lp hiperbilirubin
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. “ AS “ DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK DI RUANG NICU RSUD
WATES
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
Disusun oleh:
1. Dwi Agustin P07120111009
2. Murdiyani Agustina P07120111022
3. Wening Ardiani P07120111037
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. “ AS “ DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK DI RUANG NICU RSUD WATES
telah disahkan pada,
Hari, tanggal :
Waktu :
Tempat : Ruang NICU RSUD Wates
Mengetahui,
Pembimbing Klinik Pembimbing Pendidikan
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa
dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai
potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat
perlengketan kadar bilirubin pada otak.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya’pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu
dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan
urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Patofisilogi
E. Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat
saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb
direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungin
meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-
12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
j. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
G. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Terapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light
bulbs orbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsijaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui
urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan
Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi
Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
H. Komplikasi
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk
keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking. (Suriadi, 2001)
I. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ;
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses
mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin
gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops
fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan
refleks Moro mungkin terlihat. Opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas
kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada
awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh;
kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping
fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress
dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering
pada bayi pria dibandingkan perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin
(Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman
tali pusat, atau trauma kelahiran.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik terhadap
otak.
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi
berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi
berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
III. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada
sclera leher dan badan.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama proses
keperawatan diharapkan
integritas kulit kembali
baik/ normal dengan
kriteria hasil :
a. Kadar bilirubin dalam
batas normal ( 0,2 –
1,0 mg/dl )
b. Kulit tidak berwarna
kuning/ warna kuning
mulai berkurang
c. Tidak timbul lecet
akibat penekanan kulit
yang terlalu lama
a. Monitor warna dan keadaan
kulit setiap 4-8 jam
b. Monitor keadaan bilirubin
direk dan indirek ( kolaborasi
dengan dokter dan analis )
c. Ubah posisi miring atau
tengkurap setiap 2 jam,
lakukan massage dan
monitor keadaan kulit
d. Jaga kebersihan kulit dan
kelembaban kulit/
Memandikan dan pemijatan
bayi
a. Warna kulit kekuningan
sampai jingga yang semakin
pekat menandakan
konsentrasi bilirubin indirek
dalam darah tinggi.
b. Kadar bilirubin indirek
merupakan indikator berat
ringan joundice yang diderita.
c. Menghindari adanya
penekanan pada kulit yang
terlalu lama sehingga
mencegah terjadinya
dekubitus atau irtasi pada
kuit bayi.
d. Kulit yang bersih dan lembab
membantu memberi rasa
nyaman dan menghindari
kulit bayi mengelupas atau
bersisik.
2. Kurang pengetahuan
keluarga mengenai
kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan
berhubungan dengan
kurangnya paparan
informasi
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pengetahuan keluarga
bertambah dengan kriteria
hasil :
a. Mengungkapkan
pemahaman tentang
penyebab, tindakan,
dan kemungkinan hasil
hiperbilirubinemia
b. Melatih orang tua bayi
memandikan, merawat
tali pusat dan pijat bayi
.
a. Berikan informasi tentang
penyebab,penanganan dan
implikasi masa datang dari
hiperbilirubinemia. Tegaskan
atau jelaskan informasi
sesuai kebutuhan.
b. Tinjau ulang maksud dari
mengkaji bayi terhadap
peningkatan kadar bilirubin
( mis., mengobservasi
pemucatan kulit di atas
tonjolan tulang atau
perubahan perilaku)
khususnya bila bayi pulang
dini.
c. Diskusikan penatalaksanaan
di rumah dari ikterik fisiologi
ringan atau sedang,
termasuk peningkatan
pemberian makan,
a. Memperbaiki kesalahan
konsep, meningkatkan
pemahaman, dan
menurunkan rasa takut dan
perasaan bersalah. Ikterik
neonates mungkin fisiologis,
akibat ASI, atau patologis
dan protocol perawatan
tergantung pada penyebab
dan factor pemberat.
b. Memungkinkan orangtua
mengenali tanda-tanda
peningkatan kadar bilirubin
dan mencari evaluasi medis
tepat waktu.
c. Pemahaman orangtua
membantu mengembangkan
kerja sama mereka bila bayi
dipulangkan.
pemajanan langsung pada
sinar matahari dan program
tindak lanjut tes serum.
d. Berikan informasi tentang
mempertahankan suplai ASI
melalui penggunaan pompa
payudara dan tentang
kembali menyusui ASI bila
ikterik memerlukan
pemutusan menyusui.
d. Membantu ibu untuk
mempertahankan
pemahaman pentingnya
terapi.
3. Risiko tinggi cedera
terhadap keterlibatan
SSP berhubungan
dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam
darah yang bersifat
toksik tehhadap otak.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
kadar bilirubin menurun
dengan kriteria hasil:
a. Kadar bilirubin indirek
dibawah 12 mg/dl
pada bayi cukup bulan
pada usia 3 hari
b. Resolusi ikterik pada
akhir minggu pertama
a. Periksa resus darah ABO a. Inkompatibilitas ABO
mempengaruhi 20% dari
semua kehamilan dan paling
umum terjadi pada ibu
dengan golongan darah O,
yang antibodinya anti-A dan
anti-B melewati sirkulasi
janin, menyebabkan
aglutinasi dan hemolisis
SDM. Serupa dengan itu, bila
kehidupan
c. SSP berfungsi
dengan normal
b. Tinjau catatan intrapartum
terhadap factor resiko yg
khusus, seperti berat badan
lahir rendah (BBLR) atau
IUGR, prematuritas, proses
metabolic abnormal, cedera
vaskuler, sirkulasi abnormal,
sepsis, atau polisitemia
c. Perhatikan penggunaan
ekstrator vakum untuk
kelahiran. Kaji bayi terhadap
adanya sefalohematoma
dan ekimosis atau petekie
yang berlebihan
ibu Rh-positif, antibody ibu
melewati plasenta dan
bergabung pada SDM janin,
menyebabkan hemolisis
lambat atau segera
b. Kondisi klinis tertentu dapat
menyebabkan pembalikan
barier darah-otak,
memungkinkan ikatan
bilirubin terpisah pada tingkat
membrane sel atau dalam sel
itu sendiri, meningkatkan
resiko terhadap keterlibatan
SSP
c. Resorpsi darah yang terjebak
pada jaringan kulit kepala
janin dan hemolisis yang
berlebihan dapat
meningkatkan jumlah bilirubin
yang dilepaskan dan
d. Pertahankan bayi tetap
hangat dan kering, pantau
kulit dan suhu inti dengan
sering
Kolaborasi
e. Pantau pemeriksaan
laboratorium, sesuai indikasi
(Bilirubin direk dan indirek)
menyebabkan ikterik
d. Stress dingin berpotensi
melepaskan asam lemak.
Yang bersaing pada sisi
ikatan pada albumin,
sehingga meningkatkan
kadar bilirubin yang
bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
e. Bayi potensial terhadap
kernikterus diprediksi paling
baik melalui peningkatan
kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin
indirek 18-20 mg/dl pada bayi
cukup bulan, atau lebih besar
dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit,
adalah bermakna
f. Tes Coombs darah tali pusat
direk/indirek
f. Hasil positif dari tes Coombs
indirek menandakan adanya
antibody (Rh-positif atau anti-
A atau anti-B) pada darah ibu
dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek
menandakan adanya
sensitisasi (Rh-positif, Anti-A,
atau Anti-B) SDM pada
neonatus
4. Risiko tinggi kekurangan
volume cairan akibat
efek samping fototerapi
berhubungan dengan
pemaparan sinar dengan
intensitas tinggi.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan cairan tubuh
neonatus adekuat dengan
kriteria hasil:
a. Tugor kulit baik
b. Membran mukosa
lembab
c. Intake dan output
cairan seimbang
d. Nadi, respirasi dalam
a. Pantau masukan dan haluan
cairan; timbang berat badan
bayi 2 kali sehari.
b. Perhatikan tanda- tanda
dehidrasi(mis: penurunan
haluaran urine, fontanel
tertekan, kulit hangat atau
kering dengan turgor buruk,
dan mata cekung).
c. Perhatikan warna dan
a. Peningkatan kehilangan air
melalui feses dan evaporasi
dapt menyebabkan dehidrasi.
b. Bayi dapat tidur lebih lama
dalam hubungannya dengan
fototerapi, meningkatkan
resiko dehidrasi bila jadwal
pemberian makan yang
sering tidak di pertahanka
c. Defeksi encer, sering dan
batas normal ( N: 120-
160 x/menit, RR : 35
x/menit )
e. suhu ( 36,5-37,5 C)
frekuensi defekasi dan urine.
d. Tingkatkan masukan cairan
per oral sedikitnya 25%. Beri
air diantara menyusui atau
memberi susu botol.
e. Pantau turgor kulit
kehijauan serta urine
kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi
bilirubin.
d. Meningkatkan input cairan
sebagai kompensasi
pengeluaran feces yang
encer sehingga mengurangi
risiko bayi kekurangan
cairan.
e. Turgor kult yang buruk, tidak
elastis merupakan indikator
adanya kekurangan volume
cairan dalam tubuh bayi.
5. Risiko terjadi gangguan
suhu tubuh akibat efek
samping fototerapi
berhubungan dengan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan
diharapkan tidak terjadi
gangguan suhu tubuh
a. Pantau kulit neonatus dan
suhu inti setiap 2 jam atau
lebih sering sampai
setabil( mis; suhu aksila).
a. Fluktuasi pada suhu tubuh
dapat terjadi sebagai respon
terhadap pemajanan sinar,
efek mekanisme regulasi
tubuh.
dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam
rentang normal
(36,50C-370C )
b. Nadi dan respirasi
dalam batas normal
( N : 120-160 x/menit,
RR : 35 x/menit )
c. Membran mukosa
lembab
Atur suhu incubator dengan
tepat
b. Monitor intake dan output
c. Pertahankan suhu tubuh
36,50C-370C jika demam
lakukan kompres/ axilia
d. Cek tanda-tanda vital setiap
2-4 jam sesuai yang
dibutuhkan
e. Kolaborasi pemberian
antipiretik jika demam.
radiasi dan konveksi.
b. Intake yang cukup dan output
yang seimbang dengan
intake cairan dapat
membantu mempertahankan
suhu tubuh dalam batas
normal.
c. Suhu dalam batas normal
mencegah terjadinya cold/
heat stress
d. Mengetahui keadaan umum
bayi sehingga
memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika
terjadi suatu keabnormalan
dalam tanda-tanda vital.
e. Antipiretik cepat membantu
menurunkan demam bayi.
6. Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan a. Perhatikan kondisi tali pusat a. Pencucian mungkin perlu
akibat komplikasi
tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan
prosdur invasif, profil
darah abnormal.
keperawatan, diharapkan
tidak terjadi komplikasi
dari transfusi tukar dengan
kriteria hasil :
a. Menyelesaikan
transfusi tukar tanpa
komplikasi
b. Menunjukkan
penurunan kadar
bilirubin serum.
bayi sebelum transfuse bila
vena umbilical digunakan.
Bila tali pusat kering, berikan
pencucian salin selama 30-
60 menit sebelum prosedur
b. Pertahankan puasa selama
4 jam sebelum prosedur
atau aspirat isi lambung
c. Jamin ketersediaan alat
resusitatif.
d. Pertahankan suhu tubuh
sebelum, selama dan
setelah prosedur.
Tempatkan bayi di bawah
penyebar hangat dengan
servomekanisme.
untuk melunakkan tali pusat
dan vena umbilicus sebelum
transfuse untuk akses I. V
dan memudahkan pasase
kateter umbilical.
b. Menurunkan risiko
kemungkinan regurgitasi dan
aspirasi selama prosedur
c. Untuk memberikan dukungan
segera bila perlu
d. Membantu mencegah
hipotermia dan vasospasme,
menurunkan risiko fibrilasi
ventrikel, dan menurunkan
vikositas darah