar pengertian tersebut lingkup barang milik daerah disamping berasal dari pembelian atau perolehan atas beban AnggAran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah juga berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang milik Daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang
42
sah selanjutnya dalam Peraturan Daerah ini diperjelas lingkupnya yang meliputi barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya, diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang dan diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengaturan mengenai lingkup barang milik daerah dalam Peraturan Daerah ini dibatasi pada pengertian barang milik daerah yang bersifat berwujud sebagaimana dimaksud Bab VII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.Pengelolaan barang milik daerah dalam Peraturan Daerah ini meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan dan pembiayaan. Pada dasarnya barang milik daerah digunakan untuk penyelanggaan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah sehingga dengan demilian kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpin.Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut diatas, maka tanah dan/atau bangunan milik daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Bupati untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintah daerah. Bupati melakukan pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan tersebut untuk :1. digunakan oleh indtansi lain yang memerlukan
tanah/banggunan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya melalui pengalihan status penggunaan;
2. dimanfaatkan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna; atau
3. dipindahkan, dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah daerah.
Dalam peraturan daerah ini diatur pejabat yang melakukan pengelolaan barang milik daerah. Dalam pengelolaan barang milik daerah Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. Sekretaris daerah adalah pengelola barang dan kepala kerja perangkat daerah adalah pengguna barang.
II. PASAL DEMI PASAL
43
Pasal 1Cukup jelas
Pasal 2Cukup jelas
Pasal 3Ayat(1)
Cukup jelasAyat(2)
Huruf aCukup jelas
Huruf b Termasuk dalam pengertian ini meliputi : kontrak karya, kontrak bagi hasil, kontrak kerjasama pemanfaatan.
Huruf cMisalnya: Undang-Undang Kepabeanan, termasuk pengertian ini meliputi barang milik negara yang diperoleh dari aset asing/cina dan sebagainya.
Huruf d Cukup jelas
Pasal 4Cukup jelas
Pasal 5Cukup jelas
Pasal 6Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Akuntabilitas berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengelolaan barang Daerah.
Huruf cCukup jelas
Pasal 7Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelas
44
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4) Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Cukup jelasHuruf c
Cukup jelasHuruf d
Yang dimaksud dengan mengatur pelaksanaan adalah menindaklanjuti persetujuan bupati secara administratif.
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Pasal 8Cukup jelas
Pasal 9 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada adalah barang milik negara/daerah baik yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Perencanaan kebutuhan dimaksud meliputi perencanaan kebutuhan pengadaan dan perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik negara/daerah.
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 10- Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
tersebut digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
45
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
- Termasuk data barang pada penggunaan barang dan/atau pengelola barang adalah Laporan Pengguna Barang Semesteran, Laporan Pengguna Barang Tahunan, Laporan Pengelola Barang Semestaran, Laporan Pengelola Barang Tahunan serta Laporan Barang Milik Daerah Semesteran dan Tahunan.
Pasal 11Cukup jelas
Pasal 12Cukup jelas
Pasal 13Cukup jelas
Pasal 14Cukup jelas
Pasal 15Cukup jelas
Pasal 16Cukup jelas
Pasal 17Cukup jelas
Pasal 18Cukup jelas
Pasal 19Cukup jelas
Pasal 20Cukup jelas
Pasal 21Cukup jelas
Pasal 22Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Huruf aUsul penggunaan meliputi barang milik daerah yang digunakan oleh pengguna barang untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi, termasuk barang milik daerah yang ada pada pengguna barang yang direncanakan untuk
46
dihibahkan kepada pihak ketiga atau yang akan dijadikan penyertaan modal daerah.
Huruf bPenetapan status penggunaan barang milik daerah oleh pengelola barang disertai dengan ketentuan :1) Pengguna barang mencatat barang milik
daerah tersebut dalam Daftar Barang Pengguna apabila barang milik daerah itu akan digunakan sendiri oleh pengguna barang untuk menyelenggarakan tupoksinya;
2) Pengguna barang menyampaikan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Sementara Barang Milik Daerah kepada pengelola barang apabila barang milik daerah itu akan dihibahkan atau dijadikan penyertaan modal daerah.
Pasal 23Cukup jelas
Pasal 24Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28Ayat (1)
Tidak termasuk dalam pengertian pinjam pakai dalam ayat ini adalah pengalihan penggunaan barang antar pengguna barang daerah yang merupakan bentuk perubahan status penggunaan.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
47
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 29Cukup jelas
Pasal 30Cukup jelas
Pasal 31Ayat (1)
Huruf aCukup jelas
Huruf bYang termasuk barang milik daerah yang bersifat khusus antara lain barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Huruf fCukup jelas
Huruf gCukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 32Cukup jelas
Pasal 33Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelasAyat (3)
Cukup jelasAyat (4)
Keikutsertaan penggunaan barang dan/atau kuasa pengguna barang dalam pelaksanaan bangun guna serah
48
dan bangun serah guna dimulai dari tahap persiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil bangun serah guna dan bangun guna serah.
Pasal 34Yang dimaksud dengan hasil adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk bangun guna serah dan setelah selesainya pembangunan untuk bangun serah guna.
Pasal 35Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelasAyat (3)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cYang dimaksud dengan objek bangun guna serah dan bangun serah guna dalam ketentuan ini adalah tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut fasilitasnya.
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Cukup jelas
Ayat (7)Cukup jelas
Ayat (8)Cukup jelas
Pasal 36Cukup jelas
Pasal 37Cukup jelas
Pasal 38Ayat (1)
49
Cukup jelasAyat (2)
- Pengamanan administrasi, meliputi kegiatan pembukuan, penginventarisasian dan pelaporan barang milik daerah serta penyimpanan dokumen kepemilikan secara tertib.
- Pengamanan fisik antara lain ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang.
- Pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.
Pasal 39Ayat (1)
Yang dimaksud dengan disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah adalah penerbitan sertifikat hak atas tanah milik pemerintah daerah langsung atas nama pemerintah kabupaten. Selanjutnya Bupati untuk tanah milik pemerintah daerah akan menerbitkan surat penetapan status penggunaan tanah kepada masing-masing pengguna barang/kuasa pengguna barang sebagai dasar penggunaan tanah tersebut. Hak atas tanah yang dapat diterbitkan berupa hak yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 40Cukup jelas
Pasal 41Cukup jelas
Pasal 42Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Ayat (2)
50
Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang merupakan bagian dari Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah.
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 43Ayat (1)
Yang dimaksud secara berkala adalah setiap enam bulan/persemester.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 44 Cukup jelas
Pasal 45Cukup jelas
Pasal 46 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tim adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 47Cukup jelas
Pasal 48Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang disebabkan karena :- penyerahan kepada pengelola barang;- pengalihgunaan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan kepada pengguna barang lain;- pemindahtanganan atas barang milik daerah
selain tanah dan/atau bangunan kepada pihak lain; dan
- pemusnahan;Ayat (3)
Yang dimaksud dengan beralihnya kepemilikan adalah karena atas barang milik daerah dimaksud telah terjadi
51
pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.Yang dimaksud karena sebab-sebab lain antara lain adalah karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair.
Pasal 49Cukup jelas
Pasal 50Cukup jelas
Pasal 51Cukup jelas
Pasal 52Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Huruf a- Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah
artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan.
- Tidak sesuai dengan penataan kota artinya atas tanah dan/atau bangunan milik daerah dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Huruf bYang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.
Huruf cYang dimaksud dengan tanah dan/atau bangunan peruntukkan bagi pegawai negeri adalah :- Tanah dan/atau bangunan yang merupakan
kategori rumah negara golongan III.
52
- Tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri.
Huruf dYang dimaksudkan dengan kepentingan umum adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.Kategori bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain sebagai berikut :- jalan umum, rel kereta api, saluran air
minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;
- waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
- rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
- pelabuhan atau bandar udara atau stasiun kereta api atau terminal;
- peribadatan;- pendidikan atau sekolah;- pasar umum;- fasilitas pemakaman umum;- fasilitas keselamatan umum seperti antara
lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
- pos dan telekomunikasi;- sarana olahraga;- stasiun penyiaran radio, televisi beserta
sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik;
- kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
53
- fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
- rumah susun sederhana;- tempat pembuangan sampah;- cagar alam dan cagar budaya;- pertamanan;- panti sosial;- pembangkit, transmisi, distribusi tenaga
listrik.Huruf e
Barang milik daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan perundang-undangan karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan dapat di pindahtangankan tanpa memerlukan persetujuan DPR.
Pasal 53Cukup jelas
Pasal 54Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Lelang adalah penjualan barang milik daerah di hadapan pejabat lelang.
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 55Cukup jelas
Pasal 56Cukup jelas
Pasal 57Cukup jelas
Pasal 58Cukup jelas
Pasal 59Cukup jelas
Pasal 60Cukup jelas
Pasal 61
54
Cukup jelasPasal 62
Cukup jelasPasal 63
Cukup jelasPasal 64
Cukup jelasPasal 65
Cukup jelasPasal 66
Ayat (1)Tukar menukar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini ditempuh apabila pemerintah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan pihak swasta dalam ayat ini adalah pihak swasta baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.
Pasal 67Cukup jelas
Pasal 68Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Cukup jelasHuruf c
Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf eYang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 Peraturan Daerah ini.
Huruf fCukup jelas
Pasal 69Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Cukup jelas
55
Huruf cYang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 Peraturan Daerah ini.
Huruf d Cukup jelas
Huruf eCukup jelas
Pasal 70Cukup jelas
Pasal 71Cukup jelas
Pasal 72Cukup jelas
Pasal 73Cukup jelas
Pasal 74Cukup jelas
Pasal 75Cukup jelas
Pasal 76Cukup jelas
Pasal 77Ayat (1)
Dalam Daftar Barang Milik Daerah termasuk barang milik daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 78Cukup jelas
Pasal 79Ayat (1)
Yang dimaksud dengan inventarisasi dalam waktu sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun adalah sensus barang.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
56
Cukup jelasAyat (4)
Cukup jelasAyat (5)
Cukup jelasAyat (6)
Yang dimaksud dengan inventarisasi terhadap persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan antara lain adalah opname fisik.
Pasal 80Cukup jelas
Pasal 81Cukup jelas
Pasal 82Cukup jelas
Pasal 83Ayat (1)
Yang dimaksud dengan investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan (peristiwa-peristiwa) yang berkaitan dengan penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 84Cukup jelas
Pasal 85Cukup jelas
Pasal 86Cukup jelas
Pasal 87Cukup jelas
Pasal 88Cukup jelas
Pasal 89Cukup jelas
57
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNGNOMOR URUT 3 TAHUN 2008
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 2
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
NOMOR 3TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR
58
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIJUNJUNG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki daerah, perlu melakukan pengaturan terhadap pelayanan jasa pengujian kendaraan bermotor untuk meningkatkan kelaikan kendaraan bermotor beroperasi dan menjamin keselamatan para pengguna jasa jalan dan angkutan dalam wilayah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung;
b. bahwa untuk penyesuaian dengan tariff Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 12 Tahun 2007, maka terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 18 Tahun 2006 harus dilakukan perubahan dan ditetapkankan kembali;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tentang Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,
59
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003, tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4548);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);
60
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Sawahlunto, Kabupaten Dati II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Dati II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 10);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan , Karoseri dan Bak muatan serta Komponen-Komponenya;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor;
17. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP.35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun
61
2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor;19. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor
12 Tahun 2007 tentang Retribusi Pengujian Berkala Pertama Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2007 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 12);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 5 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 4);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Tahun 2002, Nomor 26);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 15 Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan (Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung Tahun 2004 Nomor 33);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
dan
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNGMEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung;
62
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
3. Bupati adalah Bupati Sawahlunto/Sijunjung;4. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung;5. Pemilik adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau yang
menguasai kendaraan bermotor;6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;
7. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Daerah yang berlaku;
8. Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dilakukan secara berkala dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan tekhnis dan laik jalan;
9. Uji Berkala Pertama adalah Pelaksanaan Uji Berkala Pertama, kegiatannya memeriksa kondisi tehnis komponen kendaraan, pengukuran dimensi, kwalitas bahan, penetapan daya angkut barang/orang dan penetapan jumlah berat yang diizinkan bagi setiap kendaraan wajib uji;
10. Uji Berkala Kedua, Ketiga, dan selanjutnya adalah kegiatan memeriksa kondisi teknis komponen kendaraan bagi setiap kendaraan wajib uji yang dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali;
11. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor;
12. Kendaraan Gandengan adalah suatu alat yang digunakan untuk mengangkut barang yang seluruh badannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik olrh kendaraan bermotor;
13. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang digunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya;
14. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
63
15. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
16. Wajib Retribusi adalah orang pribadi yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retibusi;
17. Masa retribusi adalah suatu jangka tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan izin retribusi pengujian kendaraan bermotor;
18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang;
19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT, adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;
20. Surat Keterangan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDLB, adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retibusi lebih besar dari pada retribusi yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang;
21. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
22. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi;
23. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah;
24. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
BAB IINAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
64
Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor dipungut atas setiap pelayanan uji berkala.
Pasal 3
Objek retribusi adalah uji berkala yang mendapatkan pelayanan jasa uji berkala di wilayah Daerah.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang atau badan yang memanfaatkan jasa untuk melakukan uji berkala.
BAB IIIGOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi uji berkala digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IVCARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan frekuensi dan jangka waktu pengujian kendaraan bermotor.
BAB VPRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan uji berkala dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;
65
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya uji, buku uji, plat uji dan biaya administrasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan;
BAB VIJENIS-JENIS KENDARAAN
Pasal 8
Jenis- jenis kendaraan bermotor wajib uji terdiri dari :1) Mobil Bus yaitu setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidal termasuk tempat duduk pengemidi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
2) Mobil Barang yaitu setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus;
3) Kendaraan Khusus yaitu kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bernotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus;
4) Kendaraan Umum (Mobil penumpang umum) yaitu setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;
5) Kereta Gandengan yaitu suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarikoleh kendaraan bermotor;
6) Kereta Tempelan yaitu suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya;
7) Sepeda Motor Roda 3 yaitu kendaraan bermotor roda 3 (tiga), tanpa rumah-rumah, baik dengan atau tanpa kereta samping.
BAB VIISTRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 9
(1) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya penyelenggaraan pengujian;
(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
66
a) Mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus :1) Biaya Administrasi Rp. 7.500,-2) Upah Uji Rp. 25.000,- 3) Biaya Pembuatan dan Pengecatan
tanda sampingRp. 15.000,-
4) Biaya Tanda Plat Uji/Tanda Bukti Uji
Rp. 6.000,-
5) Biaya Buku Uji Rp. 7.500,-Jumlah Rp. 61.000,-
b) Kendaraan Umum, Kereta Tempelan dan Kereta Gandengan, Sepeda Motor Roda 3 :1) Biaya Administrasi Rp. 7.500,-2) Upah Uji Rp. 15.000,- 3) Biaya Pembuatan dan Pengecatan tanda samping Rp. 15.000,-4) Biaya Tanda Plat Uji/Tanda Bukti Uji Rp. 6.000,-5) Biaya Buku Uji Rp. 7.500,-Jumlah Rp. 51.000,-
c) Retribusi Penggantian Mesin Kendaraan Bermotor Merk/Type/yang sama:
Rp. 50.000,-
d) Retribusi Penilaian Persentase Teknis:1) Mobil Penumpang/Bus/Mobil Barang Rp. 50.000,-2) Sepeda Motor Roda 2 dan roda 3 Rp. 25.000,-
BAB VIIIWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah tempat retribusi uji berkala diberikan;
BAB IXMASA RETRIBUSI DAN SAAT RETIBUSI TERHUTANG
Pasal 11
Masa retibusi adalah jangka waktu yang lamanya 6 ( enam ) bulan;
67
Pasal 12
Saat retribusi terhutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;
BAB XSURAT PENDAFTARAN
Pasal 13
(1) Setiap wajib Retribusi wajib mengisi SPdORD;
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya;
(3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIPENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditetapkan retribusi terhutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terhutang maka dikeluarkan SKRDKBT;
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIITATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 15
68
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan;(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, dan SKRDKBT;
BAB XIIISANKSI ADMINISTRASI
Pasal 16
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai berikut :1. Terlambat 1 bulan atau kurang dari 1 bulan = 100 %2. Terlambat 2 bulan atau lebih dari 1 bulan = 200 %3. Terlambat 3 bulan atau lebih dari 2 bulan = 300 %4. Terlambat 4 bulan atau lebih dari 3 bulan = 400 %5. Terlambat 5 bulan atau lebih dari 4 bulan = 500 %6. Terlambat 6 bulan atau lebih dari 5 bulan = 600 %
Dari retribusi yang terhutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan STRD;
BAB XIVTATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 17
(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus;(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SKRDKBT dan STRD;
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati;
BAB XVTATA CARA PENAGIHAN
Pasal 18
69
(1) Retribusi terhutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, STRD dan Surat Keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN);
(2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVIKEBERATAN
Pasal 19
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB;
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut;
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 ( dua ) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 20
70
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal Surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terhutang;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 21
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati;
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan;
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB;
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 22
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan:a. nama dan alamat Wajib Retribusi;
71
b. masa retribusi;c. besarnya kelebihan pembayaran;d. alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat;
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 23
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi;
(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan hutang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XVIIIPENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 24
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi;
(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mengangsur;
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan kepada Wajib retribusi yang ditimpa bencana alam;
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIXKADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat
72
terhutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi;
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :a. diterbitkan Surat Teguran, atau;b. Ada pengakuan hutang retribusi dari wajib retribusi baik langsung
maupun tidak langsung.
BAB XXKETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan
meneliti keterangan atau laporan berkenaan di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang reribusi daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
73
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dibawah koordinasi Polri dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXIKETENTUAN PIDANA
Pasal 27
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terhutang;
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah Pelanggaran;
BAB XXIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 18 Tahun 2006 tentang Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 18, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 18), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
74
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan;
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung;
Ditetapkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 18 Januari 2008
BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG,
dto
DARIUS APANDiundangkan di Muaro
Sijunjungpada tanggal 28 Januari 2008
SEKRETARIS DAERAH,
dto
Drs. B A K R I
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG TAHUN 2007 NOMOR 3
75
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR
I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, maka pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah yang beraal dari Pendapatan Asli Daerah, khususnya yang berasal dari Retribusi Dearah, perlu ditingkatkan sehingga kemandirian daerah dapat lebih diwujudkan.
Sejalan dengan peningkatan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di Daerah, maka diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai. Upaya penyediaan pembiayaan dari sumber tersebut antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, dan penambahan jenis-jenis Retribusi Daerah, salah satunya Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, sesuai dengan maksud Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 Ayat (2) huruf k.
Dalam rangka penyerahan kewenangan di bidang pengujian kendaraan bermotor dari Propinsi ke Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan sejalan dengan perkembangan keadaan dengan ditetapkannya Perda Propinsi Sumatera Barat Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pengujian Berkala Pertama Kendaraan Bermotor , maka Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 12 Tahun 2006 tentang
76
Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor perlu diadakan penyesuaian dan penyempurnaan, sehingga dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna serta terwujudnya peningkatan pelayanan masyarakat dan pendapatan daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelasPasal 2 Cukup jelasPasal 3 Cukup jelasPasal 4 Cukup jelasPasal 5 Cukup jelasPasal 6 Cukup jelasPasal 7 Cukup jelasPasal 8 Cukup jelasPasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukupjelas Huruf d
Yang dimaksud dengan retribusi penilaian adalah jasa penaksiran terhadap penilaian persentase teknis kendaraan untuk kendaraan bermotor yang akan dilelang Negara/Daerah, baik barang inventaris Pemerintah maupun barang bukti rampasan/tangkapan.
77
Pasal 10 Cukup jelasPasal 11 Cukup jelasPasal 12 Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelasPasal 14 Cukup jelasPasal 15 Cukup jelasPasal 16 Cukup jelasPasal 17 Cukup jelasPasal 18 Cukup jelasPasal 19 Cukup jelasPasal 20 Cukup jelasPasal 21 Cukup jelasPasal 22 Cukup jelasPasal 23 Cukup jelasPasal 24 Cukup jelasPasal 25 Cukup jelasPasal 26 Cukup jelasPasal 27 Cukup jelasPasal 28 Cukup jelasPasal 29 Cukup jelas
78
Pasal 30 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNGNOMOR URUT 8 TAHUN 2008
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 2
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
NOMOR 8 TAHUN 2008
TENTANG
LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIJUNJUNG,
Menimbang : a. bahwa dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008, tentang Perubahan Nama Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 1 Tahun 1971 dicabut dan ditetapkan kembali;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung tentang Lambang Daerah Kabupaten Sijunjung.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) ;
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya,
79
Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348) ;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ;
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/ Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 50);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4832);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN SIJUNJUNG
dan
80
BUPATI SIJUNJUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Sijunjung;2. Bupati adalah Bupati Sijunjung;3. Lambang Daerah adalah Lambang Daerah Kabupaten Sijunjung;
BAB IIBENTUK, LUKISAN, DAN WARNA
Pasal 2
Lambang Daerah Berbentuk Perisai Segi Lima
Pasal 3
(1) Lukisan didalam lambang terdiri dari :a. Pita diatas dasar merah bertulisan “ Kabupaten Sijunjung “ dengan
huruf warna hitam.b. Pita dibawah melengkung, berisi Motto Daerah dengan dasar kuning
bertuliskan “ Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung”(2) Pohon dengan Warna Kuning terletak pada sebelah kiri dan kanan.(3) Rumah adat yang bergonjong 4 ( empat ) dengan tampak depan
sebuah Rangkiang.(4) Sebuah Qubah Mesjid dengan Warna Putih.(5) Sungai yang Bergelombang Berwarna Putih yang melambangkan
Sungai yang ada di Kabupaten Sijunjung.
81
Pasal 4
(1) Lambang yang berukuran Lebar : Tinggi = 4 : 5 berbentuk Perisai Segi Lima yang telah disempurnakan sehingga indah dan simetris.
(2) Lambang Daerah tersebut dapat diperbesar atau diperkecil menurut perbandingan ukuran sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat ( 1 ).
Pasal 5
Arti Warna Lambang :a. Hijau artinya Harapan Masa Depan Yang Baik.b. Kuning artinya Keagungan.c. Merah artinya Keberanian.d. Putih artinya Kesucian. e. Hitam artinya Ketabahan.
BAB IIIARTI DAN MAKNA
Pasal 6
(1) Perisai segi lima melambangkan Pancasila;(2) Pohon melambangkan hasil utama dari Kabupaten Sijunjung
adalah sektor Perkebunan;(3) Rumah adat dan rangkiang melambangkan / melukiskan
kebudayaan dan kesejahteraan masyarakat Kebupaten Sijunjung;(4) Qubah Mesjid melambangkan bahwa rakyat Kabupaten
Sijunjung pada umumnya beragama Islam;(5) Batu bara melambangkan kekayaan alam Kabupaten
Sijunjung;
BAB IVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
82
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
Pasal 8
Pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 1 Tahun 1971 tentang Lambang Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sijunjung;
Ditetapkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 2008
BUPATI SIJUNJUNG,
dto
DARIUS APANDiundangkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 2008
SEKRETARIS DAERAH,
dto
Drs. B A K R I
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2008 NOMOR
83
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
NOMOR TAHUN 2008
TENTANG
LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
I. PENJELASAN UMUM
Pemberian nama Kabupaten Sijunjung merupakan aspirasi dari masyarakat kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Keinginan perubahan nama Kabupaten Sijunjung dilatar belakangi oleh sejarah terbentuknya Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung berasal dari penggabungan bekas Kewedanan Sawahlunto dan bekas Kewedanan Sijunjung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung, Daerah Kabupaten Tingkat II Solok. Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tidak lagi meliputi bekas kewedanan Sawahlunto.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat dan aspirasi masyarakat Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASALPasal 1
84
Cukup jelasPasal 2
Cukup jelasPasal 3
Cukup jelasPasal 4
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNGNOMOR URUT 3 TAHUN 2008
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 2
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
NOMOR TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIJUNJUNG,
Menimbang : a. bahwa sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perizinan sarana pelayanan kesehatan dan praktik tenaga kesehatan menjadi kewenangan Kabupaten/Kota ;
b. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan upaya kesehatan ;
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 36 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Kesehatan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan pada saat ini, perlu dicabut dan ditetapkan kembali ;
85
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung tentang Retribusi Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang - Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana diubah dengan Undang - Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Nagara Republik Indonesia Nomor 4348);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
86
beberapa kali terakhir Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 50);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4613);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara
87
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4832);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi ;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 5 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Tahun 2000 Nomor 4);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sijunjung Tahun 2008 Nomor 4).Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
dan
BUPATI SIJUNJUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Sijunjung ;2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah ;3. Bupati adalah Bupati Sijunjung ;4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung ;5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku ;
88
6. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan melakukan pembayaran retribusi ;
7. Retribusi adalah pembayaran oleh wajib retribusi atas pelayanan yang diizinkan oleh Pemerintah Daerah ;8. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan
jasa dari Pemerintah Daerah ;9. Surat Ketetapan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya
jumlah retribusi yang terhutang;10.Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidikan Pegawai
Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya ;
11.Pelayanan Kesehatan adalah bagian integral dan jaringan medik yang diselengarakan oleh Pemerintah, perorangan atau badan yang meliputi upaya preventif, promotif, penyembuhan (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) ;
12.Pelayanan medik adalah pelayanan yang dilakukan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat ;
13.Pelayanan medik penunjang adalah upaya kesehatan yang diberikan oleh radiologi, laboratorium klinik, laboratorium kesehatan, apotek, dan toko obat;
14.Sarana Pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi Balai Pengobatan, Pusat Kesehatan masyarakat, Rumah Bersalin, Rumah Sakit Umum/Swasta, Praktik Berkelompok Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Dokter Gigi Spesialis ; Praktik Perorangan Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Gigi, Apotek, Toko Obat, Laboratorium, Bidan, Perawat dan Fisioterapis serta sarana kesehatan lainnya ;
15.Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan dan memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan antara lain : Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Dokter Gigi Spesialis, Apoteker, Bidan, Perawat Gigi, Fisioterapis, Nutrisionis, Asisten Apoteker, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara ;
16.Dokter dan Dokter Gigi adalah Dokter lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik dalam negeri maupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan ;
17.Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker ;
18.Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan telah lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku ;
19.Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Fisioterapis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
20.Perawat dan perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat dan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
21.Nutrisionis adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan nutrisi/gizi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
22.Asisten Apoteker adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan asisten apoteker sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
23.Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapi wicara baik di dalam negeri maupun di luar negeri
89
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ;24.Tenaga medis adalah Dokter, Dokter gigi, Dokter Spesialis, Dokter gigi Spesialis lulusan pendidikan Kedoteran atau
kedokteran gigi di dalam maupun di luar negeri yang diakui Pemerintah Indonesia ;25.Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus pendidikan refraksionis optisien minimal program pendidikan
diploma, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
26.Izin adalah izin di bidang kesehatan yang diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung ;27.Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertullis yang diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Sijunjung kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan yang menjalankan praktik mandiri setelah memenuhi persyaratan sebagai pengakuan kewenangan untuk melakukan pelayanan dan perawatan kesehatan sesuai dengan propesinya ;
28.Rumah Bersalin adalah tempat yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas termasuk pelayanan keluarga berencana serta perawatan bayi baru lahir ;
29.Praktik perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang Dokter umum, dokter gigi, dokter Spesialis atau dokter spesialis gigi dengan atau tanpa menggunakan pelayanan medik penunjang ;
30.Balai Pengobatan adalah tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar secara rawat jalan baik pelayanan kesehatan umum maupun kesehatan khusus ;
31.Apotek adalah sarana pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pelayanan kesehatan penunjang dalam melakukan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran penyimpanan dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat;
32.Apotek Rakyat adalah Sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan ;
33.Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat;
34.Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, mikrologi klinik, imunologi klinik dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan terutama untuk penunjang upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan ;
35.Toko Obat adalah pedagang obat eceran yang berada di suatu tempat tertentu yang hanya melakukan pekerjaan menyimpan dan menjual obat-obatan bebas dan bebas terbatas kepada masyarakat ;
36.Optikal adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi serta pelayanan kaca mata koreksi dan atau lensa kontak ;
37.Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penta Rontgen, Diploma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/Akademi/Diploma III Teknik Rdiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijazah sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
38.Pengobatan Tradisional (Battra) adalah salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan yang mencakup cara/metoda, obat dan pengobatannya, yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman dan keterampilan turun temurun baik yang asli maupun yang berasal dari luar Indonesia dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat ;
39.Sarana Pengobatan Tradisional adalah tempat yang menyelenggarakan pengobatan rawat jalan atau rawat inap dengan
90
cara diluar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan ;40.Pengobatan Tradisional adalah seseorang yang diakui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu
melakukan pengobatan secara tradisional ;41.Surat terdaftar Pengobatan Tradisional selanjutnya disebut SPPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat
tradisional yang telah melaksanakan pendaftaran ;42.Surat Izin Pengobatan Tradisional yang selanjutnya disebut SIPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat
tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan;43.Akupunturis adalah seseorang yang melakukan pengobatan dengan ramuan perangsangan pada titik akupuntur dengan
cara menusukkan jarum dan atau elektro-akupuntur;44.Wajib Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Per-Undang-undangan Retribusi diwajibkan
untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu ;45.Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktubagi wajib retribusi untuk melakukan
pembayaran atau setoran retribusi yang terutang ke Kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditentukan Kepal daerah ;
46.Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman;
BAB IINAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan, dikenakan retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin ;
(2) Obyek retribusi perizinan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan yang meliputi:a. Praktik perorangan tenaga kesehatan yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan melakukan Praktik perorangan.
b. Praktik berkelompok tenaga kesehatan yang masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan melakukan Praktik secara bersama-sama dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik.
c. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan.(3) Subyek Retribusi Perizinan adalah setiap orang pribadi atau badan
hukum yang menyelenggarakan upaya kesehatan.
BAB IIIGOLONGAN RETRIBUSI
91
Pasal 3
Retribusi Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan termasuk dalam Golongan Retribusi Perizinan tertentu.
Pasal 4
1. Jenis Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 adalah:
a.b.c.d.e.f.g.h.i.j.k.l.m.n.o.p.q.r. s.t.u.v.w.x.y.z.aa.bb.cc.dd.
Praktik perorangan dokter umum ;Praktik perorangan dokter gigi ;Praktik perorangan dokter spesialis ;Praktik perorangan dokter gigi spesialis ;Praktik berkelompok dokter spesialis ;Praktik berkelompok dokter gigi spesialis ;Praktik Bidan ;Praktek konsultasi gizi;Balai Pengobatan Umum ;Balai Pengobatan Khusus ;Balai Pengobatan umum di perusahaan;Balai Konsultasi Gizi ;Rumah Bersalin ;Laboratorium Klinik Umum ;Apotek ;Toko Obat / depot jamu;Optikal ;Pengobatan Tradisional ;Sarana Rehabilitasi Mental dan MedisIzin Kerja Apoteker;Izin Kerja Asisten Apoteker;Izin Praktek Fisio terapis;Izin Kerja Refraksionis;Izin Kerja Teknikar Gigi;Izin Praktik Perawat;Izin Kerja Perawat;Izin Kerja Perawat Gigi;Izin Praktis Terapi Wicara;Izin Kerja RadiograperIzin Klinik Radiologi;
92
2. Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud ayar (1) huruf Q akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
BAB IVTATA CARA MENDAPATKAN IZIN DAN BENTUK IZIN
Pasal 5
(1) Setiap penyelenggaraan upaya kesehatan di Kabupaten Sijunjung wajib memiliki izin;
(2) Izin sebagaimana dimaksud Ayat (1) Pasal ini diberikan oleh Bupati;(3) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin akan ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati;(4) Dokter umum, dokter spesialis,dokter gigi dan dokter gigi spesialis
dalam melaksanakan praktik swasta perorangan diberikan kewenangan untuk menyimpan dan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang tidak ada apotek di wilayah yang bersangkutan;
(5) Persyaratan dan tata cara pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VCARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa retribusi izin penyelenggaraan upaya kesehatan diukur berdasarkan kualitas pelayanan perizinan.
BAB VISTRUKTUR DAN BESAR TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
Besaran tarif yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan sebagai berikut :
No Jenis Perizinan Tarif Retribusi (Rp)a. Izin Praktik perorangan dokter umum; 100.000
93
b.c.d.
e.
f.
g.h.i.j.k.
l.m.n.
o.p.q.r.s.t.u.v.wx.y.z.aa.bb.cc.dd.
Izin Praktik perorangan dokter gigi; Izin Praktik perorangan dokter spesialis ; Izin Praktik perorangan dokter gigi spesialis ; Izin Praktik berkelompok dokter spesialis;
Izin Praktik berkelompok dokter gigi spesialis; Izin Praktik Bidan; Izin Praktek Konsultasi GiziIzin Balai Pengobatan umum; Izin Balai Pengobatan Khusus; Izin Balai Pengobatan umum di perusahaan; Izin Balai Konsultasi Gizi; Izin Rumah Bersalin; Izin Laboratorium Klinik Umum Pratama/Labkes swasta; Izin Apotek; Izin Toko Obat / depot jamu; Izin Optikal; Izin Pengobatan Tradisional ; Izin Rehabilitasi Mental dan Medis;Izin Kerja Apoteker;Izin Kerja Asisten Apoteker;Izin Praktek Fisio terapis;Izin Kerja Refraksionis;Izin Kerja Teknikar Gigi;Izin Praktik Perawat;Izin Kerja Perawat;Izin Kerja Perawat Gigi;Izin Praktis Terapi Wicara;Izin Kerja RadiograperIzin Klinik Radiologi;
100.000 100.000 150.000
300.000
300.000
50.000 50.000250.000250.000300.000
100.000300.000200.000
100.000 50.000100.000 50.000100.000 75.000 50.000 75.000 75.000 50.000 50.000 50.000 50.000 75.000 75.000200.000
BAB VIIMASA BERLAKU IZIN
Pasal 8
(1) Masa berlaku izin ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan setiap tahun
94
harus didaftarkan kembali;(2) Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun sejak
ditetapkan;
BAB VIIIPENCABUTAN IZIN PENYELENGGARAAN
UPAYA KESEHATAN
Pasal 9
Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan dicabut apabila :a. Melakukan pelanggaran / tindakan diluar kewenangan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ; b. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang- undangan yang berlaku ;c. Permohonan dari pemilik penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 10
Pencabutan izin yang diakibatkan oleh tindakan sebagaimana dimaksud pada huruf a Pasal (10) tidak menutup kemungkinan dilakukannya tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XTATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 11
(1) Retribusi ditetapkan dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan ;
(2) Pembayaran retribusi harus dilakukan di Kas Daerah atau Bendaharawan Penerima yang ditunjuk sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan menggunakan Surat Tanda Setoran (STS) ;
(3) Dalam hal pembayaran dilakukan pada Bendaharawan Penerima maka hasil penerimaan retribusi tersebut harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam ;
(4) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya sanksi administrasi berupa bungan/denda sebesar 2 % (dua persen)
95
setiap bulan pada waktu perpanjangan setiap tahun.
Pasal 12
(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan tunai/lunas ;
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ;
(3) Tata cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 13
(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 7 Peraturan Daerah ini diberikan STS sebagai bukti pembayaran ;
(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku pembayaran ; (3) Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku dan STS retribusi ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
BAB XI PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
Pasal 14
Pengawasan dan pembinaan terhadap retribusi izin penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan.
BAB XIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 15
(1) Barang siapa melanggar ketentuan yang tercantum pada pasal 5 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) ;
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran; (3) Denda sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan Penerimaan
Daerah.
96
BAB XIIIPENYIDIKAN
Pasal 16
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :a. berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang pribadi atau badan hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi ;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi ;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
e. Melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku ;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi ;
g. Meminta, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan ;
h. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
i. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi ;
j. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
k. Menghentikan penyidikan ;
97
l. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggujawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini memberitahukan dimulainya penyidik dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
BAB XIXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknik pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 18
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 36 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Kesehatan dicabut dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 19
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sijunjung.
Ditetapkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 2008
BUPATI SIJUNJUNG,
dto
DARIUS APANDiundangkan di Muaro Sijunjungpada tanggal 2008
SEKRETARIS DAERAH,
98
dto
Drs. B A K R I
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2008 NOMOR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
NOMOR TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN
I. PENJELASAN UMUM
Keberhasilan Pembangunan di berbagai bidang terutama dibidang ekonomi telah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan yang prima. Untuk itu perlu pengaturan dibidang penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memberikan kewenangan dan kemampuan daerah untuk menggali sumber pendapatan sendiri, melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Retribusi izin yang diberikan merupakan salah satu bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan dengan landasan hukum yang mengatur penyelenggaraan upaya kesehatan.
Sesuai dengan perkembangan saat ini, Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 36 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Kesehatan perlu dilakukan penyesuaian dan penyempurnaan karena masih ada jenis pelayanan yang belum diatur sehingga dapat lebih
99
meningkatkan daya guna dan hasil guna serta terwujudnya peningkatkan pelayanan kesehatan dan pendapatan daerah. Berdasarkan hal ini perlu ditetapkan kembali Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung tentang Retribusi Izin Penyelenggaraan Upaya Kesehatan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Cukup jelas.
Pasal 2Cukup jelas.
Pasal 3Cukup jelas.
Pasal 4Cukup jelas.
Pasal 5Cukup jelas.
Pasal 6Cukup jelas.
Pasal 7Cukup jelas.
Pasal 8Cukup jelas.
Pasal 9Cukup jelas.
Pasal 10Cukup jelas.
Pasal 11Cukup jelas.
Pasal 12Cukup jelas.
Pasal 13Cukup jelas.
Pasal 14Cukup jelas.
Pasal 15Cukup jelas.
100
Pasal 16Cukup jelas.
Pasal 17Cukup jelas.
Pasal 18Cukup jelas.
Pasal 19Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR…………TAHUN 2008
101
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNGNOMOR URUT 3 TAHUN 2008
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 2
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG
NOMOR TAHUN 2008
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMANGKALAN HASIL BUMI, NOMOR 12 TAHUN 2001
TENTANG RETRIBUSI PEMELIHARAAN JALAN, NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN ALAT
BERAT SWASTA, NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN
KAYU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIJUNJUNG,
Menimbang : c. bahwa dengan keluarnya Keputusan Menteri Dalam Negeri yang berhubungan dengan pembatalan 5 buah Peraturan Daerah Sijunjung tahun 2001 tentang pajak dan retribusi Daerah, maka walaupun pemungutan atas 5 Peraturan Daerah dimaksud telah dihentikan dengan Keputusan
102
Bupati Sawahlunto/Sijunjung Nomor 188.45/115/KPTS-BPT-2004 tentang Penghentian pelaksanaan 5 buah Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, namun agar ada legalitas hukum maka perlu ada pencabutan dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung tentang pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Pemangkalan Hasil Bumi, Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pemeliharaan Jalan, Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Retribusi Izin Pemakaian Alat Berat Swasta, Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Dan Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Pemanfaatan Kayu.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) ;
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348) ;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
103
Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/ Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 50) ;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4832);
7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2003 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 18 Tahun 2001 tentang Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu;
8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2003 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pemberian Izin Pemanfaatan Kayu;
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 13 Tahun 2001 tentang Retribusi Izin Pemakaian Alat Berat Swasta;
104
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 12 Tahun 2001 tentang Retribusi Pemeliharaan Jalan;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 139 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Pemangkalan Hasil Bumi.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN SIJUNJUNG
dan
BUPATI SIJUNJUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMANGKALAN HASIL BUMI, NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMELIHARAAN JALAN, NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN ALAT BERAT SWASTA, NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU
Pasal 1
105
(1). Mencabut 5 buah Peraturan Daerah Kabupaten Sijunjung Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;
(2). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari :a. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001
tentang Retribusi Pemangkalan Hasil Bumi;b. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2001
tentang Retribusi Pemeliharaan Jalan;c. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001
tentang Retribusi Izin Pemakaian Alat Berat Swasta;
d. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2001 tentang Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu;
e. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 Izin Pemanfaatan Kayu.
Pasal 2
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sijunjung;
Ditetapkan diMuaro Sijunjungpada tanggal 2008
BUPATI SIJUNJUNG
106
DARIUS APANDiundangkan di Muaro SijunjungPada tanggal 2008
SEKRETARIS DAERAH
DRS. BAKRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2008 NOMOR
107