lp ckd

20
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE Disusun untuk memenuhi tugas Clinical Study di RST dr. Soperaoen Malang Disusun Oleh : Lu’luil Maknun 125070207131009 Wulan Purwanty 125070207131010 Kelompok 7A

Upload: luil

Post on 07-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANCHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun untuk memenuhi tugas Clinical Study di RST dr. Soperaoen Malang

Disusun Oleh :

Lu’luil Maknun

125070207131009

Wulan Purwanty

125070207131010

Kelompok 7A

JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

1. DEFINISI- Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai

dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta

komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006)

- Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi

renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddart, 2002)

- Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus.

Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit. Selain itu pada individu

yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pamakaian

harian obat-obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal

kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang

ditandai dengan penurunan GFR yang progresif. (Corwin, 2009)

2. KLASIFIKASI

- Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium

(Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu:

1. Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal --- Selama stadium ini

kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan

fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR

yang teliti. 

2. Stadium II dinamakan insufisiensi ginjal --- Pada stadium ini dimana lebih dari

75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal.

Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala

nokturia atau seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat

dari kegagalan pemekatan) mulai timbul. 

3. Stadium III dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia --- Sekitar 90 %

dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron

saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul

karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan

elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom

uremik.

- Berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu, dapat diklasifikasikan sebagai

berikut: The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010)

1. Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)

Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal

dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit

ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD

dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

2. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2) 

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal

kitamulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan

meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

3. Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,

anemiadan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja

dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

4. Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2) 

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi

CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan

ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih

hemodialisis, kita akanmembutuhkan tindakan untuk memperbesar dan

memperkuat pembuluh darah dalamlengan agar siap menerima pemasukan

jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea,sebuah kateter harus ditanam

dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggotakeluarga atau teman

menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.

5. Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2)

Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk

menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan

ginjal.

GFR normal adalah 90 – 120 mL/min/1.73 m2. Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2

tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang

abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010).

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

CreatinineClearance= (140−age )×mass (kg )[×0,85 if female]

72×serumcreatinine (mgdL

)

3. ETIOLOGIDari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry

(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%)

(Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi

ertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,

glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila

penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder

apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,

lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi,

2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara

kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik

yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)

diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.

Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi

lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala

tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut

pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi

esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan

hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material

yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-

kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh

karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.

Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama

lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic

kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30

tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga

istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik

dewasa (Suhardjono, 1998).

Etiologi gagal ginjal kronis

a. Diabetus mellitus

b. Glumerulonefritis kronis

c. Pielonefritis

d. Hipertensi tak terkontrol

hipertensi yang memperburuk GGK biasanya adalah hipertensi berat, maligna atau

penurunan tekanan darah berlebihan sehingga aliran darah ginjal berkurang

e. Obstruksi saluran kemih

Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah intrarenal sampai uretra. Obstruksi

ini bila ditemukan harus sedapat mungkin diperbaiki dengan segera.

f. Penyakit ginjal polikistik

g. Gangguan vaskuler

h. infeksi traktus urinarius

infeksi traktus urinarius secara sendiri jarang memperburuk GGK, kecuali infeksi yang

sangat berat. Biasanya infeksi memperburuk faal ginjal bila disertai dengan obstruksi,

sehingga perbaikannya pun harus terpadu.

i. Lesi herediter, seperti penyakit ginjal polikistik

j. Medikasi

k. agen toksik

Faktor risiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau

hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat

penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney

Foundation, 2009).

4. PATOFISIOLOGITerlampir

5. MANIFESTASI KLINISa. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat retensi cairan dan

natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,

sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher,

frekuensi jantung yang tidak regular akibat hiperkalemia.

b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,kulit kering dan

bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar

c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal

seta pernapasan kussmaul

d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan

perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta

perdarahan dari saluran GI

e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,

kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapakkaki, serta perubahan

perilaku

f. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur

tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-fosfor, serta foot drop.

g. Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler

(Smeltzer, 2001; Suyono, 2001)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKMenurut Marilyn E Doenges (2000) adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Urine

Volume Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada(anuria)

Warna Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh

pus bakteri, partikel koloid, fosfat atau urat.

Berat jenis Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat)

Osmolalitas Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular.

Klirens Kreatini

n

Mungkin agak menurun, stadium satu( CCT 4070ml/menit),

stadium kedua (CCT 20-40ml/menit) dan stadium ketiga (CCT

5 ml/menit)

Natrium Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium.

Protein Derajat tinggi proteinuria (3 –  4 + ) secara kuat menunjukkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Pemeriksaan Darah

BUN/Kreatinin Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi,

kadarkreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin

rendahyaitu 5

Hitung darah lengkap Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7

 – 

 89/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-

16g/dL)

SDM Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetinseperti

pada azotemia.

1) Laboratorium

Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan

gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.

a. Analisa urin dan kultur

Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP,

TKK/CCT

- Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan kreatinin

- Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama

pada pagi hari atau sewaktu

b. Ureum, kreatinin serum, CCT (fungsi ginjal)

- BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan

peningkatan, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun,

protein menurun

c. Hemopoesis: Hb, Ht, faktor pembekuan

- Hematokrit dan hemoglobin turun

d. Elektrolit, AGD

Menurut Grabes, Mark A. 2006

a. BUN dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan peningkatan

b. Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan kreatinin

c. Biasanya terdapat asidosis dan anemia normokromiknormositik, sedangkan

hiperkalemia dan hiponatremia sering timbul.

Menurut (Mary, Baradero., 2009)

a. Radiografi atau ultrasound akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atrofi

b. Nilai BUN serum, kreatinin, dan GFR tidak normal

c. Hematokrit dan hemoglobin turun

d. pH plasma rendah

e. peningkatan kecepatan pernapasan mengisyaratkan kompensasi pernapasan

akibat asidosis metabolik

2) Penunjang

a. USG, Pemeriksaan pencitraan ginjal

Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu

atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut

b. Pielografi Intra Vena (PIV)

Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai

sistem pelviokalises dan ureter

c. Pemeriksaan Prelografi Retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

d. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,

gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan  abnormal

menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

e. Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai

bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

f. Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),

efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.

g. Pemeriksaan Radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik

h. Arteriogram ginjal

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.

Penjelasan Pemeriksaan Lab

1. Kreatinin (serum dan urine)Definisi

Kreatinin adalah produksi katabolisme otot yang berasal dari pemecahan kreatin

otot dan kreatin fosfat. Jumlah produksi kreatinin sesuai dengan massa otot. Ginjal

mengeluarkan kreatinin. Jika 50 % atau lebih nefron rusak, kadar kreatinin meningkat.

Kreatinin serum secara khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi glomerulus.

2. Blood Urea Nitrogen (BUN) serumUrea adalah produksi akhir dari metabolisme protein. Peningkatan nilai BUN

dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre-renal, atau gagal ginjal, atau

perdarahan gastrointestinal, atau keduanya. Dehidrasi akibat muntah, diare,

pemasukan cairan yang tidak adekuat, atau ketiganya, merupakan penyebab umum

dari peningkatan BUN (lebih dari 35 mg/dL).

Pada dehidrasi, kadar kreatinin serum kemungkinan besar akan normal atau

normal tinggi. Bila klien dehidrasi, BUN normal kembali; bila tidak, maka harus dicurigai

adanya kegagalan pre-renal atau gagal ginjal.

3. Klirens kreatinin (urine)Klirens kreatinin dianggap suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk

memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada disfungsi ginjal klirens kreatinin

menurun.

4. Asam urat (serum dan urin)Asam urat adalah zat-zat yang dihasilkan oleh metabolisme purin. Peningkatan

asam urat (hiperurisemia) dalam urin dan serum tergantung dari fungsi ginjal, frekuensi

metabolisme purin, dan masukan makanan yang mengandung purin. Jumlah asam

urat yang berlebihan dikeluarkan dalam urin. Asam urat dapat membentuk kristal di

dalam saluran kemih.

5. Glomerular filtration rate (GFR)

GFR merupakan parameter yang paling sensitif dalam menilai fungsi ginjal.

Merupakan gambaran dari kecepatan ginjal membersihkan darah. GFR ini diukur

dengan ukuran mililiter per menit, dimana ukuran normalnya adalah sekitar 90 mL/min.

7. PENATALAKSANAAN MEDISTERAPI UMUM

- Istirahat (pasien dapat rawat inap di rumah sakit/rawat jalan)

- Penanganan Nutrisi pada pasien ini

Tujuan :

o Mencegah defisiensi

o Mengontrol edema dan elektrolit serum

o Mencegah osteodistrofi ginjal

o Menyediakan diet yang enak dan menarik

Catatan : Protein Dialisis :Diet rendah protein (1,2-1,3g/kgBB)

1) Cairan dan Elektrolit

Pertama diberikan sampai dengan 3000ml IV, lalu diberikan sampai diuresis cukup

40-70ml/jam

Cairan dibatasi bila ada :

Edema Asupan garam di batasi bila edema terjadi

Hipertensi Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat hipertensi

standard.Contoh obat anti hipertensi yang dapat dipakai(antagonis kalsium non-

dihidropiridin,vasodilator langsung, Receptor AT1 blocker,Doxazosine,Beta-

blocker,Penghambat EAC) hati-hati dengan bahaya hiperkalemia)

Gagal jantung kongestif Terjadi penimbunan cairan dan natrium karena itu di

berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik mis.(furosemid,bu-metamid

dan torsemid)

Natrium di batasi,namun cukup untuk menjaga volume cairan ekstraseluler

Rekomendasi diet Natrium

Pada GGK : Na 1000-3000mg

Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : Na 750-1000mg

Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam

darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama

jantung dan cardiac arrest. Jika kadar kalium terlalu tinggi, maka diberikan natrium

polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga kalium dapat dibuang bersama

tinja.Hiperkalemi akut diberikan insulin dan dekstrose IV,fludrokortison,albuterol

nebulizer dan pada Hiperkalemi kronis dapat diberikan natrium polystyrene

sulfonate(Kayexalate)

Rekomendasi diet Kalium

Pada GGK : K 40-70mEq

Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : K sampai 70-80mEq

2) Medikamentosa

Terapi Simptomatik

Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul pada pasien

tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK.Terapi simptomatik yang digunakan

pada GGK cukup banyak tetapi berdasarkan pertimbangan bahwa pasien telah mengal

GGK stadium akhir maka penggunaan terapi simptomatik tidak memberikan hasil berarti

malah dapat memperburuk fungsi ginjal dari pasien tersebut.Sehingga digunakan

terapi simptomatik untuk memperbaiki keadaan umum mempersiapkan pasien pada

terapi pengganti ginjal.

a) Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik harus di koreksi karena meningkatkan serum (hiperkalemia)

a. Suplemen alkali

Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidosis metabolik

Larutan ShÖhl

Kalsium karbonat 5gram per hari

b. Terapi alkali

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus di berikan intravena , bila pH < 7.3.

Serum bikarbonat < 20mEq/L

b) Anemia normokrom normositer

Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi

hormone eritropoeitin ( ESF= erythropoietic stimulating factors) Anemia normokom

normositer ini refrakter terhadap obat hematinik

a. Rekombinant human erithropoietin (r-HuEPO) merupakan obat pilihan utama

R/Eprex 30-50 U per kgBB

b. Alternative lain hormon androgen dan preparat cobalt

c) Hipertensi

Diberikan ACEI atau CCB (Calcium Channel Blocker).

Terapi pengganti ginjal

a) Dialisis

Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi.

Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal dibawah ini :

Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

K serum > 6 mEq/L

Ureum darah > 200 mg/dL

pH darah < 7,1

Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)

Fluid overloaded

b) Hemodialisis

Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal

buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah

pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh

selaput semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat. Kompartemen

dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi cairan dengan

komposisi cairan elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa

metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan

mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari

konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Konsentrasi zat terlarut sama

di kedua kompartemen(difus) pada proses dialisis,air juga akan berpindah dari

kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikan

tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini

disebut ultrafiltrasi. Selama proses dialisis pasien akan terpajang dengan cairan

dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis,dilakukan 2 kali seminggu dengan

setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam. Terdapat dua jenis cairan dialsis yang

sering di gunakan yaitu cairan bikarbonat dan asetat, selain itu ditambahkan pula

Heparin untuk mencegah terjadinya trombus.

c) Dialisis Peritoneal

Yakni menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel.

Melalui membran tersebut darah difiltrasi. Dengan menggunakan kateter

peritoneum untuk di pasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum,

sehingga ujung kateter terletak dalam kavum douglasi. Setiap kali 2 liter cairan

dialisis masuk kedalam peritoneum melalui kateter tersebut. Membran

peritoneum bertindak sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan

dialisis dalam kavum peritoneum dengan plasma darah dalam pembuluh darah di

peritoneum. Sisa-sisa metabolisme seperti ureum,kreatinin,kalium dan toksin lain

yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal

akan tertimbun dalam plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami

difusi melalui membran peritoneum dan akan masuk kedalam cairan dialisat dan

dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. Setiap cairan dialisat yang sudah dikeluarkan

diganti dengan cairan dialisat baru.Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung :

5.650 gram NaCL,0,294 gram CaCL2 ,0,153 gram MgCL2 ,4.880 gram Na

Laktat dan 15.000 gram glukosa. Heparin ditambahkan dalam cairan dialisis

untuk mencegah terbentuknya fibrin (trombus) diberikan 500-1000 U tiap 2 liter

cairan.

Dialisis peritoneal pada GGK terdiri dari: a) Intermitten peritoneal

dialysis (IPD), dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap dialisis selama 8-14 jam;

b) Continous cyclik peritoneal dialysis (CCPD), dilakukan tiap hari pada malam hari,

penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan terakhir dibiarkan dalam

kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan peritoneum

dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2 ½-3 jam; c) Continous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di lakukan 3-5 kali sehari, 7 hari perminggu dengan

setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum lebih dari 4 jam, pada siang hari

4-6 kali pada malam hari 8 kali.

d) Transplantasi Ginjal2

Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti pada GGK tahap akhir,

dengan transplantasi ginjal dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal

yakni faal ekskresi dan faal endokrin, sehingga tercapai tingkat kesegaran

jasmani yang lebih baik yang akan meningkatkan harapan hidup.Keberhasilan

trasplantasi ginjal dipengaruhi oleh faktor-fakto yang berhubungan dengan; donor

ginjal yakni donor hidup,donor jenazah;resipien ginjal,etiologi gagal ginjal,faktor

imunologi,golongan darah ABO serta kelas kompleks histokompatibilitas mayor.

8. KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :1. Hiperkalemia2. Perikarditis3. Hipertensi4. Anemia5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Corwin, J Elizabeth. 2009. Buku Saku PAtofisiologi. Jakarta: EGC

Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.

Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian Patologi Anatomi

FK.UNSRAT. Manado

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2. Jakarta : EGC

Soeparman. 1993. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta

Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran,

Universitas Sam Ratulangi. Manado

Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi EGC.

Jakarta.