leukimia
DESCRIPTION
LeukimiaTRANSCRIPT
![Page 1: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Leukemia merupakan suatu penyakit ganas dari jaringan hematopoietic, ditandai
dengan adanya penggantian elemen-elemen sum-sum tulang normal dengan sel-sel darah
abnormal (neoplastik). Sel-sel leukemik seringkali (tapi tidak selalu) terdapat pada darah
perifer dan biasanya menginvasi jaringan retikuloendotelial, termasuk lien, hati, dan nodus
limfatikus. Sel-sel tersebut juga dapat menginvasi jaringan lainnya, infiltrasi organ muapun
dalam tubuh. Jika tidak ditangani, leukemia dengan cepat dapat menyebabkan kematian
(Harmening, 2002).
1.2 Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang
lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel
darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan (Harmening,
2002).
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi
perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini,
dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal (Harmening, 2002).
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
![Page 2: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/2.jpg)
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal, dan otak (Harmening, 2002).
1.3 Determinan Penyakit Leukemia
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
1. Host
Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. ALL merupakan
leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4
tahun, AML terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara
umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).
Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang
lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam (Harmening, 2002).
Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan
kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit
seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D (Harmening, 2002). Pada sebagian penderita dengan
leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.Selain itu, leukemia juga dapat
terjadi pada kembar identik.
![Page 3: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/3.jpg)
2. Agen
Virus
Adult T cell leukemia (ATL) berhubungan dengan infeksi oleh human T cell leukemia
virus (HTLV); human limphotrophic virus-1 penyebab leukemia pada manusia.
Pada pasien yang terinfeksi. Protein HTLV melekat pada protein limfosit yang
bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel. Umumya terjadi di Asia dan
sebagian Karibia(Harmening, 2002).
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian AML dan LGK jelas sekali meningkat
setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin
dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan
Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi AML
dan LGK sampai 20 kali lebih banyak (Harmening, 2002).
Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena
leukemia terutama AML (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak
menderita leukemia(Harmening, 2002).
1.4 Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, yaitu kematangan sel dan cell
lineage. Kematangan sel digunakan untuk membedakan antara leukemia akut dengan kronis.
Ketika sel-sel ganas bersifat immature (steam cell, blast, atau prekursor imatur lainnya, leukemia
![Page 4: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/4.jpg)
diklasifikasikan sebagai leukemia akut; ketika sel ganas bersifat mature, diklasifikasikan sebagai
leukemia kronis. Secara umum kedua grup tersebut berhubungan dengan perjalanan klinisnya,
yaitu cepat (akut) dan lambat (kronis). Selanjutnya leukemia dibagi berdasarkan turunannya
yaitu lymphoid atau myeloid. Myeloid meliputi granulositik, monositik, megariositik, dan
eritrositik. Oleh karena itu, klasifikasi leukemia dibagi kedalam empat kategori: acute
lymphoblastic leukemia (ALL), acute myeloid leukemia (AML; juga disebut acut
nonlymphoblastic leukemia, ANLL), chronic lymphocytic leukemia (CLL), dan chronic
myelogenous leukemia (CML) (Harmening, 2002).
Leukemia akut
Leukimia akut merupakan suatu keganasan dari sel progenitor hematopoietic, yang
biasanya gagal menjadi matur dan berdiferensiasi. Leukimia akut dibagi menjadi dua
golongan, yaitu acute lymphocytic leukemia (ALL) dan acute myelogenous leukemia (AML).
Karakteristik ALL, 65% berasal dari limfosit B, 20% limfosit T dan 15% ALL diklasifikasikan
sebagai nul sel leukemia karena berasal dari limfosit B dan limfosit T (Greenberg and Glick,
2003).
Pada paseien yang sudah tua AML didahuli oleh preleukemic atau sindrom
Myelodysplastic, dimana terdapat kelainan sumsum tulang yang mempengaruhi RBCs,
leukocytes, dan platelet. Prognosis pada jenis ini buruk (Greenberg and Glick, 2003).
Manifetasi Klinis
Leukimia akut dapat terjadi pada berbagai umur, namun ALL sering terjadi pada anak-
anak. Sedangkan AML sering terjadi pada orang dewasa. Gejala dan tandanya yaitu supresi
atau infiltrasi sel leukemic pada organ dan jaringan lain. Perubahan pada sumsum tulang
menyebabkan anemia, thrombocytopenia, dan penurunan fungsi normal neutrofil.
Anemia menyebabkan pucat, nafas menjadi pendek, dan mudah lelah, yang
merupakan gejala utama dari penyakit ini. Thrombocytopenia menyebabkan perdarahan
spontan (Greenberg and Glick, 2003).
![Page 5: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/5.jpg)
Terkadang pasien leukemia dapat mengalami peningkatan jumlah leukosit yang
signifikan, namun sel leukemic tersebut tidak berfungsi normal, sehingga menyebabkan
kecacatan migrasi, fagositosis atau aksi bakterisidal. Sehingga infeksi mengalami komplikasi dan
dapat berujung pada kematian (Greenberg and Glick, 2003).
Infiltrasi organ dan jaringan oleh sel leukemic dapat menyebabkan
lymphadenopathy, hepatomegaly, and splenomegaly. Sel juga dapat berinfiltrasi ke sistem saraf
pusat yang dapat menyebabkan cranial nerve palsy, paresthesia, anesthesia, and
paralysis (Greenberg and Glick, 2003).
Tumor terlokalisasi yang berisi sel leukemic disebut “chloromas.” Permukaan tumor ini
berubah warna menjadi kehijauan jika terkena cahaya karena adanya myeloperoxidase
(Greenberg and Glick, 2003).
Perawatan
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan
perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh
99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangakan
penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan
AML yang meninggal (Greenberg and Glick, 2003).
Klebsiella, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi
saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus
yang umum, terutama dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan
cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum (Greenberg and Glick, 2003).
Transplantasi dari sel hemopoietic stem sebelumnya dikenal sebagai
“transplantasi sumsum tulang”, telah digunakan untuk memperlakukan hematologic leukemia
akut dan keganasan lain, penyakit genetic kekebalan tubuh dan system darah, dan yang lebih
baru-baru ini tumor padat. Tujuan HSCT di leukemia adalah untuk memberantas semua sel-sel
ganas dan menggantinya dengan sel-sel normal dahulu dari sumsum. Transplantasi sel
induk pada tumor solid, seperti kanker payudara, digunakan untuk mengobati pasien
![Page 6: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/6.jpg)
dengan dosis sangat tinggi beracun kemoterapi, yang akan biasanya berakibat fatal karena
kegagalan sumsum tulang (Greenberg and Glick, 2003).
Transplantasi sel stem dilakukan dengan kombinasi dari kemoterapi dosis tinggi dan pada
beberapa kasus, radiasi total badan. Sel stem pluripotent menanam sampai dengan 4 minggu
setelah transplantasi, dan selama periode ini, pasien sangat rentan terhadap infeksi dan
perdarahan dan karenanya harus didukung dengan hati-hati di pusat-pusat kesehatan yang
memiliki oncologist terampil (Greenberg and Glick, 2003).
Setelah engraftment, meliputi komplikasi akut dan penyakit graft-versus-host kronis yang
disebabkan oleh limfosit T dari korupsi yang menghancurkan jaringan inang vital normal dan
organ. GVHD akut terjadi dalam 100 hari pertama setelah transplantasi, menyebabkan kulit
ringan sampai parah, hati, usus, dan penyakit immunologic. GVHD kronis terjadi lebih dari
100 hari setelah transplantasi dan menyerupai penyakit autoimun seperti lupus dan
sklerodema. Komplikasi ini biasanya sembuh dengan penggunaan imunosupresi (Greenberg
and Glick, 2003).
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL)
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang
dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di sumsum tulang.
Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan limfoid
lainnya. Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat membedakan
kategori dari keganasan limfoid (William, 2000).
Etiologi ALL
Hanya sedikit etiologi ALL yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan AML.
Kebanyakan ALL yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko. Prevalensi ALL
meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki. Kebanyakan
etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, ALL juga bisa dicetuskan pada mereka yang
sebelumnya memiliki Sindrom Mielodisplastik. Meningkatnya kasus ALL juga
berkaitan dengan kelainan kromosom (11q23) sebanyak 80-90 % kasus dari ALL. ALL juga
![Page 7: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/7.jpg)
bisa terjadi secara sekunder, dimana terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi
untuk jenis leukemia yang berbeda (Seiter, 2010).
Gambaran Klinis ALL
Pasien dengan ALL menunjukkan gejala yang berkaitan dengan adanya
infiltrasi sel-sel ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-sel
darah yang normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang dimanifestasikan dengan
adanya nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat hebat (Seiter, 2010).
Sekitar 10-20 % pasien mengalami keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas
karena terjadi splenomegali. Pada pasien ALL yang sub tipe sel T, Biasanya mengalami gejala
nafas yang pendek, karena pembesaran massa mediastinal. Karena pasien ini mengalami
anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah, pusing, palpitasi, dan dyspnea juga
beraktifitas fisik. Pasien ALL sering mengalami penurunan jumlah neutrofil, meskipun
jumlah total sel darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat rentan terhadap infeksi.
Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi berbanding terbalik dengan jumlah neutrofil.
Infeksi sangat rentan pada jumlah neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan semakin bertambah
berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien ALL sering mengalami demam (sekitar
25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun bagaimanapun juga pada pasien ini kita harus
membuktikan bahwa demam ini bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak, infeksi
tetap merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi ALL (Seiter,
2010).
Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat
ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda infeksi dan
demam. Demam harus diinterpretasikan adanya infeksi. Karena pasien mengalami
trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, terutama pada ekstrimitas bawah.
Adanya ekimosis yang luas merupakan indikasi terjadinya DIC. Juga ditemukan
hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi. Pada beberapa keadaan,
juga bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit pasien, karena infiltrasi sel
leukemi ke kulit. Pada pemeriksaan laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan
trombositopeni dalam berbagai derajat. Pasien ALL jumlah sel darah putihnya bisa meningkat,
![Page 8: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/8.jpg)
normal, atau rendah, tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombintime / activated
partial thromboplastin time dan penurunan fibrinogen atau fibrin degradation products
menandakan terjadinya DIC (Seiter, 2010).
Pada pemeriksaan sel darah tepi akan ditemukan adanya sel blas. Pada
pemeriksaan kimia darah akan ditemukan peningkatan kadar laktat dehydrogenase (LDH) dan
peningkatan kadar asam urat. Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/ kreatinin)
diperlukan pada awal terapi. Pemeriksaan kultur darah harus dilakukan pada pasien
yang mengalami demam, atau pada pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa
disertai demam (Seiter, 2010).
Diagnosis ALL
Diagnosis ALL dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah
tepi,namun lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum
tulang adalah pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis leukemia. Sumsum
tulang yang telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atau Giemsa. Diagnosis ALL ditegakkan
apabila ditemukan sedikitnya 30% limfoblas (menurut klasifikasi FAB) atau setidaknya
20% limfoblas (menurut klasifikasi WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi (Freireich,
2010).
Berikut ini adalah klasifikasi menurut FAB (French-American-British) (Foreman, 2008):
LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleoluskecil atau bahkan
tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.
L2: sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklear irreguler, dan
nukleolusnya berukuran besar.
L3: sel besar dan homogen dengan nukleolus multipel, sitoplasma. Berwarna
kebiruan, dan terdapat vakuol sitoplasmik.
Klasifikasi WHO mengelompokkan subtipe LI dan L2 sebagai leukemialimfoblastik
prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtype L3 termasuk dalam
keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt. Sampel dari sumsum tulang sebaiknya
![Page 9: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/9.jpg)
diperiksa sitogenetik dan flow sitometri.Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan
sitogenetik sebanyak 70% dari seluruh kasus ALL (Freireich, 2010).
Diagnosis Banding ALL
Diagnosis banding, yang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
termasuk infeksi kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV)
yang mengakibatkan lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia. Penyakit-
penyakit yang termasuk diagnosis banding adalah penyakit dengan kegagalan sumsum tulang,
seperti anemia aplastik, Keganasan lain yang mungkin harus dipikirkan adalah Leukemia
Mieloid Akut (LMA), Limfoma sel B, Lymphoma High Grade Malignant Immunoblastic,
Lymphoma Mantle Cel, dan Lymphoma NonHodgkin.
Perawatan ALL
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan
perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat
membunuh 99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak.
Sedangakan penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak
pasien dengan AML yang meninggal (Freireich, 2010).
Klebsiela, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi
saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus
yang umum, terutama dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan
cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum. Secara umum, perawatan ALL
sama dengan perawatan AML (Freireich, 2010).
![Page 10: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/10.jpg)
LEUKEMIA KRONIS
Leukemia kronis ditandai dengan adanya sel yang terdiferensiasi secara baik dalam
jumlah yang banyak pada sumsum tulang, perifer darah, dan jaringan dan tahap prolongasi klinis
walaupun tanpa terapi. Ini adalah hal yang membedakan leukemia kronis dengan leukemia akut,
dimana sel yang imatur menjadi predominan dan tahap klinis yang tidak dirawat akan berakhir
pada kematian dalam beberapa bulan saja. Dua tipe utama dari leukemia kronis adalah leukemia
granulositik kronis (CGL, atau leukemia myelositik kronis (CML) dan leukemia limfositik kronis
(CLL), yang mana berbeda etiologinya, manifestasi klinis, prognosis, dan terapinya (Greenberg
and Glick, 2003).
Chronic Myelocytic Leukemia
CGL adalah tipe pertama dari leukemia yang diidentifikasi oleh ahli pada 1840an, pada
saat perubahan makroskopis pada darah diketahui atau terdapat pada pasien dengan
splenomegali. Sering disebut CML, merupakan bentuk leukemia yang berhubungan dengan
paparan atau ionisasi radiasi dan racun kimia. Kelainan kromosomal mempengaruhi sel
stem hematopoietic dan dengan demikian Nampak pada myeloid dan sebagian garis sel limfoid.
CML memiliki dua fase: kronis dan blastik. Selama fase kronis, banyak granulosit yang terdapat
pada sumsum tulang dan perifer darah, tapi selnya memelihara fungsi normalnya. Butuh waktu 5
dan 8 tahun setelah formasi dari sel CML yang pertama untuk tanda klinis dan symptom untuk
berkembang. Fase blastik, yang membutuhkan waktu 2 sampai 4 tahun setelah
diagnose, diidentifikasikan dengan transformasi ganas lebih lanjut ke sel imatur, yang mana
tampil mirip dengan sel pada leukemia akut (Greenberg and Glick, 2003).
Manifestasi klinis
CML terjadi paling banyak pada pasien antara usia 30 dan 50 tahun. Tidak ada symptom
yang ditunjukkan pasien selama tahun-tahun pertama, dan penyakitnya dapat ditemukan selama
pemeriksaan splenomegali rutin. Tanda awal dan symptom biasanya muncul sekunder pada
anemia pada saat packing leukosit di sumsum tulang dan limfa. Anemia menyebabkan lemah,
letih, dan dispenia, sedangkan nyeri tulang atau nyeri abdomen pada kuadran atas kiri
mengakibatkan sumsum tulang dan limfa berubah. Diagnose ditegakkan dengan adanya
kromosom Philadelphia dari 90% kasus dan ketidakadaan dari fosfatase alkalin leukosit.
Pasien biasanya sembuh selama beberapa tahun sebelum penyakitnya masuk ke fase blastik.
![Page 11: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/11.jpg)
Transformasi dari fase blastik ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau berkembang lambat selama
berbulan-bulan. Simpton yang terjadi disebabkan oleh splenomegali yang bertambah buruk, dan
organ lainnya, biasanya pada liver, nodus limfatikus, dan kulit, menjadi terlibat. Kematian terjadi
setelah beberapa bulan dimulainya fase blastik (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi
Jika symptom terlihat atau dimulai, terapu yang umum digunakan adalah penggunaan
busulfan atau agen alkil yang lain. Penyakitnya dikontrol selama fase kronis dengan kemoterapi
dan radiasi, namun penyembuhan yang benar adalah jarang kecuali transplantasi sumsum
tulang dari histokompatibel donor didapatkan. Kehidupan hanya dapat diperpanjang dengan
aturan kemoterapi yang digunakan pada leukemia akut (Greenberg and Glick, 2003).
Chronic Lymphocytic Leukemia
CLL dihasilkan dari keganasan yang progresivitasnya lambat dan melibatkan limfosit.
Lebih dari 90% kasus melibatkan limfosit B, yang mana dia yang bertanggungjawab
untuk sintesis immunoglobulin dan respon antibody, daripada limfosit T, yang hanya
terdapat pada 5% kasus. Limfosit B CLL tidak membawa fungsi imunologik normalnya dan
tidak dibedakan dengan sel plasma normal yang memproduksi immunoglobulin ketika
terpapar antigen. Satu alas an mengapa penyakit ini berjalan lambat adalah karena, tidak
seperti sel pada leukemia lainnya, sel CLL tidak membunuh sel sumsum sampai tahap akhir pada
penyakit ini.
Manifestasi klinis
CLL terjadi paling sering pada pria usia lebih dari 40 tahun, onset pada usia 60 tahun.
Karena progress nya lambat, maka tidak dapat terdeteksi secara dini. Darah perifer
menunjukkan banyaknya limfosit yang terdiferensiasi baik; ratusan dari ribuan, bahkan
jutaan, sel per millimeter kubik dapat tampak pada darah perifer. Fase asimptomatik dapat
bertahan hingga tahunan. Infiltrasi sumsum tulang menyebabkan anemia dan trombositopenia,
menghasilkan kepucatan, lemah, dispenia, dan purpura. Infiltrasi dari jaringan lain
mengakibatkan limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, dan infiltrasi leukemik pada kulit
![Page 12: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/12.jpg)
atau mukosa. Limfadenopati servikal dan pembengkakan tonsil adalah tanda umum kepala dan
leher dari CLL (Greenberg and Glick, 2003).
Pada akhir-akhir penyakit, limfadenopati yang besar dapat menyebabkan obstruksi
intestinal atau uretral dan obstruksi penyakit kuning. Infiltrasi leukemik mengakibatkan
disfungsi liver, malabsorpsi intestinal, obstruksi pulmonary, atau kompresi dari system
saraf pusat atau tepi. Immunoglobulin yang abnormal dapat mengakibatkan anemia hemolitik
atau trombositopenia (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi CLL
Kebanyakan oncologist tidak mengobati pasien CLL asimptomati dengan
kemoterapi karena tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pada perawatan awal meningkatkan
kesembuhan. Indikasi untuk perawatan termasuk untuk lelah yang parah, limfadenopati, atau
perkembangan dari anemia atau trombositopenia. Perawatan standar untuk CLL
menggunakan chlorambucil; namun bagaimanapun juga fludarabine telah menunjukkan respon
yang lebih baik (Greenberg and Glick, 2003).
Hairy cell leukemia adalah jenis yang berbeda dari CLL yang teridentifikasi oleh
leukemic limfositt B dengan gambaran sitoplastik dan predominan 5:1 pada pria. Tanda dan
symptom yang umum termasuk splenomegali, vasculitis, dan erythema nodosum. Obat
pilihannya adalah cladribine. Interferon dan splenektomi jarang digunakan (Greenberg
and Glick, 2003).
Manifestasi Oral Leukemia
Banyak terdapat tanda dan gejala oral, maka dokter gigi mungkin menjadi klinisi pertama
yang menemukan tanda-tanda penyakit ini. Tanda kepala dan leher dihasilkan dari infiltrasi
leukemia atau kegagalan sumsum. Hal tersebut termasuk limfadenopati servikal, perdarahan oral,
infiltrasi gingival, infeksi oral, dan ulser oral (Greenberg and Glick, 2003).
Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang belum
terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yang penting dalam mendeteksi penyakit
sistemik karena mukosa oral juga berpetan sebagai barometer dan adanya penyakit sistcmik,
misalnya kelainan darah leukemia. Mukosa oral mempunyai sifat khusus dibandingkan
jaringan tubuh lainnya, ini disebabkan karena:
![Page 13: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/13.jpg)
(1) mukosa oral mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga mudah terpengaruh oleh keadaan
organ yang jauh letaknya,
(2) mukosa oral sering mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat,
(3) mukosa oral mudah mcngalami trauma (Greenberg and Glick, 2003).
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi oral. Manifestasi
oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut pada tahap awal perkembangan
penyakit. Prevalensi dan distribusi dari komplikasi inisial leukemia di rongga mulut pada
pasien AML sama dengan pasien ALL (Wahyuni,2006).
Manifestasi oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien. Keluhan oral ini
mendorong pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi. Hou dkk dan Dean dkk melaporkan
bahwa penemuan lesi oral sebagai gambaran klinis leukemia akut oleh dokter gigi sangat
berguna sebagai indikator untuk mendeteksi dini leukemia. Menurut Yanif dan
Marom, tanda dan gejala oral leukemia sering bervariasi. Meskipun demikian, terdapat
tanda dan gejala oral yang paling sering ditemukan, diantaranya (Wahyuni,2006) :
1. Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi pada masa
posdiagnostik adalah perdarahan oral dan peteki. Perdarahan oral merupakan manifestasi oral
leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan bagi pasien. Perdarahan oral lebih sering
ditcmukan pada pasien leukemia akut dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan
ini umumnya terjadi pada bibir, lidah dan gingival (Wahyuni,2006).
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya, namun manifestasi
oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya perdarahan di tempat lain seperti
otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan
faktor utama penyebab kematian pasien leukemia selain infeksi (Greenberg and Glick, 2003).
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari penyakit dan hasil
kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan ecchymoses, dan perdarahan
gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat ditangani dengan terapi local, mengurangi
kebutuhan transfuse platelet. Resiko dari transfuse platelet termasuk hepatitis, infeksi HIV,
reaksi transfuse, dan formasi dari antiplatelet antibody, yang mana mengurangi kegunaan
![Page 14: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/14.jpg)
dari transfuse platelet selama episode hemorrgagic berikutnya. Hemorrhage oral dapat
diakibatkan oleh DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia (Greenberg and Glick, 2003).
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan aktivitas
sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan leukopenia. Trombositopenia
yang sering ditemukan pada pasien yang menjalankan kemoterapi timbul akibat pengaruh
obat-obatan yang menghambat produksi megakariosit (Greenberg and Glick, 2003).
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan melihat perubahan pada
mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis. Perdarahan akan terjadi jika jumlah
trombosit kurang dan 75.000/mm2. Banyaknya perdarahan tcrgantung pada keparahan
trombositopenia dan keberadaan iritan lokal. Karakteristik perdarahan oral pada pasien
leukemia berupa darah yang berwama merah tua, konsistensinya kental, intemiten dan
titik perdarahan multipel. Kadang terjadi perdarahan yang terus-menerus disebabkan oleh
gangguan pada proses pembekuan darah (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi topical untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada pengangkatan dari iritan
local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan absorbable gelatin atau colagen sponge,
thrombin topical. Dapat juga menggunakan obat kumur antifibrinolitik seperti asam
tranexaminic atau asam -aminocaproic. Jika terapi localε ini tidak berhasil dalam menangani
perdarahan gingival dan hemorrhage, transfuse platelet sangat diperlukan (Greenberg and Glick,
2003).
2. Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan keparahan neutropenia,
aplasia sumsum tulang. Kegagalan migrasi leukosit dan kemampuan leukosit yang berkurang
untuk melawan infeksi. Selain itu, infeksi juga ditimbulkan akibat pengobatan kemoterapi
leukemia akut pada orang dewasa. Kemoterapi menyebabkan turunnya imunitas tubuh,
sehingga nfeksi mudah terjadi (Greenberg and Glick, 2003).
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral. Komplikasi oral yang paling sering
terjadi adalah infeksi. perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis oral memudahkan
terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat fatal (Wahyuni, 2006).
![Page 15: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/15.jpg)
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada pasien leukemik
neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum terjadi, tapi infeksi dengan jamur
lain seperti histoplasma, aspergillus, atau phycomycetes dapat pula diawalai pada jaringan oral.
Saat lesi ini telah diduga positif, specimen biopsy, aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus
diperoleh karena kultur tunggal tidak dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk
infeksi dental, terutama infeksi periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien neutropik
leukemik karena tidak adanya inflamasi normal (Greenberg and Glick, 2003).
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting karena telah
terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat mengancam jiwa, yaitu
bakteri Gram positif dan basil Gram negative. Merupakan kewajiban seorang dokter gigi untuk
melakukan examinasi dan mengeliminasi segala yang dapat berpotensi menjadi penyebab
infeksi akut atau sebelum dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfuse platelet
dengan kombinasi antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi
(Greenberg and Glick, 2003).
3. Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral. Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer sekunder
karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal dilakukan. Ulsernya besar,
irregular, dan bau busuk, dan dikelilingi oleh mukosa yang pucat yang disebabkan karena anemia
dan kurangnya respon inflamatori. Ulser oral yang paling sering pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi adalah infeksi HSV rekuren. Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral dan
bibir (Greenberg and Glick, 2003).
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan menyebar dengan
cepat, menyebabkan ulcer yang luas yang biasanya dikelilingi mukosa yang pucat akibat anemia.
Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir parenteral yang didistribusikan melalui intravena
ataupun melalui mulut. Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus
mencegah penyebaran dari infeksi local, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulser yang ada pada pasien leukemia yang
![Page 16: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/16.jpg)
dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada infeksi oral, misalnya
gram negative enteric bacilli (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi antibakteri topical dapat dicoba dengan solusi providine-iodine, ointment
bacitracin-neomycin, atau bilasan chlorhexidine. Kaolin dan pectin dapat digunakan dengan
obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit (Greenberg and Glick, 2003).
4. Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada pasien
leukemia akut maupun kronik. Limfadenopati servikal disebabkan oleh infiltrasi sel-sel
leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada satu sisi. Kelenjar yang
membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi pada leukemia akut, sedangkan pada
leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas tegas, keras dan tidak nyeri pada saat dipalpasi
(Wahyuni,2006).
5. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut khususnya AML
daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva disebabkan karena infiltrasi sel-sel
leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat hiperplasia reaktif. Faktor yang mempermudah
timbulnya hiperplasia gingiva adalah adanya respon yang berlebihan terhadap iritan lokal
yang disebabkan berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi gingiva
karena bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi yang
dapat berasal dari akumulasi plak dan bekuan darah yang sering ditemukan pada pasien
dengan kecenderungan perdarahan oral yang menyebabkan kebersihan rongga mulut
menjadi buruk (Wahyuni,2006).
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan rongga mulutnya
baik. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang merugikan bukanlah faktor
utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke jaringan lunak (Couper, 2000).
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi leukemia. Dilaporkan,
terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia promyelositik akut (M3) yang awalnya tidak
mengalami hiperplasia gingiva pada masa perkembangan penyakitnya. Namun setelah
![Page 17: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/17.jpg)
menjalankan kemoterapi dengan penggunaan obat asam transretinoik, mengalami hiperpalsia
gingival (Couper, 2000).
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa pembengkakan
yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva cekat. Pada papila interdental
terlihat seperti masa yang menyerupai tumor. Pada pasien AML sering ditemukan hiperplasia
gingiva sampai menutupi korona gigi. Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan
tidak memiliki stippling sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat. Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan, kadang disertai
infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada daerah interdental (Couper, 2000).
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit yang belum
matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah matang. Jaringan epitel
memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi sel-sel leukemik, lamina propria
dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari lapisan sel basal epitel ke dalam gingiva.
Pembuluh darah setempat tertekan oleh infiltrat yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami
edema dan degencrasi. Pada hyperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut,
permukaan gingiva dilapisi oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel yang
nekrosis, polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri (Couper, 2000).
6. Variasi lain dari manifestasi oral leukemia
Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul akibat
kemoterapi, radioterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami kecemasan saat menjalankan
kemoterapi. Selain itu, dapat juga dijumpai sakit tenggorokan laringofaringitis, bibir kering
dan pecah-pecah, hairy tongue, sialorhoe, halitosis, benigna migratory glossitis, median
romboid glossitis, pemfigus, nyeri gusi, dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka
yang lama setelah ekstraksi gigi (Wahyuni, 2006).
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke nervus V
dan VII. Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada pasien leukemia akibat
penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai untuk pengobatan leukemia akut,
khususnya ALL. Manifestasi neurologi oral yang dapat terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia
![Page 18: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/18.jpg)
trigeminal, kesukaran menelan, kesukaran memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot
pengunyahan dan parestesia akut (akibat peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan
intrakranial, atau infiltrasi sel-sel ganas yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di
sekitar saraf tepi) (Wahyuni, 2006).
![Page 19: Leukimia](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082507/5695d2941a28ab9b029af540/html5/thumbnails/19.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Couper CL, Loewen R, Shore T. Gingival hyperplasia complicating myelomonocytic leukemia. J
Can Dent Assoc 2000
Greenberg, M.S. & Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and treatment. BC Decker
Inc.
Freireich E J. 2010. Acute lymphocytic leukemia (ALL). http://www.merck.com/
mmhe/sec14/ch176/ ch176b.html. Diakses tanggal 6 Oktober 2011
Harmening, Denise M. 2002. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4 th Ed.
USA: F. A. Davis
M.C William. 2000. Leukemia. Dalam: Samik Wahab. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson,Edisi 15. Jakarta. EGC.
Maloney K, Foreman K N, Giller R H, Greffe B S, Graham K D, et all. 2008. Neoplasticdisease.
Dalam. Hay W W, Levin M J, Sondheimer J M, Deterding R R,
penyuting.Current diagnosis & treatment pediatrics. 19
Seiter Karen. Acute Lymphoblastic Leukemia. Diambil dari
http://www.emedicine.com/med/topic3146.htm. Diakses pada tanggal 24 November
2015 Wahyuni, Nelmi. 2006. Peran Dokter Gigi Dalam Mendeteksi Dini Leukemia
Melalui Manifestasinya di Rongga Mulut (Laporan Kasus). USU: Sumatera Utara