lp fraktur cruris tgl 14 april 14
DESCRIPTION
laporan kasus krurisTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR CRURIS
disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)
Stase Keperawatan KMB
oleh
Yunus Nur Zakarya, S.Kep. NIM 072311101033
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR CRURIS
oleh: Yunus Nur Zakarya. S.Kep
1. Kasus Fraktur Cruris
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah
yang terdiri dari tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang
tibia dan fibula (Brunner & Suddart, 2000).
b. Klasifikasi Fraktur
Ada 2 tipe dari fraktur cruris diantara adalah sebagai berikut:
1) Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan
captula. Contoh (Kapital fraktur, dibawah kepala femur, melalui ekstra
kapsuler)
2) Fraktur ekstra kapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar
atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter. Terjadi di bagian distal
menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter terkecil.
Selain 2 tipe diatas ada beberapa klasifikasi fraktur diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian
(fragmen) atau lebih.
Gambar 1. Tipe fraktur
b. Fraktur incomplete (parsial)
Fraktur incomplete terbagi lagi menjadi
1. Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di
tempat, biasa terjadi di tulang pipih
2. Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os.
radius, ulna, clavikula dan costae.
3. Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
2) Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari
sumbu tulang)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari
sumbu tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3) Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya.
4) Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang
fraktur dengan dunia luar.
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka
yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke
tulang sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
Kontaminasi ringan.
Derajat II
Laserasi lebih dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
Fraktur komuniti sedang.
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur
karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2) Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan.
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4) Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5) Fraktur tibia dan fibula
Terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi
atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula secara umum
akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan
gangguan kesejajaran.
d. Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks,
sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini
merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan
pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di
gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik
(Mansjoer Arief, 2002).
Kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi
yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi
keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati di
mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai
jala-jala untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-
sel tuulang baru mengalmi remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Mansjoer
Arief, 2002)
e. Tanda dan gejala
Adapun manifestasi pada fraktur antara lain sebagai berikut:
1) Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti rotasi
pemendekan tulang dan penekanan tulang
2) Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
4) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan), pergerakan abnormal, dan shock hipovolemik hasil dari
hilangnya darah
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus fraktur antara lain
sebagai berikut:
1) Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan
Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.
2) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3) Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
4) Tekhnik lain
a. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
b. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular
ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur
tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk
melindunginya dari kerusakan yang lebih parah. Kerusakan jaringan lunak
yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk kemungkinan adanya
fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan pemeriksaan lebih
lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang belakang
bagian servikal, di mana contusio dan laserasio pada wajah dan kulit
kepala menunjukkan perlunya evaluasi radiografik, yang dapat
memperlihatkan fraktur tulang belakang bagian servikal dan/atau dislokasi,
serta kemungkinan diperlukannya pembedahan untuk menstabilkannya.
2) Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan
bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera,
dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera
pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan
memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.
3) Reduksi
Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih
bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk
menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada
banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau
yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang
terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan
fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan
dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan
penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada
tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi
dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi
yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya
tibial batang.
4) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
a. Pohon Masalah
Fraktur
Perubahan status kesehatan
Cedera sel Reaksi peradanganLuka terbukaDiskontuinitas fragmen tulang
Edema
Penekanan pada jaringan vaskuler
Penurunan aliran darah
Resiko disfungsi neurovaskuler
Port de’ entri kuman
Gg. Integritas kulit
Resiko Infeksi
Lepasnya lipid pada sum-sum
tulang
Terapi restrictif
Terabsorbsi masuk kealiran
darah
Emboli
Oklusi arteri paru
Nekrosis Jaringan paru
Luas permukaan paru menurun
Penurunan laju difusi
Gangguan pertukaran gas
Gg. Mobilitas fisik
Degranulasi sel mast
Pelepasan mediator
kimia
Nociceptor
Medulla spinali
Korteks serebri
Nyeri
Kurang informasi
Kurang pengetahunan
a. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik.
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer
5. Risiko infeksi
b. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
4. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b.d penurunan aliran darah.
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer.
c. Rencana tindakan keperawatan
No
.
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Diagnosis: Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang
Klien mengataka nyeri
berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai,
mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan
penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi
individual
1. Tingkat kenyamanan:
perasaan senang
secara fisik dan
psikologis.
2. Perilaku
mengendalikan nyeri.
3. Nyeri: efek merusak
dari nyeri terhadap
emosi
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase,
perubahan posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Diagnosis: Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler.
Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan
1. Ambulasi: berjalan.
2. Ambulasi: kursi roda
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi
fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang
memampukan melakukan
aktivitas
3. Pergerakan sendi
aktif.
4. Perawatan diri:
aktivitas kehidupan
sehari-hari.
5. Pelaksanaan
berpindah
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi
4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
3. Diagnosis: Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
Klien menyatakan
ketidaknyamanan hilang,
menunjukkan perilaku tekhnik
untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka
sesuai waktu/penyembuhan lesi
1. Integritas jaringan:
kulit dan membaran
mukosa.
2. Penyembuhan luka
(penyatuan kulit,
resolusi dari bau
luka, drainase dari
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
terjadi luka, eritema kulit).
Daftar pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapsis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marilynn, Doenges. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, 2005-2006 Definisi & Klasifikasi. Philadelphia, NANDA International.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Pusponegoro, Hardiono. 2009. Kejang Pada Bayi. http://www.bayisehat.com/ baby-health-a-care-mainmenu-30/304-kejang-pada-bayi.pdf. [15 Februari 2011]
Roos, Jeanne. 2010. Kejang Demam. http://www.mediasatu.com/pdf/nota_sehat_ posisi_duduk_benar.pdf. [15 Februari 2011]
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta:EGC