lembaran pengesahan
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN KONFORMITAS PADA REMAJA DITINJAU DARI KOMUNITAS SEPEDA MOTOR FORMAL DAN
NONFORMAL DI BANDA ACEH
OLEH:
Rizki Riza0707101130024
Mirza, S.Psi., M.SiMaya Khairani, S.Psi., M.Psi., Psikolog
PROGRAM STUDI PSIKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH
2014
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN KONFORMITAS PADA REMAJA DITINJAU DARI KOMUNITAS SEPEDA MOTOR FORMAL DAN NONFORMAL DI
BANDA ACEH
Telah Disetujui pada Tanggal
17 Januari 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Mirza, S.Psi.,M.Si Maya Khairani, M.Psi., PsikologNIP. 19810731 200812 1 001 NIP. 19840620 201012 2 0033
ii
PERBEDAAN KONFORMITAS PADA REMAJA DITINJAU DARI KOMUNITAS SEPEDA MOTOR FORMAL DAN NONFORMAL DI BANDA ACEH
Rizki Riza, Mirza, Maya Khairani
ABSTRAK
Konformitas adalah penyesuaian diri individu didalam kelompok agar sesuai dengan norma yang berlaku demi menghindari sanksi yang akan diterima apabila tidak melakukan perilaku konformitas. Konformitas memiliki empat aspek yaitu kesepakatan, kepatuhan, indoktrinasi intensif, dan norma sosial. Konformitas sebuah kelompok berbeda dari kelompok lainnya karena latar belakang serta budaya kelompok itu sendiri. Penelitian dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok komunitas sepeda motor formal dan non-formal. Formal atau tidak formalnya sebuah komunitas tergantung pada landasan hukum serta struktur organisasi kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konformitas pada remaja ditinjau dari komunitas sepeda motor formal dan nonformal di Banda Aceh. Sampel Komunitas formal adalah komunitas YVCI-BA dan komunitas nonformal adalah The Brandals. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tekhnik purposive sampling. Subjek penelitian berjumlah 60 orang (30 dari YVCI-BA dan 30 dari The Brandals). Metode pengumpulan data menggunakan Skala Konformitas dengan 28 pernyataan. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji-t. Hasil uji statistik menunjukkan t-hit 9,008> t-tabel 2,002 dan nilai taraf signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan konformitas pada remaja ditinjau dari komunitas sepeda motor di Banda Aceh. Hasil Pengkategorian menunjukkan 27 subjek pada YVCI-BA dan 3 subjek pada The Brandals memiliki konformitas tinggi dan 3 subjek pada YVCI-BA dan 27 subjek pada The Bradals memiliki konformitas rendah.
Kata kunci : Konformitas, Komunitas Formal, Komunitas Nonformal
iii
RELATIONSHIP BETWEEN MOTHER-CHILDREN COMMUNICATION WITH ATTITUDE OF ADOLESCENCE TOWARD PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOR IN
BANDA ACEH
Rizki Riza, Mirza, Maya Khairani
ABSTRACT
Conformity is the individuals adjustment within the group, thus it conforms to the valid norms in order to avoid any sanctions should there is no conformity behavior performed. It has four aspects including the agreement, compliance, intensive indoctrination and social norms. The conformity of one group different from the others due to the background and culture of the group itself . The study was conducted on two groups, formal and nonformal motorcycle community group. Formal or nonformal community was depending on the fundamental of legality and organizational structure of the group. The study aimed to determine the differences terms of conformity on adolescent from the perspective of both formal and nonformal motorcycle communities in Banda Aceh. The sample of formal community was YVCI-BA and nonformal communities was The Brandals. It used a quantitative method with purposive sampling technique. In this case, the subject was targeted to 60 people (30 from YVCI-BA and 30 from The Brandals). The data collection method used was the Conformity Scale consisted of 28 statements. Then, t-Test was used to analyse the data and the results showed that t-value 9.008> t-Table 2.002 and the significant value was 0.001 (p<0.05), which means that there were differences in terms of conformity on adolescent from both formal and nonformal motorcycle communities in Banda Aceh. The categorizing results showed that 27 subjects on YVCI - BA and 3 subjects on The Brandals had high level of conformities on the other hand, 3 subjects on YVCI - BA and 27 subjects on The Bradals had low level of conformities.
Keyword: conformity, formal community, nonformal community
iv
Pendahuluan
Setiap remaja memiliki tugas-tugas perkembangan diantaranya perkembangan
fisik, emosional, dan sosial. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan yang
signifikan yang terjadi pada anatomi tubuh serta hormon menuju arah yang lebih
matang secara seksual. Perkembangan emosional remaja akan cenderung meningkat
menjadi lebih stabil seiring bertambahnya usia. Perkembangan sosial remaja akan
bertambah luas seiring dengan banyaknya lingkungan baru yang dimasukinya dan
disini remaja banyak belajar tentang perkembangan sosial sebagai tahap awal untuk
perkembangannya menuju dewasa (Hurlock, 2000).
Pada masa remaja, setiap individu masih membutuhkan orang tuanya, masih
tergantung kepadanya, dan masih dipengaruhi orang tuanya. Akan tetapi, remaja
mulai memiliki pandangan sendiri bahwa dia memiliki dirinya sendiri, dimana remaja
mulai banyak menyukai kegiatan diluar rumah dan memasuki dunia yang lebih luas,
dan mereka merasa dapat mengarahkan dirinya sendiri (Sulaeman, 1995). Dalam
keluarga, remaja masih memiliki hubungan dengan keluarga seperti sikap saling
menghargai dan menghormati hak dan kewajiban antar anggota keluarga, ikut terlibat
dalam memecahkan masalah dalam keluarga, memiliki toleransi dan mau bertoleransi
dalam perbedaan pendapat antar anggota keluarga, adanya keterbukaan dan
komunikasi yang baik dengan orang tua serta adik kakak, dan mendapat hak untuk
mengeksplorasi lingkungan sosial yang lebih luas serta berhak untuk terlibat
didalamnya namun masih dibawah pengawasan orang tua (Ali dan Asrori, 2005).
Selain lingkungan keluarga, lingkungan yang tak asing bagi remaja adalah
lingkungan sekolah, dimana lingkungan ini sudah dimasuki individu sejak usia anak-
anak. Lingkungan sekolah sangat berperan penting dalam memengaruhi
perkembangan remaja dimana hampir seluruh masa remaja dilalui di sekolah
(Sulaeman, 1995). Sekolah juga mengajarkan remaja mempersiapkan dirinya untuk
terjun ke lingkungan sosial yang lebih luas. Sekolah menjadi sarana bagi remaja
untuk belajar berorganisasi dan mengeluarkan ide serta pendapatnya melalui berbagai
macam kegiatan, serta ekstrakulikuler yang dapat diikutinya sesuai dengan minat dan
bakatnya masing-masing. Sekolah merupakan jembatan bagi remaja menuju
lingkungan sosial masyarakat yang lebih luas (Sarwono, 2008).
Salah satu kelompok sosial yang dimasuki oleh remaja adalah komunitas.
Remaja masuk kedalam komunitas yang sesuai dengan hobi mereka, seperti
1
komunitas sepeda motor. Komunitas sepeda motor terdiri dari dua jenis yaitu
komunitas formal dan nonformal. Sebagian remaja memilih mengikuti klub motor
yang merupakan komunitas formal, sedangkan sebagian lagi memilih geng motor
yang merupakan komunitas nonformal.
Gerungan (2004) membagi dua jenis komunitas yaitu komunitas formal dan
nonformal sesuai dengan ada atau tidaknya AD-ART dalam komunitas itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosyid (2013) mengungkapkan bahwa ada perbedaan
antara organisasi formal dan nonformal. Perbedaan tersebut terlihat dari pengaruh
komunikasi organisasi formal terhadap kepuasan kerja adalah 45,09%, sedangkan
pengaruh komunikasi organisasi nonformal terhadap kepuasan kerja adalah sebesar
35,20%. Hasil ini memperkuat teori Gerungan yang menyebutkan ada perbedaan
antara kelompok formal dan nonformal.
Perbedaan ini juga ditegaskan oleh Luthans (2006) yang menyebutkan bahwa
perbedaan konformitas antar kelompok sosial terjadi akibat perbedaan akar sejarah
yang diwarisi dan dipersepsi para pengikut kelompok sosial itu sendiri sehingga
menjadi adat dan budaya serta ciri khas kelompok tersebut. Penelitian yang dilakukan
oleh Evanita (2007) tentang perbedaan kelembagaan formal dan nonformal dalam
proses perizinan mendirikan bangunan (IMB) diperoleh hasil bahwa perizinan dari
lembaga formal lebih mudah diperoleh selama sesuai dengan persyaratan dan tata
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan pada lembaga nonformal
lebih sulit dipenuhi karena tidak ada aturan tetap sehingga membutuhkan pendekatan
yang berbeda.
Penelitian senada juga dilakukan oleh Hartini (2009) yang menunjukkan bahwa
ada perbedaan tingkat keterlibatan politik mahasiswa Universitas Indonesia di berbagai
jenis organisasi kemahasiswaan. Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat keterlibatan
politik, subjek pada organisasi formal dengan desain matriks memiliki tingkat
keterlibatan lebih tinggi daripada subjek pada organisasi kemahasiswaan nonformal
dengan desain sederhana. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa komunitas sepeda motor formal dan nonformal berbeda dalam hal
konformitas. Tujuan penelitian ini adalah melihat perbedaan konformitas pada
remaha ditinjau dari komunitas sepeda motor formal dan nonformal. Komunitas yang
lebih tinggi tingkat konformitasnya dan aspek dalam konformitas yang paling
memengaruhi tinggi rendahnya konformitas juga akan dibahas dalam penelitian ini.
2
Tinjauan Teori
1. Konformitas
Konformitas merupakan kecenderungan untuk merngubah keyakinan atau
perilaku seseorang agar sesuai dengan parilaku orang lain. Konformitas adalah
melakukan hal yang sama dengan orang lain sesuai dengan norma-norma, selera,
pendapat, penataan, dan sebagainya yang bersifat behavioral dalam sebuah kelompok
yang didalamnya seseorang mengasumsikan dirinya sebagai anggotanya (Sears,
2009). Konformitas merupakan cara yang digunakan remaja, khususnya mereka yang
termasuk dalam komunitas yang termarginalkan, merasakan adanya ikatan untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma subkultural yang tidak didukung oleh
sebagian besar masyarakat yaitu sebagaimana individu mengubah sikap dan tingkah
laku mereka dengan cara yang dipandang wajar atau dapat diterima oleh kelompok
atau masyarakat agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2004).
Konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri individu dalam masyarakat
atau kelompok karena individu tersebut terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang sudah ada, tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti orang
lain lakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak (Wade & Tavris,
2007).
2. Aspek-aspek konformitas
Adapun aspek-aspek konformitas pada remaja menurut Baron & Byrne (2004)
yaitu :
a. Kesepakatan
Suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan langsung dari individu
kepada orang lain. Individu yang bergabung dalam suatu kelompok akan setuju
dengan kesepakatan yang ada apabila individu-individu lain yang ada dalam
kelompok tersebut juga setuju dengan kesepakatan tersebut.
b. Kepatuhan
Suatu bentuk pengaruh sosial yang individu memerintahkan kepada satu orang
lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan. Individu yang ada
dalam kelompok akan patuh terhadap perintah yang diberikan apabila anggota-
anggota kelompok lain juga mengikuti perintah yang diberikan.
3
c. Indoktrinasi intensif
Suatu proses yang dilalui individu untuk menjadi anggota suatu kelompok dan
menerima kepercayaan serta aturan-aturan dari kelompok tanpa banyak bertanya.
Individu yang bergabung dalam suatu kelompok secara pelan-pelan akan melewati
berbagai proses sampai pada tujuan menjadi bagian dari kelompok tersebut.
d. Norma sosial
Aturan-aturan yang mengindikasikan tata cara seharusnya individu bertingkah
laku pada situasi yang spesifik. Norma-norma yang ada dalam suatu kelompok akan
menjadi suatu kesepakatan yang akan disetujui oleh semua anggota-anggota yang ada
kelompok tersebut.
3. Komunitas Sepeda Motor
Menurut Gerungan (2004), komunitas merupakan salah satu jenis kelompok
yang terbentuk berdasarkan adanya kesamaan minat dan ketertarikan pada hal
tertentu, berdasarkan lokasi dimana anggota komunitas itu berada, maksud,
kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, dan sejumlah kondisi lain
yang serupa. Komunitas terbagi atas formal dan nor-formal. Perbedaan diantara
keduanya dapat ditemukan melalui ada atau tidaknya anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga (AD-ART). Sepeda motor merupakan sepeda besar yang dijalankan
dengan mesin sebagai tenaga penggerak yang dikendalikan oleh manusia yang
mengendarainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan, 2013). komunitas
sepeda motor merupakan sebuah kelompok sosial dimana individu-individu yang
menjadi anggotanya merupakan sesama peminat, pecinta, atau pehobi jenis kendaraan
bermesin dengan dua roda (sepeda motor) dengan jenis dan merek yang sama, atau
bisa juga dengan jenis dan merek yang berbeda-beda tergantung dari komunitas yang
diikutinya.
4
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yang melibatkan
responden sebanyak 60 remaja di Banda Aceh, dengan krriteria (1) Remaja berusia
16-24 tahun; (2) Berjenis kelamin laki-laki; (3) Aktif mengikuti komunitas sepeda
motor YVCI-BA dan The Brandals; (4) Berdomisili di Banda Aceh. Pengambilan
responden dilakukan dalam batas waktu tertentu, dimana semua remaja yang dipilih
berdasarkan kriteria studi.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu skala yaitu
Skala Konformitas. Skala ini disusun oleh Sahara (2014) dan dilakukan adaptasi oleh
peneliti berdasarkan aspek-aspek Konformitas yang dikemukakan oleh Baron dan
Byrne (2004) yaitu kesepakatan, kepatuhan, indoktrinasi intensif, dan norma sosial.
Setiap pernyataan dalam Skala Konformitas terdiri dari pernyataan yang bersifat
favorabel dan unfavorabel. Skala ini terdiri dari 28 pernyataan dimana setiap
pernyataan mempunyai empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai(SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Sample
Independent t-Tes. Keseluruhan analisis data dilakukan dengan bantuan statistical
product and service solution (SPSS) versi 21.
Hasil Penelitian
Deskripsi Subjek
Subjek pada penelitian ini adalah anggota komunitas sepeda motor formal
(YVCI-BA) dan nonformal (The Brandals) yang berjumlah 60 orang dengan rentang
usia remaja pertengahan sampai remaja akhir. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
5
Tabel 1. Tingkat Konformitas Berdasarkan Kategori Usia
Kategori Usia Komunitas Jumlah sampelYVCI The Brandals
Remaja pertengahan(16-19 tahun)
3 27 30
Remaja akhir(20-24 tahun)
27 3 30
Deskripsi Data
Setelah dilakukan analisis secara deskriptif, terdapat perbandingan antara data
hipotetik (yang mungkin terjadi) dan data empiris (berdasarkan kenyataan di
lapangan). Deskripsi data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Deskripsi Hasil Data Penelitian
VariabelData Hipotetik Data Empirik
Xmax Xmin Mean SD Xmax Xmin Mean SDKonformitas 112 28 70 14 88 59 73,73 6,29
Rata-rata pada deskripsi hasil data secara empirik yang telah dipaparkan pada
tabel di atas, akan digunakan untuk mengetahui kecenderungan respon subjek
penelitian terhadap tiap-tiap variabel yang dapat dijadikan batasan untuk
pengkategorian subjek. Tabel normatif untuk kategori sampel penelitian
berdasarkan data empirik sebagai berikut.
Tabel 3. Norma Kategorisasi Subjek Penelitian
Rumus Norma Kategori Kategori X< M Rendah
X≥ M Tinggi
Sumber: Azwar (2010)
Berpedoman pada norma yang telah disusun tersebut, maka peneliti melakukan
kategorisasi skor tiap-tiap sampel penelitian pada masing-masing variabel penelitian.
Tabel 4. Kategorisasi Tingkat Konformitas pada Subjek Penelitian
Interval Kategori Konformitas FerkuensiYVCI-BA The Brandals
X< 73,73 Rendah 3 10% 27 90% 30X≥ 73,73 Tnggi 27 90% 3 10% 30
6
Analisis Data Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan sebuah variabel antara dua
kelompok pembanding. Sebelum analisis dilakukan, ada beberapa syarat yang harus
dilakukan terlebih dahulu yaitu uji normalitas sebaran pada kedua variabel penelitian,
dan uji homogenitas untuk menentukan metode uji perbedaan yang akan digunakan.
Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan pada 60 subjek penelitian pada variabel
konformitas memiliki sebaran normal (K-S-Z = 0, 850, dengan p>0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa variabel Skala Konformitas memiliki sebaran normal. Hasil uji
homogenitas menunjukkan nilai signifikansi 0,083 dengan p > 0,05, karena nilai
signifikansi lebih besar dari nilai p dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini
mempunyai varians yang sama atau dengan kata lain varians datanya bersifat
homogen, dan terbentuk hipotesis bahwa tidak ada perbedaan konformitas pada kedua
komunitas.
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya dilakukan uji
hipotesis. Analisis Uji-t menunjukkan nilai t-hitung sebesar t = −¿9,008 (thitung > ttabel
yaitu 2,002) dengan tingkat signifikansi p= 0,001 (p<0,01). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya adalah terdapat
perbedaan konformitas antara komunitas YVCI-BA dengan The Brandals.
Data Tambahan
Selain melakukan uji hipotesis untuk melihat perbedaan konformitas pada
remaja ditinjau dari komunitas sepeda motor formal dan nonformal, peneliti juga
melakukan analisis per aspek pada variabel penelitian untuk melihat aspek mana yang
sangat berhubungan dengan variabel dependen (tergantung). Berikut merupakan hasil
analisis per aspek:
Tabel 4 . Korelasi Aspek Komunikasi Ibu-Anak dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Aspek konformitas Rata-rata persentaseKesepakatan 17,70 24,00%Kepatuhan 17,57 23,83%
Indoktrinasi Intensif 19,70 26,72%Norma Sosial 18,77 25,45%
Total 73,73 100%
Data tambahan selanjutnya berdasarkan batasan usia, peneliti mendapatkan
data tambahan yaitu konformitas yang lebih tinggi terdapat pada remaja akhir
7
dibanding remaja pertengahan (dengan batasan usia remaja menurut Hurlock, 2000).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 5. Tingkat Konformitas Berdasarkan Kategori Usia
Kategori Usia Tingkat konformitas Jumlah sampelTinggi Rendah
Remaja pertengahan(16-19 tahun)
3 27 30
Remaja akhir(20-24 tahun)
27 3 30
Diskusi
Berdasarkan data hasil penelitian terhadap 60 subjek anggota komunitas sepeda motor
menunjukkan adanya perbedaan tingkat konformitas pada remaja ditinjau dari formal
atau tidak formalnya komunitas. Hal ini ditunjukkan dari tingkat toleransi taraf
kepercayaan 95% rentang selisih konformitas antara YVCI-BA dengan The brandals
adalah dari 7,462 sampai 11,738 dengan selisih sebesar 4,276. Nilai t-hitung 9,008> t-
tabel 2,002 dengan nilai signifikansi 0,001<0,05 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan konformitas antara YVCI-BA dengan The Brandals
Perbedaan konformitas berdasarkan tabel ketegorisasi (Tabel.9) dapat dilihat
bahwa 90% dari komunitas YVCI-BA memiliki konformitas tinggi dan 10% rendah.
Pada komunitas The Brandals terdapat hal sebaliknya dimana 90% memiliki
konformitas rendah dan 10% tinggi. Hasil ini mendukung uji analisis statistik yang
menunjukkan ada perbedaan konformitas pada YVCI-BA dengan The Brandals.
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima karena tiap kelompok
yang berbeda akan memiliki tingkat konformitas yang berbeda, hal ini terbukti
dengan melihat hasil uji beda yang telah dilakukan menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara komunitas formal (YVCI-BA) dengan komunitas non-formal (The
Brandals). Konformitas merupakan variabel penting dalam sebuah kelompok
sehingga pengaruhnya cukup besar untuk dapat membuat perbedaan antara sebuah
kelompok dengan kelompok lainnya.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Teruna (2010) yang
menggunakan metode kuantitatif dengan teknik stratified cluster random sampling,
dan menggunakan satu skala yaitu Skala Konformitas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan tingkat konformitas terhadap seks pranikah antara pria dan
wanita. Perbedaan antara sebuah kelompok dengan kelompok lainnya disebabkan
8
oleh akar sejarah yang diwarisi dan dipersepsi para pengikut kelompok sosial itu
sendiri sehingga menjadi adat dan budaya serta ciri khas kelompok tersebut (Luthans,
2006).
Penelitian tentang perbedaan kelompok formal dengan kelompok nonformal
dilakukan oleh Evanita (2007) tentang perbedaan kelembagaan formal dan nonformal
dalam proses perizinan mendirikan bangunan (IMB) diperoleh hasil bahwa perizinan
dari lembaga formal lebih mudah diperoleh selama sesuai dengan persyaratan dan tata
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan pada lembaga nonformal
akan sulit dipenuhi karena tidak ada aturan tetap sehingga membutuhkan pendekatan
yang berbeda. Penelitian senada juga dilakukan oleh Hartini (2009) dimana ada
perbedaan tingkat keterlibatan politik mahasiswa universitas indonesia di berbagai jenis
organisasi kemahasiswaan dimana dari hasil perhitungan rata-rata skor tingkat
keterlibatan politiknya, subjek pada organisasi formal dengan desain matriks memiliki
tingkat keterlibatan lebih tinggi daripada subjek pada organisasi kemahasiswaan
nonformal dengan desain sederhana.
Pada Subjek penelitian ini, YVCI-BA dan The Brandals memiliki perbedaan
dalam aspek norma dimana YVCI-BA memiliki struktur organisasi, landasan hukum,
agenda kerja, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang telah ditentukan dalam AD-ART
membuat anggota komunitas ini lebih konform terhadap kelompok daripada The
Brandals, hal ini terlihat melalui data yang diperoleh dimana rata-rata skor total
YVCI-BA adalah 78,57. Hasil ini lebih tinggi dari yang diperoleh The Brandals yaitu
sebesar 68,97. Tidak adanya aturan yang jelas, struktur organisasi, agenda kerja, yang
terangkum dalam AD-ART membuat konformitas kelompok ini cenderung lebih
rendah. Individu yang memiliki konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung
pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga individu
cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan
usahanya sendiri (Monks dkk, 2004).
Komunitas formal (YVCI-BA) memiliki sanksi yang lebih tegas dibanding
komunitas non-formal (The brandals), hal ini membuat individu dalam komunitas
YVCI-BA cenderung lebih konform dibanding The Brandals. Sanksi yang tegas
membuat individu lebih konform baik karena terpaksa maupun secara sukarela demi
memenuhi harapan orang lain sehingga dapat diterima dalam kelompok (Ali dan
Asrori, 2005).
9
Menurut Luthans (2006), kelompok formal cenderung lebih tinggi aspek
fungsionalnya daripada aspek disfungsionalnya, hal ini bertolak belakang dengan
kelompok non-formal. Aspek fungsional ini diantaranya konflik tujuan, pembatasan
hasil, konformitas, ambisi yang terhalang, dan resistansi terhadap perubahan.
Referensi ini mendukung hasil penelitian dimana aspek fungsional (konformitas)
kelompok formal lebih tinggi dibanding kelompok non-formal.
Berdasarkan hasil analisis peraspek (Tabel 10) dapat disimpulkan bahwa
aspek indoktrinasi intensif memberikan kontribusi terbesar dalam mengukur tingkat
konformitas pada penelitian ini. Menurut Baron dan Byrne, (2004) Indoktrinasi
intensif merupakan suatu proses yang dilalui individu untuk menjadi anggota
kelompok dan menerima kepercayaan serta aturan dalam kelompok tanpa bertanya-
tanya dengan disertai komitmen yang tinggi.
Ada empat tahapan dalam indoktrinasi intensif yaitu pertama tahap melunak,
anggota baru diisolir dari teman-teman dan keluarga serta lingkungan awalnya
sehingga mereka dapat dipisahkan dari kehidupan lamanya dan menempatkan mereka
pada keadaan dimana mereka akan menerima pesan-pesan kelompok. Kemudian
tahap kedua yaitu kesepakatan, anggota baru diminta untuk menuruti permintaan
kelompok serta secara aktif mencoba peran sebagai anggota. Tahap ketiga yaitu
internalisasi, anggota baru mulai menerima bahwa pandangan-pandangan kelompok
adalah benar dan mereka sungguh-sungguh mempercayai pandangan tersebut. Tahap
keempat konsolidasi, anggota baru memperkuat keanggotaan mereka dengan
melakukan tindakan yang membuat mereka sulit untuk keluar dari kelompok. Hasil
dari indoktrinasi intensif akan membuat anggota kelompok dapat menerima dan
percaya kepada kelompok tanpa bertanya-tanya (Baron dan Byrne, 2004).
Data tambahan menyebutkan bahwa remaja akhir lebih konform daripada
remaja pertengahan (Tabel 11). Menurut Rachmawati (2008), usia remaja akhir
membuat remaja lebih konform daripada remaja awal, hal ini dikarenakan usia remaja
akhir memiliki kematangan emosi yang lebih stabil karena mendekati usia dewasa
sehingga membuat remaja cenderung mengikuti norma-norma yang berlaku dalam
kelompoknya. Pada usia remaja pertengahan, remaja memiliki labilitas emosi yang
tinggi sehingga cenderung tidak patuh pada aturan yang berlaku, masa ini juga
diwarnai dengan berkobar-kobarnya semangat dalam mencari dan menemukan
10
identitas sehingga remaja cenderung mengubah-ubah sikap serta pandangannya
terhadap norma yang berlaku (Dimjati, 2000).
Selama proses penelitian terdapat beberapa kendala yaitu sulitnya mencari
subjek yang merupakan komunitas non-formal, hal ini disebabkan karena komunitas
ini tidak diketahui publik, tidak memiliki nama yang pasti dan anggota tetap,
sehingga sulit untuk ditemui. Dalam penelitian ini terdapat kekurangan yaitu populasi
yang masih kurang luas dan subjek yang sedikit sehingga hasil yang diperoleh tidak
cukup kuat untuk mewakili komunitas yang ada di Banda Aceh.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini, ditemukan perbedaan yang
signifikan pada konformitas remaja jika ditinjau dari komunitas sepeda motor formal
dan nonformal di Banda Aceh. Perbedaan konformitas antara komunitas formal dan
nonformal terbukti berdasarkan hasil kategorisasi tinggi-rendahnya tingkat
konformitas yang menunjukkan 90% Subjek YVCI-BA memiliki konformitas tinggi
dan 10% memiliki konformitas rendah, sedangkan pada The Brandals sebaliknya
hanya 10% subjek memiliki konformitas tinggi dan 90% memiliki konformitas
rendah.
Dari keempat aspek konformitas yang digunakan dalam penelitian, diperoleh
hasil bahwa aspek indoktrinasi intensif memberi sumbangan paling besar dalam
menyebabkan konformitas. Data tambahan (usia) yang diperoleh peneliti
menunjukkan bahwa remaja akhir cenderung menunjukkan tingkat konformitas lebih
tinggi daripada remaja pertengahan. Hal ini disebabkan remaja akhir cenderung
memiliki emosi lebih stabil daripada remaja pertengahan.
Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka diajukan beberapa saran
yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya maupun bagi pakar
psikologi sosial dan psikologi perkembangan remaja:
1. Penelitian ini hanya membahas mengenai perbedaan konformitas pada remaja,
bagi penelitian selanjutnya diharapkan agar mampu membahas mengenai
konformitas pada orang dewasa sehingga dapat memperkaya pembahasan dan
pengetahuan mengenai konformitas pada jenjang usia yang lebih luas.
11
2. Subjek dalam penelitian ini semuanya berjenis kelamin laki-laki, sehingga
penelitian lanjutan dapat dilakukan pada semua jenis kelamin sehingga bisa
diperoleh perbandingan konformitas pada laki-laki dan perempuan.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama, disarankan
untuk menambah aspek lain dalam mengungkap variabel konformitas sehingga
dapat diperoleh data tambahan yang dapat memperkaya wawasan tentang
konformitas pada remaja.
4. Di Banda Aceh ada banyak komunitas lainnya seperti komunitas mobil, fotografi,
pecinta tanaman, peduli kesehatan, dan sebagainya sehingga ada baiknya
penelitian dilakukan juga pada komunitas lain tidak hanya terbatas pada
komunitas sepeda motor.
5. Saat melakukan penelitian, diharapkan peneliti benar-benar mengontrol subjek
dalam mengisi skala penelitian, karena remaja cenderung kurang teliti dalam
pengisian skala, sehingga ada skala yang tidak diisi dengan keadaan yang
sebenarnya. Selain itu, disarankan untuk pernyataan pada skala dibuat menjadi
lebih mudah untuk dipahami agar subjek tidak bosan ketika mengisi angket.
12
Daftar Pustaka
Ali, M. dan Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Jakarta Grafika Offset
Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, & Byrne. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Dimjati, M.M. (2000). Psikologi Anak dan Remaja. Yogyakarta: Yayasan Aksara Indonesia
Evanita. (2007) Hubungan Kelembagaan Formal dan Nonformal dalam Proses Perizinan (IMB) dengan Menggunakan Izin Pakai pada Tanah Ulayat di Kecamatan Kuranji Kota Padang . Tesis (tidak diterbitkan). Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Hartini, E. S. (2009). Perbedaan Tingkat Keterlibatan Politik (Political Engagement) Mahasiswa Universitas Indonesia di Berbagai Jenis Organisasi Kemahasiswaan. Skripsi (Tidak diterbitkan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hurlock, E. B. (2000). Psikologi Perkembangan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan (2013) dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Monks, F. J & Haditono, S. R. (2004). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.
Rachmawati, F. Hubungan Kematangan Emosi dengan Konformitas Pada Remaja. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 2(1), 1-16, diakses 10 Desember 2013, dari http://journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/1532/870
Rosyid, B. Pengaruh Komunikasi Organisasi Formal dan Komunikasi Organisasi Nonformal Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Tetap Bagian Teknik dan Pengolahan pada PT. Perkebunan Nusantara x (Persero) Gudang Ajong-Gayasan Jember. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
13
Sahara, N. (2014). Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Konformitas Remaja di Banda Aceh. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Sarwono, S. W. (2008). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Sears, D. O (2009). Psikologi Sosial Edisi V Jilid II. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga
Sulaeman, D. (1995). Psikologi Remaja. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Teruna, Y. P. (2010). Perbedaan Tingkat Konformitas pada Remaja Terhadap Seks Pranikah Antara Pria dan Wanita. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jakarta
Wade, C. & Tavris, C. (2007). Psycholgy (9th Edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
14
Biodata Peneliti
Nama : Rizki RizaPekerjaan : MahasiswaInstansi : Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah KualaNo. Kontak : +6285358838667Alamat e-mail : [email protected]
15