long case abses hepar
DESCRIPTION
case bedahTRANSCRIPT
BAB I
STATUS ILMU BEDAH
SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
LONG CASE
Nama Mahasiswa : Ahmad Fauzi ( 030.08.011 ) Tanda Tangan:
Dokter Pembimbing : dr. Aditomo Widarso, Sp.B-KBD
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. A.B.A (31-16-59) Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 68 Tahun Suku bangsa : Melayu
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : SD
Alamat : Pulau Kasu belakang padang Tanggal masuk RS:21/1/2013
Rt 06 Rw 07 Masuk dari Poliklinik
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 28 Januari 2012, pukul 12.00
Keluhan Utama:
Nyeri pada ulu hati sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSOB dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari smrs. Nyeri
dirasakan terus menerus terasa pedih sepeti ditusuk-tusuk pisau dan semakin lama keluhan
nyeri yang dirasa semakin memberat, tidak menjalar. Nyeri bertambah saat batuk. Rasa sakit
tidak bertambah atau berkurang dengan perubahan posisi. Satu hari saat sakit mulai dirasakan
pasien berobat ke puskesmas dan mendapat obat farmacol forte namun tidak ada perbaikan
setelah meminumnya.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah-muntah 2 sampai 3 kali dalam sehari,
muntah hitam seperti warna kopi dan disertai lendir sebanyak kurang lebih ½ aqua gelas.
Bersamaan dengan timbulnya muntah-muntah, pasien juga mengeluh buang air besar cair
1
berwarna kemerahan sampai hitam disertai ampas dan lendir, dengan frekuensi lebih dari 3
kali sehari. Dan sangat berbau busuk hingga pasien tidak tahan dengan bau nya.
Demam juga dirasakan hilang-timbul dalam waktu 6 bulan dam sering timbul saat
malam hari hingga menggigil demam hilang dengan obat dan timbul lagi jika tidak
meminumnya. Sejak 8 bulan yang lalu pasien merasakan lemas yang semakin lama dirasakan
semakin berat hingga sulit untuk berdiri saat 3 hari SMRS disertai dengan nafsu makan yang
menurun. Pasien mengaku berat badan nya menurun dari 45 kg menjadi saat ini 36 kg. Pasien
mengaku kedua kaki bengkak dan tidak nyeri yang memang sering dialami pasien sejak tahun
80an jika duduk terlalu lama dengan posisi kaki dibawah dan akan menghilang sendiri. Buang
air kecil normal, tidak nyeri warna kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi, DM, Alergi, dan batuk-batuk lama disangkal. Riwayat peyakit
usus buntu disangkal. Pasien mengaku tidak pernah menderita mencret yang disertai darah
dan lendir. Sebelumnya pasien pernah di rawat pada Mei 2012 dengan keluhan lemas dan
batuk-batuk saat dirawat pasien didiagnosa dengan Anemia, Isk dan bronkiektasis Suspek TB.
dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pasien hb rendah, sputum BTA negative,
urinalisa didapatkan sedimen leukosit diatas normal. Pada usg dengan kesan massa pada lobus
dextra hepar dd abses hepar. Setelah akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, pasien pulang
atas permintaan sendiri.
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Bekerja sebagai Nelayan di pulau tempat tinggalnya, merokok sejak umur 28 tahun
sampai berhenti 15 hari yang lalu. Sehari satu bungkus rokok. Pasien mengaku minum
alkohol sejak umur 18 tahun jenis brandy, whisky dan arak putih hingga umur 25 tahun,
minum kurang lebih 2 kali perbulan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Nadi : 76x/menit
2
Suhu : 36,4 oC
Pernafasaan : 18x/menit
Keadaan gizi : Kurang
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Kulit
Warna : Sawo Matang
Efloresensi : Tidak ada Petekie :
Tidak Ada
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Merata
Pertumbuhan rambut : Merata Lembab/Kering : Kering
Suhu Raba : Hangat Pembuluh darah : Tidak melebar
Keringat : Tidak ada Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada
Oedem : Kedua tungkai bawah
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Baik Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam merata Bentuk : Normocephali
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-) Lensa : Arcus senilis (+)
Konjungtiva : anemis (+) Visus : tidak dilakukan
Sklera : ikterik (-) Gerakan Mata : dbn
3
Lapangan penglihatan : dbn Tekanan bola mata : normal/palpasi
Refleks Cahaya Langsung: +/+ Refleks Cahaya TidakLangsung:+/+
Pupil : Bulat isokhor Diameter +/- 3 mm
Telinga
Tuli : -/- Selaput pendengaran : intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : -/+ Perdarahan : -/-
Cairan : -/-
Mulut
Bibir : tidak kering Tonsil : T1 –T1
Langit-langit : tidak ada tonjolan Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : tidak lengkap, karies + Trismus : tidak ada
Faring : bergranul Selaput lendir : tidak ada
Lidah : licin, atrofi papil (-), tremor (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : JVP 5+1 cmH2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar.
Kelenjar Limfe kanan : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Buah dada : ginekomastia (-), benjolan (-)
Paru – Paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
4
Kanan - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung
Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula kiri.
Perkusi :
Batas kanan : sela iga III-V linea sternalis kanan.
Batas kiri : sela iga III-V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.
Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Ekstremitas
Akral Teraba hangat pada keempat ekstremitas. Pitiing edema (+) pada kedua tungkai bawah.
STATUS LOKALIS
Regio Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus (-),
dilatasi vena (-)
Palpasi :
Dinding perut : Supel, Defense muscular (-), terdapat nyeri tekan pada
epigastrium, tidak terdapat nyeri lepas.
Hati : hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus
xyphoideus, konsistensi kenyal, permukaan rata,
tepi tumpul.
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotement -/-, nyeri ketok costovertebral -/-
5
Murphy sign : negatif
Shifting dullness: negatif
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium, (21 Januari 2013)
Hematologi
Darah Nilai Normal Darah Nilai Normal
Leukosit 29,6 3,5-10 x 103 mm3 MPV 8,6 6,5-11 fL
Eritrosit 2,77 3,8-5,8 x 106 mm3 PDW 8,9 10-18 L%
Hb 5,6 11-16,5 g/dL Limfosit 2.6 1,2-3,2 103/ mm3
Ht 17,9 35-50 % Monosit 0.9 0,3-4,8 L 103 mm3
Trombosit 791 150-350x103 mm3 Granulosit 26.1 1,2-6,8H 103 mm3
Pct 676 100-500 L% Gula darah
sewaktu
140 <120 mg/dL
MCV 64 80-97 fL Golongan Darah 0
MCH 20,3 26,5-33,5 pq Urea 48.2 10.0-50.0 mg/dl
MCHC 31,5 31,5-35 g/dL Creatinin 1,2 0.70-1.30 mg/dl
RDW 19,2 10-15% LED 108 mm/jam
Laboratorium, (23 Januari 2013)
Hematologi
Darah Nilai Normal Darah Nilai Normal
Leukosit 10.6 3,5-10 x 103 mm3 MPV 8,6 6,5-11 fL
Eritrosit 4.32 3,8-5,8 x 106 mm3 PDW 8,7 10-18 L%
Hb 10.6 11-16,5 g/dL Limfosit 0.8 1,2-3,2 103/ mm3
Ht 33.4 35-50 % Monosit 0.2 0,3-4,8 L 103 mm3
Trombosit 519 150-350x103 mm3 Granulosit 9.6 1,2-6,8H 103 mm3
Pct 446` 100-500 L% Albumin 2.88 3.20-5.00 g/dl
MCV 77 80-97 fL Globulin 4.84 6.00-8.30 g/dl
6
MCH 24,5 26,5-33,5 pq Protein total 1.96
MCHC 32,6 31,5-35 g/dL HbsAg (-)
RDW 21.5 10-15%
Laboratorium, (diambil 27 januari 2013)
Hematologi
Darah Nilai Normal
GPT 16.3 13.0-40.0 U/L
GOT 23.2 0.0-37.0 U/L
B2 0.19
B1 0.03 0.00-0.30 mg/dl
Urea 21.1 10.0-50.0 mg/dl
Creatinin 0.50 0.70-1.30 mg/dl
Bilirubin total 0.22 0.30-1.23 mg/dl
PT 16.6 11.5-15.5
APTT 41.3 25.9-39.5
Laboratorium, (28 Januari 2013)
Hematologi
Darah Nilai Normal Darah Nilai Normal
Leukosit 10.6 3,5-10 x 103 mm3 MPV 8,8 6,5-11 fL
Eritrosit 3.77 3,8-5,8 x 106 mm3 PDW 8,6 10-18 L%
Hb 9.1 11-16,5 g/dL Limfosit 3.5 1,2-3,2 103/ mm3
Ht 28.6 35-50 % Monosit 0,7 0,3-4,8 L 103 mm3
Trombosit 427 150-350x103 mm3 Granulosit 6.4 1,2-6,8H 103 mm3
Pct 376` 100-500 L% Natrium 132 135-147 meq/l
MCV 76 80-97 fL Kalium 4.0 3.5-5.0 meq/l
MCH 24,1 26,5-33,5 pq Chlor 104 94-111 meq/l
MCHC 31,9 31,5-35 g/dL
RDW 22.2 10-15%
7
CT Scan (26-1-2013)
CT Abdomen atas tanpa kontras Injeksi
Deskripsi:
o Hepar membesar, tampak lesi hipodens berbatas tegas, diameter 12,7 cm. intra
dan ekstra bile duct tidak melebar. Corakan vaskuler porta baik. Kt empedu
tidak tampak kelainan. Tampak koleksi cairan di sekitar lobus dextra hepas.
Tampak efusi pleura bilateral. Lien tidak teraba, parenkim homogeny, vena
lienalis tidak melebar, pancreas normal, tidak curiga massa, peripankreatic fat
bersih. Ductus pankreaticus tidak melebar.
Kesan :
o Massa kistk diameter 12,7 cm pada lobus dextra hepar, sugestif abses hepar.
Koleksi cairan disekitar hepar dan efusi pleura bilateral.
USG (23-1-2013)
USG Abdomen
Deskripsi:
o Hepar tidak membesar, tekstur halus homogeny, lobus kanan tampak massa
hipoekoik dengan dinding tebal diameter 14,5cm vaskuler normal. Kt empedu
tidak membesar, tak tampak batu atau SOL. Pancreas normal tidak tampak
pancreatitis. Ginjal kiri kanan: ukuran dan bentuk normal, tidak tampak batu
atau SOL tidak tampak hidronefrosis. Tidak tampak koleksi cairan
intraabdomen,
Kesan: massa pada lobus dextra hepar: sugestif abses.
RINGKASAN
Seorang Pria 68 tahun datang dengan nyeri ulu hati sejak 3 hari SMRS disertai muntah
warna kopi serta bab berwarna hitam kemerahan, berlendir dan berbau busuk. Sebelumnya
demam hilang timbul dalam 6 bulan terakhir. Os juga mengeluh lemas dan tidak nafsu makan
sejak 8 bulan terakhir. Berat badan menurun dan kedua kaki bengkak.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal.
Konjungtiva pucat, sclera ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. nyeri tekan pada
epigastrium dan hepatomegali membesar 3 jari BAC, 4 jari BPX dengan permukaan rata,
8
konsistensi lunak dan tepi relative tajam. Peristaltic menurun. Pitting oedem pada kedua
tungkai bawah.
Pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan haemoglobin ↓, leukosit ↑,
pemeriksaan fungsi ginjal ureum ↑, pemeriksaan fungsi hati protein total dan albumin↓ ,serta
Alkali phospatase↑. Tes serologi HbsAg (-). USG dan Ct Scan Sugestif Abses Hepar.
DIAGNOSIS KERJA:
Abses Hepar Amoeba
Anemia defisiensi Fe
Hematemesis melena
DIAGNOSIS BANDING:
Abses Hepar Piogenik
Hematemesis melena et causa ulkus pepticum
RENCANA PENGELOLAAN
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
9
FOLLOW UP
Selasa, 22 January 2012
S : Nyeri pada perut kanan atas dan tengah, bab berwarna hitam berlendir.
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :110/70 mmHg
N :88 x/menit
S :36,7 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting
dullness: negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus
(+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar, Hematemesis Melena, Anemia
Hari kedua perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Transfusi 2 x 500cc PRC
Dexamethasone 1mg
10
Rabu, 23 January 2012
S : Nyeri pada perut kanan atas dan tengah, bab berwarna kuning lendir (-).
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :120/80 mmHg
N :80 x/menit
S :36,2 ºC
RR :20x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar, Anemia
Hari ketiga perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
11
Kamis, 24 January 2012
S : Nyeri pada perut kanan atas dan tengah.
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :120/80 mmHg
N :80 x/menit
S :36,2 ºC
RR :20x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari keempat perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Chloroquin 2 x 1 tab
Consul Bedah Digestif
Jum’at, 25 January 2012
12
S : Nyeri perut berkurang.
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :120/80 mmHg
N :84 x/menit
S :36,2 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari kelima perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Chloroquin 2 x 1 tab
CT Scan Abdomen non Contras
Bedah
Pro Operasi Laparoskopi drainase abses hepar
Sabtu, 26 January 2012
13
S : Keluhan (-)
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :120/80 mmHg
N :82 x/menit
S :36,4 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari keenam perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Chloroquin 2 x 1 tab
CT Scan Abdomen non Contras
Bedah
Pro Operasi Laparoskopi drainase abses hepar
Minggu, 27 January 2012
S : Keluhan (-)
14
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD :120/80 mmHg
N :82 x/menit
S :36,4 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari ketujuh perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Chloroquin 2 x 1 tab
Bedah
Pro Operasi Laparoskopi drainase abses hepar
Senin, 28 January 2012
S : Keluhan (-)
O : KU : Sakit sedang
15
Kesadaran : Compos mentis
TD :110/70 mmHg
N :86 x/menit
S :36,2 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari kedelapan perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Fresh Frozen Plasma 2 kantung
Bedah
Pro Operasi Laparoskopi drainase abses hepar
Selasa, 29 January 2012
S : Keluhan (-)
O : KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
16
TD :120/80 mmHg
N :82 x/menit
S :36,4 ºC
RR :18x/menit
Jantung : BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada epigastrium, hepar teraba 3 jari
dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus xyphoideus, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa : tidak teraba Shifting dullness:
negative. Timpani di keempat kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+
A : Abses Hepar
Hari ketujuh perawatan
P : Medikamentosa
IVFD : ringer laktat 500 cc/ 12 jam
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj. Omeprazole 1x1gr
Paracetamol 3x2 C
Ondancentron 1x1 amp
Ceftazidime 3x1 gr
Vit K 3 x 1 amp
Bedah
Pro Operasi Laparoskopi drainase abses hepar
LAPORAN PEMBEDAHAN 30 Januari 2013
Laparoskopi drainase Abses Hepar
Diagnosis Pra bedah : Abses hepar
Uraian Pembedahan
- Pasien dalam posisi supine dalam regional anestesi
17
- A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
- Insisi di umbilicus, masukan trokar masing-masing di PX 1 buah dengan ukuran 5mm,
dan di abdomen kanan dengan ukuran 10 mm.
- Tampak perlengketan permukaan hepar dengan dinding abdomen anterior,
perlengketan dibebaskan.
- Dinilai daerah yang paling fluktuatif, terdapat pada hepar segmen 6
- Dilakukan insisi permukaan hepar di daerah yang fluktuatif, keluar pus, disedot
hingga sejumlah kurang lebih 500cc.
- Rongga abses dicuci dengan NaCl 0,9% hingga bersih.
- Dipasang drain intra hepar.
- Dipasang drain intra pelvis.
- Diyakini tidak ada perdarahan. Rongga abdomen di bersihkan, luka operasi ditutup
lapis demi lapis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
18
Abses adalah pengumpulan cairan pus tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang,
dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah
dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat.
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,
jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan proses
supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, sel darah
dalam parenkim hati. Organisme mencapai hati melalui infeksi asendens di saluran empedu
(kolangitis asendens), melalui pembuluh darah baik porta atau arteri, infeksi langsung ke hati
dari sumber disekitar, luka tembus. Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut
usia, imunosupresi, kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang).
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Hepar terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah
diafragma. Hepar terbagi atas dua lapisan utama yaitu permukaan atas berbentuk cembung
terletak di bawah diafragma serta permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan
fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati,
selanjutnya hati dibagi lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Facies diafragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah
diaphragma. Berbentuk konveks. Facies diafragmatika dibagi menjadi facies anterior,
superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana
margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar kesistem pulmonum melalui
facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan
timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura,
biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses.
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap keinferior, berupa struktur-
struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis
(hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri
porta hepatis yang terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan
ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yangberbentuk segitiga dengan
19
vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas
dan bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis,omentum minus
yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra
renal, bagian kedua duodenum, fleksurakolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura
ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan
organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar ke
hepar.
Pendarahan
Pendarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri dan
kanan dalam porta hepatis. Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis dan di hepar
menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri
hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan
memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh vena
porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk
digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobules dan berakhir
di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setiap lobules yang
mengalir melalui vena hepatika. Pileflebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan
abses pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar.
Persarafan
nervus simpatikus, dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig.
hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Nervus vagus: dari trunkus sinistra yang mencapai
porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.
Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus hepatikus).
Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari
20
nodus hepatikus, limfe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorikus dan nodus
seliakus.
Struktur
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena porta dan
duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk keperluan reseksi bagian
pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra (segmentum
anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis
dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra).
Parshepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisiolateralis sinistra
(segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra) dan divisio
medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap
lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial
mengellilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid
yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik
(sel kupffler) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri
dan benda asing dalam tubuh, jadi hati merupakan organ utama pertahanan tubuh terhadap
serangan bakteri dan organ toksik.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang mengelilingi lobulus hati,
juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli
biliaris yang berjalan antara lembaran sel hati. Hati terdiri atas bermacam-macam sel.
Hepatosit meliputi 60% selhati, sisanya adalah sel-sel epithelial sistem empedu dan sel-sel
non parenkim yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang
berbentuk seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatica dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan
dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yangdipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).
Fisiologi Hati
21
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari
ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu.
Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia.
Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme heme dan walaupun secara fisiologis
tidak berperan aktif, tetapi penting sebagaiindicator penyakit hati dan saluran empedu, karena
bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat,
protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini diubah menjadi
glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian
glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah
menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan
subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan
glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati
dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin,
fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yangmerupakan 15%
massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh,merupakan sel yang sangat penting
dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen
tersebut kepada limfosit.
2.3. Prevalensi
Prevalensi abses piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal setelah
autopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT scan dan MRI lebih
22
mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi autopsi berkisar antara 0,29-1,47%,
sedangkan di rumah sakit didapatkan antara 0,008-0,016%. Sedangkan pada negara maju
seperti Amerika prevalensinya sangat berbeda dibanding dengan negara-negara berkembang.
Menurut penyebabnya liver abses pada negara maju dapat dirata-ratakan sebagai berikut: 1.
abses hati pyogenic, disebabkan oleh lebih dari satu mikrobakteri, 80 % pada negara maju.2.
amebiasis hati, penyebab utamanya entamoeba hystolitica, 10% dari seluruh kasus liver abses.
3. fungal abses, paling sering disebabkan oleh spesies candida, kurang dari 10% kasus liver
abses.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica tetapi hanya 10% dari yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala.
Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi
adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik dimana laki-
laki lebih sering dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan sering pada dewasa,
di mana jumlah penderita paling banyak pada usia dekade keempat sampai kelima.
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Ada tiga bentuk utama dari abses hati, diklasifikasikan oleh etiologi :
A. Abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess), yang paling sering
polymicrobial, menyumbang 80% dari kasus abses hati di Amerika Serikat. AHP tersebar
di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan sanitasi kurang. Etiologi AHP
adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella
pneumonia, bacteroides, fusobacterium, S. aureus, S. milleri, candida albicans,
aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersiniaenterolitica, S. typhi, brucella
militensis, dan fungal. AHP secara relatif jarang. Hal ini telah dijelaskan sejak waktunya
Hippocrates (400 masehi), dengan review pertama yang diterbitkan oleh Bright muncul
pada 1936. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan
dengan pileflebitis. Bakteri pathogen melalui a. hepatica atau sirkulasi vena portal masuk
ke dalam hati, sehingga terjadi bakte mrimia sistemik, atau menyebabkan komplikasi
infeksi intraabdominal (diverticulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi). Sedangkan saat
era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris
(kolangitis, kolesistitis). Hal ini karena makin tinggi angka harapan hidup dan makin
23
banyak pula orang lanjut usia dikenai penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa akibat
trauma, luka tusuk / tumpul, dan kriptogenik. Abses hati piogenik dapat terjadi melalui
infeksi yang berasal dari:
1. vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pileflebitis
porta atau emboli septik.
2. saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat
menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker,
striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses
perinefrik, kecelakaan lalu lintas.
4. septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5. kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.
B. Abses hati amuba (AHA) karena Entamoeba histolytica menyumbang 10% dari kasus.
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di
daerah tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemic di negara berkembang
dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga
ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara
pasti.
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme:
1. strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi
yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora
bakteri.
Ada beberapa mekanisme patogenesis dari abses hati seperti faktor virulensi parasit
yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell mediated yaitu:
1. Penempelan E. Histolytica pada mukosa usus
24
2. Pengrusakan sawar intestinal- bentuk aktif menembus dinding usus untuk membentuk
ulkus. Lokalisasi ulkus amebika biasanya di sekum.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E.Histolytica.
4. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin
parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
5. Penyebaran ameba ke hati.
Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau
tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis.
Secara patologis, abses amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya
berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau
keabuan. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu yang terdiri dari jaringan rusak
dan darah yang mengalami hemolisis. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada
lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar berdinding tebal.
Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous,
sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil.
Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer
dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan
parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri dan demam. Nyeri biasanya terlokalisir di
kuadran kanan atas, tapi mungkin dapat juga di daerah epigastrium. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar 15.000/ml3 sedangkan
kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks
dan foto polos abdomen digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang
ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan dimana
sensitivitasnya sekitar 85-95%.
C. Abses jamur, paling sering disebabkan oleh Candida spesies, menyumbang kurang dari 10%
kasus. Terutama disebabkan oleh Candida albicans dan kebanyakan terjadi pada orang yang
25
dalam pengobatan antibiotika lama, post transplantasi organ, keganasan hematologi, dan pada
penyakit kongenital ataupun imunodefisiensi yang didapat. Selain itu penyebab lainnya juga
seperti Actinomyces species, Eikenella corrodens, Yersinia enterocolitica, Salmonellatyphi,
dan Brucella melitensis.
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Demam/panas tinggi
merupakan keluhan yang paling utama, disertai keadaan syok, Nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit akan bertambah saat berubah posisi dan
batuk, Tanda iritasi diafragma seperti terjadi nyeri bahu kanan dan batuk, Rasa mual dan
muntah, Berkurangnya nafsu makan, Penurunan berat badan yang unintentional.
Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada regio perut kanan dan perbesaran hati
3-6 jari. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah
malaise, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan
adanya pergerakan. Gejala lain, mual, muntah, anoreksia, berat badan turun yang
unintentional, badanlemah, ikterus, BAB seperti kapur , dan urin berwarna gelap. Apabila
AHP letaknya dekat diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu
kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibat AHA). Gambaran seseorang dengan
amebik abses hati, ialah adanya rasa nyeri di perut terutama hipokondrium kanan, disertai
dengan kenaikan suhu badan. Sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang di tandaidengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan diatasnya.
Ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan tersebut di atas timbul,
didahului dengan diare berdarah dan berlendir.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia; laju
endap darah, alkali fosfatase, transaminase dan serum bilirubin meningkat; konsentrasi
albumin serum menurun dan waktu protrombin yang memanjang.
Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah
memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis secara
mikrobiologik. Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan meninggi,
efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada fotothoraks PA: sudut
kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah
26
diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor.Secara
angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CT-Scan atau MRI, USG
abdominal dan Biopsi Hati memiliki sensitivitas yang tinggi.
2.7. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang. Kadang sulit
ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis yang tidak spefisik. CT-scan dan tes serologis sangat
membantu. Diagnosis berdasarkan penemuan bakteri penyebab dengan kultur darah hasil
aspirasi (merupakan standar emas).
Criteria Sherlock :
1. hepatomegali yang nyeri tekan
2. respon baik terhadap obat amoebisid
3. leukositosis
4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
5. aspirasi pus
6. pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. tes hemaglutinasi positif
Kriteria Ramachandran (bila didapatkan sama atau lebih dari 3) :
1. hepatomegali yang nyeri
2. riwayat disentri
3. leukositosis
4. kelainan radiologis
5. respon terhadap terapi amoebisid
Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan sama atau lebih dari 3):
1. hepatomegali yang nyeri
2. kelainan hematologis
3. kelainan radiologis
4. pus amoebik
5. tes serologic positif
6. kelainan sidikan hati
7. respon yang baik dengan terapi amoebisid
27
Pemeriksaan Laboratorium:
Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-
11,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm. Pada pemeriksaan faal hati
didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%,total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l. Jadi
kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan
sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Pemeriksaan penunjang:
a. Foto dada: kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa: peninggian kubah
diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b. Foto polos: Abdomen kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat
berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang
didapatkan berupa air fluid level yang jelas.
c. Ultrasonografi: Untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT
atau MRI. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel.
USG:
1. bentuk bulat atau oval
2. tidak ada gema dinding yang berarti
3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4. bersentuhan dengan kapsul hati
5. peninggian sonic distal
d. Tomografi komputer (CT Scan): Sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan
lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior.
CT scan:
1. Hipoekoik
2. Massa oval dengan batas tegas
28
3. Non-homogen
e. Pemeriksaan serologi: Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect
haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. IHA dan
GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika
pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila testersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangats pesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba juga mendeteksi colitis karena
amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba
hepar. Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai
6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan
lesi "space occupying" dihepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah
kelainan tersebut disebabkan amuba.
2.8. Penatalaksaan
Pada 1938, review Ochsner' klasik drainase bedah sebagai terapi definitif. Terapi
konvensional adalah dengan drainase terbuka ,secara operasi dan antibiotik spektrum luas
oleh karena bakteri penyebab abses terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan
antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa adalah antibiotik yang bersifat amubisid seperti metronidazol
atau tinidazol. Dosis 50mg/kgBB/hari diberikan tiga kali sehari selama 10 hari, dapat
menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya,
diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan
umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan.
Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang
dapat terjadi.
29
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
1. Metronidazole : 3×750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 100mg/hr)
selama 10 hari.
Aspirasi
Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Indikasi tindakan aspirasi terapeutik :
1. abses yang dikhawatirkan akan pecah
2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau
peritoneum.
Drainase Perkutan
30
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Tindakan pembedahan
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati. Pembedahan
diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih
konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga
dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses
amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka
dilakukan dengan sayatan subkostal kanan.
Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan
antibiotic serta dengan ultrasonografi intraoperatif.
Indikasi pembedahan:
1. abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3. bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
2.9. Komplikasi
Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
31
generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal hati, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus,
kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus
diafragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses amuba.
Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang
berisi amuba yang ada.
2.10. Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterialorganisme multiple, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau
adanya penyakit lain. Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti
reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian.
Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada
pasien-pasien yang jaundice.
32
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. 2007.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 – 4632.
3. Sjamsuhidajat,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit
Buku Kedokteran. 0043. Christopher’s Textbook of Surgery. Philadelphia and
London: Saunder Company.1960; 797-799
4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar:
www.ejournal.unud.ac.id.
5. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.
6. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
7. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica:www.emedicine.medscape.com. 2008
8. Liver Abscess, Referensi Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L., 2007.
9. Snell RS. Clinical Anatomy 7th Edition: lippincot William Williams & wilkins, United
states of America:2004
33