lower urinary tract symptoms

43
Lower urinary tract symptoms From Wikipedia, the free encyclopedia Lower urinary tract symptoms (LUTS) are a common problem affecting approximately 40% of older men. [1] LUTS is a recent term for what used to be known as prostatism. [2] Contents [hide ] 1 Symptoms and signs o 1.1 Filling or irritative symptoms o 1.2 Voiding or obstructive symptoms 2 Causes 3 Diagnosis o 3.1 ICD 9 CM 4 Treatment 5 Epidemiology 6 References Symptoms and signs[edit ] Symptoms can be categorised into: Filling or irritative symptoms[edit ] Increased frequency of urination Increased urgency of urination Painful urination Excessive passage of urine at night Voiding or obstructive symptoms[edit ] Poor stream Hesitancy Terminal dribbling Incomplete voiding Overflow incontinence (occurs in chronic retention) As the symptoms are common and non-specific, LUTS is not necessarily a reason to suspect prostate cancer . [2] Large studies of patients have also failed to show any correlation between lower urinary tract symptoms and a specific diagnosis. [3] Causes[edit ] Benign prostatic hyperplasia (BPH) with obstruction Detrusor muscle weakness and/or instability Urinary Tract Infection (UTI) Chronic prostatitis

Upload: adhitya-wicaksono

Post on 28-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

LUTS Bedah IPD

TRANSCRIPT

Page 1: Lower Urinary Tract Symptoms

Lower urinary tract symptomsFrom Wikipedia, the free encyclopedia

Lower urinary tract symptoms (LUTS) are a common problem affecting approximately 40% of older

men.[1] LUTS is a recent term for what used to be known as prostatism.[2]

Contents

  [hide] 

1 Symptoms and signs

o 1.1 Filling or irritative symptoms

o 1.2 Voiding or obstructive symptoms

2 Causes

3 Diagnosis

o 3.1 ICD 9 CM

4 Treatment

5 Epidemiology

6 References

Symptoms and signs[edit]

Symptoms can be categorised into:

Filling or irritative symptoms[edit]

Increased frequency of urination

Increased urgency of urination

Painful urination

Excessive passage of urine at night

Voiding or obstructive symptoms[edit]

Poor stream

Hesitancy

Terminal dribbling

Incomplete voiding

Overflow incontinence (occurs in chronic retention)

As the symptoms are common and non-specific, LUTS is not necessarily a reason to suspect prostate

cancer.[2] Large studies of patients have also failed to show any correlation between lower urinary tract

symptoms and a specific diagnosis.[3]

Causes[edit]

Benign prostatic hyperplasia  (BPH) with obstruction

Detrusor muscle  weakness and/or instability

Urinary Tract Infection  (UTI)

Chronic prostatitis

Urinary stone

Malignancy : prostate or bladder

Neurological disease, e.g. multiple sclerosis, spinal cord injury, cauda equina syndrome

Page 2: Lower Urinary Tract Symptoms

Diagnosis[edit]

The International Prostate Symptom Score (IPSS) can be used to gauge the symptoms, along with

physician examination. Other primary and secondary tests are often carried out, such as a PSA (Prostate-

specific antigen) test,[4] urinalysis, ultrasound, urinary flow studies, imaging, temporary prostatic

stent placement, prostate biopsy and/or cystoscopy.

Placement of a temporary prostatic stent as a differential diagnosis test can help identify whether LUTS

symptoms are directly related to obstruction of the prostate or to other factors worth investigation.

ICD 9 CM[edit]

600.00 Hypertrophy (benign) of prostate w/o urinary obstruction and other lower urinary tract

symptoms (LUTS)

600.01 Hypertrophy (benign) of prostate with urinary obstruction and other LUTS

600.20 Benign localized hyperplasia of prostate w/o urinary obstruction and other LUTS

600.21 Benign localized hyperplasia of prostate with urinary obstruction and other LUTS

600.90 Hyperplasia of prostate, unspecified, w/o urinary obstruction and other LUTS

600.91 Hyperplasia of prostate, unspecified, with urinary obstruction and other LUTS

Treatment[edit]

A number of techniques to destroy part or all of the prostate have been developed. First line of treatment

is medical, which includes alpha-1 Blockade and antiandrogens. If the medical treatment fails, surgical

techniques are done. Techniques include:

The best nowadays is TURP, Trans-urethral removal of the prostate.

Transurethral microwave thermotherapy

Thermal ablation

High intensity focused ultrasonography

Transurethral needle ablation

Laser prostatectomy.

Intraurethral prostatic stenting and balloon dilatation of the prostate.[5]

Other treatments include lifestyle advice. Although surgical treatment is generally reserved for men who

have failed or are unable to tolerate drug treatment, or for those who have developed complications

Epidemiology[edit]

Prevalence increases with age. The prevalence of nocturia in older men is about 78%. Older men

have a higher incidence of LUTS than older women.[6]

Around one third of men will develop urinary tract (outflow) symptoms, of which the principal

underlying cause isbenign prostatic hyperplasia.[7]

Once symptoms arise, their progress is variable and unpredictable with about one third of patients

improving, one third remaining stable and one third deteriorating.

It is estimated that the lifetime risk of developing microscopic prostate cancer is about 30%,

developing clinical disease 10%, and dying from prostate cancer 3%.

Page 3: Lower Urinary Tract Symptoms

Penyakit Jantung Rematik (PJR)Ditulis oleh Administrator

Senin, 11 Agustus 2008 22:13

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

# Tanda dan Gejala Penyakit Jantung RematikPenderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.

# Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung RematikSelain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.

# Pengobatan Penyakit Jantung RematikApabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

# Pencegahan Penyakit Jantung RematikJika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).

Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.

Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.Sumber : Penyakit dan Pengobatan.

Penyakit Jantung Rematik (PJR)Ditulis oleh Administrator

Senin, 11 Agustus 2008 22:13

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau

Page 4: Lower Urinary Tract Symptoms

kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

# Tanda dan Gejala Penyakit Jantung RematikPenderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.

# Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung RematikSelain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.

# Pengobatan Penyakit Jantung RematikApabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

# Pencegahan Penyakit Jantung RematikJika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).

Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.

Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.Sumber : Penyakit dan Pengobatan.

Penyakit Jantung Rematik (PJR)Ditulis oleh Administrator

Senin, 11 Agustus 2008 22:13

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat

Page 5: Lower Urinary Tract Symptoms

mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

# Tanda dan Gejala Penyakit Jantung RematikPenderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.

# Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung RematikSelain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.

# Pengobatan Penyakit Jantung RematikApabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

# Pencegahan Penyakit Jantung RematikJika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).

Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.

Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.Sumber : Penyakit dan Pengobatan.

Page 6: Lower Urinary Tract Symptoms

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Rematik 2.1.1. Definisi Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000). Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009). 2.1.2. Epidemiologi PJR Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana 1,8 juta di antaranya menderita PJR. (Ulfah A., 2000) Statistik rumah sakit di Negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan PJR (Afif A., 2008) Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 1980-1984. (Boestan I.N., 2007) Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun (Asdie A.H., 2000) Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih sering terkena Universitas Sumatera Utara

Page 7: Lower Urinary Tract Symptoms

daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1 (Chandrasoma P, 2006). DR Akut dan PJR diduga hasil dari respon autoimun, namun patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang meninggal karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih 1%-10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis dan pengobatan disediakan oleh WHO (Thomas K Chin, 2008). Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3% dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4% didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil (Chakko S. et al, 2001). Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya Universitas Sumatera Utara

Page 8: Lower Urinary Tract Symptoms

cenderung menurun dinegara maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO, 2004). Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,9-4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001). 2.2. Faktor Risiko Faktor risiko yang berpengaruh pada timbulnya PJR dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, antara lain : 2.2.1 Demam Rematik (DR) Definisi DR Menurut WHO, definisi DR adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau lebih manisfestasi mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali (Afif, A dkk.) Pendapat lain memberikan definisi DR atau PJR sebagai suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009). Universitas Sumatera Utara

Page 9: Lower Urinary Tract Symptoms

Etiologi DR Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A, terutama serotipe M1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 (Afif. A, 2008). Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A sering negatif pada saat serangan DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat ditunjukkan pada hampir semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan dengan besarnya respon antibodi. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringitis setiap tahunnya dan 15%-20% disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80% lainnya disebabkan infeksi virus. Insidens infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan bervariasi di antara berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -15 tahun. Universitas Sumatera Utara

Page 10: Lower Urinary Tract Symptoms

Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak (Park M.K., 1996). Patogenesis Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokkus Beta Hemolitik grup A dengan terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respon autoimun terhadap infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibilitas mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor risiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Beberapa penelitian berpendapat bahawa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sesitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A di faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada umumnya jenis hemolitik. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptolisin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan dua jenis tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A. DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A Universitas Sumatera Utara

Page 11: Lower Urinary Tract Symptoms

dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun. Dalam keadaan normal,sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut autoantibodi. Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun. 2.2.2 Manifestasi Klinis DR Akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, korea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi bersama-sama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi pada pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan. Manifestasi klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi mayor dan manifestasi minor, yaitu : Manifestasi Klinis Mayor Manifestasi mayor terdiri dari artritis, karditis, korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR Akut. Munculnya tiba-tiba dengan nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Biasanya mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Universitas Sumatera Utara

Page 12: Lower Urinary Tract Symptoms

Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa apapun. Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokarditis, miokarditis, dan perikardium. Dapat salah satu saja, seperti endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup yang menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung. Sedangkan perikarditis adalah nyeri pada perikardial. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis. Karditis ditemukan sekitar 50% pasien DR Akut. Gejala dini karditis adalah rasa lelah, pucat, tidak berghairah, dan anak tampak sakit meskipun belum ada gejala-gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada DR Akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium akut penyakit. Diagnosis klinis karditis yang pasti dapat dilakukan jika satu atau lebih tanda berikut ini dapat ditemukan, seperti adanya perubahan sifat bunyi jantung organik, ukuran jantung yang bertambah besar, terdapat tanda perikarditis, dan adanya tanda gagal jantung kongestif. Korea merupakan gangguan sistim saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-tiba, tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai kelemahan otot dan emosi yang tidak stabil. Gerakan tanpa disedari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh. Gerakan ini akan menghilang pada saat tidur. Korea biasanya muncul setelah periode laten yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi Streptokokkus dan pada waktu seluruh manifestasi DR lainnya mereda. Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki. Eritema marginatum merupakan manifestasi DR pada kulit, berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tidak nyeri, dan tidak gatal. Tempatnya Universitas Sumatera Utara

Page 13: Lower Urinary Tract Symptoms

dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka. Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari penderita DR dan merupakan manifestasi klinis yang paling sukar didiagnosis. Nodul subkutan merupakan manifestasi mayor DR yang terletak dibawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10mm. Kulit diatasnya dapat bergerak bebas. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nodul ini timbul selama 6-10 minggu setelah serangan DR Akut. Manifestasi Klinis Minor Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis DR. Manifestasi klinis minor ini meliputi demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis. Demam hampir selalu ada pada poliartritis rematik. Suhunya jarang melebihi 39°C dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri, merah, hangat, yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Rasa sakit akan bertambah bila penderita melakukan latihan fisik. Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis, nyeri perut membuat penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan tanda subklinis dari DR. Para ahli lain ada menyatakan manifestasi klinis yang serupa yaitu umumnya dimulai dengan demam remiten yang tidak melebihi 39°C atau arthritis yang timbul setelah 2-3 minggu setelah infeksi. Demam dapat berlangsung berkali-kali dengan tanda umum berupa malaise, astenia, dan penurunan berat badan. Sakit persendian dapat berupa atralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan, dan keterbatasan gerak. Artritis pada DR dapat mengenai beberapa sendi secara bergantian. Manifestasi lain berupa pankarditis (endokarditis, miokarditis, dan perikarditis), nodul subkutan, eritema marginatum, korea, dan nyeri abdomen (Mansjoer A. dkk., 2000). Universitas Sumatera Utara

Page 14: Lower Urinary Tract Symptoms

Langkah pertama dalam mendiagnosis PJR adalah menetapkan bahwa anak anda baru-baru ini mengalami infeksi streptokokus. Dokter mungkin melakukan tes hapusan tenggorokan, tes darah, atau keduanya untuk memeriksa adanya antibodi Streptokokus. Namun, ada kemungkinan bahwa tanda-tanda infeksi strep mungkin hilang pada saat anda membawa anak anda ke dokter. Dalam hal ini, dokter akan memerlukan anda untuk mencoba mengingat apakah anak anda baru-baru ini mengalami sakit tenggorokan atau gejala lain dari infeksi streptokokus. Seterusnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa anak anda untuk tanda-tanda demam rematik, termasuk nyeri sendi dan peradangan. Dokter juga akan mendengarkan jantung anak anda untuk memeriksa irama abnormal atau murmur yang mungkin menandakan bahwa jantung telah tegang. Selain itu, ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk memeriksa jantung dan menilai kerusakan, termasuk : * Chest X-ray, untuk memeriksa ukuran jantung dan untuk melihat apakah ada kelebihan cairan di jantung atau paru-paru * Ekokardiogram, sebuah tes non-invasif yang menggunakan gelombang suara untuk menciptakan sebuah gambar bergerak dari jantung dan terpaparnya ukuran dan bentuk 2.2.3 Diagnosis Sebuah diagnosis PJR dibuat setelah konfirmasi adanya DR. Menurut kriteria Jones (direvisi tahun 1992) menyediakan pedoman untuk diagnosis demam rematik (AHA, 1992). Universitas Sumatera Utara

Page 15: Lower Urinary Tract Symptoms

Kriteria Jones menuntut keberadaan 2 mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor untuk diagnosis demam rematik. o Kriteria diagnostik mayor termasuk karditis, poliarthritis, khorea, nodul subkutan dan eritema marginatum. o Kriteria diagnostik minor termasuk demam, arthralgia, panjang interval PR pada EKG, peningkatan reaktan fase akut (peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit [ESR]), kehadiran protein C-reaktif, dan leukositosis. 2.2.4 Faktor Ekstrinsik Faktor DR tersebut juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor genetik, umur, dan jenis kelamin. Faktor genetik mempunyai hubungan dengan kejadian DR yaitu dengan terdapatnya beberapa orang dalam satu keluarga yang menderita penyakit ini, serta fakta bahawa DR lebih sering mengenai saudara kembar monozigotik oleh reaksi dizigotik. (Afif A dkk., 1988) Selain itu, PJR termasuk ke dalam penyakit yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. (Tobing , T.C.L, 1998) Konsep genetika ini diperkuat oleh penemuan yang mempergunakan teknologi yang canggih, yaitu bahawa penderita DR ditemukan antigen HLA (Human Leucocyte Antygen) tertentu (Afif A. dkk., 1988). Umur merupakan faktor predisposisi terpenting tentang timbulnya DR. Penyakit ini sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Distribusi ini sesuai dengan insidens infeksi streptokokkus pada anak usia sekolah. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 per 100.000 penduduk usia 5-15 tahun. (Suprihati, dkk, 2006) DR lebih sering didapatkan pada anak perempuan daripada laki-laki. Begitu juga dengan kelainan katup sebagai gejala sisa PJR juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin (Afif A, dkk., 2008). Universitas Sumatera Utara

Page 16: Lower Urinary Tract Symptoms

Faktor ekstrinsik, antara lain disebabkan : Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor penting dalam terjadinya DR. Golongan masyarakat masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah dengan manifestasinya, seperti ketidaktahuan, perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat tinggal yang berdesakan, dan pelayanan kesehatan yang kurang baik, merupakan golongan yang paling rawan. Pengalaman di negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa angka kejadian DR akan menurun seiring dengan perbaikan tingkat sosial ekonomi masyarakat negara tersebut. (Brooks, G.F, dkk, 2001) Menurut penelitian Mbeza, masyarakat yang hidup dengan tingkat sosial ekonomi rendah memiliki risiko 2,68 kali menderita DR (RR=2,68). (Mbeza, B.L, 2007) Iklim dan Geografi Penyakit DR ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi daerah tropis juga mempunyai insidens yang tinggi. Di daerah yang letaknya tingi mempunyai insidens DR lebih tinggi daripada di dataran rendah. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga meningkat. (Sudoyo, A, 2006) Pada musin hujan kemungkinan terjadinya PJR 3,24 kali (RR=3,24). (Mbeza, B.L, 2007) 2.3. Pencegahan 2.3.1. Pencegahan Primordial Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit jantung. Untuk mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dan kekuatan, maka diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakan tubuh dan jiwa dengan baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari. Universitas Sumatera Utara

Page 17: Lower Urinary Tract Symptoms

Cara tersebut adalah dengan menganut suatu cara hidup sehat yang mencakup memakan makanan dan minuman yang menyehatkan, gerak badan sesuai dengan pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha menghindari dan mencegah terjadinya depresi, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat. 2.3.2. Pencegahan Primer Pencegahan primer ini ditujun kepada penderita DR. Terjadinya DR seringkali disertai pula dengan adanya PJR Akut sekaligus. Maka usaha pencegahan primer terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya dengan melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan radang pada THT tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya DR. Pengobatan antistreptokokkus dan anti rematik perlu dilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap terjadinya PJR Akut. 2.3.3. Pencegahan Sekunder Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebut dilakukan dengan cara, diantaranya : 1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10 hari. Pada penderita yang alergi pada penisilin, dapat diganti dengan eritromisin dengan dosis maksimum 250mg yang diberikan selama 10 hari. Universitas Sumatera Utara

Page 18: Lower Urinary Tract Symptoms

Hal ini harus tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan negative, kerana kuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil. 2. Obat anti radang

Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut sangat efektif untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi, salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis dan steroid digunakan untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit. 3. Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup. Selain itu diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan serat untuk menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi. 4. Tirah baring

Semua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. 2.3.4. Pencegahan Tertier Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010) The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang. Tabel 2.1. Definisi dan Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Page 19: Lower Urinary Tract Symptoms

Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 KategoriNormal < 120 dan < 80Prehipertensi 120-139 atau 80-89HipertensiDerajat 1Derajat 2

140-159≥ 160

atauatau

90-99≥ 100

17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perdarahan Saluran Cerna Atas 2.1.1. Definisi Perdarahan saluran cerna bahagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang. (Dubey, S., 2008) 2.1.2. Gambaran Umum Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006) Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir.

Universitas Sumatera Utara 18

Page 20: Lower Urinary Tract Symptoms

Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut. (Alexander, J.A., 2008) 2.1.3. Etiologi Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al., 2008): 1. Duodenal ulcer (20 – 30 %) 2. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %) 3. Varices (15 – 20 %) 4. Gastric ulcer (10 – 20 %) 5. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 – 10 %) 7. Angioma (5 – 10 %) 8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors

Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada beberapa etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian atas beserta tabel hasil penelitian dari Center for Ulcer Research and Education (CURE) (Jutabha, R., et al. 2003): Universitas Sumatera Utara 19

Page 21: Lower Urinary Tract Symptoms

Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Center for Ulcer Research and Education (CURE) Diagnosis

Number of Patients (%)(n=948)

Peptic ulcers 524 (55)Gastroesophageal varices 131 (14)Angiomas 54 (6)Mallory-Weiss tear 45 (5)Tumors 42 (4)Erosions 41 (4)Dieulafoy’s lesion 6 (1)Other 105 (11)

Page 22: Lower Urinary Tract Symptoms

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal Kronik 2.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronik Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan mengandungi unit penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih. Uretra menghubungkan kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay, 2010). Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (eMedicine) Universitas Sumatera Utara

Page 23: Lower Urinary Tract Symptoms

Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia. Fungsi utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak diperlukan oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah. Ginjal memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada proses normal metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting dalam mengatur konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium, natrium dan kalium. Selain itu ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010). Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001). The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010): Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)Universitas Sumatera Utara

Page 24: Lower Urinary Tract Symptoms

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995), penyebab GGK adalah : 1. Infeksi seperti pielonefritis kronik. 2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis. 3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis. 4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus. 5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis. 6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter. Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF, 2010). 2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga Universitas Sumatera Utara

Page 25: Lower Urinary Tract Symptoms

bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010). Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah : 1. Hipertensi sistemik 2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal 3. Proteinuria 4. Hiperlipidemia Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya Universitas Sumatera Utara

Page 26: Lower Urinary Tract Symptoms

natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001). 2.1.4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010): 1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia). 2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air). 3. Hipertensi. 4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh. 5. Anoreksia, nausea dan vomitus. 6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia. 7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru. 8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia. 9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita. 10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. 11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual. Universitas Sumatera Utara

Page 27: Lower Urinary Tract Symptoms

2.1.5. Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik biasanya tidak menampakkan gejala-gejala pada tahap awal penyakit. Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Dengan hanya melakukan pemeriksaan laboratorium bisa dikesan kelainan-kelainan yang berlaku. Individu-individu yang mempunyai risiko besar untuk terpajannya penyakit harus melakukan pemeriksaan rutin untuk mengesan penyakit ini. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada GGK dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu untuk menentukan derajat kegawatan GGK, menentukan gangguan sistem dan membantu menegakkan etiologi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit. Pemeriksaan urin termasuk di dalam pemeriksaan laboratorium. Antara pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi glomerulus. Analisis urin dapat mengesan kelainan-kelainan yang berlaku pada ginjal. Yang pertama dilakukan adalah dipstick test. Tes ini mengguanakan reagen tertentu untuk mengesan sunstansi yang normal maupun abnormal termasuk protein dalam urin. Kemudian urin diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari eritrosit dan leukosit dan juga apakah adanya kristal dan silinder. Bisanya dijumpai hanya sedikit protein albumin di dalam urin. Hasil positif pada pemeriksaan dipstick menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan yang lebih sensitif bagi menemukan protein adalah pemeriksaan laboratorium untuk estimasi albumin dan kreatinin dalam urin. Nilai banding atau ratio antara albumin dan kreatinin dalam urin memberikan gambaran yang bagus mengenai ekskresi albumin per hari. Menurut Prodjosudjadi (2001) tahap keparahan penyakit ginjal yang diukur berdasarkan Tes Klirens Kreatinin (TKK), diklasifikasikan gagal ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) apabila TKK sama atau kurang dari 25 ml/menit. Penurunan fungsi dari ginjal tersebut akan berterusan dan akhirnya mencapai tahap gagal ginjal terminal apabila TKK sama atau kurang dari 5 ml/menit. Universitas Sumatera Utara

Page 28: Lower Urinary Tract Symptoms

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan ginjal. Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai normal LFG adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi wanita. Dan ia menurun dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan menentukan jumlah bahan buangan dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan indikator khusus yang dimasukkan secara intravena (Pranay, 2010). The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010): Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis) Estimated GFR (eGFR) dilakukan dengan menghitung anggaran GFR menggunakan hasil dari pemeriksaan darah. Adalah penting untuk mengetahui nilai estimasi GFR dan tahap atau stage GGK penderita. Ini adalah untuk melakukan pemeriksaan tambahan lain dan juga upaya panatalaksanaan. Pemeriksaan darah yang dianjurkan pada GGK adalah kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN). Ia adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk monitor kelainan ginjal. Protein kreatinin adalah hasil degradasi normal otot dan urea adalah hasil akhir metabolisme protein. Hasil keduanya meningkat dalam darah jika adanya panyakit pada ginjal. Electrolyte levels and acid-base balance ditentukan karena gagal ginjal akan menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Terutamanya kalium, fosfor dan kalsium (Pranay, 2010). Hiperkalemia adalah yang perlu diberi perhatian. Keseimbangan asam basa juga biasanya terganggu. Blood cell counts dilakukan karena pada dasarnya, kerusakan ginjal menyebabkan gangguan pada produksi eritrosit dan memendekkan jangka hayatnya. Ini menyebabkan Universitas Sumatera Utara

Page 29: Lower Urinary Tract Symptoms

anemia. Sesetengah penderita juga mungkin mengalami defisiensi zat besi karena kehilangan darah pada saluran gastrointestinal mereka. Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan gambaran yang tidak bersifat invasif. Pada tahap kronik, ginjal biasanya mengerucut walaupun pada beberapa kelainan seperti adult polycystic kidney disease, diabetic nephropathy, dan amiloidosis ia tampak membesar dan mungkin normal. USG digunakan untuk mendiagnosa apakah terdapat obstruksi, batuan ginjal, dan menilai aliran darah ke ginjal (Pranay, 2010). 2.2 Infeksi Saluran Kemih 2.2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah masalah kesihatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang kedua paling banyak ditemukan setelah infeksi saluran pernafasan. Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC, 2005) sebanyak 8,3 juta kasus ISK dilaporkan setiap tahun. Sistem urinari manusia terdiri dari organ seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Organ yang memainkan peran penting dalam sistem ini adalah ginjal, sepasang organ berwarna coklat keunguan terletak di bagian inferior posterior tubuh manusia normal. Ginjal mensekresikan lebihan cairan dan sisa bahan buangan tubuh melalui urin, menjaga keseimbangan garam dan substansi lain dalam darah, dan mensekresi hormon eritropoitin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Ureter yaitu tuba sempit berfungsi membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Urin disimpan di sini dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Jumlah urin yang diproduksi adalah tergantung cairan dan makanan yang dikonsumsi oleh individu setiap hari. Universitas Sumatera Utara

Page 30: Lower Urinary Tract Symptoms

Gambar 2.2 Traktus Urinari Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam urin dan pada pemeriksaan biakan mikroorganisme didapatkan jumlah bakteri sebanyak 100,000 koloni per milliliter urin atau lebih yang dapat disertai dengan gejala-gejala (simtomatik) atau tidak (asimtomatik). Menurut Widayati (2004), pada pasien dengan simtom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100,000 per milliliter urin. Penderita wanita adalah yang paling banyak terinfeksi dan setiap wanita diperkirakan akan mengalami gejala-gejala ISK sebanyak 5 kali dalam siklus hidupnya. Manakala pada penderita pria, jarang dilaporkan tetapi jika berlaku bisa menyebabkan komplikasi yang serius. Pada umumnya infeksi saluran kemih pada wanita terbatas pada saluran kemih bagian bawah yaitu uretra dan kandung kemih, akan tetapi dapat pula menyebar ke saluran kemih bagian atas sampai ke ginjal. Sebaliknya infeksi yang terjadi pada saluran kemih bagian atas hampir selalu disertai dengan infeksi saluran kemih bagian bawah (Junizaf, 1994). Universitas Sumatera Utara

Page 31: Lower Urinary Tract Symptoms

2.2.2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih Urin biasanya berada dalam keadaan yang steril. Infeksi berlaku apabila bakteri atau mikroorganisme patogen yang lain masuk ke dalam urin dan mula membiak. Lokasi infeksi biasanya bermula pada bukaan uretra, didapat dari daerah anus dan bergerak naik ke atas melalui traktus urinari dan bisa menginfeksi kandung kemih. Ini mungkin disebabkan oleh kebersihan diri yang kurang atau hubungan seksual. (Balentine, 2009). Jika bakteri sampai ke ginjal, ini mungkin mengakibatkan infeksi ginjal atau pyelonephritis yang bisa mengakibatkan komplikasi yang sirius jika tidak dilakukan tindakan intervensi yang tepat. Hampir semua penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa penyebab utama dari infeksi saluran kemih adalah bakteria patogen Escherichia Coli yang diperkirakan 50% dari bakteriuria nosokomial. Sedangkan Klebsiella-Enterobacter diperkirakan 3-13% dan Pseudomonas Aerogenosa, Serratia, Entero Cocci, Staphylococcus dan jamur sebagai penyebab lain. E-Coli dan Klebsiella-Enterobacter sering sebagai penyebab terjadinya infeksi pada pasien yang tidak mendapat pengobatan antimikroba (Junizaf, 1994). Berikut adalah golongan yang mempunyai risiko untuk mengidap ISK : 1. Penderita batu ginjal yaitu individu yang mengalami obstruksi saluran kemih.

2. Penderita yang mengalami gangguan pengosongan kandung kemih seperti kerusakan pada syaraf spinalis dan wanita yang menopause.

3. Penderita imunosupresan seperti pada penderita diabetes dan HIV.

4. Pada penderita wanita yang mempunyai aktif seksualnya.

5. Penderita yang mengalami pembesaran prostat karena ini akan melambatkan pengosongan kandung kemih sehingga infeksi terjadi.

6. Pemakaian kateter untuk pengosongan kandung kemih akan menyebabkan infeksi saluran kemih 1-2%, hal ini karena pada waktu pemasangan kateter tersebut kemungkinan kuman yang ada dalam uretra akan terdorong ke dalam kandung kemih sehingga dapat menimbulkan infeksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Lower Urinary Tract Symptoms

2.2.3. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Urin biasanya berada dalam keadaan steril. Infeksi berlaku apabila bakteri masuk ke dalam urin dan mula bertumbuh. Proses infeksi ini biasanya bermula pada pembukaan uretra di mana urin keluar dari tubuh dan masuk naik ke dalam traktus urinari. Biasanya, dengan miksi ia dapat mengeluarkan bakteri yang ada dari uretra tetapi jika bakteri yang ada terlalu banyak, proses tersebut tidak membantu. Bakteri akan naik ke atas saluran kemih hingga kandung kemih dan bertumbuh kembang di sini dan menjadi infeksi. Infeksi bisa berlanjut melalui ureter hingga ke ginjal. Di ginjal, peradangan yang terjadi disebut pielonefritis yang akan menjadi keadaan klinis yang serius jika tidak teratasi dengan tuntas (Balentine, 2009). Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999). Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), dan sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit Universitas Sumatera Utara

Page 33: Lower Urinary Tract Symptoms

polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring). (Hanson, 1999). 2.2.4. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih Tidak semua penderita ISK mengalami keluhan tetapi kebanyakannya ada seperti berkemih yang berulang kali, sensasi panas dan sakit pada kandung kemih atau uretra sewaktu miksi dan lain-lain. Pada wanita biasanya merasakan tekanan pada bagian superior simfisisnya sedangkan pria sering merasakan kepenuhan (fullness) pada rektum. Ia adalah kebiasaan bagi penderita ISK untuk mengeluhkan walaupun sentiasa ingin berkemih, jumlah urin yang keluar hanya sedikit. Urin biasanya terlihat keruh, atau merah jika ada perdarahan. Dan ISK jarang menyebabkan demam jika lokasi biakan bakteri berlaku di daerah kandung kemih atau uretra melainkan pada ginjal. Keluahan-keluhan lain ISK termasuk nyeri di bagian punggung, nausea dan muntah (Balentine, 2009). Lower urinary tract infection (cystitis): sepanjang uretra dan kandung kemih. 1. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil.

2. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin biasanya sedikit.

3. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih.

4. Urin yang keruh, busuk atau disertai darah.

5. Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik).

6. Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise.

Upper urinary tract infection (pyelonephritis): 1. Demam tinggi dan menggigil.

2. Muntah dan nausea.

3. Nyeri pada bagian punggung atau tepi tubuh dan biasanya sejajar dengan pinggang (kostovetebra).

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Lower Urinary Tract Symptoms

Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang timbul mungkin tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin menunjukkan adanya ISK. 1. Neonatus : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan atau ikterus.

2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa penyebab yang pasti, perubahan pada pola buang air kecil.

3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau perubahan status mental.

Wanita hamil mempunyai risiko besar untuk menidap ISK. Dan wanita hamil seharusnya selalu membuat pemeriksaan urin untuk mengelakkan ISK yang mungkin menyebabkan komplikasi yang teruk pada anak-anak. 2.2.5. Pemeriksaan Infeksi Saluran Kemih Diagnosa bagi infeksi saluran kemih berdasarkan maklumat yang diberikan oleh penderita mengenai keluhan-keluhan yang timbul, rekod perubatan dan pembedahan, obat-obatan, dan latarbelakang penderita. Kemudian pemeriksaan fisikal dan laboratorium dilakukan bagi menegakkan diagnosa. Jika petugas kesehatan menduga berlakunya ISK, pemeriksaan awal yang akan dilakukan adalah urinalisis (Howes, 2009). Dipstick urinalysis, adalah alat diagnosa yang digunakan. Hasilnya yang menyatakan positif bagi pemeriksaan esterase leukosit dan nitrit memperkuatkan diagnosa ISK. Sampel urin yang diambil dengan teknik mid-stream akan diperiksa samaada mempunyai tanda-tanda infeksi seperti kehadiran leukosit dan bakteria penyebab (Mehnert-Kay, 2005). ISK ditegakkan pada pemeriksaan urinalisa apabila ditemukan bakteri lebih dari 5 per lapangan pandang besar. 1. Bagi wanita dewasa dan wanita lanjut usia, dibersihkan dahulu kawasan genital, kemudian dengan teknik mid-stream diambil sampel urin. Bagi sesetengah wanita, teknik kateterisasi mungkin digunakan. Ini bagi mendapatkan sampel urin yang tidak terkontaminasi.

2. Bagi laki-laki, penderita yang tidak sirkumsisi (khatan) ditarik dahulu kulit genital luarnya, dan bersihkan kawasan tersebut sebelum dilakukan pengambilan sampel.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Lower Urinary Tract Symptoms

3. Bagi neonatus, urin diambil dengan insersi jarum pada bagian bawah abdomen, yaitu pada kandung kemih dan aspirasi dilakukan.

4. Bagi anak-anak, mungkin dilakukan aspirasi atau kateterisasi.

Pemeriksaan kultur juga dijalankan, menurut Braga et al (2006) ia dilakukan jika terdapat hasil positif bagi pemeriksaan nitrit and esterase leukosit. Diambil sedikit urin dan digosok pada medium biakan pada piring steril dan dibiarkan bakteria bertumbuh. Ini akan membantu di dalam pengobatan dengan pemilihan obat antibiotika yang sesuai bagi penderita. Tetapi jarang dilakukan bagi infeksi yang menjadi kebiasaan (Balentine, 2009). Piuria (pus di dalam air kemih) yang ditemukan pada tes esterase leukosit positif, dijumpai pada hampir keseluruhan penderita ISK (Howes, 2009). Bagi penderita wanita yang cukup gejala-gejala ISK dan ditemukan tanda-tanda ISK, pemeriksaan mikroskopis masih diperlukan walaupun tes esterase leukosit menunjukkan hasil yang negatif. Diagnosa infeksi saluran kemih ditegakkan dengan menemukan jumlah bakteri lebih dari 100.000 koloni per milliliter urin. Tetapi, pada penderita dengan keluhan-keluhan yang jelas jumlah ini bisa tersasar. Jika ditemukan 10,000 koloni per milliliter urin juga diterima dengan pengambilan urin secara aspirasi suprapubik (Mehnert-Kay, 2005). Apabila infeksi masih tidak tuntas sepenuhnya dan penyebab mikroorganismanya masih sama, petugas kesehatan mungkin mengarahkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti intravenous pyelogram. Pemeriksaan ini memberikan gambaran kandung kemih, ginjal, dan ureter. Pewarna khusus dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena, dan beberapa gambar diambil. Ia menunjukkan walau sekecil manapun perubahan yang berlaku pada traktus urinari. Jika infeksi yang berulang, petugas kesehatan mungkin dianjurkan juga untuk dilakukan pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan sistoskopi juga bisa dilakukan untuk melihat dengan lebih jelas apakah terdapat kelainan pada struktur anatomi traktus urinari (NKUDIC, 2010). Universitas Sumatera Utara

Page 36: Lower Urinary Tract Symptoms

2.4. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Pada Gagal Ginjal Kronik Penurunan fungsi ginjal adalah faktor predisposisi bagi penyakit jantung dan kematian pada penderita GGK. Walaupun dilakukan perawatan hemodialisis dan dialisis peritonial, kadar kematian yang dicatakan masih tinggi yaitu sebanyak 20% setiap tahun (William, 2004). Menurut Foley (1998) penyebab kematian utama adalah penyakit jantung dan infeksi, diperkirakan sebanyak 70% dari jumlah kematian pada penderita GGK. Penderita GGK mempunyai risiko tinggi untuk komplikasi infeksi, sama dengan penderita imunosupresan. Kegagalan sistem imunitas tubuh pada penderita GGK dipengaruhi berbagai faktor seperti intoksikasi uremia, perubahan metabolisme ginjal pada protein imunitas tubuh, dan kesan akibat perawatan ganti ginjal. Dan pada setiap penderita, penyebabnya adalah berbagai. Kadar infeksi yang tinggi dijumpai pada penderita uremik dan ia adalah penyebab kematian kedua paling banyak pada penderita GGK (Girndt, 1999). Sitem imunitas yang tidak berfungsi pada penderita uremik dikaitkan dengan perubahan pada dua cabang utama sistem imunitas tubuh yaitu sistem imun bawaan (innate immune system) dan adaptif (adaptive immune system). Sistem imun bawaan bekerja dengan mengenalpasti, memfagositosis dan menghancurkan patogen. Selain itu ia juga menginduksi proses inflamasi dan presentasi antigen yang akan mengaktivasikan sistem imun adaptif. Sedangkan sistem imun adaptif bekerja dengan memproduksi antibodi dan terkait sistem memori untuk pertahanan tubuh (Kato et al, 2008). Perubahan sistem imun pada penderita gagal ginjal merupakan suatu proses yang kompleks. Pada penderita uremik, ia menunjukkan hipersitokinemia akibat akumulasi sitokin proinflamasi yang disebabkan oleh penurunan eliminasi oleh ginjal atau peningkatan produksinya. Di sisi lain, uremia menyebabkan kelainan-kelainan yang menghambat sistem imunitas untuk berfungsi dengan betul. Ia dapat dilihat pada tabel berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Gangguan sistem imunitas tubuh pada penderita gagal ginjal tahap akhir Sistem imun bawaan

Gangguan pada GGK

Sistem imun adaptif

Gangguan pada GGK

-Recognition pattern-Secreted pattern-Endocytic pattern

-Meningkat-Meningkat-Menurun

Limfosit T - Impaired activation- Increased Th1/Th2 ratio

-Monosit-Neutrofil

-hiporeaktif-kurang efek bakterisidal

Limfosit B - Decreased cell count(preservedfunction)

-Sitokin Meningkat karena klearens ginjal yang rendah, infeksi yang berulang.Produksi tidak berupaya mencegah

Antigen Presenting Cell/ sel dendritik

- Stimulated (fungsi berubah)

Page 37: Lower Urinary Tract Symptoms

infeksi.Komplemen aktivasi

Page 38: Lower Urinary Tract Symptoms

The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang. Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80Prehipertensi 120-139 atau 80-89HipertensiDerajat 1Derajat 2

140-159≥ 160

atauatau

90-99≥ 100