lp fraktur fix
DESCRIPTION
Lp Fraktur FixTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR CLAVICULA
Disusun untuk memenuhi tugas individu stase peminatan pendidikan profesi ners STIKes Harapan Bangsa Purwokerto
Oleh :
MARSITA KARTIKA SETIYANINIM. 14149013580099
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERSSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO2015
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C (1999) Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
(Mansjoer, Arif, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidayat (2004) Fraktur humerus
adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung
maupun tidak langsung.
B. ETIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam
menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan
fraktur impaksi, dislokasi atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus atau
fraktur buckle pada anak-anak (muttaqin, 2008).
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya serumu, gerakan puntir mendadak
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer, 2002). Umumnya fraktur diebabkan oleh
trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cendesung terjadi
pada laki-laki biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhhubungan dengan olahraga, pekerjaaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan.
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengAn perubaan
hormon pada menopause.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari fraktur:
1. Deformitas
2. Bengkak/edema
3. Echimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang/hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal
9. Rontgen abnormal
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternalyang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, makaterjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atauterputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteumdan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, danjaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahanterjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma dirongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denganvasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi seldarah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari prosespenyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yangtergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapatmenyebabkan fraktur.
enyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukandaya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsidari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan ataukekerasan tulang.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnyafraktur/luasnyatrauma, skan
tulang, temogram, scan CI:memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untukmengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelahtrauma.
4. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangandarah, transfusi multiple,
atau cederah hati.
F. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur TerbukaMerupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasioleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresapdilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dantindakan selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembaliseperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksifraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner,2001).Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapatdilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yangdipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yangmendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukanreduksi
fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringanlunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karenaedema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksifraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulaimengalami
penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperolehizin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikansesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anastesia.Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani denganlembut
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus,
reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulangkeposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) denganmanipulasi dan traksi
manual.Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alatimmobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkanekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harusdilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telahdalam kesejajaran yang benar.
Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan denganspasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan
untukmemantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.Ketika tulang
sembuh, akan terlihat pembentukan kaluspada sinar-x. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gipsatau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat,sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untukmempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang,
alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun.Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisikesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atauinterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Reabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. Pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahlibedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika)
G. PATHWAY
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematomayang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluhdarah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah.Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatanyang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yangsering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadikarena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalampembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulangdan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darahke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabilsetelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentu ksendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.
Dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di
muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAAN (KEPERAWATAN PERIOPERATIF)
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik adanya diskontinuitas jaringan tulang (diagnosa pre
operatif).
2. Kecemasan b/d Perubahan Status Kesehatan akan tindakan operasi (diagnosa pre
operatif).
3. Pola nafas tidak efektif b/d Penurunan fungsi neuromuskular (efek anastesi) (diagnosa
intra operatif).
4. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b/d kehilangan cairan pada waktu operasi dan
status berpuasa. (diagnosa intra operatif).
5. Resiko infeksi b/d lemahnya pertahanan sekunder atau primer (diagnosa intra dan post
operatif).
6. Resiko cedera/jatuh b/d Pengaruh anastesi spinal (diagnosa intra dan post operatif).
7. Nyeri akut b/d adanya luka operasi (diagnosa post operatif).
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut b/d
adanya luka
operasi
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria hasil:
Pain Level (2102)
- TD dalam batas normal
(120/80 mmhg)
Pain control (1605)
- Melaporkan tidak ada nyeri
Skala nyeri berkurang (3)
Pain Management (1400)
- Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi,karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingaN
- Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi (nafas dalam)
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
-
Kecemasan b/d
Perubahan
Status
Kesehatan
akan tindakan
operasi
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x20 menit
diharapkan kecemasan pasien
berkurang atau hilang dengan
kriteria hasil :
Anxiety Control
1.Mencari informasi untuk
menurunkan cemas
2.Menggunakan teknik
relaksasi u/ mengurangi
cemas
Anxiety reduction
- Gunakan pendekatan yang
menenangkan.
- Jelaskan semua prosedur dan
apa yang mungkin dirasakan
selama prosedur tindakan
- Berusaha memahami keadaan
klien.
- Berikan informasi faktual
mengenai diagnosa, prognosis,
dan tindakan.
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan dan persepsi.
- Dengarkan dengan penuh
perhatian.
- Indetifikasi tingkat kecemasan.
- Anjurkan untuk menggunakan
teknik relaksasi.
- Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Pola nafas
tidak efektif
b/d Penurunan
fungsi
neuromuskular
(efek anastesi)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x30 menit
diharapkan pola nafas kembali
efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status : ventilation
1. RR sesuai yang diharapkan
2. Pola dan irama nafas sesuai
Airway management
- Buka jalan nafas gunakan
teknik head tilt chin lift atau
jaw trust jika perlu.
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
- Pasang mayo jika perlu.
- Auskultasi suara nafas atur
intake cairan utuk mengatur
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status
O2
Therapi oksigen
- Jaga kepatenan jalan nafas
- Berikan terapi oksigen
sesuai terapi
Resiko
ketidakseimba
ngan cairan
tubuh b/d
kehilangan
cairan pada
waktu operasi
dan status
berpuasa
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x25 menit
diharapkan cairan tubuh pasien
kembali efektif dengan kriteria
hasil:
Fluid balance
1. Tekanan darah dalam bata
normal
2. Intake dan output seimbang.
Fluid managemen
- Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
- Monitor status hidrasi.
- Monitor status hemodinamik
- Monitor vital sign
- Monitor masukan peroral
- Kelola terapi intravena
- Persiapkan untuk transfusi
darah jika diperlukan
Resiko infeksi
b/d lemahnya
pertahanan
sekunder atau
primer
Setelah dilakuakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan resiko infeksi
terkontrol, dengan kriteria hasil:
Immune Status
Knowledge: Infection control
Risk control (1903)
- Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
- Jumlah hemoglobin dalam
batas normal (12.0-16.0g/dL)
- Jumlah leukosit dalam batas
normal (1800-10800/ul)
Infection Control (Kontrol
infeksi) (6545)
- Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien
- Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
- Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
- Tingktkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik
Infection Protection (Proteksi
Terhadap Infeksi) (6550)
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
- Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
- Dorong masukan cairan
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
Resiko
cedera/jatuh
b/d Pengaruh
anastesi spinal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x1 jam
diharapkan resiko cedera/jatuh
pada pasien dapat diminimalkan
Environtment management
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan
dengan kriteria hasil:
Risk control
Faktor resiko berkurang
pasien
Hindari lingkungan yang
berbahaya
Pasang side rail tempat tidur
Berikan penjelasan pada
pasien, keluarga atau tenaga
kesehatan lain tentang
kondisi pasuien
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika