log book pjbl 2
TRANSCRIPT
LOG BOOK
PJBL 2
BLOK SISTEM GASTRO INTESTINAL TRACT (GIT)
SIROSIS HEPATIS
Disusun Oleh
Desak Gede Prema Wahini
(105070201131010)
NURSING K3LN PROGRAMME
MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY
MALANG
2013
A. DEFINISI
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang
berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow),
karena perubahan warna pada nodul- nodul yang terbentuk.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan
ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan
vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu
sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang sangat kanjut,
menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap. (Sylvia A Price&
Lorraine Wilson. 2002)
Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul
kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer,FKUI. 1999)
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan
berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba
kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan
Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem
arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hepar yang
mengalami regenerasi. Penyakit ini ditandai oleh adanya peradangan
nekrosis sel hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel hati disertai nodul sehingga terjadi pengerasan dari
hati.
B. KLASIFIKASI
1. Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi :
Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis
yang nyata. Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinik yang jelas misalnya : asites, edema dan ikterus.
Dikenal dengan active cirrhosis hepar .Sirosis hati
dekompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
2. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3
jenis, yaitu :
Mikronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk
berukuran < 3 mm.
Makronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk
berukuran > 3 mm.
Campuran
Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-
nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang
berukuran > 3 mm.
3. Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis
hati atas :
Sirosis Post nekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis
makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy
cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis
mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty
cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,
terutama faktor lipotropik.
Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat
setelah menderita hepatitis.
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki
dua klasifikasi etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan
etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Sirosis hepatis yang tidak
diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik.
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang
dimengerti, terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan
kasus. Berdasarkan keadaan tersebut sirosis hepatis dapat
digolongkan sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 1996) :
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal,
dan sirosis gizi) merupakan suatu pola khas sirosis terkait
penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75%
atau lebih dari kasus sirosis.
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol
adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel
hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan
adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencakup
pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya
jumlah keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya
oksidasi asam lemak.
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti
yang terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversible, bila
berhenti minum alcohol. Beberapa kasus dari kondisi yang
relative jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara
makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan
mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak
dalam jumlah banyak.
Hepatitis alkoholik ditandai secara hitologis oleh nekrosis
hepatoseluler, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-
morfonuklear (PMN) di hati. Pada kasus sirosis Leannec
sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi
nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat
aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk menggantikan
sel-sel yang rusak. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut
sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras, dan
hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir
sirosis dapat menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan
gagal hati. Penderita sirosis Leannec lebih berisiko
menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).
2. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak
pad jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh
jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan
diselingi dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis
pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus
sirosis. Sekitar 25% hingga 75% kasus memiliki riwayat
hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki
hasil uji HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa
hepatitis kronis aktif berperan penting pada sirosis ini.
Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah sirosis ini
merupakan faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati
primer (karsinoma hepatoseluler). Risiko ini meningkat
hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan
pada pasien bukan karier.
3. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus billiaris
akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis
billiaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat
sirosis.
Penyebab tersering sirosis billiaris adalah obstruksi
biliaris pascahepatik. Pada sirosis biliaris sekunder terdapat
statis empedu yang menyebabkan penumpukan empedu di
dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa di tepi lobules, namun jarang
memotong lobules seperti pada sirosis Laennec. Hati
membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari
sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan
steatorea.
Sirosis billiaris primer menampilkan pola yang hampir
mirip dengan sirosis billiaris sekunder. Sirosis ini paling
sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan
disertai dengan berbagai gangguan autoimun. Sumbat
empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus
empedu dan sel-sel hati sering kali mengandung pigmen
hijau. Osteomalasia terjadi pada sekitar 25% penderita
sirosis biliaris primer (akibat menurunnya absorpsi vitamin
D).
C. EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian
terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati
urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini.
1. Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika
Serikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita
sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini
lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di
kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa
penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian
Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak
dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun
merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha
melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit
Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki
dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok
umur 40-60 tahun.
2. Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya
berbeda-beda tiap Negara. Pada periode 1999-2004
insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000
penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005) dari
data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik
Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II
Medan, ditemukan 232 penderita sirosis hati.
3. Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4 % dan
tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis
hati di dunia yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan,
dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per
100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004
sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi
peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar
3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.
4. Penyebab
Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%),
penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati
alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang
bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain
(5%) Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus
hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-
50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab
sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali
karena belum ada datanya.
D. FAKTOR RESIKO
Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi :
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab
dari sirosis hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis
virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan
yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. Penderita
dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena
banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
2. Alkohol
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras (Brunner & Suddarth, 1996). Alkohol dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan
kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa
sirosis hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi, 2002).
3. Malnutrisi
Faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani
menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut Spellberg,
Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan
Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta
tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan
terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan
ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh
kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah. Menurut Campara (1973) untuk terjadinya sirosis
hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa
1- antitripsin.
4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada
orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi
ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang
berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit
ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
5. Hemokromatosis (kelebihan beban besi)
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
Penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak
dilahirkan.
Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis
hepatis.
6. Sebab lain
Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya
sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder
terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada kaum wanita.
Kelainan metabolik seperti defisiensi alpha 1-antritripsin,
glikonosis type-IV, galaktosemia, tirosinemia.
Kolestasis.
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati
ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada
bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya
saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini
empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi
atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit
kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu
meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-
anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang
dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan,
tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau
Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat
terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid ).
Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat,
amiodaron,INH, dan lain-lain).
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD).
Sumbatan saluran vena hepatika yang diakibatkan sindrom
Budd-Chiari dan payah jantung.
E. PATOFISIOLOGI
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.
Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati
merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular
matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans,
dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel
stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali
ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut
disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan
berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan
kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup
besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada
banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel
hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam
jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang
rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena
pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu,
biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi
kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika
dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan
beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini
merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi
hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan
aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron
berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium .
Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium
yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan
menyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis
merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan
jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi
sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, missal dikarenakan
alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan
juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses
peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikta yang disertai nodul.
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-
sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu
makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan
terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
Manifestasi klinis atau tanda gejala yang menyertai dari penyakit sirosis
hepatis ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembesaran hati
Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran
hati yang cepat. Pembesaran hati dapat ke atas mendesak
diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm,
dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
2. Obstruksi portal dan asites
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare.
3. Varises gastrointestinal
Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid
tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat
menimbulkan ruptur dan pendarahan. Kurang lebih 25%
pasien akan mengalami hematemesis ringan/varises pada
lambung dan esofagus.
4. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein
albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen
(ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Defisiensi vitamin dan anemia Karena pembentukan,
penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan
anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia
dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran mental
Kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma
hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku
umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu
serta tempat, dan pola bicara. (Suzanne, C. Smeltzer, 2001)
7. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang
merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati.
Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
8. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena
portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap
aliran darah melalui hati.
Berdasarkan stadium sirosis hati, gejala klinis yang tampak
pada pasien antara lain :
1. Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis hepatis meliputi :
Perasaan mudah lelah dan lemah.
Selera makan berkurang.
Perasaaan perut kembung.
Mual.
Berat badan menurun.
Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah
dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.
2. Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan
hipertensi portal, meliputi :
Hilangnya rambut badan.
Gangguan tidur.
Demam tidak begitu tinggi.
Adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hati. Pemeriksaan
tersebut antara lain :
1. Diagnosa Sirosis Hati Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka
ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita
dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.
Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus
akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang – kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati,
lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi
portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr
albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa
antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.
Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes
faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
Pemeriksaan enzim hati lainnya antara lain :
SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat
transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat
tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT.
Namun, bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan
adanya sirosis.
Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas
normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada
pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama
dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik,
konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi
mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata
dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata).
Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan
limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor
koagulan akibat sirosis.
Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,:
pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus
Transhepatic Porthography (PTP)
Ultrasonografi (USG)
USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan,
serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis
vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Ultrasonografi
(USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat
berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada
sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-
benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa.
Barium meal
Untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi
porta.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada pasien dengan sirosis hepatis dapat
dilakukan dengan beberapa cara berikut sesuai dengan kondisi yang
dialami klien :
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup
dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup,
susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui, seperti :
Alkohol dan obat-obatan : dianjurkan menghentikan
penggunaanya.
Hemokromatosis : dihentikan pemakaian preparat
yang mengandung besi atau terapi kelas 1
(desferioxamine).
Pada hepatitis kronik autoimun diberikan
kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul :
Asites : diberikan diet rendah garam, bila perlu
dikombinasikan dengan furosemid.
Perdarahan varises esofagus (hematemesis, melena).
Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah
untuk mengetahui apakah perdarahan sudah
berhenti/masih berlangsung.
Bila perdarahan banyak, berikan dextrosa/salin dan
transfusi darah secukupnya.
Ensefalopati
Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti
pemberian KCl pada hipokalemia.
Mengurangi pemasukan protein makanan dengan
memberi diet sesuai.
Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang
mengalami perdarahan pada varises.
Pemberian antibiotik campisilin atau sefalosporin
pada keadaan infeksi sistemik.
Transplantasi hati
Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotok pilihan seperti cefotaxim,
amoxicilin, aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal/nefropati hepatik
Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat.
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi
ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-
bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan
penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati,
meliputi :
Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat
yang hepatotoksik.
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang
dapat menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau
imunosupresif.
Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu
sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan
mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin
merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100mg
secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu
selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan
ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan
secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan
Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian.
Interferon, kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-
obatan sedang dalam penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Asites
Tirah baring
Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari
Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon
diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5
kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan
edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40
mg/hari (dosis max.160 mg/hari).
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6
liter), diikuti dengan pemberian albumin.
Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III
seperti cefotaksim secara parenteral selama lima hari
atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya
tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin
(400 mg/hari) selama 2-3 minggu.
Varises Esofagus
Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol)
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Ensefalopati Hepatik
Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia.
Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia.
Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk
SHR. Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus
mendapat perhatian utama berupa hindari pemakaian
diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan
yang berlebihan.
Pencegahan yang dapat dilakukan pada keadaan ini meliputi
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
1. Primer
Sirosis ini paling sering disebabkan oleh minuman keras,
hepatitis B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis
dengan tidak konsumsi alkohol, menghindari risiko infeksi
hepatitis C dan hepatitis B. Menghindari obat-obatan yang
diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi
merupakan pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.
2. Sekunder
Diagnosa
Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk mengetahui
diagnosa pasti keluhan yang dialami pasien. Nantinya
diagnose ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
tindakan pengobatan. Diagnosa harus dilakukan sedini
mungkin dan dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium, USG, radiologi, dan laparoskopi.
Pengobatan
Penyebab primernya dihilangkan,maka dilakukan
pengobatan hepatitis dan pemberian imunosupresif pada
autoimun. Pengobatan sirosis biasanya tidak
memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat
menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis.
Penderita sirosis hati memerlukan istirahat yang cukup
dan makanan yang adekuat dan seimbang. Protein
diberikan dengan jumlah 1-1½ g/kg berat badan. Lemak
antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi memerlukan
pemberian antibiotik yang sesuai. Asites dan edema
ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl
disertai pembatasan aktivitas obstruksi. Pendarahan
saluran cerna atas oleh varises esophagus yang pecah
memerlukan perhatian terhadap jumlah darah yang
hilang, dan harus ditutup atau tekanan portal diturunkan
melalui operasi shunt.
3. Tersier
Bila sudah dapat ditentukan diagnosa sirosis hati secara
klinis, maka langkah yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah
pemberian terapi. Untuk menentukan terapi yang tepat, perlu
ditinjau berat ringannya kegagalan faal hati. Etiologi sirosis
mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan
yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Setelah sirosis berkembang,
skrining tahunan harus dilakukan untuk mengikuti risiko
perdarahan dengan endoskopi atas dan untuk deteksi dini
kanker hati dengan USG.
J. KOMPLIKASI
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,
prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar
komplikasi :
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya
varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa
nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya
kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis
hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka
metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma
hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan
karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain,
antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,
karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Kegagalan hati (hepatoseluler); timbul spider nevi, eritema
palmaris, atropi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
4. Hipertensi portal
Menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena
esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena kolateral dinding
perut.
5. Ensefalopati hepatik.
Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah
ensefalopati hepatic (koma hepatikum), yang diyakini terjadi akibat
kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak
terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati hepatic sering
merupakan keadaan terminal sirosis.
6. Peritonitis bacterial spontan.
7. Sindrom hepatorenal.
8. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed.
Philadephia. Lippincott-Raven Publishers
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Process. 6th Ed. Mosby
Sujono, Hadi. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Ed ke-7. Bandung
Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit Hati di
Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP
Tjokronegoro, Arjatmo. (2008). Peran Albumin dalam Pentalaksanaan Sirosis Hati.
(http://www.dexamedica.com/images/publish_upload0807112576430012
15763044FA%20MEDICINUS%208%20MEI%202008%20rev.pdf)
Sutadi, Sri Maryani. (2003). Sirosis Hepatitis.
(http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf)