logika dan pengambilan keputusan
TRANSCRIPT
LOGIKA
dan
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Disusun guna memenuhi tugas Psikologi Kognitif
Disusun oleh :
Dalilatunnisa Q M2A009102
Aryani Putri P M2A009133
Gesya Arsih W M2A009155
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
Logika dan Pengambilan Keputusa
Logika
Berpikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran.
Pikiran atau gagasan merupakan proses umum yang terjadi paada masalah-masalah
dalam jiwa manuusia, sedangkan logika adalah cara berfikir yang ilmiah (science).
Bisa terjadi misalnya dua orang dihadapkan pada suatu masalah yang sama maka
jawaban terhadap masalah bisa berbeda, satu jawabannya logis (logical) dan lainnya
memberikan yang tidak logis (illogical). Contoh pertanyaan “ Bagaimana pendapat
anda tentang diperlakukannya hukuman mati ?”. Orang akan menjawab berbeda-beda
pada masalah yang sama dan kemungkinan jawabannya bisa logis atau ilogis.
Berfikir dan logika telah menjadi subyek spekulasi yang lama. Aristoteles dua
ribu tahun yang lalu telah memperkenalkan suatu sistem dalam penalaran atau
validasi suatu argumentasi yaitu yang disebut silogisme. Silogisme ini meliputi tiga
langkah yaitu premis major, premis minor, dan konklusi.
Premis major : Semua manusia akan mati
Premis minor : Gatotkaca adalah manusia
Konklusi : Sehingga gatotkaca akan mati
Suatu konklusi atau kesimpulan yang menggunakan pertimbangan silogisme
dianggap valid atau benar jika premisnya akurat dan bentuknya benar. Oleh kaena itu
logika silogis dapat dipakai untuk argument yang valid. Konklusi atau kesimpulan
yang tidak logis atau ilogis dapat ditentukan dan disolasi penyebabanya. Silogisme
adalah suatu pernyataan yang singkat yang berdasar teori dari berbagai penelitaian
langsung terhadap logika dan berfikir. Penalaran terlibat di dalam proses pemecahan
masalah, karena memang beberapa bentuk penalaran biasanya merupakan bagian dari
pemecahan masalah itu sendiri (Solso, 1988).Hampir semua orang sependapat bahwa
penalaran dan pemecahan masalah merupakan komponen penting dari intelegensi.
Jenis Keterampilan Penalaran
Menurut Sternberg (1989, 1990) membagi keterampilan penalaran (keterampilan
intelektual didasarkan pada teori subkomponen dan tinjauan pemprosesan informasi
kognitif.
Secara umum penalaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu
penalaran deduktif dan penalaran induktif.
a. Penalaran deduktif.
Konklusi ( kesimpulan ) yang dihasilkan melalui proses penalaran melalui
teknik logis dimana konklusi digabarkan lebih dari 4 kemungkinan dalam
studi ilmiah tentang logika deduktif.
1. Kesimpulan relasional, berdasarkan perangkat logis dari hubungan
sebagai : lebih dari di sebelah kanan dari dan setelah ( memakai logika
“lebih dari” )
2. Kesimpulan preposisional berdasar negasi dan dalam koneksi seperti
jika, atau, dan dan ( contohnya, memfrasekan kalimat kembali masalah
“jika Billy lebih tinggi, …” )
3. Silogisme berdasar pasangan premis yang masing-masing berisi
pemberi sifat tunggal seperti seluruh atau sebagian. (contohnya,
seluruh psikolog brillian : sebagian psikolog berkacamata )
4. Menjumlahkan kesimpulan kuntitatif berdasar premis yang berisi lebih
dari satu kesimpulan, ( contohnya beberapa anjing pudel perancis lebih
mahal daripada jenis anjing yang lain. )
b. Penalaran Silogistik.
Penalaran silogistik adalah penarikan kesimpulan dari dua premis
(pernyataan) . dalam riset awal untuk mempelajari penalaran silogistik pada
laporan partisipan dari “apa yang terjadi dalam kepalaku” yang juga diketahui
sebagai prosedur “berbicara keras” ketika partisipan mengungkapkan secara
verbal langkah yang mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas. Dari riset
tersebut, muncul 3 variabel independen yaitu bentuk argument, isi argument
dan kemajemukan individu partisipan.
Bentuk
Ilmuwan pendahulu ( Champman & Champman, 1959; Sells, 1936;
Woodworth & Sells, 1935) memeriksa kesalahan yang dibuat dalam penalaran
silogistik sebagai konsekuensi dari “keadaan” atau “atmosfer” yang dihasilkan
dari bentuk argument, alih-alih dalam basis atau deduksi logis formal.
Sebagian besar kasus dapat menjadi :
Semua A adalah B
Semua C adalah B
Jadi seluruh A adalah C
Karena bentuk dasar ini, konklusinya menjadi mudah. Namun ketika A, B dan
C disubstitusikan dengan kata-kata, dapat mengubah “suasana” atau
“atmosfer”. Ketika kita tidak tahu banyak mengenai A dan C. sementara itu
kita cukup tahu tentang B. tidak hanya mengganti sebuah kata menjadi
kalimat, tapi kalimat tersebut harus bermakna bagi kita. Salah satu cara
memecahkan silogisme adalah dengan menggabar bentuk diagram venn.
Contoh diagram Venn:
semua dan beberapa anggota A adalah anggota B dan tidak ada atau beberapa
anggota A adalah anggota B.
Beberapa silogisme lebih sulit di banding yang lain mungkin
disebabkan oleh pengetahuan dan kemampuan yang anda miliki untuk
mengenali argument yang logis ketika anda menghadapinya. Efek yang terjadi
adalah efek atmosfer dan efek kedua berehubungan dengan keabsahan suatu
argument yang mungkin dihasilkan oleh pendidikan formal tapi lebih
cenderung dihasilkan oleh latihan.
Efek atmosfer adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak argument
berdasarkan bentuknya. Dengan kata lain, mengajukan suatu argument dengan
cara tertentu saja bisa mempungaruhi tingkat penerimaan argument itu.
Johnsion-Laird & Byrne, 1989, 1991; Johnson- Laird & Steedman, 1978)
telah mendemonstrasikan bahwa bentuk silogisme memiliki pengaruh kuat
pada kesimpulan yang ditarik. Khususnya, jenis silogisme seperti berikut :
Beberapa orangtua adalah ilmuwan
Semua ilmuwan adalah sopir
Hal ini cenderung mendatangkan kesimpulan “Beberapa orangtua adala sopir
daripada kesimpulan yang sama valisnya, yaitu “ beberapa sopir adalah
orangtua”. Dalam bahasa simbolis yang kita gunakan selama ini AB, BC
menghasilkan kesimpulan AC seentara silogisme Ba, CB menghasilkan
kesimpulan CA. perbedaan dalam memasangkan akan menciptakan atmosfer
berbeda, yang berujung pada kesimpulan yang berbeda pula. Sebuah studi
dilakukan oleh Clement dan Fahmagne (1986) yang menyatakan bahwa
pengetahuan dunia dan gambaran mental berhubungan dwngan penalaran
logis.
Riset mengenai silogisme telah menyatakan bahwa orang-orang cenderung
menarik kesimpulan dalam permasalahan silogistik (dan agaknya dalam cara-
carabentuk mengenai penalaran logis yang kurang formal juga) berdasarkan
gambaran internal yang pertama kali terbentu mengenai premis-premis –
kadang gambaran yang tidak sebenarnya.
Isi
Kita dapat mempertahankan bentuk argumen sambil mengubah-ubah isinya,
yang belakangan juga telah menjadi alat yang berguna dalam analisis proses
penalaran. Perhatikan silogisme berikut :
Semua manusia bisa mati
Socrates adalah manusia
Oleh karena itu Socrates bisa mati
Pengaruh isi atas eabsahan suatu argument mengingatkan kita bahwa proses
kognitif tidaklah sederhana dan tidak mengesampingkan dampak pengetahuan
yang tersimpan dalam memori jangka panjang. oleh karena itu, tidak
mengherankan jika keabsahan pernyataan silogistik mengenai sesuatu yang ita
tahu bisa jadi merupakan isi dari memori jangka panjang.
Pengambilan Keputusan
Pada pembahasan penalaran deduktif sebelumnya telah dibahas tentang
bagaimana sebuah kesimpulan dikatakan valid lewat proses logika deduktif. Dalam
bentuk tersebut, jika premis silogismenya benar dan bentuknya tepat maka
kesimpulan argumennya valid, dengan demikian kemungkinan kesimpulannya juga
tepat.
Bentuk lain dari penarikan kesimpulan adalah penalaran induktif (inductive
learning). Pada penalan induktif, kemungkinan kesimpulan biasanya dinyatakan
secara implisit atau eksplisit. Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasanya membuat
keputusan tidak sebanyak seperti hasil dari pemikiran silogisme, tetapi dalam pola
induktif keputusan didasari oleh pengalaman masa lalu dan kesimpulan yang diambil
didasari pilihan-pilihan dari berbagai alternative yang dirasa paling baik.
Misal :
“Jika saya bekerja di too sebagai kasir dalam satu mingg, maka saya akan
mendapat cukup untuk menlaktir pacar saya di malam minggu”.
“Saya kan bekerja selama satu minggu”.
“Karenanya, saya akan mendapatkan cukup uang untuk nraktir pacar saya di
malam minggu”.
Argumen tersebut secara deduktif valid. Jika statemen diganti menjadi :
“Saya tidak akan bekerja selama satu minggu”.
Maka kesimpulan menjadi :
“Saya tidak akan mendapat cukup gaji untuk nraktir pacar saya di malam
minggu”.
Hal ini benar, member omanti yang logis, tetapi tidak selalu tepat dalam kehidupan
yang sederhana.
Berikut contoh dari penalaran deduktif :
Seorang calon mahasiswa akan memilih Fakultas Psikologi dari empat
perguruan tinggi. Dari tempat perguruan tinggi tersebut kemudian dilihat aspek-
aspeknyab yaitu : 1. Kualitas pengajaran, 2. Biaya, 3. Jarak dari ruma, 4. Lingkungan
masyarakatnya, 5. Prestasinya. Masing-masing aspek diberi bobot 0 sampai 10.
Tversky (1972) menyarankan bahwa dalam membuat keputusan kita memilih
beberapa alternatif dan dengan secara bertahap mengurangi pilihan yang kurang
menarik. Cara demikian dia sebut sebagai elimination by aspect yaitu bila beberapa
alternatif tidak memenuhi persyaratan minimum maka alternative tersebut akan
dieliminasi. Salah satu keuntungan dari model ini adalah tidak membutuhkan
kalkulasi pada setiap kemungkinan atau rating.
Pengambilan keputusan dalam “kehidupan nyata”
Beberapa argument tidak dapat disudahi secara objektif, mungkin saja untuk
menguraikan kalimat pertentangan verbal sehingga paling tidak kita dapat
menganalisis komponen perselisihan sengan baik.
a. Dialog penalaran
Dalam “dunia nyata” ini, kita biasa masuk ke dalam percakapan ang
melibatkan arguentasi, dimulai dari mengajukan tuntutan yang diikuti
klarifikasi kemudian berdasarkan kebenaran dan diakhiri dengan
sangkalan. Scenario ini adalah tipikal dari lusinan argument kecil yang
dilakukan oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari.
b. Buah pikiran yang keliru dari reifikasi
Reifikasi dari sebuah ide artinya menganggap bahwa ide itu nyata ketika
sebenarnya ide itu bersifat hipotesis atau metafora. Sebagai contoh,
seorang siswa S2, berkata “ universtitas ini tidak mau memberiku gelar!”
dia menganggap bahwa universitas seperti seorang individu padahal
kenyatannya universitas tidak seperti itu.
c. Argumen Ad Hominem
Argument Ad Hominem adalah argument yang menyerang karakter
seseorang dan bukan isi argumennya. seorang kandidat bisa
menyampaikan ide-ide yang masuk akal, tapi ia didebat bukan karena
idenya, melainkan karakter moralnya ( cara berpakaian atau potongan
rambut terbarunya ).
d. Argument yang mengungkapkan paksaan dan kekuatan
Misalnya menggunakan kekuasaan untuk mengesahkan suatu omantic.
Kekuatan dan moralitas mungkin bagus, tapi tidak ada hubunannya
dengan perjanjian dan hak suatu bangsa.
e. Menggunakan kekuasaan dan ketenaran
Sebuah kesalahan logis yang dibuat oleh orang-orang berkuasa dan/atau
orang yang terkenal di suatu wilayah yang membuat pernyataan tentang
mereka. Misalnya menggunakan atlet atau bintang film sebagai model
iklan.
f. Argumen Mayoritas-Pasti-Benar
Argumennya adalah jika kebanyakan orang melakukan sesuatu, hal itu
pasti benar. “semua orang melakukannya…” adalah inti argument ini.
g. Argumen Manusia Jerami
Maksudnya adalah membangun suatu argument yang lemah dan
menghubungkannya dengan oranglain sehingga bisa engalahkannya.
Karakteristik argument ini yaitu difokuskan dan dipentingkan untuk
mengalihkan tujuan utama.
Dukungan Neurosains Kognitif
Ahli syaraf telah menemukan sebuah rangkaian tes dignostik yang bisa
digolongkan sebagai bagian dari taksiran neurologis. Dalam salah satu tes ini, yang
disebut Tugas Meyortir Kartu Wisconsin, pasien diminta untuk menyortir kartu, satu
per satu dengan meletakkan kartu-kartu itu dibawah satu dari empat kartu target . tes
ini didesain untuk melihaat apakah orang itu bisa, pertama-tama, menemukan
peraturan awal dari pembentukan konsep dan kedua menjadi cukup fleksibe untuk
mengabaikan peraturan yang telah ditegakkan sebelumnya dan menemukan sebuah
penemuan baru. dengan demikian, menggunakan teknin non verbal, dimana kita
membayangkan lokasi item-item, maka hemisfer kiri ungkin akan bekerja secara
minimal dan hemisfer kanan menunjukkan aktivitas utama.
Dalam studi terkondisikan, beberapa peneliti telah mempelajari kemampuan
problem solving para pasien cidera otak. Nampaknya pasien yang telah kehilangan
beberapa fungsi hemisfer kanan tidak mampu mengambil awaban benar dari masalah
logis yang berdasar pada premis yang salah.
Kerangka Keputusan (Decision Frames)
Menurut Tversky dan Kahneman (1981), kerangka keputusan adalah konsepsi
tindakan, hasil keluaran, serta kontigensi pembuat keputusan yang diasosiasi dengan
pilihan-pilihan tertentu. Sebuah kerangka diadopsi oleh seseorang saat akan membuat
keputusan, dikendalikan oleh formulasi masalah serta norma, kebiasaan, dan
karakteristik personal dari individu tersebut. Para peniliti telah mendemonstrasikan
secara jelas kuatnya sebuah kerangka dalam menentukan kesimpulan yang dicapai
individu dengan fakta-fakta esensial yang diberikan kepadanya, tetapi dalam konteks
yang berbeda.
Mengukur Kemungkinan/Probabilitas
Dalam beberapa hal, probabilitas suatu peristiwa dapat dikalkulasikan dengan
matematika, sementara kejadian-kejadian lain ditentukan hanya dengan pengalaman
kita sebelumnya. Nampaknya, kita cenderung bersikap rasional dalam situasi-situasi
seperti ini karena keputusan kita didasarkan pada probabilitas matematika kasar, tapi
seberapa akuratkah estimasi kita? Atau dengan kata lain, bagaimana kita dapat
bertindak sangat bodoh ketika kita berfikir bahwa kita bertingkah sangat rasional?.
Amos Tversky dan Daniel Kagneman (1974) berbicara tentang pengambilan
keputusan secara heuristic ada tiga macam, yaitu
a. Representative heuristic,
Misal, saya mendapat informasi dari teman bahwa nanti akan bertemu
dengan seseorang dengan tubuh kurus, botak, berkacamata tebal. Apakah
orangtersebut merupakan seorang professor atau petugas pos ? jika kita
berpikir seperti kebanyakan orang maka jawabannya adalah professor,
karena penilaian berdasarkan informasi yang mewakili protoipe.
b. Availability heuristic,
Melakukan estimasi dengan menentukan seberapa mudah informasi itu
diterima. Perbedaanya dengan representative, yaitu pada representative,
jika problem dimulai dengan contoh yang spesifik, sedangka jika problem
dimulai dengan kategori yang umum maka menggunakan availability
heuristic. Jadi, pengukuran probabilitas diturunkan dari generalisasi
berdasarkan atas sampel yang sangat terbatas yang dapat digeneralisasikan
c. Anchoring and adjustment,
Biasanya dalam mengabil keputusan kita memulai dengan pikiran awal,
lalu membuat penyesuaian terhadap inforasi tambahan yang datang. Cara
ini dipengaruhi loeh ketersediaan informasi yang kuat sebagai kait.
Ide dasarnya diuji-cobakan dalam sebuah eksperimen oleh Tversky dan
Kahneman (1973) yang mana para peserta diminta untuk membaca daftar 39 orang
terkenal. Satu daftar mengandung jumlah yang hampir sama antara pria dan wanita
(19 pria dan 20 wanita), tetapi wanita-wanitnya lebih terkenal dibandingkan yang
pria. Daftar yang lain membalik kondisi tersebut, pria-pria lebih terkenal dari wanita.
Kemudian partisipan ditanyai apakah daftar tersebut mengandung lebih banyak pria
atau wanita. Pada kedua kelompok para partisipan menilai berlebihan (overestimate)
frekuensi gender yang lebih terkenal. Alasan dari perilaku ini, tanpa
memperhitungkan bahwa frekuensinya hampir identik, adalah karena nama-nama
orang terkenal lebih tersedia.
Teorema Bayes dan Pengambilan Keputusan
Kita telah melihat orang mungkin merevisi nilai probabilitas yang telah
diambilnya ketika informasi baru/informasi yang berbeda hadir. Saat
dikonfrontasikan dengan pilihan yang sama menarik tentang nonton konser atau
bioskop, kita bisa saja memutuskan nonton bioskop karena tahu bahwa satu-satunya
tiket konser yang tersedia harganya $35. Sebuah model matematika yang
menyediakan metode untuk mengevaluasi hipotesis perubahan nilai probabilitas ini
disebut teorema Bayes, sesuai dengan penemunya, Thomas Bayes, ahli matematika
di abad ke-18.
Situasi probabilitas menurut Bayes adalah ketika kita menimbang informasi
baru dengan informasi sebelumnya tentang peluang bahwa seseorang akan
mengundang anda ke pesta (misalnya) . Dapat disimpulkan, probabilitas
konditional adalah peluang informasi baru adalah benar jika hipotesis-hipotesis
tertentu benar. Sedangkan pada bukti yang dikumpulkan Edward (1968) mengatakan
bahwa kita cenderung untuk menduga kemungkinan kondisi lingkungan yang lebih
konservatif disbanding teori Bayes. Dimana pada salah satu penelitian mengenal
dampak informasi baru sebagai estimasi keungkinan yang diambil oleh partisipan.
DAFTAR PUSTAKA
Solso, Robert L, dkk. 2008. Psikologi kognitif. Jakarta: PT Glora Aksara Pratama.
Drs. Karyono, M.Si. 2009. Pengantar psikologi kognitif