lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2175/8/lampiran.pdf · disitu...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
xvi
LAMPIRAN A
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN RAHUL
HEMNANI
PENULIS: (Sinopsis film No Kudos)
(Pemutaran film No Kudos)
RAHUL HEMNANI: jadi apa yang mau ditanyakan?
PENULIS: (penjelasan tentang rumusan masalah dan batasan masalah yang
penulis bahas)
RAHUL HEMNANI: oke terus
PENULIS: jadi pembahasan saya adalah visualisasi ketegangan pada film “No
Kudos” melalui pergerakan kamera handheld, jadi menurut bapak apakah berhasil
atau tidak?
RAHUL HEMNAN: sekarang gini, pertama-tama karya seni film itu gk bisa
hanya dinilai oleh cinematography saja, semua departemen harus mendukung satu
sama lain. Kalau cuman dilihat dari sisi sinematografinya saja itu belum tentu bisa
mengacu pada ketegangan. Film apapun juga yah, tapi kalau dibilang dari sisi
sinematografi apakah ini membantu untuk menceritakan apa yang harus
diceritakan oleh script iya, ini sangat-sangat jelas dan sangat membantu sekali,
seperti contohnya kayak begini (menunjuk ke desktop laptop yang visualnya film
“No Kudos”), kalau lihat begini nih itu udah pasti ingetnya film Bourne, ada juga
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xvii
yang namanya raging bull, ada juga film kalau gk salah ali ya?, kalau dilihat dari
sisi sinematografinya sih yah ini cukup berhasil sih yah, dengan situasi seperti itu,
dengan budjet seperti itu dan dengan teknologi yang ada (maksudnya peralatan
yang penulis gunakan) sangat cukup berhasil. Saya malah lebih seneng
ngelihatnya pemilihan lensa yang wide itu kan lebih mendramatisir suatu
kejadian. Banyak kalau kita lihat film Eropa mereka sering banget pake lensa
wide. Sangat-sangat berhasil sih kalau saya bilang, bahkan habis melihat ini saya
jadi pengen bikin yang kayak beginian nih, kalau kita lihat ini kan ngepush banget
kan prespektifnya kan.
PENULIS: distorsi
RAHUL HEMNANI: iya distorsi, untuk lowkey sangat-sangat cocok banget,
sangat-sangat cocok banget pemilihan lowkey di adegan-adegan seperti itu,
sangat-sangat membantu kontras. Kalau kritik sedikit lebih ke pemilihan warna
harus lebih diperhatikan karena mendukung cerita dan mengeluarkan emosi lah,
karena begini warna itu hubungannya sama dengan alam bawah sadar, ada pernah
kejadian diEropa penjara cowok dicat pink, akhirnya mereka yang tinggal di situ
menjadi lebih feminism, begitu juga ke film, kalau pemilihan warna dari
production design ya itu harus bekerja sama dengan tim DOP begitu juga dengan
sutradara untuk lebih menyatukan warna baik dari kostum, set dan property. Tapi
kalau dilihat lagi ini hubungannya dengan budjet, kalau dilihat dari segi itu ini
cukup, tapi mungkin kedepannya kalau kalian bisa lebih berhati-hati dengan
warna, tapi kalau dilihat dari angle, pemilihan untuk pergerakan kamera atau
lighting ini cukup tapi memang bukan dari Joviannya yah, kamera dslr itu kan ada
yang namanya jello effect, itu yang kadang-kadang sedikit susah untuk dihindari.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xviii
PENULIS: iya ada di..
RAHUL HEMNANI: tapi itu kan balik lagi namanya, gak mungkin besok-besok
kalau Jovian bikin layar lebar gak mungkin donk pake DSLR.
PENULIS: sebelumnya itu rencananya kita pake blackmagic
RAHUL HEMNANI: terus kenapa gak pake?
PENULIS: budjet nya gak nyampe
PENULIS: kemudian kalau masalah lighting bagaimana?
RAHUL HEMNANI: kalau lighting fine, gak ada masalah. Kalau dilihat, berapa
red head?
PENULIS: 4
RAHUL HEMNANI: wah itu udah luar biasa, red head tok? Gak ada blonde?
PENULIS: jadi kalau pas pertandingan kan, yang dipake 4 redhead, tapi kalau pas
dia lagi duduk break ada tambahan LED buat fill.
RAHUL HEMNANI: jovian pernah tau istilah negative fill gak?
PENULIS: gak pernah.
RAHUL HEMNANI: nah aku kasi tau, kalau disituasi seperti ini, lagi main
lowkey negative fill tuh ngebantu banget. Negative fill tu apa sih? Kita kalau
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xix
misalnya ngefill, kadang bisa pake led kadan bisa pake sterofoam kadang bisa
pake reflector, negative fill itu kita letakkan yang tadinya kita mau taro sterofoam,
kita taruh cutter light atau karton item, jadi misal nih contoh anggap ini karton
item (tangan kanan), ini kan cahaya dari sini nih (cahaya dari kanan wajah),
sekarang kalau gw kasi negatif fill, ini kepotong kan ? ini sebutannya kan cutter
light, ini kalau gw pindahin ke sini (tangan sebagai cutter light di taroh di samping
kiri wajah) lebih kontras gak? Antara ini (tanpa negative fill) sama ini (dengan
negative fill)?
PENULIS: iya, lebih kontras (yang dengan negative fill)
RAHUL HEMNANI: itu yang namanya negative fill, jadi karena lampu yang ini
gak bisa dinaikin, lampu ini yang dikurangin, cahaya yang disini yang dikurangin.
Caranya dengan negative fill. Kalau dilihat dari segala sisi cukup memuaskan
banget untuk kelas student film ya, keren!
PENULIS: jadi pemilihan lowkey disini juga karena masalah, diring tinju itu kan
kita butuh ekstras
RAHUL HEMNANI: iya, itu pasti untuk menge-hide.
PENULIS: kemudian kan saya bahasnya kenapa handheld shot yang di dukung
oleh pemilihan shot size, lensa dan juga depth of field, jadi saya memilih medium
shot karena untuk menampilkan pergerakan tubuh nya saat pertandingan tinju dan
emosi, jadi depth of field kan saya harus pake yang lebar karena jika saya
bergerak fokus nya tidak kabur, kemudian ada pemilihan lensa. Tapi saat eksekusi
saya gak boleh menampilkan terlalu banyak area penonton, jadi saya gak bisa
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xx
pake depth of field yang terlalu lebar, nah itu konsekuensinya saat moving terlalu
banyak jadi blur.
RAHUL HEMNANI: oke, kalau boleh tau, dslrnya full frame atau crop
PENULIS: full frame
RAHUL HEMNANI: berarti 5d? mark3 ?
PENULIS: iyaa
RAHUL HEMNANI: Lensanya?
PENULIS: yang ini saya pakai lensa 50 f/1.4
RAHUL HEMNANI: jadi kalau gw pribadi nih, disuruh ngerjain yang ini gw
lebih milih 7d mark ii, tapi gak tau pas jaman itu sudah ada apa belom, atau gw
lebih milih kamera yang gak full frame, pertama kamera full frame itu terkadang
suka menipu, kalau dilihat dari history film negative film itu kan ukurannya
enggak ada yang pernah full frame, sefull frame-full framenya film tidak ada yang
sefull frame sensor. Jadi gini loh, jaman dulu roll film 35mm seluloid itu beda
ukurannya dengan roll film yang ukurannya dengan still, untuk still ukurannya
sedikit lebih lebar atau besar, sedangkan untuk yang roll film 35mm itu biarpun
full frame ya itu lebih kecil, sudah begitu jaman dulu orang lebih demen syuting
super 35, jadi lebih kepotong lagi ukurannya. Sensor apsc itu jauh lebih mirip
sama 35mm, kedua kenapa gw lebih milih apsc, itu ada lensa sigma 18-35, itu
lensa sudah f1.8, jadi udah dapat widenya tapi otomatis dengan f/1.8 belakangnya
sudah agak blur tuh. Lensa 50mm itu bagus, bahkan ada filmmaker, kalau gk
salah ozhu rata2 pake 50mm terus, tapi balik lagi untuk mendramatisir tetep aja
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xxi
harus, kita bisa lihat rata-rata film yang ada sisi sport nya pasti ada wide lah, satu
untuk dramtisir, ada juga yang break the rule dengan gunain 50mm namun bahasa
awam yang lebih cepat tersampaikan kepenonton adalah lensa wide. Tapi balik
lagi disini kan segala sesuatu hubungannya dengan situasi, kondisi, kemauan
director, production design nya gimana, ekstrasnya gimana. Yang paling utama
kadang-kadang DOP harus belajar satu hal, DOP yang berhasil itu yang bisa
melawan ego nya itu sendiri, kadang mikir gw maunya ambil shot yang kayak
begini tapi kondisi tidak memungkinkan, biarpun memungkinkan itu bakal buang
waktu, buang energy, buang segala material, tapi kalau situasi memungkinkan iya
kita harus mencapai, supaya hasilnya lebih maksimal. Tapi kadang-kadang
tergantung sikon, kita preparenya gak bener, sutradaranya prepare gak bener,
disitu kadang-kadang kita harus ngelepas ego dan mendampingin mereka, ingat
DOP itu tugasnya matanya director, jangan sampe DOP itu ngalahin director
kecuali itu DOP hand director, itu beda itu mau-mau lu kayak gimana. Sesalah
apapun director, sebenar apapun director, mau gak mau diikutin, itu sudah job
description. Banyak di lapangan temen-temen gak bisa melawan egonya. Kalau
visinya tidak sama bisa pecah. Director dan DOP itu ibarat kuda sama jokinya,
kalau gak sama bisa jatuh jokinya. Director harus bisa ngerti DOP, DOP harus
bisa ngerti director. Oke mau nanya apa lagi nih?
PENULIS: oke jadi tadi bapak bahas soal warna itu kan, DOP harus
memperhatikan warna, nah itu diset dan property itu seberapa besar kekuatan
DOP untuk mengatur itu? Misalnya kan ada tim set dan property sudah mendesain
bahwa warna nya harus ini karena ini-ini
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xxii
RAHUL HEMNANI: dari title aja, keputusan itu diambil dari director, dan mata
director itu siapa?
PENULIS: DOP
RAHUL HEMNANI: DOP peran penting banget untuk pemilihan warna,
sekarang misalkan ini (menunjuk sebuah scene “No Kudos”) kostum warna
merah, ini mengangu perhatian banget kan, kadang-kadang mata bisa lari kesana
lari kesini. DOP bertugas penting masalah warna, karena Director Of Photography
pengarah tata fotografi, fotografi itu mencakup apa aja? Lighting ,warna,
komposisi, lensa dll. Jadi salah satu unsur penting adalah warna, jadi kalau itu
mengangu dan tidak sesuai dengan script, biasanya sih art director sama DOP
harus kerjasama. Misalkan begini, ada komposisi bagus, lighting keren, tapi
warnanya acak-acakan, kayak merah disini biru disini fotografinya bener atau
gak?
PENULIS: salah
RAHUL HEMNANI: penting, warna itu bagian dari, memang si way nya dibagi-
bagi ke director ke art director tapi DOP juga sangat bertanggung jawab dengan
yang namanya warna, bahkan setelah syuting setelah prospro DOP harus monitor
color grading, itu bukan hanya tugas colorist, itu juga tugas DOP untuk menemani
colorist. Lagi-lagi yang gw belajar pada jaman di india, disini agak-agak beda tapi
ada DOP yang lepas ke colorist ada yang enggak, tapi rata-rata DOP harus
monitor ke colorist karena kontrasnya bagaimana, ngatur kontrasnya bener atau
enggak, warna nya sesuai dengan yang dia mau atau enggak itu mempengaruhi.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xxiii
Simpel aja misalnya komposisi udah oke, lighting udah oke tapi warnanya
amburadul enak gak?
PENULIS: jadi mau minta kritik dibagian ini,
RAHUL HEMNANI: gw kalau disuru kritik gak tegaan orangnya hehehehe…
PENULIS: gak apa-apa ini buat gw belajar, apa yang seharusnya saya lakukan
tapi gk saya lakukan.
(pemutaran scene pertandingan tinju dan preparation)
RAHUL HEMNANI: kalau dibagian sini mah perfect (scene preparation). Nah ini
kalau gw boleh kritik, ini masi oke warnanya, ini juga keren satu keluarga kan ini
ketemu ijo (pohon), ketemu ini (dinding semen berlumut hijau) ketemu ini
(kostum hijau), cuman lihat ini (menunjuk logo di celana) mata lu lari gak kesini,
ini nih kalau begini memang agak susah tapi kalau peran DOP yang bener tuh
kayak begitu, kadang-kadang ini udh perfect banget tapi mata lu bisa lari kesini,
bisa disuru ganti saat syuting, atau di color grading kalau pake davinci bisa di
desaturate juga, coba deh lu 1frame ini kurangin warna merah ininya.
PENULIS: itu sponsor juga sih heheheh
RAHUL HEMNANI: oh itu sponsor, kalau sponsor oke fine.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xxiv
(pemutaran scene pertandingan tinju dan preparation)
RAHUL HEMNANI: kalau ini keren, ini apa namanya, eh pake till shift atau
gimana?
PENULIS: eh enggak ini di editing, memang konsep dari editornya. Jadi kalau di
editornya konsepnya ada yang lebih kuning ada yang lebih ijo itu kayak gambarin
kalau latihannya kayak sudah lama baget dari musim apa ke musim apa.
RAHUL HEMNANI: nah ini, kadang-kadang kalau movement gw aku susah
sekali. Nah ini kan disini nih (scene yofie sedang berlari), nah secara framing yah
ini tiba-tiba dia bisa keluar dari frame, jadi jangan sampe. Tekniknya nih begini
yah kalau kita lagi follow jarak kita dengan dia tetap dijaga, secara fokus tidak
bakal berubah dan framing tidak bakal berubah, tapi yang berubah
backgroundnya. Jadi ada dulu gila banget, kadang suka diiket tali, jadi biar sama-
sama, tapi iketnya di pinggang bukan dikaki.
PENULIS: kalau ini, buat nunjukin kalau perjuangannya panjang banget (scene
yofie lari dijembatan dan gelora bung karno).
RAHUL HEMNANI: gak hanya itu juga, kalau gw ini gambarin dari satu sisi
kehidupan ke satu sisi kehidupan lainnya, cuman kalau kita lihat kenapa kalau
framing itu ngaruh, lu kalau nulis dari kanan kekiri atau kiri kekanan?
PENULIS: kiri ke kanan
RAHUL HEMNANI: berarti rata-rata orang nulis dari mana kemana?
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xxv
PENULIS: kiri ke kanan
RAHUL HEMNANO: kalau lu lihat angkat matematika 0 ke 10 itu dari kiri
kekanan itu progresif kan, bener kan?
PENULIS: oke nangkep2
RAHUL HEMNANI: kalau 0 kekiri berarti ke -10, itu apa? Regresif , degradasi.
Gw kalau lihat kanan ke kiri selalu ngelihat dia tuh mundur bukan maju, begitu
juga orang bakal bikir. Ini oke exposurenya oke, framingnya mantep tapi kalau
bisa dinaikin 1 level jangan dari sini ke sini tapi ini kesini(kiri ke kanan). Kalau
misalnya lu reverse ini menunjukkan progress, pengaruh alam bawah sadar
terhadap framing itu pengaruh. Ini exposure bener?
PENULIS: iya cuman tambah gunung.
RAHUL HEMNANI: kalau ini tempelan (scene GBK)?
PENULIS: iya bener.
RAHUL HEMNANI: nah kalau ini kelihatan ada sisi progresif kan (scene siluet
dipantai)
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xvi
LAMPIRAN B: CV NARASUMBER
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
xvi
LAMPIRAN C: CV PENULIS
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015