lp litotripsi tetraparese.pdf

Upload: ristia-anggarini

Post on 14-Oct-2015

451 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LP LITOTRIPSI TETRAPARESE.pdf

TRANSCRIPT

  • LAPORAN KASUS KELOLAAN

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. B

    POST LITHOTRIPSI DENGAN TETRAPARESE

    DI RUANG MELATI 4 RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

    Tugas Mandiri

    Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi

    Program Studi Ilmu Keperawatan

    Disusun Oleh:

    Ristia Anggarini

    13/ 359170/KU/16493

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

    YOGYAKARTA

    2014

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. B

    POST LITHOTRIPSI DENGAN TETRAPARESE

    DI RUANG MELATI 4 RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

    Tugas Mandiri

    Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi

    Program Studi Ilmu Keperawatan

    Disusun Oleh:

    Ristia Anggarini

    13/ 359170/KU/16493

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

    YOGYAKARTA

    2014

  • I. LITHOTRIPSI A. Definisi

    Lithotripsi adalah suatu metode bedah untuk mengangkat batu dari saluran

    perkemihan yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih.

    B. Etiologi Penyebab utama dari Lithotripsi adalah, antara lain:

    1. Ginjal Calculi

    2. Ptosis

    3. Penyakit polisistik

    4. Obstruksi ureter Calculi

    5. Trauma

    6. Neprotopsis (ginjal terapung atau ginjal yang turun)

    7. Pembesaran kelenjar limfe

    8. Limposarkoma

    9. Penyakit hodkin

    10. Saluran kemih bawah Neoplasma pada kandung kemih

    11. Striktur urethra

    12. Trauma

    13. Inflamasi kronis

    14. Kalkuli

    15. Tumor

    16. Prostat hipertropi benigna (benigna prostat hipertropi/BPH)

    C. Patofisiologi Obstruksi perkemihan dapat terjadi disemua sistem perkemihan baik dari

    ginjal sampai uretra yang dapat menyebabkan tekanan yang dapat menyebabkan

    kerusakan fungsional dan anatomi pada jaringan parenkim ginjal. Bila salah satu

    bagian dari kandung kemih tersumbat , urin akan terkumpul dibelakang sumbatan

    yang dapat menimbulkan pelebaran pada struktur.

    Otot-otot pada daerah aferen berkontraksi untuk mendorong urin dari tempat

    yang tersumbat. Pada sumbatan yang sebagian dapat menimbulkan dilatasi yang

    lamban pada struktur didepan penyumbatan tanpa gangguan fungsional. Tapi bila

  • obstruksi meningkat mengakibatkan juga meningkatnya peningkatan tekanan pada

    sistem tubulus dibelakang penyumbatan menimbulkan aliran membalik dari urin

    sampai pelvis renalis dan menimbulkan pelebaran (hydroneprosis). Tekanan yang

    meningkat pada pelvis renalis berdampak kerusakan pada jaringan ginjal dan

    menimbulkan kegagalan ginjal.

    Obstruksi aliran kemih pada saat terjadinya penurunan mencapai titik stagnasi

    merupakan media baik untuk kultur pertumbuhan bakteri sehingga berpotensi

    terjadinya infeksi.

    Resiko yang sering tejadi apabila obstruksi mengenai pada saluran kemih

    bagian bawah dapat berakibat distensi vesica urinaria dan bila berlangsung lama

    dapat berakibat serabut-serabut otot menjadi hipertropi dan divercula (hernia dari

    kantong-kantong mukosa kandung kemih) dan akibat divertuculum menahan urin

    sering menyebabkan infeksi dan obstruksi yang terjadi pada saluran kemih bagian

    atas adalah timbulnya hidronefrosis karena ukuran ureter yang kecil dan juga

    ukuran pelvis renalis sehingga peningkatan tekanan menyebabkan ischemia arteri

    renalis diantara korteks renalis dan medula terjadi pelebaran tubulus yang

    berdampak rusaknya tubulus.

    Salah satu obstruksi yang paling sering terjadi adalah akibat obstruksi oleh

    batu pada saluran perkemihan yang dapat mengenai ginjal, ureter dan kandung

    kemih. Dan kasus terjadinya batu masih idiopatik sering predisposisi akibat intake

    kalsium oksalat dan fosfat, asam urin, cystine yang terlalu banyak.

    Proses terbentuknya batu diakibatkan oleh kristalisasi dari mineral dari

    matriks seputar pus, darah, jaringan yang tidak vital dan tiga perempat batu dalah

    terdiri dari bahan kalsium, fosfat dan asam urin dan systine serta peran

    peningkatan kosentrasi dari larutan urin disebabkan intake cairan rendah dan

    bahan-bahan organik akibat infeksi seperti peningkatan amonium dan magnesium

    fosfat.

    D. Tanda dan Gejala

    Dsyuria sampai nokturi Timbulnya infeksi

  • Timbul rasa nyeri pinggir badan dan dapat juga timbul rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk (kolik)

    Mual dan muntah E. Pemeriksaan Penunjang

    X-Ray Hasil laboratoriu IVP USG

    F. Penatalaksanaan Medik

    Konservatif: intake hidrasi 2500 ml/hari atau lebih banyak asal tidak kontradiksi.

    Operatif : dengan dilakukan lithotripsi II. TETRAPARESE

    A. Definisi Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya

    merupakan parese dari keempat ekstremitas. Tetra dari bahasa yunani

    sedangkan quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelemahan yang

    disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya

    sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan

    kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan

    tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang

    belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan

    sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan

    diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada

    keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan

    ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena

    penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).

    Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakannya :

    a. Tetrapares spastic

    Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron

    (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.

  • b. Tetraparese flaksid

    Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron

    (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni

    B. Etiologi Penyebab umun dari tetraparesis

    Complete/incomplete transection of cord with fracture Prolapsed disc Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome Guillain-Barre Syndrome

    Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut

    dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang

    juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi

    klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower

    motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga

    muka. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan

    timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf

    perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma

    pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput

    araknoid.

    Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada

    tempat tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks

    ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis

    terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka

    radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang

    paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu

    kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,

    kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan

    tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai

    atau otot-otot anggota gerak.

  • Transverse myelitis Acute myelitis Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak

    sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka terbuka

    ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses meningitis

    piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis

    mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan

    disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi.

    Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula spinalis setelah

    beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat itu sarang-sarang

    reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara difus sepanjang

    medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat terputus

    oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan

    kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau

    yang dikenal dengan istilah tetraparese.

    Anterior spinal artery occlusio Spinal cord compression Haemorrhage into syringomyelic cavaty Poliomyelitis

    Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang

    mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi

    servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas

    dan bawah. Pada umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen

    intumesensia servikal dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap

    kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang

    dilanda kelumpuhan LMN adalah ekstremitas.

    C. Tanda dan Gejala Gejala pada kelemahan motorik meliputi:

    kelemahan distal Kelemahan distal termasuk gangguan koordinasi tangan, kesulitan mengerjakn

    tugas (membuka kancing baju atau memutar anak kunci), floot slapping, jari

    ibu jari lecet, dan sering tersandung (frequent tripping).

  • Kelemahan proksimal Gejala kelemahan otot proksimal, seperti kesulitan turun tangga, kesulitan

    bangkit dari duduk, mudah terjatuh dan kesulitan mengangkat tangan

    melewati bahu.

    D. Pemeriksaan Kekuatan Otot

    Derajat 5: Kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan otot tersebut dengan tahan

    maksimal dari pemeriksa yang dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat

    kelelahan.

    Derajat 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melayang gaya berat dan juga melawan

    tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.

    Derajat 3 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tetapi tidak tidak

    dapat melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.

    Derajat 2: Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan (kesamping)

    Derajat 1 : Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot bersangkutan tanpa

    mengakibatkan gerak

    Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Parlise total III. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

    No Diagnosa Tujuan Intervensi

    1. Hambatan

    mobilitas fisik

    b.d penurunan

    kekuatan,

    kendali, atau

    massa otot.

    NOC: Ambulasi/ROM

    normal dipertahankan

    KH:

    -Sendi tidak kaku

    -Tidak terjadi atropi

    otot

    NIC:

    1. Terapi latihan Fisik: Mobilitas sendi

    -Jelaskan pada klien&kelg tujuan

    latihan pergerakan sendi.

    -Monitor lokasi&ketidaknyamanan

    selama latihan

    -Gunakan pakaian yang longgar

  • -Kaji kemampuan klien terhadap

    pergerakan

    -Encourage ROM aktif

    -Ajarkan ROM aktif/pasif pada

    klien/kelg.

    -Kaji perkembangan/kemajuan

    latihan

    2. Pengaturan Posisi:

    -Ubah posisi klien tiap 2 jam.

    -beri reinforceent positif pada klien

    dan keluarga

    2. Resiko infeksi

    b.d pemasangan

    DC dan tindakan

    invasif

    NOC: Kontrol Resiko

    KH:

    -Klien bebas dari

    tanda-tanda infeksi

    -Klien mampu

    menjelaskan

    tanda&gejala infeksi

    NIC: Proteksi Infeksi

    1. Mengobservasi&melaporkan

    tanda& gejala infeksi, spt

    kemerahan, hangat, rabas dan

    peningkatan suhu badan

    2. mengkaji suhu klien, melaporkan

    jika temperature lebih dari 380C

    3. Menggunakan thermometer

    elektronik atau merkuri untuk

    mengkaji suhu

    4. Catat laporkan nilai laboratorium

    5. kaji warna kulit, kelembaban kulit,

    tekstur dan turgor lakukan

    dokumentasi yang tepat pada setiap

    perubahan

    6. Dukung untuk konsumsi diet

    seimbang, penekanan pada protein

    untuk pembentukan system imun

    3. Defisit NOC: Perawatan Diri NIC: Bantuan Perawatan Diri

  • perawatan diri

    b.d gejala sisa

    stroke

    Klien dapat memenuhi

    kebutuhan perawatan

    diri

    KH:

    -Klien terbebas dari

    bau, dapat makan

    sendiri, dan

    berpakaian sendiri

    1. Observasi kemampuan klien untuk

    mandi, berpakaian dan makan.

    2. Bantu klien dalam posisi duduk,

    yakinkan kepala dan bahu tegak

    selama makan dan 1 jam setelah

    makan

    3. Hindari kelelahan sebelum makan,

    mandi dan berpakaian

    4. Dorong klien untuk tetap makan

    sedikit tapi sering

    4 Nyeri akut

    behubungan

    dengan akibat

    tindakan

    litrotripsi

    NOC: Pain Level

    Setelah dilakukan

    perawatan minimal 3

    hari, nyeri berkurang

    atau hilang dengan

    kriteria :

    - Klien tenang,

    klien dapat

    istirahat dengan

    tenang

    - Skala nyeri 1-3

    - Tanda vital

    normal

    NOC: Pain control

    Setelah dilakukan

    perawatan minimal 3

    hari pasien: mampu

    mengontrol nyeri

    dengan kriteria hasil :

    - pasien

    mengetahui

    NIC: Menejemen Nyeri:

    - Bina Hubungan Saling Percaya

    - Monitor TTV

    - Mengukur skala nyeri

    - Kompres air hangat

    - Melakukan pengkajian nyeri secara

    komprehensif meliputi lokasi,

    karakteristik, durasi, frekuensi,

    kualitas, intensitas, dan faktor

    pencetus nyeri.

    - Mengobservasi ketidaknyamanan

    secara nonverbal

    - Kolaborasikan pemakaian

    analgesic/obat farmakologi untuk

    mengurangi nyeri dengan dokter

    - Mengkaji dampak nyeri terhadap

    kualitas hidup

    - Mendukung istirahat yang adekuat

    untuk mengurangi nyeri

    - Mendukung pasien untuk berdiskusi

    tentang pengalaman nyerinya, jika

  • penyebab nyeri

    - mampu

    menggunakan

    tehnik

    nonfarmakologi

    untuk

    mengurangi nyer

    - Melaporkan

    gejala yang

    dirasakan kepada

    tenaga kesehatan

    diperlukan

    - Mempertahankan immobilisasi

    (back slab).

    - Berikan sokongan (support) pada

    area yang luka.

    - Mencegah pergeseran tulang dan

    penekanan pada jaringan yang luka.

    - mengajarkan teknik relaksasi

  • DAFTAR PUSTAKA Berman, Audrey; Shirlee J Snyder; Barbara Kozier; Glenora Erb. 2009. Buku Ajar

    Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi

    Keperawatan. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Doengoes, Marilyn E, et all. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman

    Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

    Isselbacher, K.J. 1999. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

    Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition. Mosby, Inc : Missouri.

    McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification FourthEdition. Mosby, Inc : Missouri.

    North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2012-2014. Philadelphia.