lima r.u.u. tentang hukum tatanegara
TRANSCRIPT
•
41
LIMA R.U.U. TENTANG HUKUM TATANEGARA
Ditinjau dari U.U.D. 1945 *)
•
______ Oleh: Prof. Dr. Ismail Suny. S.H., M.C.L. __ --__ _
Sebagai layaknya sebuah negara demokrasi, maka adalah hak setiap warganegara untuk berperan serta dalam membicarakan Undang-Undang yang di kemudian hari akan merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang akan berlaku bagi dirinya pribadi atau golongannya ataupun seluruh warganegara, bahkan mungkin pula bagi seluruh penduduk di negara kita. Apabila lima R.U.U. yang dewasa ini sedang diperdebatkan DPR dapat disempurnakan oleh DPR atau oleh saran-saran yang dat.ang dari luar DPR (extra parlernentair), dapat sangat berguna dalam pem bangunan so sial politik, sehingga tercapai cita-cita hukum sebagai yang dikehendaki oleh U.U.D. 1945 : pemerintahan berdasar atas sistim konstitusi (hukum dasar). Dalam suatu negara yang bersistem konstitusional harus ada "stufenbau des recht", di mana ketentuan hukum seperti konstitusi yang berada di puncak piramida dari hierarchie perundang-undangan itu tidak boleh dikesampingkan oleh undang-undang yang merupakah ketentuan yang lebih rendah. Pada tanggal 23 Juni 1984 Keterangan Pemerintah mengenai Lima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Pemilihan Umum, Perubahan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan
*) Makalah ceramah dalam rangka Bulan ceramah & FH-UI.
DPRD, Perubahan Undang-Undang Partai Politik dan Golongan Karya, Referendum dan Organisasi Kemasyarakatan telah disampaikan dalam Ra· pat Paripurna DPR. Kelima RUU tentang Hukum Tatanegara itu "sangat penting artinya bagi kehidupan politik kita di masa depan", "kelima Rancangan Undang-Undang yang telah disampaikan" "merupakan pelaksanaan amanat Garis-garis . Besar Haluan Negara 1983 dan berkaitan langsung dengan pem bangunan nasio· nal yang sedang kita laksanakan", de· mikian Memorie van Toelichting itu lebih lanjut.
R.U.U. Tentang Perubahan utI Pemilihan Umum
Sesuai dengan Keterangan Pemerintah di DPR baiklah kita mulai pembahasan kita dari RUU Tentang Perubahan UU Pemilu. Memberikan pandangan walaupun da· lam arti pokok-pokok pikiran saja ten· tang R UU itu, mengharuskan kita mengingat pasal-pasal berikut ini da lam UUD 1945 :
1. Menurut Pembukaan Undang-un dang Dasar 1945 ditetapkan "Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negaraRepublik· Indonesia, yang berkedaulatan rakyat". Batang tubuh UUD
42
•
1945 dalam pasal 1 ayat 2 menjabar ketentuan dalam Pembukaan itu dengan lebih tegas dengan kata-kata "Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat".
• 2. Setelah menegaskan dirinya se-
_ bagai penganut ajaran kedaulatan rakyat, UUD 1945 dalam pembukaannya antara lain mendasarkan dirinya pula pada salah satu sila dari Pancasila, "Kerakyatan yang dipirnpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan". Sila ini dijabarkan dengan ketentuan harus adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan rakyat karen a telah dianutnya ajaran Kedaulatan Rakyat oleh UUD 1945, maka sesuai dengan systematische interpreta- . tie (Penafsiran Sistematis/) anggota-anggota yang dipilih oleh
•
rakyat harus lebih banyak jum-lahnya daripada yang ditunjuk. Undang-undang yang memungkinkan pengangkatan anggota MPR lebih banyak dari yang dipilih adalah bertentangan dengan UUD 1945, dengan perkataan lain inkonstitusional.
3. UUD 1945 menganut prinsip persamaan di hadapan hukum, di mana tidak dapat dibenarkan perbedaan dalam hukum antara rakyat biasa dan rakyat yang berasal dari ABRI. Pasal 27 ayat (1) dalam UUD 1945 yang mengakui segala warganegara berkesamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan,
1) Mengenai penafsiran lihat Prof. Mr. LJ. van Apeldoom, Inleiding tot de 8tudle van het Nederlandse Recht, h.303-305.
4.
. Hukum dan Pembangunan
menyebabkan dalam DPR hanya ada perwakilan dari organisasi so sial politik peserta Pemilihan Umum. Pasal 28 UUD 1945 menetapkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul . . . . . ditetapkan dengan Undang-Undang. A uthentieke interpretatie(penafsiran resmi) yang dibuat oleh Penjelasan UUD 1945 sendiri menjatakan: "Pasal ini .... memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaaan ". Dalam negara Repub1ik Indonesia yang Undang-Undang Dasarnya sendiri telah committed kepada prinsip-prinsip: "Negara yang berdasar atas hukum", "Pemerintahan berdasar atas sistern konstitusi", baik MPR, Presiden, DPR, maupun badan yudicatif tidak dapat melenyapkan jaminan yang diberikan UUD itu. 2) Sebagai kita ketahui dalam negara yang bersifat demokratis, pembentukan suatu partai politik at au kekuatan sosial politik tidak dapat dibatasi, kecuali bagi partai atau kekuatan sosial politik yang telah menghancurkan sifat demokratis dari negara itu sendiri. Dengan demikian ketentuan yang hanya memuhgkinkan tiga kekuatan so sial politik saja untuk mengikuti Pemilu adalah tidak sesuai dengan UUD 1945. Penyederhanaan kekuatan
Lihat Suny, Gagasan Asas Tunggal Bagi Institusi Sosial Kemasyarakatan Suatu Analisa dari Hukum Tata Negara, ceramah di depan Forum Studi Dinamika Kemasyarakatan, P.B. HMI 26 Nopember 1983.
R UU Hukum Tatanegara
sosial politik yang dikehendaki oleh UUD 1945 adalah pembatasan yang demokratis, di mana kekuatan so sial politik boleh dibentuk dan ikut pemilu, tetapi untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam DPR dapat diadakan quota tertentu.
Oleh karena Undang-Undang Pemilu kita selama ini belum sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945 antara lain mengenai asas persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan dan pembatasan kekuatan so sial politik yang boleh ikut dalam pemilu, maka kuranglah tepat apabila perubahan yang dituangkan dalam RUU ini "tidak mengubah dasar pikiran, tujuan, asas dan sistem Pemilihan Umum". Berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebagai telah diuraikan, saya menyarankan perlunya diubah sarna sekali UU Pemilu kita, sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan-ketentuan di bawah ini;
1. Pasal I ayat (1), (2) disempurnakan menjadi:
"Pemilihan U mum diselenggarakan berdasarkan demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, rahasia dan ber- , kesamaan n.
2. Pasal I ayat 5, disempurnakan menjadi:
"Ketentuan Pasal 13 a diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut:
"Pemilihan Umum diikuti oleh semua organisasi kekuatan sosial politik yang mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang , sarna" .
RUU Tentang Perubahan Undang-Un-
43 .
dang Susunan dan MPR, DPR, dan DPRD
Dalam hubungan susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD, ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Sebagai telah diuraikan di atas, Pembukaan UUD 1945 menganut ajaran kedaulatan rakyat dan kedaulatan itu dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
2. Menurut pasal2 UUD 1945 disebutkan MPR terdiri atas anggota-
•
anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Maksudnya, kata Penjelasan pasal 2 UUD 1945 "Supaya seluruh rakyat, seluruh go longan, seluruh daerah akan mempunyal wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat".
Mengenai wakil golongan-golongan, ada penafsiran resmi dalam Penjelasan UUD 1945 yang menyebutkan: Golongan-golongan, "ialah Badan-Badan seperti Koperasi, Serikat Sekerja dan lainlain badan kolektif". Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman, berhubung dengan anjuran mengadakan sistern koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi". Kita telah sepakat menerima extensieve interpretatie. (penafsiran perluasan) dari kata-kata "lain-lain badan kolektif" itu dengan memasukkan utusan-utusan ABRI dalam MPR. Mengenai wakil seluruh daerah, pasal 2 UUD 1945 menyebutkan utusan-utusan dari Daerah-Daerah, tetapi tidak memberikan pe-
Pebruari 1985
44
,
nafsiran resmi mengenai daerahdaerah mana yang dimaksud, Walaupun pasa1 18 UUD 1945 membagi Daerah Indonesia atas Daerah Besar dan Daerah Keeil, tetapi Penje1asan pasa1 itu menyebutkan: "Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah pro-
,
pinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula da1am daerah yang 1ebih keeil". Dewasa ini undang-undang yang menyatakan bahwa pengertian "Daerah Resar" itu ada1ah daerah tingkat satu. Da1am Penje1asan pasa1 18 itu ditegaskan oleh UUD 1945: "Di daerah-daerah yang bersifat autonoom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan". Ada1ah menarik bahwa pembuat UUD 1945 mempergunakan istilah "utusan-utusan dari. daerahdaerah dan golongan-go1ongan" , bukan "anggota-anggota" seperti halnya bagi a-anggota DPR. Ini membuat penulis menarik kesimp ulan berdasarkan penafsiran bahasa, bahwa perbedaan istilah ini karena perbedaan penempatan mereka di 1embaga-1embaga yang diwaki1inya. Untuk DPR disebut anggota-anggota , karena harus dipilih oleh rakyat, agar sesuai dengan namanya "Dewan Perwakilan Rakyat" dan " sebagat wakil dari se1uruh rakyat" . Untuk utusan-utusan dari dae,rah-daerah disebut demikian , karena memang tidak harus dipilih oleh se1uruh rakyat , tetapi cukup diutus oleh DPR Daerah Tingkat I untuk duduk da1am MPR. Begitu pula disebut utus-
•
dari goiongan-goiong-
Hukum dan Pembangunan
aI\, disebut demikian karen a tidak sebagai halnya DPR, tetapi sarna dengan utusan-utusan dari daerah-daerah, memang tidak harus dipilih oleh seluruh rakyat , tetapi eukup diutus golongan-goiongan berdasarkan penafsiran sistematis dan Penjelasan pasal 2 UUD 1945 yang menyebutkan "golongan-golongan" ialah badan-badan seperti Koperasi , Serikat Sekerja dan lain-lain badan kolektif.
Dengan demikian dalam MPR akan terdapat wakil seluruh rakyat berdasarkan pilihan rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah berdasarkan ,
pilihan DPR Daerah, dan utusan-utusan dari golongan-golongan berdasarkan pengangkatan.
Ketiga macam ear a penempatan yang berbeda-beda ini memungkinkan MPR untukberfungsi "sebagai penjelmaan rakyat".
Oleh karena menurut Pancasila, salah satu dari dasar · negara RI adalah bKerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" dan " Kerakyatan" atau demokrasi adalah menjadi bentuk negara, maka wakil seluruh rakyat berdasarkan pilihan rak- '
. yat itu harus merupakan jum-lah yang sangat menentukan dalam MPR. Sedang utusan-utusan dari daerah-daerah berdasarkan pilihan DPR Daerah dan utusanutusan dari golongan-golongan berdasarkan pengangkatan dengan pemakaian kata "ditambah" pada pasal 22 UUD 1945 , berarti harus sungguh-sungguh " tambahan" (Complementary) dari wakil seluruh rakyat berdasarkan pilihan rakyat.
•
R UU Hukum Tatanegara
Oleh karena UUD 1945 telah memperhitungkan faktor daerah dan faktor golongan-golongan dalam MPR, maka DPR haruslah semata-mata menjadi tempat dari wakil-wakil seluruhrakyat, yang berdasarkan pasal 27 ayat (1) terdiri dari warga negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Dengan demikian pengangkatan anggota ABRI dalam DPR, adalah bertentangan UUD 1945. Oleh karena dalam DPR hanya wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyatlah yang harus duduk, bukan tempat untuk utusan-utusan golongan. Utusan-utusan golongan baik dari karya ABRI dan bukan ABRI. Tempatnya adalah di MPR, karena hanya di lembaga MPR itulah seharusnya duduk Utusan-utusan golongan berdasarkan pengangkatan. Dengan melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekwen seperti di at as itu, barulah pemilu dapat diselenggarakan secara demokratis, karena juga bersifat berkesamaan (pasal 27 ayat (1)). Dalam ketetapan MPR No.1l1/ MPR/1983 tentang pemilu pasal 1 ayat (2) hanya menetapkan pemilu diselenggarakan berdasarkan Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Selalu menjadi pertanyaan, apakah sifat berkesamaan yang dikenal oleh pemilu sesuai dengan pernyataan Umum Hak-hak Asasi Manusia itu tidak sesuai dengan Demokrasi Pancasila. Dapat dinyatakan di sini bahwa pasal 27 ayat (1) yang mengakui sega1a warga negara
45
berkesamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan juga dengan sendirinya mengakui sifat berkesamaan itu. Hanya karena adanya anggota DPR yang diangkat da1am sistem kita, maka sifat berkesamaan itu tidak dimasukkan dalam sifat-sifat pemilu kita, di samping sifat lang· sung, umum, bebas dan rahasia. Berdasarkan ketentua·n-ketentuan UUD 1945 yang telah diuraikan, say a menyarankan per-1unya diu bah sarna sekali UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, sekurang-kurangnya harus memuat hal·hal seperti berikut:
1. Oleh karena anggota DPR seharusnya "sebagai wakil seluruh rakyat",
•
karena itu semuanya harus berdasar· kan pilihan rakyat, maka ketentuan dalam pasal I, 1, (1) yang berbunyi:
"Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat" ditambah dengan kata-kata
"hasil pemilihan umum", sehinggu. berbunyi:
"Terdiri atas Anggota Dewan Perwa· kilan Rakyat hasilPemilihan Umum".
2. Pasa1 I, 1 (1) a yang berbunyi· "Utusan Daerah yangjumlahnya sesuai dengan pc::rhitungan sebagairnana. dimaksud dalam pasa1 8 ayat (1) dan ayat (4) diubah menjadi: "Utusan Daerah yang jumlahnya adalah dua orang untuk tiap-tiap daerah tingkat J". Apabila dipertahankan seperti keadaannya dalam R UU sekarang ini, maka faktor jumlah penduduk diperhitungkan 2 kali. Sekali pada waktu menentukan jumlah anggota DPR dan sekali lagi dalam penentuan jumlah utusan daerah dan ini terang bertentangan dengan pasal 2 UUD 1945, yang tegas membedakan tiga macam cara penempatan dalam MPR: Pemilihan bagi anggot4 DPR,
JIIIbnuIri 1 g'J
•
46
pengutusan bagi utusan-utusan daerah dan pengangkatan bagi utusan-utusan golongan.
3. Pasal I, I , (1) b di mana mengatur anggota tambahan MPR dari organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum , dihapuskan, karena anggota DPR "sebagai wakil seluruh rakyat" telah seluruhnya menjadi anggota MPR. Bagian b itu hanya berbunyi: "Utusan Golongan Karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, selanjutnya disebut Utusan Golongan Karya ABRI, yang jumlahnya ditetapkan sebesar 100 orang".
Dengan demikian utusan Golongan Karya ABRI dalam MPR berarti 20% dari anggota DPR yang direncanakan 500 orang.
4. Pasal I, I , (1) c di mana mengatur anggota tambahan MPR dari utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 diubah menjadi: "Utusan golongan-golongan sebagairnana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 , selanjutnya disebut Utusan GolonganGolongan, yang beIjumlah 50 orang.
5. Pasal I , 1, (2 ) yang mengatur "organisasi peserta Pemilihan Umum yang ikut Pemilihan Umum diiamin sekurang-kurangnya 5 (lima) utusan di MPR" dihapuskan , karena tidak ada pengangkatan bagi wakil seluruh rakyat.
6. Pasal 1,1, (3) yang menyatakan : "Jumlah Anggota MPR adalah dua kali lip at jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat" , seharusnya ditiadakan , karena ketentuan itu tidak diatur oleh UUD 1945. Penerapan ketentuan seperti itu telah membuat anggota MPR yang diangkat lebih besar jumlahnya daripada yang dipilih.
• Hukum dan Pembangunan
7. Ketentuan pasal 8 ayat (I) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "Jumlah anggota tambahan MPR yang berkedudukan sebagai Utusan Daerah adalah dua orang untuk tiap-tiap Daerah Tingkat I".
8. Ketentuan pasal 10 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR , terdiri atas wakil-wakil dari organisasi peserta Pemilihan Umum".
9 . Ketentuan pasal 10 ayat (3) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "Jumlah anggota DPR ditetapkan sebanyak 500 (lima rat us) orang".
10. Ketentuan pasal 10 ayat (4) dihapus, begit].l juga ketentuan pasal 10 ayat (5) dihapus.
II. Ketentuan pasal 17 ayat (I) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I , selanjutnya disebut DPRD I, terdiri atas wakil-wakil dari organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum". Kata-kata Golongan Karya ABRlnya dihapuskan.
12 . Ketentuan pasal 24 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: " Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II , selanjutnya disebut DPRD II , terdiri atas wakil-wakil dari organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum". Kata-kata Golongan Karya ABRlnya dihapuskan.
Dengan demikian dalam MPR yang akan datang komposisi adalah sebagai berikut :
I. Anggota DPR 500 orang
2. Utusan-utusan Daerah 54 orang
•
R UU Hukum Tatanegara
3. Utusan Golongan Karya ABRI 100 orang
4. Utusan golongan me-nurut UUD 1945 50 orang
lumlah 704 orang
Oleh karena anggota DPR adalah hasil Pemilihan Umum dan utusan-utusan Daerah Tingkat I dapat dikatagorikan sebagai meneerminkan hasil Pemilihan Umum, maka pengangkatan Go1ongan Karya ABRI 100 orang dan pengangkatan golongan menurut UUD 1945 50 adalah 21,5 % dari seluruh anggota MPR.
RUU Tentang Perubahan UU Partai Politik dan Golongan Karya
Dalam banyak konstitusi-konstitusi di dunia, perkataan partai politik memang tidak selalu terdapat. Tetapi bukanlah itu berarti bahwa partai politik tidak ada di negara-negara yang mempunyai konstitusi itu. Pemerintahan demokratis dan bertanggung jawab, mem butuhkan pelayanan partai-partai pOlitik. 3
)
Demikian pula halnya dalam UUD 1945 perkataan partai politik atau ke-· kuatan so sial politik tidak terdapat.
1. Walaupun demikian peranan organisasi kemasyarakatan atau organisasi sosial politik termasuk partai politik dan organisasi keagamaan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mendapat pengakuan dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dengan kata-kata: "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berba-
3) Lihat Ismail Suny. Tinjauan Un dang-Undang Partai Politik dan Golongan Karya, dalam Lima puluh Tahun Pendidikan Hukum di Indonesia. Himpunan Karya Ilmiah Guru-guru Besar Hukum di Indonesia, 1974, h. 583-593.
•
47
hagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".
2. UUD 1945 bukan saja mengakui peranan organisasi dan pergerakan-pergerakan terse but dalam meneapai kemerdekaan Indonesia, bahkan mengakui dan menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dalam pasal 28 UUD 1945 dengan kata-kata: "Kem erdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lis an dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Agar Pemerintah, pembuat undang-undang dan para hakim jangan salah menafsirkan pasal ini, maka penjelasan UUD 1945 sendiri melakukan authentieke interpretatie dengan menyatakan: "P asal ini . . . m em ua t hasra t bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis". Karena dalam negara yang bersifat demokratis harus ada kebebasan untuk membentuk organisasi kekuatan so sial politik dan organisasi kemasyarakatan, maka pasal 28 ini adalah merupakan dasar hukum adanya partai dan golongan karya serta organisasi kemasyarakatan di negara kita.
3. Bahwa UUD 1945 mengakui dan menjamin keanekaragaman organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang dit"etapkan dengan undang-undang". 01eh Penje1asan UUD 1945, golongan-golongan ini diartikan "Ia1ah Badan-Badanseperti Koperasi, Serikat Sekerja
Pebruari 1985
•
•
48
dan lain-lain badan kolektif". Ini dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mentolerir adanya keanekaragaman organisasi, bukan menginginkan keesaan (monolitik) kekuatan so sial politik ataupun organisasi kemasyarakatan.
4. Bahwa UUD 1945 mengakui dan menjamin keanekaragaman organisasi kekuatan so sial politik ataupun organisasi ~emasyarakatan, terbukti dari bunyi pasa129 UUD 1945:
" 1. N egara berdasar atas ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Jaminan negara terhadap adanya kebebasan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, memungkinkan penduduk apalagi warga negara untuk mengadakan organisasi kekuatan so sial politik ataupun organisasi kemasyarakatan yang bersifat atau berciri keagamaan.
5. Dalam tata cara pengambilan keputusan dalam UUD 1945 juga diperkenankan hak untuk berbeda pendapat (right of dissent). Pasal 6 ayat (2): "Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak". Pasa137 ayat (2) mengenai perubahan UUD 1945: "Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir". Dengan pengambilan keputusan, "dengan suara terbanyak" dan "2/3 daripada jumlah anggota yang hadir" tidak mengharuskan orang berpendapat sarna (aklamasi), dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mentolerir adanya perbedaan suara dan perbedaan pendapat.
Dari lima butir-butir UUD 1945
Hukum dan Pembangunan
yang disebutkan itu, terbuktilah bahwa sistem yang dianut adalah sistem terbuka, yang memberikan pengakuan dan bahkan menjamin adanya kebebasan berserikat dan berkumpul, baik bagi partai politik dan golongan karya maupun bagi organisasi kemasyarakatan, baik yang umum maupun yang bersifat keagamaan, bahkan menjamin diperbolehkannya perbedaan suara dan perbedaan pendapat, baik lis an maupun tulisan sesuai dengan kebhinekaan dan menjamin kemajemukan masyarakat Indonesia. Di zaman pemerintahan Soekarno, soal Pancasila sebagai dasar negara sebenarnya sudah selesai. la sendiri berpendapat dalam ceramahnya yang berjudul "Anjuranku Kepada Segenap Bangsa Indonesia' di depan pertemuan Gerakan Pembela Pancasila di Istana Merdeka 'tanggal 17 Juli 1954: " ... Jangan Pancasila diaku oleh sesuatu Partai ! J angan ada sesuatu Partai berkata Pancasila adalah azasku". "PNI tetaplah kepada azas Marhaenisme. Dan PNI boleh berkata justru karena PNI berazas Marhaenisme, oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Tetapi jangan berkata PNI berdasarkan Pancasila .. . " Dalam rangka pelaksanaan pasal 28 UUD 1945 negara kita telah mengundangkan UU No.3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan karya. Pasal 2 UU itu mengatur: "Azas Partai Politik dan Golongan Karya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945". Selain ketentuan terse but dalam ayat (1) pasal ini, azas/ ciri Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat diundangkannya Un-
o dang-Undang ini adalah juga azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya". Dalam komentar saya mengenai UU No.3 tahun 1975 saya menulis: "Dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 macam azas:
•
•
•
•
•
,
• • • •
•
R UU Hukum Tatanegara
•
I , . Azas-Azas Umum yang berlaku bagi setiap Partai Politik dan Gololtgan karya ialah Pancasila dan UUD 1945 .
2. Azas-Azas Khusus, yang hanya berlak u bagi Partai Politik tertentu dan Golongan Karya tertentu" .
•
Perubahan UU Partai Politik dan .Golongan Karya yang dimaj uk an dalam DPR sekarang ini melenyapkan sifat terbuka yang dianut oleh UUD 1945, karena diinginkan Partai Politik dan Golongan Karya berazaskan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Menuput pendapat saya di sam ping kekurangankekurangannya yang terdapat dalam UU Partai Politik dan Golongan Karya,
ildalah lebih scsuaidengan UUD 1945 d iband ingkan dengan Pcrubahan yang d imaj ukan dewasa ini.
RUU Tentang Referendum
Dalam hubungan dengan RUU tentang Referendum ketentuan-ketentuan yang tclah tercantum dalam UUD 1945 sepcrti berikut pcrlu diperhatikan:
I. Bahwa sccara hukum konsti-tusional , UUD 1945 tclah mcnyatakan dalam pasal 37 bahwa untuk mengubah UUD 1945 sek urang-kurangnya 2/ 3 dari pada jumlah anggota MPR harus had ir dan putusannya diambil dengan persetujuan sek urang-kurangnya 2 /3 dari pada jumlah anggota yang hadir.
2. Cara perubahan UUD 1945 yang dapat dikalcgorikan rigid ini, mcngin trod usir Ie m baga referendu m untuk perubahan UUD 1945 . Dan da-
•
lam rangka makin menumbuhk an kehidupan Demnkrasi I)ancasila dan keinginan unluk lIleninJau kctcntuan p~ngangkutan yang mayoritas dalam
49
MPR , perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk mengubah UUD 1945 .
3. Melestarikan dasar negara Pancasila se bagai suatu "safeguarding of right,,4) dapat dipertanggung jawabkan, asal saja dilakukan dengan caracara yang telah diatur oleh UUD 1945 ,
. antara lain dengan memegang teguh dasar negara demokrasi, seperti .dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945:
"kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /perwakilan" .
4. Oleh karena dalam pasal 27 ayat (l) dianut prinsip persamaan di dalam hukum dan pemerintahan, maka tidak dapat dibenarkan adanya pembedaan antara rakyat dan ABRI dalam pelaksanaan hak-hak politik.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan UUD 1945 sebagai terse but di atas, mengenai RUU ten tang Referendum saya berpendapat sebagai berikut:
I. Oleh karena referendum akan dilaksanakan oleh warganegara, baik ABRI maupun bukan, maka pasal 3 ayat (]) disempurnakan sebagai berikut: "Referendum diselenggarakan dengan mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara ]angsung, umum, be bas, rahasia dan berkesamaan ".
2. Untuk menjamin sifat bebas dari referendum, maka pasa] 8 disempurnakan sehingga berbunyi:
4)
"Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Lembaga Pemilihan Umum/Referendum yang terdiri
Lihat Ismail Suny. Undtm6-undang DaMr 1945 dan R~f~rrndum. Ma;alah ILUNI-FHUI. 2. Th. I. 1982.
Pebruan' 1985
•
50
dari semua kekuatan so sial politik". Pasal 8 ayat (2) ditiadakan.
3. Pasal 9 ayat (I) disempurnakan sebagai berikut: "Untuk melaksanakan referendum Ketua Lembaga Pemilihan Umum/Referendum membentuk panitia pelaksana di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri" .
4. Pasal 13 ayat (2) disempurnakan menjadi: "Penerangan sebagai di
. maksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Panitia Pelaksana dengan biaya Pemerintah".
5. Pasal 17 ayat (2, disempurnakan menjadi: "Hasil referendum sebagai dimaksud dalam ayat (I) oleh Ketua Lembaga Pemilihan Umum/Referendum diumumkan kepada rakyat' , .
RUU Tentang Organisasi Kemasyarakatan
Pada waktu memberi ceramah "Hak Berserikat dan Berkumpul menurut Undang-undang Dasar 1945" pada tanggal 3 Juni 1976 saya mengatakan
. ten tang Partai Politik dan Golongan Karya yang mengatur organisasi kekuatan so sial politik dalam rangka undang-undang tentang Kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Kita belum mempunyai undang-undang ten tang organisasi so sial lainnya. Dapat diperdebatkan kepentingan atau ketidak pentingan undang-undang itu. Tetapi yang lebih penting dari kedua hal itu adalah bahwa di negara demokrasi semua kebebasan-kebebasan yang telah dijamin konstitusi itu, baik kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, ke akade.mi dan kebebasan -kebebasan lainnya harus dilindungi oleh alat-alat penegak hukum.
Hukum dan Pembangur,un
Dengan demikian tidaklafi beraiti bahwa kebebasan-kebebasan itu dapat ditempatkan di bawah kekuasaan yang . lebih rendah dari konstitusi atllu ditiadakan sarna sekali oleh kekuasaan yang lebih rendah itu. Ini kalau kita benar-benar mau melaksanakan hak asasi itu dalam hukum dan praktek" 5). Sewaktu membicarakan RUU tentang perubahan UU Partai Politik dan Golongan Karya di atas tadi, sengaja say a sekaligus menyebut organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyaralcatan. Dengan demikian saya maksudkan ·kelima butir-butir UUD 1945 dalam rangka organisasi kekuatan so sial politik itu berlaku juga mutatis mutandis dalam hubungan pembicaraan kita ten tang organisasi kemasyarakatan sekarang ini. Saya ingin menegaskan lagi kesimpulan saya: "Dari lima butir-butir Undang-undang Dasar 1945 yang kita sebutkan itu, terbuktilah bahwa sistem yang dianut adalah sistem terbuka, yang memberikan pengakuan dan bahkan menjamin adanya kebebasan bers~rikat dan berkumpul, baik bagi partai politik dan golongan karya maupun organisasi kemasyarakatan, baik yang urn urn maupun yang bersifat keagamaan , bahkan menjamin diperbolehkannya perbedaan suara dan perbedaan pendapat, baik lisan maupun tulisan sesuai dengan kebhinekaan dankemajemukan masyarakat Indonesia".
Dalam konsiderans Mengingat dari R UU ten tang Organisasi Kemasyarakatan telah disebutkan pasal-pasaJ 5 ayat (I), 20 ayat (I) dan 28 UUD 1945.
Lihat Ismail Suny, Hak berserikat . dan Berkumpul menurut Un dang- Undang Dasar 1945, K ompas, 16 J uni 1976.
Juga da~ Ismail Suny, Mencari Keadllan, hal 401-405.
,
,
•
R UU Hukum Tatanegara
Sebagai telah kita buktikan di atas, pasal 2 ayat (I), 6, 29 dan 37· ayat (2) UUD 1945 seeara langsung berhubungan dengan organisasi kemasyarakatan dan oleh karena itu perlu ditambahkan dalam konsiderans Mengingat. Oleh kare~a dalam konsiderans Mengingat juga disebutkan kata-kata: "Ketetapan Majelis !'ermusygwaratan Rakyat Republik Indonesia" No.IljMPRj 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan N etara", berlainan dengan Partai politik dan Golongan Karya yang harus berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas, GBHN secara ter.surat me; muat penegasan seperti halnya untuk Partai Politik dan Golongan Karya itu bagi organisasi kemasyarakatan,
Pemerintah dalam keterangannya untuk metnbenarkan tincr~kannya ., mengharuskan orgnisasi kemasyarakatan menjadikan Pancasila sebagai satusatunya asas, mempergunakan katakata: "Garis-garis ~esar Haluan Negara 1983 sebagai kesepakatan nasional harus ,. dikembangkan dan' dilak~Jlakan
sebaik-balknya serta dilihat sebagai suatu keseluruhan".
• Dengan memakai termin910gi hu-
kum Pemerintalr~ dalam menafsirkan , GBHN itu melakukan systematische interpreta tie (penafsiran sistema tis) , yang dalam hal ini menyebabkan G BHN diberikan pengertian lebih luas , dengan.. demikian dapat disebut extensieve interpretatie (penafsiran meluaskan).6)
j ika kita melakukan " wet historische in terpreta tie" (penaf siran sej a- ,. rah Undang-undang), dalam hal ini mempelajari memori van toelichting,
"
Keterangan Pemerintah tanggal 23 •
6) Ismafr Suny, Rencana Undang·un· _ dang ten tang Organisasi Kemasyarakatan ditinjau dari Undang-undang Dasar 1945, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Palembang, 30 April 1984.
•
51
•
luni yang lalu, penyusunan RUU ini berland ask an kepada Ketetapan MPRj II j'MPRjl983 tentang GBHN, Bab IV , Politik , huruf g dan huruf h yang ber-
•
bunyi:
g. Dalam rangka memantapkan pertumbuhan demokrasi Pancasiia perlu chtingkatkan terselenggarakannya komunikasi sosial timbal-balik antar masyarakat, serta an tara masyarakat .dengan lembaga perwakilan rakyatmaupun dengan pemerintah.
h. Dalam rangka meningkatkan peranan organisasi-organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan nasional sesuai dengan bidang kegiatan, pro-
-iesi dan fungsinya masing-masing, maka perlu ditingkatkan usaha memantapkan dan menata organisasiorganisasi tersebut. Untuk itu perlu disusun Und'ang-undang ten tang organisasi kemasyarakatan".
Patut dicatat bahwa RUU yang di-•
sampaikan kepada DPR sekarang ini , dalam Ketentua1tUmum pasal 1 telah menam bahkan kata-kata "Agama" dalam definisi dari organisasi kemasyarakatan berbeda dengan draft RUU , sebelumnya. Dengan demikian kesamaan kegiatan , profesi, fungsi dan agama, memungkinkan dibentuknya organisasi kemasyarakatan oleh anggota masyarakat warganegara Indonesia secara sukarela. Crucial point dalam RUU ini adalah pasal 2, yang berbunyi: ' . I. Organisasi kemasyarakitan ber
asaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
2. Asas sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah asas dalam ketiidupan bermasyarakat , . berbangsa dan bernegara.
Grammaticare interpretatie (penafsiran Inenurut tata bahasa), di sini mungkin lebih tepat taalkundige interpretatie (penafsiran menurut iImu bahasa) di-
•
-
,
.•
•
•
52 •
berikan oleh penjelasan pasal 2 dari RUU ini sebagai berikut: "Dalam pasal ini, pengertian asas meliputi juga pe· ngertian "dasar", "landasan", "pe\loman pokok" atau kata-kata lain yang . ngertiannya dapat · disamakan. dengan asas.
; Penerimaal"! Pancasila ~bagai asas .... '.
dalam kehldupan berbangsa dan berne-gara, menurut penulis tidak merupa-
.' kan persoalan. Konsensus N asional pada 18 Agustus 1945 telah menetapkan hal it. dallMil Pembukaan UUD - .
1945. Dan thesis yang menyatakan sila-sila dari Pancasila adalah sebagian dari prinsip-prinsip dasar dari ajaran Islam sendiri dinyatakan dalam per-, nyataan Majelis Ulama DKI Jakarta, 30 April 1976 dapat menyelesalkan soal ini. ').
Apalagi "Pokok Pikiran Majelis-MajeJis Agama di Indonesia dalam Wadah Musyawarah Antar U mat Beragama" pada tanggal 19 Desember 1983 telah mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan ke'negaraan.
Sewaktu pada pertengahan tahun 1964 Aidit, Ketua Umum PKI waktu itu mempersoaikan kelangsungan Pancasila dapat diterima untuk mempe'rsatukan ~kuatan Nasakom. Tetapi sekali Nasakom telah menjadi realitas, Pancasila akan pasti berakhir, demikian Aidit. Bahkan hingga perte-
• •
ngahan tahun 1 ~65 dalam rangka men--tavipkan kurikulum Perguruan Tinggi
•
adackeinginan pihak PKI untuk meng-ajirrkan Marxi%ne. Oleh karena itu pada waktu itu,' penulis mengemukakan "semua sila dari Pancasila harus dikuliahkan di semua Fakultas sampai tahun kelima", bahwa Pancasila sebagai filsafat negara bukan saja menjadi
') Ismail Suny, Contribution of Islam to •
Constitutional Law, paper for Inter-national Conference of Muslim Scho-14113, r""lIbad, Pa1ci3tan, 7-10 March 1981.
•
•
• •
Hukum dan Pembangunan ,
• pedoman bagi pelaksanaan pemerintah tapi juga harus dilaksanakan, dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah penulis, pad a 9 Juni 1965 menulis Nilai Yuridis Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 . 8
) •
Kompromi yang dicapai oleh KNPI dengan Kelompok Cipayung baru-baru ini, mengenai peneriinaan 'Pancasila sebagai asas dalam kehidupan berbangsa
. . dan bernegara , dengan tidak menye-butkan sebagai asas dalam kehidupan bermasyarakat semoga dapat dijadikan jalan ke luar dalam perumusan akhir dari RUUini. Dengan demikian organisasi kemasyarakatan masih dapat mencantumkan ciri khususnya sesuai dengan persamaan kegiatan, profesi, fungsi dan agama yang telah diakui dalam RUU itu send iri . Dengan demikian apa yang diyakini oleh Pemerintah da!am Keterangannya tanggal 23 juni 1984, "khususnya mengenai hubungan agama dan Pancasila, Pemerintah ingin menegasK'an kern bali bahwa Pancasila bukan agama, Pancasila tidak akan da.n tidak mungkin meng--gantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan, juga agama tidak mungkin dipancasil~an", dengan kompromi seperti di ata'~·: itu, semoga daflat diatasi masalll'h ini.
Pasal 12 dari · RUU ini di mana disebutkan Pemerintah melakukan pem- ' binaan terhadap organisasi kemasyarakatan perlu ~ndapat perhatian kita . Penjelasan pasal ini menjelaskan: "Pembinaan tersebut dipetlukan dalam rangka mendorong organisasi kemasya-
, rakatan ke arah pertumbuhan yang se-hat sesuai dengan jiwa dan semangat
.
Undang-undang ini". Perumusan me-•
ngenai "p.embinaan" ini memerlukan perumusan-perumusan yang lebih terperinci, sehingga hak asasi yang telah
Lihat Ismail Suny, Mencari Keadilan. op_ cit •• hal 80.
•
,
•
•
• -
•
R UU Hukum Tatanegara 53
dijamin dleh UUD 1945 dan Undangundang tidak lenyap oleh pembinaan di kemudian hari.
Suatu hal lain yang penting diingatkan dalam RUU ten tang organisasi kemasyarakatan adalah peranan pemerintah yang dapat mem bekukan pengurus atau pengurus pusat organisasi ke-
demokratis, negara yang berdasar atas hukum, pemerintah berdasar atas sistern konstitusi dan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka artiny"a terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah, bila pembekuan dan pem bubaran organisasi kemasyarakatan dilakukan melalui proses pengadilan 9
) . masyarakatan sebagai dimungkinkah oleh Bab VII dari RUU ini. Adalah lebih sesuai dengan negara bersifat
.
'1 Lihat Herman Finer, The Major Governments of Modem Europe
•
I)
•
-
•
•
, .. •
•
=
•
•
• •
,
• •
JANG'1N "'OAITANAHNYA PAPA
ORANe-ORANe JAKARTA, YA '"
../
•
,
.'
•
REP. SINARHARAPAN
, •
•
•
•
Manusia paling suka berpura-pura. Berganti-ganti top eng . . (Winahyo)
Dunia ini sebenamya tak sejelek seperti yang dilakukan oleh beberapa oran~ terhadapnya. Baik buruknya ter- / gantung kepada cara kita memperlakukannya .
- (M.W. Beck)
,
.. •
- .
•
. PebTUari 1985
•
•
•
•