lp ispa

56
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418). ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: 1

Upload: anita-sukarno

Post on 10-Aug-2015

384 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP ISPA

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit

kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat

mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran

pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang

menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi

dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts;

1990; 450).

Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami

jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991;

1418).

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah

ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections

(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan

akut, dengan pengertian sebagai berikut:

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA

secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan

bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran

pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernafasan (respiratory tract).

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

1

Page 2: LP ISPA

B. Etiologi

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi

lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah

frekuensinya lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine

disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari

hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90%

disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah

hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia

adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan

Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah

diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300

tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut

Menurut penelitian A.A. Anom Sukarna (2006) faktor-faktor resiko

yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:

Faktor host (diri)

1. Usia Balita

Kejadian penyakit ISPA erat kaitannya dengan umur, risiko untuk

terkena ISPA pada anak yang lebih muda umurnya lebih besar

dibandingkan dengan anak yang lebih tua umurnya . Dari hasil uji statistik

menunjukkan ada pengaruh umur terhadap kejadian ISPA pada anak

Balita. Dengan demikian umur merupakan determinan dari kejadian ISPA

pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II, dengan risiko

untuk mendapatkan ISPA pada anak Balita yang berumur <3 tahun sebesar

2,56 kali lebih besar dari pada anak Balita yang berumur ≥3 tahun. Hasil

yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Kartasamita (1993), Nindya

dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005).

2. Jenis kelamin Balita

Penyakit ISPA dapat terjadi pada setiap orang deng an tidak memandang

suku, ras, agama, umur, jenis kelamin dan status sosial. Namun insiden

ISPA pada anak Balita berdasarkan jenis kelamin disebutkan bahwa

2

Page 3: LP ISPA

insiden ISPA pada laki -laki lebih tinggi dari pada perempuan. Dari hasil

uji statistik menunujukkan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap

kejadian ISPA pada anak Balita. Hal sama juga ditunjukkan pada

penelitian sebelumnya oleh Budiningsih (1991), Kartasamita (1993),

Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005). Jadi

dengan demik ian jenis kelamin Balita bukan merupakan determinan dari

kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

3. Pendidikan Ibu Anak Balita

Tingkat pendidikan ibu yang rendah diduga sebagai salah satu faktor

risiko yang dapat meningka tkan angka kematian akibat penyakit ISPA

(pneumonia) pada anak Balita. Dengan semakin tingginya pendidikan

seorang ibu diharapkan akan lebih mudah menerima pesan kesehatan dan

cara pencegahan penyakit. Uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh

pendidikan terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan

demikian pendidikan ibu Balita bukan merupakan determinan dari

kejadian ISPA pada anakBalita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

4. Pengetahuan Ibu Balita

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang. Uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh

pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hasil penelitian

yang sama juga ditunjukkan pada penelitian sebelumnya oleh Budiningsih

(1991), Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh

Rahayu dkk., (2005). Dengan demikian pengetahuan ibu tentang ISPA

tidak merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di

wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

5. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan merupakan salah satu wujud dari sumber daya, merupakan

faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang

3

Page 4: LP ISPA

berhubungan dengan kesehatan. Uji statistik yamg telah dilakukan

menunjukkan ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap kejadian ISPA

pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendapatan keluarga merupakan

determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja

Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA

pada anak Balita yang mempunyai pendapatan kurang sebesar 0,245 kali

lebih besar dibandingkan dengan keluarga anak Balita yang

berpendapatan tinggi. Sedangkan pada keluarga dengan pendapatan

sedang mempunyai risiko sebesar 1,391 kali lebih besar dibandingkan

dengan keluarga yang berpendapatan tinggi. Hal sama juga telah

ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya antara lain Budiningsih (1991),

Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu

dkk., (2005).

6. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama

dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu

merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP,

ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga

menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,

sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan

keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

7. Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan

dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini

sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang

lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah

kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

4

Page 5: LP ISPA

8. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada

penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel

epitel yang mengalami diferensiasi.

9. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada

bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber

nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang

kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis

membentuk sistem biologis.

Komunike Konferensi Internasional tentang Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Canberra Australia tahun 1997 saat itu

menyatakan bahwa ISPA merupakan pandemi yang dilupakan/the

forgotten pandemic. Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan

salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana pelayanan

kesehatan. Sebanyak 40% – 60 % kunjungan berobat di Puskesmas dan

15% – 30 % kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah

sakit disebabkan oleh ISPA. Prevalensi nasional kejadian ISPA adalah

sebesar 25,5 %, angka kejadian ISPA di Propinsi Lampung Tahun 2007

adalah 24,5 %, sedangkan angka kejadian ISPA di Kabupaten Lampung

Timur adalah 39,13 %,. Puskesmas Sukaraja Nuban mempunyai masalah

dengan penyakit ISPA. Penyakit ISPA merupakan penyakit nomor 1 dari

10 besar penyakit terbanyak selama 3 tahun berturut-turut. Salah satu

faktor risiko yang meningkatkan insidens (morbiditas) maupun kematian

(mortalitas) akibat ISPA, antara lain balita tidak memperoleh ASI secara

ekslusif. Cakupan ASI Ekslusifnya adalah 40,3% masih jauh dibawah

target kabupaten yaitu 60,5%.

Berdasarkan hasil penelitian KoeKoeh Hardjito (2011) didapatkan

gambaran bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang terkena sakit

5

Page 6: LP ISPA

dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

Menurut penelitian Horta et al (2007) menunjukkan bahwa semakin lama

anakmendapatkan ASI, maka semakin kuat sistem imun tubuhnya.

Peningkatan sistem imunitas pada bayi dapat dilihat dari frekuensi bayi

yang mengalami sakit. Bayi yang sering mengalami sakit dapat diketahui

pada saat bayi lahir sampai 6 bulan apakah diberikan ASI atau tidak. Hal

ini dikarenakan ASI mengandung berbagai jenis antibodi yang melindungi

si kecil dari serangan kuman penyebab infeksi. Antibodi tersebut mulai

dari Immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgD dan IgE (Bernado.L.Horta

(2007) dalam Lely, 2007)

Kondisi dunia IPTEK semakin berkembang, produk susu formula

yang di promosikan dalam media eletronik semakin banyak dari berbagai

keunggulan dari masing-masing produk susu formula tersebut sehingga

dikalangan masyarakat susu formula sering dianggap sebagai minuman

bermutu tinggi. Namun tetap saja ASI adalah makanan yang terbaik

karena ASI melindungi bayi untuk melawan segala kemungkinan serangan

penyakit karena komposisi zat gizi dari ASI yang sesuai dengan kebutuhan

tubuh bayi. sehingga tidak diragukan lagi bayi yang diberi ASI Eksklusif

memiliki banyak manfaat. Manfaat utama yang dapat diperoleh dari ASI

yaitu mendapatkan nutrisi terlengkap dan terbaik, meringankan

pencernaan bayi, meningkatkan kekebalan tubuh,dan ASI menghindarkan

bayi dari penyakit.

Menurut Farah (2010) saat bayi masih berusia dibawah usia 6 bulan

maka tubuhnya rentan terkena berbagai penyakit. Atas dasar inilah maka

bayi lahir sampai usia 6 bulan wajib untuk diberikan ASI secara eksklusif

agar tidak mudah terserang penyakit karena melihat manfaatnya yang

sangat baik bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat dan negara. Banyak faktor

yang mempengaruhi sistem imunitas pada bayi usia 0-6 bulan termasuk

pemberian ASI eksklusif.

6

Page 7: LP ISPA

ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi

dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas

(William and Phelan, 1994).

Faktor lingkungan

a. Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara

kotor secara alamiah atau mekanis (Harijanto,1997; Keman, 2004; Prasasti

dkk., 200 5). Ventilasi disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran

udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alam atau

matahari ke dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam

ruangan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pening katan

risiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan

salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Mukono,

1997). Dari hasil uji statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

(Nindya dan Sulistyorini, 2005; Yusuf dan Sulistyorini, 2005). Dengan

demikian ventilasi merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak

Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II, adapun besarnya risiko

untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang menempati rumah dengan

ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 2,789 kali lebih besar dari

pada anak Balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang memenuhi

syarat.

b. Kepadatan hunian (crowded)

Standar luas ruang tidur menurut Kepmenkes RI nomor 829 tahun

1999 adalah minimal 8 m 2, tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang

tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun

(Kepmenkes RI No.829/1999) . Kepadatan hunian yang berlebihan

memudahkan penularan penyakit infeksi pernapasan, tuberkolosis,

7

Page 8: LP ISPA

meningitis, dan parasit usus dari satu orang ke yang lain (Depkes, 1990;

Keman, 2005). Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh

kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada Balita.

Jadi dengan demikian kepadatan hunian bukan merupakan determinan

dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas

Blahbatuh II. Hal ini ternyata berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Nindya dan Sulistyorini (2005) ataupun penelitian

oleh Yusuf dan Sulistyorini (2005).

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi

yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan

masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status

ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang

bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status

sosioekonomi (Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai

kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari

keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa

episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al,

2003)

e. Pencemaran Udara di Rumah

Pencemaran udara dalam rumah biasanya berasal dari asap dapur, asap

rokok, dan asap obat nyamuk bakar. Ketiga bahan pencemar udara tersebut

bila berada dalam rumah dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian

ISPA pada anak Balita (Harijanto, 1997; Prasasti dkk., 2005). Dari hasil

uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pencemaran udara dalam

rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Dengan demikian

8

Page 9: LP ISPA

pencemaran udara dalam rumah bukan merupakan determinan dari

kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

f. Kebershan Rumah

Kebersihan rumah adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

kesehatan penghuninya khususnya pada anak Balita (Keman, 2005). Uji

statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan ada pengaruh kebersihan

rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian

kebersihan rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya ISPA pada

anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya

risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang menempati rumah

yang tidak bersih adalah sebesar 10,264 kali lebih besar dari pada anak

Balita yang menempati rumah yang bersih. Hasil penelitian ini seirama

denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Budiningsih (1991) dan

Kartasamita (1993).

C. Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke

atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks

spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan

epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk

kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan

kenaikan 19 aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding

saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi

noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala.

Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder

bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

9

Page 10: LP ISPA

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus

bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak

nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.

Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti

kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa

dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat

menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-

tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,

dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder

bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri

yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah

terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan

pneumonia bakteri .

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan

aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di

saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan

sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri

dari folikel dan jaringan 20 limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas

system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang

peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.

Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam

mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi

menjadi empat tahap, yaitu:

1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

10

Page 11: LP ISPA

2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

memang sudah rendah.

3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul

gejala demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat

meninggal akibat pneumonia.

D. Gambaran Klinik

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,

adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu

saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali

tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Tanda dan gejala yang muncul ialah:

1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya

infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada

meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,

gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,

terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan

menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama

bayi tersebut mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran

pernafasan akibat infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya

lymphadenitis mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan

lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

11

Page 12: LP ISPA

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,

mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran

pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak

terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah

biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat

disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya

thrombositopenia, dan

3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

F. Komplikasi

Adapun komplikasinya adalah

1. Meningitis

2. OMA

3. Mastoiditis

4. Kematian

G. Penatalaksanaan

1. Perawatan :

a. Istirahat di tempat sampai demam hilang, istirahat bersuara.

b. Diet makanan lunak

c. Kompres air hangat

Dalam penelitian Nurlaili Susanti (2012) Selain kompres dingin,

dikenal pemakaian kompres hangat dalam tatalaksana demam.

Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan handuk yang

telah dibasahi air hangat dengan temperatur maksimal 43oC. Lokasi

12

Page 13: LP ISPA

kulit tempat mengompres biasanya di wajah, leher, dan tangan.

Kompres hangat pada kulit dapat menghambat shivering dan dampak

metabolik yang ditimbulkannya. Selain itu, kompres hangat juga

menginduksi vasodilatasi perifer, sehingga meningkatkan pengeluaran

panas tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi demam

kombinasi antara antipiretik dan kompres hangat lebih efektif

dibandingkan antipiretik saja, selain itu juga mengurangi rasa tidak

nyaman akibat gejala demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik

dan kompres hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam

menurunkan temperatur tubuh. Oleh karena itu, pemakaian kombinasi

keduanya dianjurkan pada tatalaksana demam.

Dalam artikel Aneka Obat Tradisional Untuk Anak Anak, parutan

bawang merah yang dibalurkan pada badan anak dapat menurunkan

demam

d. Pemberian air minum

Pemberian air minum hangat dapat mengencerkan dahak. Selain itu

dalam Artikel Aneka Obat Untuk Anak-Anak, Perasan jeruk nipis yang

dicampurkan dengan madu serta air hangat dapat mengencerkan dahak.

e. Pantau tanda-tanda vital

2. Pengobatan

a. Antibiotik

b. Kortikosteroid

Bila ada gejala sumbatan saluran napas:

a. Oksigen ( O2 ) sesuai kebutuhan

b. Tracheostomi bila sumbatan berada pada stadium 3.

F. Pencegahan

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:

1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik

13

Page 14: LP ISPA

a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan

yang paling baik untuk bayi.

b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.

c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu

mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak,

vitamin dan mineral.

d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein

misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi

atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan

mineral dari sayuran,dan buah-buahan.

e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui

apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah

ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)

2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi

Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu

mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT

salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah

satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas.

3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan

penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat

akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui

upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat.

4. Pengobatan Segera

Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak

memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada

tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung

vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu

manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter .

14

Page 15: LP ISPA

BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat

Gejala :

Kelemahan, kelelelahan

Insomnia

Tanda ;

Letargi

Penurunan toleransi terhadap aktivitas

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis

Tanda :Takikardia,Penampilan kemerahan atau pucat

3. Integritas Ego

Gejala : Banyakya stressor, masalah finansial

4. Makanan/Cairan

Gejala :

Kehilangan nafsu makan,mual/muntah

Tanda :

         Distensi abdomen

         Hiperaktif bunyi usus

         Kulit kering dengan turgor buruk

         Penampilan kakeksia(malnutrisi)

5. Neurosensori

Gejala :Sakit kepala daerah frontal (influnza)

Tanda :Perubahan mental (bingung, samnolen )

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala :

        Sakit kepala

15

Page 16: LP ISPA

       Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada

subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan

7. Pernafasan

Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.

Tanda :

         Adanya sputum atau sekret

         Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi

         Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau

nafas yang bronkhial

         Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku

8. Keamanan 

Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC)

Tanda :

Berkeringat

Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus

rubeola atau varisela

9. Penyuluhan/Pembelajaran

Tanda :

Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah

Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus

B. Penyimpangan KDM

16

Page 17: LP ISPA

C. Diagnosa Keperawatan

17

Invasi kuman dalam tubuh

Proses infeksi saluran pernapasan

Hiperemis

Bersihan Jalan nafas tidak efektif

Inflamasi

Udema mukosa Peningkatan produksi sekret

Respon termoregulasi

Gangguan pertukaran Gas

sesak

Reaksi antigen antibodi

Stimulus kemoreseptor hipotalamus

Ansietas

Perubahan status kesehatan anak

Stres dan hubungan keluarga / hereditas

Hipertermi

Pengeluaran zat vasoaktif

Nyeri

Peningkatan Evaporasi

Kehilangan cairan tubuh

Kekurangan Volume Cairan

Page 18: LP ISPA

1. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas

2. Ansietas

3. Hipertermi

4. Ketakutan

5. Kekurangan Volume Cairan

6. Gangguan Pertukaran Gas

7. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

8. Nyeri

9. Gangguan Persepsi/ Sensori

10. Risiko Kerusakan Integritas Kulit

D. Intervensi keperawatan

1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas

a. Batasan Karakteristik

Subyektif

Dispnea

Obyektif

Suara napas tambahan (misalnya, rale, crakle, ronki, dan mengi)

Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan

Batuk tidak ada atau tidak efektif

Sianosis

Kaesulitan untuk berbicara

Penurunan suara napas

Ortopnea

Gelisah

Sputum berlebihan

Mata terbelalak

b. Faktor yang berhubungan

Lingkungan: merokol, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.

18

Page 19: LP ISPA

Obstruksi Jalan Napas: Spasme jalan napas, retensi sekret, mukus

berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan

napas, sekret di bronki, dan eksudat di alveoli.

Fisiologis: Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial,

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), infeksi, asma, jalan napas

alergik [trauma].

c. Saran Penggunaan

Gunakan tabel batasan karakteristikpada Tabel, untuk membedakan

secara hati-hati di antara diagnosis ini dan diagnosis pernapasan

alternatif. Jika batukdan refleks muntah tidak efektif atau tidak ada

sekunder akibat anastesi gunakan Risiko aspirasi bukan

Ketidakefektifan pembersihan jalannapas agar berfokus pada

pencegahan aspirasi bukan mengajarkan batuk efektif.

Tabel

Diagnosis Ada Tidak Ada

Gangguan pertukaran

gas

Ketidakefektifan pada

napas

Ketidakefektifan

bersihan jalan napas

Gas darah yang tidak

normal

“Penampilan” usaha

napas pasien: napas

cuping hidung,

penggunaan otot

aksesorius,

pernapasan bibir

mencucu.

Gas darah abnormal

Batuk, batuk tidak

efektif

Batuk tidak efektif

Batuk

Takikardia, gelisah

Batuk tidak efektif

Obstruksi atau

aspirasi

Gas darah abnormal

19

Page 20: LP ISPA

Perubahan dalam

frekuensi atau

kedalaman

pernapasan

Biasanya disebabkan

peningkatan atau

membandelnya sekret

atau obstruksi (mis.,

aspirasi)

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan

Aspirasi, Risiko

Pola napas, ketidakefektifan

Pertukaran gas, gangguan

e. Hasil NOC

Pencegahan Aspirasi: Tindakan personal untuk mencegahmasuknya

cairan dan partikel pada ke dalam paru.

Suatu pernapasan: Kepatenan Jalan Napas: Jalan napas

trakeobronkial terbuka dan bersih untuk pertukaran gas.

Status Pernapasan Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar

paru.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi

Contoh Menggunakan Bahasa NOC

- Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif, yang

dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi; Status Pernapasa: Kepatenan

Jalan Napas; dan Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu.

20

Page 21: LP ISPA

- Menunjukkan Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas, yang

dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5:

gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):

Kemudahan bernapas

Frekuensi dan irama pernapasan

Pergerakan sputum keluar dari jalan napas.

Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas.

Contoh Lain:

Pasien akan :

- Batuk efektif

- Mengeluarkan sekret secara efektif

- Mempunyai jalan napas yang paten

- Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih.

- Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang

normal

- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal

- Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.

g. Intervensi NIC

Manajemen jalan napas: Memfasilitasi kepatenan jalan napas.

Pengisapan Jalan Napas: Mengeluarkan sekret dari jalan napas

dengan memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan napas

oral dan/atau trakea.

Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah atau meminimalkan faktor risiko

pada pasien yang berisiko mengalami aspirasi.

Manajemen Asma: Mengidentifikasi, menangani, dan mencegah

reaksi inflamasi/ konstriksi di dalam jalan napas.

Peningkatan batuk: Meningkatkan inhalasi dalam pada pasien yang

memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratoraksik dan

21

Page 22: LP ISPA

kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengerahan tenaga

dalam menghembuskan udara.

Pengaturan Posisi: Mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien

secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan

psikologis.

Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan dan menganalisis data

pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas

yang adekuat.

Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola napas spontan yang optimal,

yang memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam

paru.

h. Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

- Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini.

Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain

Keefektifan obat resep

Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia

Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan

Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus

kental dan keletihan.

- Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui

penurunan atau ketiadaan ventilasi danadanya suara napas

tambahan.

- Pengisapan Jalan Napas (NIC)

Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea

Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status

hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama

jantung) segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan.

Penyuluhan Untuk Pasien/Keluarga

22

Page 23: LP ISPA

- Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya,

oksigen, mesin pengisapan, spirometer, inhaler, dan intermittent

positive pressure breathing [IPPB])

- Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan

merokok di dalam ruang perawatan; beripenyuluhan tentang

pentingnya berhenti merokok.

- Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam

untuk memudahkan pengeluaran sekret.

- Ajarkan pasien untuk membebat/ mengganjal luka insisi pada saat

batuk

- Ajarkan pasien dan keluarga makna perubahan pada sputum,

seperti warna, karakter, jumlah dan bau.

- Pengisapan JalanNapas (NIC):Instruksikankepada pasien dan/atau

keluarga tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu.

Aktivitas Kolaboratif

- Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu

- Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi

atau peralatan pendukung.

- Berikan udara/ oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan)

sesuai dengan kebijakan institusi.

- Lakukan atau bantu dalamterapi aeroso,nebulizer ultrasonik, dan

perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol

institusi

- Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.

Aktivitas Lain

- Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret

- Anjurkan penggunaan spirometer insentif

- Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi

tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua

jam sekali

23

Page 24: LP ISPA

- Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk

menurunkan kecemasan, dan meningkatkan kontrol diri

- Berikan pasien dukungan emosio (misalnya, meyakinkan pasien

bahwa batuk tidak akan menyebabkan robekan atau “kerusakan”

jahitan)

- Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan

maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur

ditinggikan 45° kecuali ada kontraindikasi.

- Pengisapan nasofaring atau orofaring untuk mengeluarkan sekret

- Lakukan pengisapan endotrakea, atau nasotrakea, jika perlu.

(Hiperoksigenasi dengan Ambu bag sebelum dan setelah

pengisapan slang endotrakea atau trakeostomi.

- Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret

- Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan

dan sekret yang kental.

2. Ansietas

a. Batasan Karakteristik

Perilaku

Penurunan produksivitas

Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa

hidup

Gerakan yang tidak relevan (misalnya, mengeret kaki, gerakan lengan)

Gelisah

Memandang sekilas

Insomnia

Kontak mata buruk

Resah Menyelidik dan tidak waspada

Afektif

Gelisah

Kesedihan yang mendalam

24

Page 25: LP ISPA

Distres

Ketakutan

Perasaan yang tidak adekuat

Fokus pada diri sendiri

Peningkatan kekhawatiran

Iritabilitas

Gugup

Gembira berlebihan

Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten

Marah

Menyesal

Perasaan takut

Ketidakpastian

Khawatir

Fisiologis

Wajah tegang

Insomnia (non-NANDA)

Peningkatan keringat

Peningkatan ketegangan

Terguncang

Gemetar atau tremor di tangan

Suara bergetar

Parasimpatis

Nyeri abdomen

Penurunan tekanan darah

Penurunan nadi

Diare

Pingsan

Keletihan

Mual

25

Page 26: LP ISPA

Gangguan tidur

Kesemutan pada ekstremitas

Sering berkemih

Berkemih tidak lampias

Urgensi berkemih

Simpatis

Anoreksia

Eksitasi kardiovaskuler

Diare

Mulut kering

Wajah kemerahan

Jantung berdebar-debar

Peningkatan tekanan darah

Peningkatan nadi

Peningkatan refleks

Peningkatan pernapasan

Dilatasi pupil

Kesulitan bernapas

Vasokontriksi superfisial

Kedutan otot

Kelemahan

Kognitif

Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah

Keterbatasan kemampuan untuk belajar

Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa

hidup (non-NANDA)

Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik

Fokus pada diri sendiri (non-NANDA)

Mudah lupa

Gangguan perhatian

Tenggelam dalam dunia sendiri

26

Page 27: LP ISPA

Melamun

Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

b. Faktor yang Berhubungan

Terpajan toksin

Hubungan keluarga/ hereditas

Transmisi dan penularan interpersonal

Krisis situasi dan maturasi

Stres

Penyalahgunaan zat

Ancaman kematian

Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,

status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi

Ancaman terhadap konsep diri

Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang

esensial

Kebutuhan yang tidak terpenuhi

c. Saran Penggunaan

Ansietas Ketakutan

Manifestasi

Fisiologis

Jenis Ancaman

Perasaan

Stimulasi sistem saraf

parasimpatis dengan

peningkatan aktivitas

gastrointestinal

Biasanya psikologis

(misalnya terhadap

citra diri); tidak

spesifik

Tidak jelas, perasaan

Hanya respon simpati;

penurunan aktivitas

gastrointestinal

Seringkali fisik

(misalnya, terhadap

keamanan); spesifik,

dapat diidentifikasi

Perasaan ketakutan,

27

Page 28: LP ISPA

Sumber perasaan

tidak menentu

Tidak diketahui oleh

individu; tidak sadar

kekhawatiran

Diketahui oleh

individu

Tingkat Ansietas mempengaruhi aktivitas keperawatan sehingga

perlu disebutkan dalam pernyataan diagnosis:

- Ansietas ringan: terjadi dalam kehidupan sehari-hari;

meningkatkan kewaspadaan dan lapang persepsi; memotivasi

untuk belajar dan pertumbuhan

- Ansietas sedang: Penyempitan lapang persepsi; berfokus pada

perhatian segera, dengan tidak memerhatikan komunikasi

dandetailyang lain.

- Ansietas Berat: Fokus sangat sempit, hanya pada detail yang

spesifik, semua perilaku ditujukan untuk memperoleh peredaan

- Panik: Individu kehilangan kontrol dan merasakan peningkatan

aktivitas fisik, distorsi persepsi dan hubungan, serta kehilangan

cara berpikir yang rasional.

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan

Konflik pengambilan keputusan

Ansietas kematian

Ketakutan

Koping, ketidakefektifan

e. Hasil NOC

Tingkat Ansietas: Keparahan manifestasi kekhawatiran, ketegangan,

atau perasaan tidak tenang yang muncul dari sumber yang tidak dapat

diidentifikasi

28

Page 29: LP ISPA

Pengenalan-Diri Terhadap Ansietas: Tindakan personal untuk

menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir, tegang, atau

perasaan tidak tenang akibat sumber yang tidak dapat diidentifikasi

Konsentrasi : Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu

Koping: Tindakan personal untuk mengatasi stresor yang membebani

sumber-sumber individu.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi

- Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti Tingkat Ansietas hanya

ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan Pengendalian-Diri

terhadap Ansietas, Konsentrasi, dan Koping.

- Menunjukkan Pengendalian-Diri Terhadap Ansietas, yang

dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak

pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu)

Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan

Mempertahankan performa peran

Memantau distrosi persepsi sensori

Memantau manifestasi perilaku ansietas

Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas

Contoh lain:

Pasien akan

- Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami

kecemasan

- Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan

keterampilan yang baru

- Mengidentifikasi gejala yang merupakan indikator ansietas pasien

sendiri

- Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal.

g. Intervensi NIC

29

Page 30: LP ISPA

Bimbingan antisipasi: Mempersiapkan pasien menghadapi

kemungkinan krisis perkembangan dan/atau situasional)

Penurunan Ansietas: Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan,

prasangka, atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan

sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas.

Teknik Menenangkan Diri: Meredakan kecemasan pada pasien yang

mengalami distres akut

Peningkatan Koping: Membantu pasien untuk beradaptasi dengan

persepsi stresor, perubahan atau ancaman yang menghambat

pemenuhan tuntutan dan peran hidup.

Dukungan Emosi: Memberikan penenangan, penerimaan, dan

bantuan/ dukungan selama masa stres.

h. Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

- Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk

reaksi fisik

- Kaji untuk faktor budaya (misalnya, konflik nilai) yang menjadi

penyebab ansietas

- Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak

berhasil menurunkan ansietas di masa lalu.

- Reduksi Ansietas (NIC): Menentukan kemampuan pengambilan

keputusan pasien.

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

- Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk

kebutuhan untuk pengulangan, dukungan, dan pujian terhadap

tugas-tugas yang telah dipelajari.

- Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia,

seperti teman, tetangga, kelompok swabantu, tempat ibadah,

lembaga sukarelawan dan pusat rekreasi.

- Informasikan tentang gejala ansietas.

30

Page 31: LP ISPA

- Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara

serangan panik dan gejala penyakit fisik

- Penurunan Ansietas (NIC):

Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,

dan prognosis.

Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi

Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya

dialami selama prosedur.

Aktivitas Kolaboratif

- Penurunan Ansietas (NIC): Berikan obat untuk menurunkan

ansietas, jika perlu.

Aktivitas Lain

- Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang,

dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.

- Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal

pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas

- Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai

cara untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan

untuk mengurangi ansietas.

- Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta

terapi okupasi untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus.

- Coba teknik, seperti imajinasi bimbing dan relaksasi progresif

- Berikan penguatan posistif ketika pasien mampu meneruskan

aktivitas seharihari dan aktivitas lainnya meskipun mengalami

ansietas.

- Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik

secara verbal dan nonverbal secara bergantian.

- Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi, serta

izinkan pasien untuk menangis.

- Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan

lingkungan yang tenang, kontakyang terbatas dengan orang lain

31

Page 32: LP ISPA

jika dibutuhkan, serta pembatasan penggunaan kafein dan stimulan

lain.

- Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi ansietas yang dapat

diterima oleh pasien.

- Singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan

- Penurunan Ansietas (NIC):

Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku

pasien

Dampingi pasien [misalnya, selama prosedur]untuk

meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut.

Berikan pijatan punggung/pijatan leher, jika perlu

Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang

mencetuskan ansietas

3. Hipertermi

a. Batasan Karakteristik

Objektif

Kulit merah

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

[Frekuensi napas meningkat]

Kejang atau konvulsi

[Kulit] teraba hangat

Takikardia

Takipnea

b. Faktor yang Berhubungan

Dehidrasi

Penyakit atau trauma

Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat

Pakaian yang tidak tepat

32

Page 33: LP ISPA

Peningkatan laju metabolisme

Obat atau anastesia

Terpajan pada lingkungan yang panas [jangka panjang]

Aktivitas yang berlebihan

c. Saran Penggunaan

Aktivitas keperawatan,seperti melepaskan pakaian atau melakukan

mandi spons dingin, efektif untuk Hipertermia ringan.

Namun,hipertermia berat adalah kondisi yang mengancam jiwa dan

membutuhkan intervensi medis serta keperawatan. Pertimbangan juga

bahwa suhu yang meningkat mungkin bukan satu masalah, tetapi

hanya gejala proses penyakit/ infeksi, dan ini diatasi dengan obat,

seperti asetaminofen atau aspirin. Pada umumnya, hipertermia tidak

memerlukan tindakan keperawatan mandiri.

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan

Suhu tubuh, risiko ketidakseimbangan

Hipertermia, risiko (non-NANDA)

Termoregulasi, Ketidakefektifan

e. Hasil NOC

Termoregulasi: Keseimbangan antara produksi panas, peningkatan

panas, dan kehilangan panas.

Termoregulasi: Neonatus: Keseimbangan antara produksi panas,

peningkatan panas, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama

kehidupan.

Tanda- tanda Vital: Nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,

dan tekanan darah dalam rentang normal.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi

33

Page 34: LP ISPA

- Pasien akan menunjukkan Termoregulasi yang dibuktikan oleh

indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan

ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):

Peningkatan suhu kulit

Hipertermia

Dehidrasi

Mengantuk

- Pasien akan menunjukkan Termoregulasi yang dibuktikan oleh

indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat

sedang ringan, atau tidak ada gangguan):

Berkeringat saat panas

Denyut nadi radialis

Frekuensi pernapasan

Contoh Lain

Pasien dan keluarga akan:

- Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu

- Menjelaskan tndakan untuk mencegah atau meminimalkan

peningkatan suhu tubuh

- Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia

Bayi akan:

- Tidak mengalami gawat napas, gelisah atau letargi

- Menggunakan sikap tubuh yang dapat mengurangi panas.

g. Intervensi NIC

Terapi demam: Penatalaksanaan pasien yang mengalami

hiperpireksia akibat faktor selain lingkungan

Kewaspadaan Hipertermia Maligna: Pencegahan atau penurunan

respons hipermetabolik terhadap obat-obat farmakologis yang

digunakan selama pembedahan

34

Page 35: LP ISPA

Perawatan Bayi Baru Lahir: Penatalaksanaan neonatus selama

transisi dari ke kehidupan di luar rahim dan periode stabilisasi

selanjutnya.

Regulasi Suhu: Mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam

rentang normal.

Pemantauan Tanda Vital: Mengumpulkan dan menganalisis data

kardiovaskular; pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta

mencegah komplikasi.

h. Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

- Pantau aktivitas kejang

- Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran

mukosa).

- Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan.

- Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu

lingkungan

- Regulasi Suhu (NIC):

Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan

kebutuhan

Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu

Pantau warna kulit dan suhu

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

- Ajarkan pasien/ keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah

dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas,

dan keletihan akibat panas)

- Regulasi Suhu (NIC): Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan

tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu.

Aktivitas Kolaboratif

- Regulasi suhu (NIC):

Berikan obat antipiretik, jika perlu

35

Page 36: LP ISPA

Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk

mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu.

Aktivitas Lain

- Lepaskan pakaian yang berlebihna dan tutupi pasien dengan

selimut saja

- Gunakan waslap dingin (alat kantong es yang dibalut dengan kain)

di aksila, kening,tengkuk, dan lipat paha.

- Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari, dengan

tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau ativitas

sedang dalam cuaca panas.

- Gunakan kipas yang berputar di ruangan pasien

- Gunakan selimut pendingin.

36

Page 37: LP ISPA

DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II   book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 18 Februari 2012]. Available from: www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html

Susilo, Wawan. 2012. ISPA. [cited 18 Februari 2013). Available from: http://id.scribd.com/doc/111347924/Ispa

Wilkinson, Judith M. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Hardjito, Koekoeh. 2011. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Frekuensi Kejadian Sakit Pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Desa Jugo Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume II No 4, Oktober 2011: 255-261.

Anom Sukarnawa, A.A. 2007. Determinan Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kejadian ISPA pada Anak Balita Serta Manajemen Penanggulangannya di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No 1, Juli 2006: 49-58.

Susanti, Nurlaili. 2012. Efektivitas Kompres Dingin dan Hangat Dalam Penatalaksanaan Demam. Jurnal Sainstis. Volume 1, Nomor 1, April – September 2012 ISSN: 2089-0699

Artikel Aneka Obat Tradisional Untuk Anak Anak. 2006. [cited 18 Februari 2013). Available from: http: //eprints .uad .ac.id /1416/1/ ANEKA_ ARTIKEL _ TTG_ANAK-ANAK.pdf

37