lp af

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI A. Definisi Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung (1). Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”(2).

Upload: indah-ramadhan

Post on 27-Oct-2015

167 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP AF

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

A. Definisi

Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum

(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut

jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.

Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan

aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik

atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa

darah jantung (1).

Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya

gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit

dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan

dengan respon ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh.

Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”(2).

B. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu (3) :

a.   AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap

ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru

pertama kali terdeteksi.

Page 2: LP AF

b.   Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode

pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini

juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari

24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c.   Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7

hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan

dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

d.      Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,

penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk

mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga

sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan

AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang

kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung

lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat

dibedakan menjadi (3) :

1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya,2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:

AF coarse (kasar)

AF fine (halus)

Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai berikut (4):

1. Frekuensi: frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon

ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit

2. Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang

ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak

dapat diukur.

3. Kompleks QRS: biasanya normal

Page 3: LP AF

4. Hantaran: biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel

ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang

cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespons

ireguler.

5. Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama

diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

C. Etiologi

Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat

dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk

mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,

diantaranya adalah (5) :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung, kelainan

pengisian dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung, kardiomiopati

dan hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor

pulmonal chronic), serta tumor intracardiac.

b. Proses infiltratif dan inflamasi (pericarditis/miocarditis, amiloidosis dan

sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)

c. Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi)

d. Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma)

e. Neurogenik (stroke dan perdarahan subarachnoid)

f. Iskemik Atrium (infark myocardial)

g. Obat-obatan (alcohol dan kafein)

h. Keturunan/genetic/

D. Tanda dan gejala

Page 4: LP AF

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat

bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit

yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel

berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki

cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-

paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan

penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat

atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau

pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi

terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-

gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas),

terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160

denyutan/menit). 

Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ

tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemik (1,6). AF dapat

mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner.

Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah

jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien

dengan disfungsi ventrikel kiri (6).

E. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal

atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang

dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik

bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius.

Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi

pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA (7,8).

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet

reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi

lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang

mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya

Page 5: LP AF

sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang

atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada

pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan

periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah

yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan

depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF (7,8).

Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya

gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau

wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik

dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan

mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot

atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan

fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang

mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau

akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam

atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat

untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang

keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium

dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau

gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis (9).

Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan

atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan

terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih

banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF

tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan

AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF

dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat

dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli

pada AF (6).

F. Komplikasi

Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga

atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas,

Page 6: LP AF

yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan

darah di bagian tubuh yang lain (10).

Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali

menimbulkan masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan

gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang

berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang tertinggal dalam

atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini

memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan

turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per

menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan

makin besar volume atrium, makin besar peluang terbentuknya gumpalan darah.

Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali melanjutkan perjalanannya

memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga terjadi stroke

(10).

Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara

atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium

akan bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya

rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung

seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak.

Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak

terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik,

penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale,

atau penyakit jantung kongenital (4).

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain (6):

1. Anamnesis:

Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya

(episode pertama, paroksismal, persisten, permanen)

Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar,

lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang

menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif

Page 7: LP AF

Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya

hipertiroid

2. Pemeriksaan fisik:

Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya,

tekanan darah

Tekanan vena jugularis

Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal

jantung kongestif

Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan

kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising

pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung

Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif

3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim

jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung

4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),

hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi

(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)

5. Foto rontgen toraks

6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari

atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,

obstruksi outflow dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk

melihat thrombus di atrium kiri

7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama

ventrikel sulit dikontrol

8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol

laju irama jantung.

9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi

elektrofisiologi.

H. Penatalaksanaan Medis

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan

Page 8: LP AF

menghindari/mencegah adanya

komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan

yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri

adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama

dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion) (11).

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya

komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau

antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari

terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.

Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari

berbagai macam, diantaranya adalah :

o Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam

proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah

koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga

mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan

bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi

(bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi

glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

o Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit

(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari

COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan

(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak

terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam

waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-

faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Page 9: LP AF

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan

denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat

tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

o Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi

lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik

yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan

peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

o β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut

jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi

kinerja jantung.

o Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler

melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri

adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama

dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

1) Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a) Amiodarone

b) Dofetilide

c) Flecainide

d) Ibutilide

e) Propafenone

f) Quinidine

Page 10: LP AF

2) Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam

(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah

mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR

(nodus sinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju

ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera

dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule.

Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan

dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.

c. Operatif

o Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan

sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam

pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung

kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik

yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.

o Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi

pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi

untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

o Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di

jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

Beberapa hal yang perlu dikaji pada klien dengan atrial fibrilasi

diantaranya adalah:

1. Aktivitas /istirahatGejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.Tanda :Perubahan frekuensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.2. Sirkulasi

Page 11: LP AF

Gejala : Riwayat penyakit janutng sebelumnya, kardiomiopati, GJK, penyakit katup

jantung, hipertensi.Tanda : Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.

Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut

kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut

lemah).

Defisit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).

Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.

Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat

(gagal jantung, syok).

Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).

Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

3. Integritas ego

Gejala :

perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.

Stressor sehubungan dengan masalah medik.

Tanda :

Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

4. Makanan/cairan

Gejala :

Hilang nafsu makan, anoreksia.

Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).

Mual/muntah

Perubahan berat badan.

Tanda :

Perubahan berat badan.

Edema

Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.

Pernapasan krekels.

5. Neuro sensor

Gejala :

Page 12: LP AF

Pusing, berdenyut, sakit kepala.

Tanda :

Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan

memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.

Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.

Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).

Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup

(takikardia ventrikel , bradikardia berat).

6. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala :

Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa hilang oleh obat

anti angina.

Tanda :

Perilaku distraksi, contoh gelisah.

7. Pernapasan

Gejala :

Penyakit paru kronis.

Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.

Napas pendek.

Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).

Tanda :

Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.

Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada

menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema

paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.

8. Keamanan

Tanda :

Demam.

Kemerahan kulit (reaksi obat).

Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).

Kehilangan tonus otot/kekuatan.

Page 13: LP AF

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan atrial

fibrilasi adalah:

1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan

structural.

2. Nyeri akut b.d proses penyakit

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen, kelemahan umum, tirah baring atau imobilisasi.

4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan alveolar-kapiler.

5. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus

(menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi

natrium/air

6. Keletihan b.d fisiologis (status penyakit, peningkatan kelemahan fisik)

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: LP AF

1. Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and

Therapy. Merck Laboratories. USA. 2006

2. Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review.

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p.

477-489.

3. Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan

Tatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5.

4. Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth

Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2001.

5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse. “Relationship between left

atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular

chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67; January

2003.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

7. Nasution SA, Ismail D. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit

Dalam Ed.3. Jakarta: EGC, 2006.

8. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta:

EGC, 2000.

9. Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 1996.

10. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support,

1997-1999, American Heart Association.

11. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. "Increased atrial fibrillation mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol, 2002; 155 (9): 819–26.

12. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.

13. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth

Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.