lubang resapan biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

10
1 AR 5221 arsitektur dan teknologi LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PELESTARIAN AIR DAN PENCEGAHAN BANJIR Menjaga Keberlangsungan Siklus Air Ditengah Semakin Terbatasnya Lahan Terbuka Kota Astri Anindya Sari (25209026) ABSTRAK Air bersih merupakan salah satu sumberdaya alam terbarukan yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Namun pesatnya perkembangan kota dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan terbuka sebagai fasilitas resapan air berakibat terganggunya siklus air yang menyebabkan isu kelangkaan air dewasa ini, terutama di musim kemarau. Disisi lain, keterbatasan lahan resapan ditambah lagi dengan buruknya system drainase permukiman dan kota menyebabkan terjadinya banjir terutama di daerah hilir sungai pada setiap musim hujan. Tulisan ini membahas karakteristik lubang resapan biopori dan sumur resapan yang dikenal sebagai teknologi untuk pelestarian air tanah. Lebih lanjut dilakukan perbandingan antara karakteristik kedua model tersebut untuk mencari model teknologi peresapan air yang paling sesuai untuk kondisi permukiman kota saat ini. Ditemukan bahwa lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna, dan ramah lingkungan yang lebih sesuai diterapkan pada kondisi perumahan kota dewasa ini. Selain manfaatnya tidak terbatas hanya sebagai resapan dan pencegah banjir, kesederhanaan teknologi lubang resapan biopori dengan fleksibilitas ruangnya serta biaya pembuatan yang murah merupakan keunggulan teknologi ini. Segala kelebihan tersebut membuat teknologi lubang resapan biopori dapat dengan mudah diaplikasikan dimanapun dan oleh siapapun. Kata kunci: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik PENDAHULUAN Salah satu sumberdaya alam yang menjadi kebutuhan dasar manusia adalah air bersih. Air sendiri sesungguhnya digolongkan sebagai sumber daya alam terbarukan yang siklusnya berputar sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Namun bersamaan dengan tinggginya pertambahan penduduk dan cepatnya pertumbuhan kota kebutuhan manusia akan lahan untuk hunian dan tempat beraktivitas semakin meningkat, dengan sendirinya luas lahan terbuka akan semakin berkurang. Padahal lahan terbuka merupakan salah satu sarana peresapan air hujan yang akan menjaga siklus air tetap berlangsung. Perancangan hunian rumah tinggal maupun bangunan-bangunan lain seharusnya memperhatikan fungsi peresapan air. Idealnya pada setiap bangunan yang didirikan harus terdapat lahan yang dibiarkan terbuka tanpa perkerasan, sehingga akan menjadi tempat bagi peresapan air hujan. Namun kecenderungan di kota-kota besar saat ini, ditengah harga tanah yang semakin tinggi dan kebutuhan akan hunian terus bertambah keberadaan lahan terbuka tanpa perkerasan sudah semakin jarang ditemukan. Fenomena tersebut terutama terjadi pada permukiman menengah kebawah padat penduduk, dimana sirkulasi jalan hanya berupa gang sempit, tak ada saluran air apalagi lahan terbuka untuk resapan. Hunian yang berdiripun dengan ukuran lahan yang terbatas. Hampir dapat dikatakan tak ada lahan tak

Upload: astri-anindya-sari

Post on 19-Jun-2015

3.280 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Air bersih merupakan salah satu sumberdaya alam terbarukan yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Namun pesatnya perkembangan kota dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan terbuka sebagai fasilitas resapan air berakibat terganggunya siklus air yang menyebabkan isu kelangkaan air dewasa ini, terutama di musim kemarau. Disisi lain, keterbatasan lahan resapan ditambah lagi dengan buruknya system drainase permukiman dan kota menyebabkan terjadinya banjir terutama di daerah hilir sungai pada setiap musim hujan.Tulisan ini membahas karakteristik lubang resapan biopori dan sumur resapan yang dikenal sebagai teknologi untuk pelestarian air tanah. Lebih lanjut dilakukan perbandingan antara karakteristik kedua model tersebut untuk mencari model teknologi peresapan air yang paling sesuai untuk kondisi permukiman kota saat ini. Ditemukan bahwa lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna, dan ramah lingkungan yang lebih sesuai diterapkan pada kondisi perumahan kota dewasa ini. Selain manfaatnya tidak terbatas hanya sebagai resapan dan pencegah banjir, kesederhanaan teknologi lubang resapan biopori dengan fleksibilitas ruangnya serta biaya pembuatan yang murah merupakan keunggulan teknologi ini. Segala kelebihan tersebut membuat teknologi lubang resapan biopori dapat dengan mudah diaplikasikan dimanapun dan oleh siapapun.

TRANSCRIPT

Page 1: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

1

AR 5221 arsitektur dan teknologi

LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI TEKNOLOGI TEPAT GUNA DANRAMAH LINGKUNGAN UNTUK PELESTARIAN AIR DAN PENCEGAHAN BANJIRMenjaga Keberlangsungan Siklus Air Ditengah Semakin Terbatasnya Lahan Terbuka Kota

Astri Anindya Sari (25209026)

ABSTRAK

Air bersih merupakan salah satu sumberdaya alam terbarukan yang menjadikebutuhan dasar manusia. Namun pesatnya perkembangan kota dan kurangnya kesadaranmasyarakat akan pentingnya lahan terbuka sebagai fasilitas resapan air berakibatterganggunya siklus air yang menyebabkan isu kelangkaan air dewasa ini, terutama di musimkemarau. Disisi lain, keterbatasan lahan resapan ditambah lagi dengan buruknya systemdrainase permukiman dan kota menyebabkan terjadinya banjir terutama di daerah hilir sungaipada setiap musim hujan.

Tulisan ini membahas karakteristik lubang resapan biopori dan sumur resapan yangdikenal sebagai teknologi untuk pelestarian air tanah. Lebih lanjut dilakukan perbandinganantara karakteristik kedua model tersebut untuk mencari model teknologi peresapan air yangpaling sesuai untuk kondisi permukiman kota saat ini.

Ditemukan bahwa lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna, dan ramahlingkungan yang lebih sesuai diterapkan pada kondisi perumahan kota dewasa ini. Selainmanfaatnya tidak terbatas hanya sebagai resapan dan pencegah banjir, kesederhanaanteknologi lubang resapan biopori dengan fleksibilitas ruangnya serta biaya pembuatan yangmurah merupakan keunggulan teknologi ini. Segala kelebihan tersebut membuat teknologilubang resapan biopori dapat dengan mudah diaplikasikan dimanapun dan oleh siapapun.

Kata kunci: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampahorganik

PENDAHULUAN

Salah satu sumberdaya alam yang menjadi kebutuhan dasar manusia adalah air

bersih. Air sendiri sesungguhnya digolongkan sebagai sumber daya alam terbarukan yang

siklusnya berputar sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Namun bersamaan dengan

tinggginya pertambahan penduduk dan cepatnya pertumbuhan kota kebutuhan manusia akan

lahan untuk hunian dan tempat beraktivitas semakin meningkat, dengan sendirinya luas lahan

terbuka akan semakin berkurang. Padahal lahan terbuka merupakan salah satu sarana

peresapan air hujan yang akan menjaga siklus air tetap berlangsung.

Perancangan hunian rumah tinggal maupun bangunan-bangunan lain seharusnya

memperhatikan fungsi peresapan air. Idealnya pada setiap bangunan yang didirikan harus

terdapat lahan yang dibiarkan terbuka tanpa perkerasan, sehingga akan menjadi tempat bagi

peresapan air hujan. Namun kecenderungan di kota-kota besar saat ini, ditengah harga

tanah yang semakin tinggi dan kebutuhan akan hunian terus bertambah keberadaan lahan

terbuka tanpa perkerasan sudah semakin jarang ditemukan. Fenomena tersebut terutama

terjadi pada permukiman menengah kebawah padat penduduk, dimana sirkulasi jalan hanya

berupa gang sempit, tak ada saluran air apalagi lahan terbuka untuk resapan. Hunian yang

berdiripun dengan ukuran lahan yang terbatas. Hampir dapat dikatakan tak ada lahan tak

Page 2: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

2

AR 5221 arsitektur dan teknologi

terbangun yang tersisa, kalaupun ada dapat dipastikan sebagian besar telah ditutup dengan

perkerasan.

Pada musim kemarau, eksploitasi air yang terus meningkat tanpa diiringi usaha

pelestariannya, berakibat pada kelangkaan air bersih. Namun disisi lain pada musim hujan,

keterbatasan lahan resapan ditambah buruknya sistem drainase menyebabkan banjir pada

daerah dataran rendah di kota.

Dari seluruh fenomena yang telah dikemukakan, diketahui bahwa untuk mengatasi

permasalahan kelangkaan air bersih dan banjir di Indonesia dibutuhkan teknologi tepat guna

yang dapat diterapkan oleh seluruh anggota masyarakat ditengah semakin berkurangnya luas

lahan terbuka untuk resapan air.

Tulisan ini membahas karakteristik dari dua teknologi pelestarian air tanah yang telah

dikenal masyarakat yaitu lubang resapan biopori dan sumur resapan. Lebih lanjut dilakukan

perbandingan antara karakteristik kedua teknologi tersebut untuk mencari model teknologi

peresapan air yang paling sesuai untuk kondisi permukiman kota saat ini

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan tentang kondisi

pemanfaatan air, serta kondisi fisik lingkungan permukiman saat ini yang menyebabkan

kelangkaan air pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Studi pustaka juga

dilakukan untuk mengkaji karakteristik teknologi peresapan air yang dikenal masyarakat yakni

lubang resapan biopori (LRB) dan sumur resapan. Dari hasil studi kepustakaan, dilakukan

analisis perbandingan antara karekteristik LRB dangan sumur resapan, sehingga dapat

diketahui teknologi peresapan air yang lebih dapat diterapkan oleh masyarakat dan sesuai

dengan kondisi fisik permukiman saat ini. Hasil studi akan disajikan dalam bentuk deskripsi

KAJIAN PUSTAKA

Gambaran Kondisi Pemanfaatan Air dan Fisik Ruang Lingkungan

Pesatnya pertumbuhan kota berakibat langsung pada makin terbatasnya ruang

terbuka yang sedianya digunakan sebagai lahan resapan air hujan sebagai usaha untuk

menyeimbangkan siklus air dan menjaga kelestariannya. Selain itu laju pertambahan jumlah

penduduk dan ekspansi ekonomi menyebabkan semakin tingginya eksploitasi terhadap

sumber daya air. Eksploitasi air tanpa diikuti usaha-usaha pelestarian sumber daya alam ini

membuat kelangkaan terhadap air dialami oleh sebagian masyarakat terutama di daerah hilir

sungai terutama pada musim kemarau (Salim et al, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Salim et al, 2009 pada permukiman di daerah riparian

sungai Cikapundung di kota Bandung menunjukkan kekurang pedulian masyarakat terhadap

pelestarian air. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dari preferensi masyarakat dalam

memperlakukan lahan tak terbangun pada rumah mereka, serta material yang dipilih sebagai

perkerasan.

Page 3: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

3

AR 5221 arsitektur dan teknologi

Hasil penelitian Salim et al, 2009 pada permukiman formal dan informal daerah

riparian Cikapundung, termasuk didalamnya 7 kecamatan di kota Bandung yaitu kecamatan

Regol, Sumur Bandung, Coblong, Bandung Wetan, Bandung Kidul, Cikawao, dan Dayeuh

Kolot ditunjukkan pada diagram 1 dan 2. Dari diagram 1 diketahui bahwa sebagian besar

responden (63%) menutup 80-100% lahan tak terbangun pada rumahnya, sedang yang

membiarkan >50% tetap terbuka tanpa perkerasan hanya sebagian kecil dari responden

(24%). Banyaknya masyarakat yang memilih memberikan perkerasan pada sisa lahan

terbangun di rumahnya dilatarbelakangi berbagai alasan, diantaranya alasan fungsional,

seperti fungsi sirkulasi maupun tempat parkir, selain juga alasan kebersihan dan kerapihan.

Diagram 2 menunjukkan material yang dipilih oleh responden untuk perkerasan halaman

rumah mereka. Terlihat bahwa sebagian besar responden (62%) memilih menggunakan

semen dan beton sebagai material perkerasan. Sebesar 24% memilih keramik, dan hanya

14% dari keseluruhan responden yang memilih menggunakan paving. Pemilihan material

semen lebih didasarkan karena kepraktisan dan harganya yang murah, sedangkan keramik

dipilih karena alasan keindahan, sebaliknya paving jarang digunakan karena harganya yang

mahal. Padahal sebagaimana diketahui semen, beton, dan keramik merupakan material

perkerasan yang tidak memungkinkan air meresap kedalam tanah melalui sela-selanya.

Selain itu menurut Salim et al, 2009 fakta di permukiman non formal saluran drainase

kadang kala tidak ada, kalaupun ada kemampuan daya tampungnya minim, belum lagi

kebiasaan masyarakat yang menyatukan saluran drainase dengan saluran buangan limbah

menimbulkan masalah lingkungan yang lain saat terjadi kerusakan yang harus diperbaiki.

Sedangkan pada permukiman formal saluran drainase penampungan air hujan disedikan dan

dialirkan menuju sungai. Dapat dikatakan bahwa hampir semua penduduk membiarkan air

hujan sebagai limpasan air yang terbuang dan sedikit sekali menampungnya untuk

pemanfaatan kebutuhan air sehari-hari. Disisi lain, buruknya sistem drainase ditambah

penggunaan material perkerasan yang tak mampu menyerap air akan membuat limpasan air

hujan meluap ke jalanan dan menyebabkan banjir.

Salim et al, 2009 menyatakan bahwa pelestarian air meski telah menjadi pengetahuan

umum bagi masyarakat namun belum menjadi kesadaran untuk diaplikasikan dalam tindakan

nyata, misalnya dengan membuat sumur resapan. Masalah dana dan pengetahuan teknis

tentang pengaliran air limbah dan air hujan menjadi kendala bagi penduduk yang sebagian

besar pendidikannya rendah serta pendatang yang profesinya sebagai pekerja pabrik

sepertinya tidak memiliki waktu yang cukup untuk peduli terhadap lingkungan.

sumber: Salim,et al, 2009

Diagram 1. Prosentase Lahan TertutupPerkerasan Pada Halaman Rumah

Masyarakat di 7 Kecamatan Kota Bandung

Diagram 2. Pemilihan Material PerkerasanPada Halaman Rumah Masyarakat di 7

Kecamatan Kota Bandung

Page 4: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

4

AR 5221 arsitektur dan teknologi

Dalam hal pemanfaatan air dan usaha penghematan terhadap sumber daya ini, tidak

ada yang responden yang menyetujui penggunakan kembali air bekas pakai atau cuci di unit

rumah tangga karena persepsi mereka yang menyatakan air bekas adalah air kotor yang

perlu dibuang dan pesepsi bahwa air bersih lebih baik untuk digunakan daripada

menggunakan air bekas cuci (Salim et al, 2009).

Dari gambaran mengenai kondisi pemanfaatan dan fisik di ruang lingkungan tersebut,

dapat diketahui rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya

menjaga kelestarian dan keberlangsungan siklus air. Kondisi tersebut menuntut adanya

suatu teknologi tepat guna yang fleksibel dan dapat dengan mudah diaplikasikan oleh seluruh

golongan masyarakat pada huniannya masing-masing.

Lubang Resapan Biopori, Karakteristik dan Manfaatnya

Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan metode alternatif untuk meningkatkan

daya resap air hujan ke dalam tanah. Metode ini pertama kali dicetuskan oleh Dr. Kamir R.

Brata, seorang peneliti seorang peneliti dan dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber

Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah

yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisma di dalamnya, seperti cacing, perakaran

tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara,

dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. (Tim Biopori IPB, 2007). Apabila

lubang-lubang seperti ini dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang

tanah untuk meresapkan air akan diharapkan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan

tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan

tanah, dan dengan sendirinya genangan-genangan air di permukaan tanah pada musim hujan

dapat dihindari.

Lubang Resapan Biopori dibuat dengan membuat

lubang pada tanah dengan diameter 10-30 cm, dan

kedalaman 80-100 cm, atau dalam kasus tanah dengan

permukaan air tanah dangkal tidak sampai melebihi

kedalaman muka air tanah. Selanjutnya kedalam lubang

tersebut dimasukkan sampah organik setingggi 2/3 lubang,

dapat berupa sampah dapur maupun daun-daunan kering

(Tim Biopori IPB,2007). Sampah organik tersebut

berfungsi sebagai makanan bagi cacing dan mikro

organisma tanah lainnya, yang akan beraktifitas dan

membuat lubang-lubang kecil (biopori) pada dinding LRB

yang dibuat. Keberadaan lubang-lubang inilah yang akan meningkatkan dan mempercepat

daya resap tanah terhadap air.

Untuk mencegah masuknya tikus atau hewan lain kedalam lubang atau agar anak

kecil tidak terperosok, maka dapat diberikan alternatif dengan menutup lubang biopori dengan

loster yang sebelumnya diberi penutup kasa.

Gb.1 Lubang Resapan Bioporisumber: Almendah (2009)

Page 5: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

5

AR 5221 arsitektur dan teknologi

Diameter LRB yang relatif kecil (10 cm) memungkinkan lubang resapan ini dibuat

dengan fleksibel pada daerah dengan luas lahan terbuka yang sempit, bahkan pada daerah

yang telah diberi perkerasan 100% sekalipun, Brata (2007). Untuk mempermudah

pembuatan lubang dapat digunakan bor khusus yang telah banyak tersedia di pasaran

dengan harga tak terlalu mahal. Karena itu LRB memperkecil ruang alasan bagi masyarakat

siapapun dan dimanapun untuk tidak mengambil peran bagi upaya pelestarian lingkungan,

dengan cara meresapkan air hujan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah, sekaligus

memproses sampah yang mereka hasilkan masing-masing dengan memilahnya menjadi

sampah organik dan anorganik.

Daya resap air akan tergantung dari jenis tanah pada lokasi dimana LRB dibuat.

Karenanya menurut Tim Biopori, IPB (2007) untuk menambah efektifitasnya, jumlah LRB

yang diperlukan untuk luasan lahan tertentu pada daerah tertentu dapat dihitung dengan

persamaan: Jumlah LRB = intensitas hujan(mm/jam) x luas bidang kedap (m2) / Laju

Peresapan Air per Lubang (liter/jam). Namun untuk kemudahan, yang biasa dilakukan adalah

pembuatan LRB setiap jarak ± 1 m pada daerah-daerah yang dilalui air hujan maupun didasar

selokan.

Untuk perawatannya, LRB harus terus menerus dijaga agar tetap terisi sampah

organik sebagai makanan mikro organisme tanah. Sampah organik yang dimasukkan

kedalam LRB dalam jangka 2-4 minggu akan membusuk dan berubah menjadi kompos.

Kompos yang diproduksi dapat diambil dan dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman.

Apabila tidak diambil maka kompos tersebut akan terurai dalam tanah, oleh karenanya lubang

harus diperiksa dan diisi dengan sampah organik kembali secara teratur. Apabila diameter

lubang resapan biopori berukuran 10 cm dan dalamnya 100 cm, maka satu lubang dapat

Gb 3. Lubang Resapan Biopori Pada Jalan dan Dasar Selokan, Dengan 100% Perkerasansumber: Parantri, (2010) dan Johnherf, (2008)

Gb 2. Lubang Resapan Biopori Pada Hunian Dengan Penutup Loster dan Kasasumber: Hasan, 2008

Page 6: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

6

AR 5221 arsitektur dan teknologi

menampung sampai dengan 7,8 liter sampah organik. Dengan demikian salah satu manfaat

lain LRB adalah sebagai alat pengolahan sampah organik.

Selain manfaat yang telah disebutkan, manfaat lain lubang resapan biopori menurut

Johnherf, (2008) adalah memelihara cadangan air tanah, mencegah terjadi keamblesan

(subsidence) dan keretakan tanah, menghambat intrusi air laut, mengubah sampah organik

menjadi kompos, meningkatkan kesuburan tanah, menjaga keanekaragaman hayati dalam

tanah, mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam

berdarah, malaria, kaki gajah, mengurangi masalah pembuangan sampah yang

mengakibatkan pencemaran udara dan perairan, mengurang emisi gas rumah kaca (CO2 dan

metan), serta mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan. Karena karakteristiknya yang

sederhana, mudah, dan murah, serta manfaatnya tidak hanya mencakup satu aspek saja,

maka tidaklah berlebihan apabila LRB disebut sebagai teknologi tepat guna dan multi fungsi

yang dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan alam di era pemanasan global dewasa

ini.

Karakteristik Sumur Resapan Sebagai Alternatif Teknologi Penyimpan Air Tanah

Sumur resapan telah lama dikenal sebagai rekayasa teknik konservasi air yang

berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali

dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan diatas atap

rumah dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,1994 dalam Mulyana, 2007).

Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaaan Umum menetapkan data teknis sumur

resapan air yaitu sebagai berikut : (1) Ukuran maksimum diameter 1,4 meter, (2) Ukuran pipa

masuk diameter 110 mm, (3) Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm, (4) Ukuran kedalaman

1,5 sampai dengan 3 meter, (5) Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dari campuran

1 semen : 4 pasir tanpa plester, (6) Rongga sumur resapan diisi dengan batu kosong 20/20

setebal 40 cm, (7) Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1

semen : 2 pasir : 3 kerikil. Sedangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 115 tahun 2001,

memberikan ilustrasi gambar desain sumur resapan seperti terlihat pada gambar 4,

(Wardoyo, 2004).

Gb 4. Penampang Sumur Resapan Berdasarkan keputusan Gubernur DKI JakartaNo.115 tahun 2001.

sumber: Waryono, (2004)

Page 7: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

AR 5221 arsitektur dan teknologi

Arahan umur resapan di DKI Jakarta, memberikan gambaran besaran volume air

tersedia berdasarkan luas kanopi bangunan. Kelemahan dari teknologi sumur resapan

tersebut,sulit diimplementasikan pada permukiman-permukiman padat bangunan. Atas dasar

itulah pentingnya alternatif pembuatan sumur resapan secara komunal berdasarkan diameter

sumur p

P uk lingkungan permukiman salah

satunya em ini satu sumur resapan dengan

ukuran

komuna

N

dilakuka

direncan

pembua

dibangu

harus d

demikia

dimungk

informa

S

resapan

batas m

penentu

untuk su

1. S

2. A

3. P

s

4. H

5. H

S

jumlah

er satuan luas (m2/ha), Wardoyo (2004).

embuatan sumur resapan secara komunal unt

berfungsi untuk menekan biaya, karena pada sist

tertentu dapat digunakan untuk beberapa unit hunian sekaligus. Sumur resapan untuk

l, dapat dibuat pada bahu jalan seperti tampak pada gambar 5.

a

n

a

ta

nn

i

n

l, s

t

a

u

a

m

u

i

e

e

a

a

e

air

atan Sumur Resapannal Pada Permukiman

Gb.5 PembuSecara Komu

mun kelemahan pembuatan sumur resapan secara komunal ini kurang fleksibel

pada peru

kan skala

n sumur re

ya jalan. B

umur resap

andar Nasio

ir hujan unt

ka air tanah

n sumur res

ur resapan

mur resapa

r yang masu

netapan su

kitarnya;

rus mempe

l-hal yang t

dangkan m

yang masu

Dengan Memanfaatkan Bahu Jalansumber: Said et,al

mahan informal, atau hanya dapat dilakukan pada perumahan yang

besar (perumahan oleh pengembang). Hal tersebut terjadi karena

sapan dibawah bahu jalan harus direncanakan sejak awal sebelum

egitupun dengan pemasangan pipa-pipa saluran dari setiap unit rumah

as pondasi. Dengan

tidak serentak tidak

Untuk rumah-rumah

rencanakan ketika tahap pembangunan rumah masih dalam bat

, perumahan informal dimana perencanaan pembangunannya

inkan memakai sumur resapan dengan sistem komunal ini.

7

an yang biasa digunakan adalah pada halaman atau pekarangan.

nal Indonesia No: 03-2453-2002 menetapkan cara perencanaan sumur

uk lahan pekarangan termasuk persyaratan umum dan teknis mengenai

, nilai permeabilitas tanah, jarak terhadap bangunan, perhitungan dan

apan air hujan (Mulyana,2007). Persyaratan umum yang harus dipenuhi

di halaman atau pekarangan antara lain sebagai berikut:

n air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar;

k ke dalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar;

mur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan bangunan

rhatikan peraturan daerah setempat;

idak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi yang berwenang.

anfaat sumur resapan sendiri menurut Said, et al adalah menambah

k kedalam tanah sehingga dapat menjaga kesetimbangan hidrologi air

Page 8: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

8

AR 5221 arsitektur dan teknologi

tanah dan dapat mencegah intrusi air laut, mereduksi dimensi jaringan drainase dapat sampai

nol jika diperlukan, menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah, mempertahankan tinggi

muka air tanah, mengurangi limpasan permukaan sehingga dapat mencegah banjir,

mencegah terjadinya penurunan tanah, dan melestarikan teknologi tradisional.

PEMBAHASAN

Analisis Perbandingan Teknologi Lubang Resapan Biopori Dengan Sumur Resapan

Analisis perbandingan ini dilakukan untuk mencari teknologi pelestarian air tanah yang

paling sesuai dan dapat diaplikasikan pada kondisi permukiman saat ini. Analisis dilakukan

dengan membandingkan karakteristik LRB dan sumur resapan, selanjutnya dilihat kesesuaian

karakteristik tersebut dengan kondisi fisik pemukiman dewasa ini.

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Lubang Resapan Biopori dan Sumur Resapan

Aspek Lubang Resapan Biopori Sumur Resapan

Fleksibilitas ukuran - Ø 10 cm, kecil dan fleksibel dalam

penempatannya, tidak membutuhkan

lahan yang luas, dapat dibuat pada

lahan 100% telah tertutup perkerasan.

- Dapat dibuat kapan saja dan dimana

saja, tidak harus direncanakan terlebih

dahulu sebelum pembangunan rumah.

- Ø 1-1,5 m, membutuhkan lahan

yang relative lebih luas daripada

LRB, tidak dapat diterapkan pada

permukiman informal padat

penduduk tanpa perencanaan

dahulu sebelumnya.

- Sumur resapan komunal tidak

dapat digunakan untuk

permukiman informal

- Perletakannya kurang fleksibel

disbanding LRB

Kesulitan - Teknologinya sangat sederhana,

mudah dimengerti oleh siapapun.

- Pembuatannya cepat, dipermudah

dengan alat bor maka satu lubang

dapat diselesaikan ± 10 menit

Membutuhkan keterampilan khusus

untuk konstruksinya (lebih rumit dari

LRB sehingga untuk pembuatannya

membutuhkan tenaga kerja, yang

akhirnya juga menelan biaya

Harga - Relatif murah, yang dibutuhkan hanya

alat bor seharga Rp 150.000-200.000

yang dapat digunakan berkali-kali.

Akan menjadi jauh lebih murah apabila

satu alat bor dimiliki oleh beberapa

orang, misalkan dibeli oleh RT untuk

warganya.

- Mudah dikerjakan sendiri, sehingga

tidak perlu membayar tenaga kerja.

- Harga material dalam pembuatan

sumur resapan, seperti bata, pipa,

ijuk, dan lain sebagainya tentunya

lebih mahal daripada biaya

pembuatan LRB.

- Membutuhkan biaya untuk tenaga

pekerja

Daya Tampung - Satu lubang dengan diameter 10 cm

dapat menampung sampah organik ±

7,8 liter.

- Karena ukurannya yang lebih kecil,

dan fungsinya bukan untuk

menampung air tentu daya tampung

- Daya tampung air lebih besar

daripada LRB, namun tidak

berfungsi meningkatkan daya

resap tanah terhadap air, sehingga

tidak dapat mengatasi

permasalahan genangan air,

Page 9: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

9

AR 5221 arsitektur dan teknologi

air pada LRB lebih kecil daripada

sumur resapan. Namun keberadaan

biopori yang terbentuk dari aktivitas

organisma tanah didalamnya mampu

meningkatkan daya serap tanah

terhadap air, sehingga yang terjadi

adalah penambahan luas penampang

tanah. Makin berkali-lipat luas

penampang tanah, makin besar pula

potensi meresapkan air ke dalam

tanah.

- Karena berfungsi meningkatkan daya

serap tanah terhadap air, maka dapat

juga mengatasi masalah genangan air

akibat hujan yang ada disekitar LRB,Brata (2007) dalam Tunggal, (2008)

kecuali jika secara langsung

diarahkan melalui pipa masuk ke

sumur resapan.

Manfaat - Selain bermanfaat dalam pelestarian

air juga sebagai pengolah sampah

organik menjadi kompos yang

menyuburkan tanah.

- Hanya berfungsi sebagai

penyimpan air tanah, tidak untuk

mengolah sampah.

sumber: analisis pribadi, 2010

Dari analisis perbandingan karakteristik antara LRB dan sumur resapan diatas, terlihat

bahwa yang lebih efektif untuk diterapkan pada kondisi permukiman kota saat ini dimana

lahan terbuka sudah semakin sempit adalah LRB. LRB dengan fleksibilitas ukurannya yang

jauh lebih kecil dan sederhana dibandingkan sumur resapan dapat diterapkan pada

permukiman padat penduduk yang bahkan terlanjur tidak menyisakan lahan terbuka tanpa

perkerasan. Sementara sumur resapan kurang efektif untuk diterapkan karena pembuatan

sumur resapan terutama pipanisasinya menuntut perencanaan sejak awal pembangunan

rumah.

Kesederhanaan lubang resapan biopori membuat teknologi ini dapat dengan mudah

dimengerti dan diterapkan oleh siapapun. Terlebih pembiayaannya yang murah, terutama jika

dibandingkan dengan biaya pembuatan satu sumur resapan memungkinkan LRB dibuat oleh

masyarakat dari segala tingkat ekonomi.

Daya tampung sumur resapan terhadapair memang lebih besar daripada LRB, namun

LRB berfungsi meningkatkan daya serap tanah terhadap air, dan lubang-lubang biopori yang

dibentuk oleh mikroorganisma didalam tanah akan meningkatkan luas penampang tanah

yang mampu menyerap air. Keuntungan itulah yang tidak terdapat pada sumur resapan.

Dilihat dari sisi manfaat, teknologi LRB dapat memberikan beberapa manfaat

sekaligus pada aspek yang berbeda (tidak hanya dari aspek air dan tanah saja) namun juga

sebagai salah satu cara pengelolaan sampah organik, dan menghasilkan kompos. Dengan

membuat LRB dalam huniannya, maka masyarakat akan dituntut untuk membiasakan diri

memisahkan sampah rumah tangganya menjadi sampah organik dan anorganik. Sehingga

Page 10: Lubang Resapan Biopori, tepat guna, pelestarian air, banjir, kompos, sampah organik

10

AR 5221 arsitektur dan teknologi

dengan teknologi ini masyarakat akan dapat berpartisipasi untuk menjaga keseimbangan

lingkungan.

KESIMPULANDalam kondisi pesatnya pertumbuhan kota saat ini, dimana ketersediaan lahan

terbuka untuk resapan semakin terbatas dan digantikan oleh perkerasan, dibutuhkan satu

teknologi tepat guna untuk menjaga kelestarian air tanah sehingga siklusnya akan selalu

berputar dan ketersediaannya selalu terjaga.

Teknologi tepat guna yang dimaksud disini adalah bahwa teknologi itu harus

sederhana, dan murah. Selain itu perencanaannya juga fleksibel dan dapat diterapkan dengan

mudah. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya lahan untuk resapan lebih banyak pada

perumahan informal padat penduduk, dimana rumah-rumah terbangun secara incremental

tanpa perencanaan dan berdiri pada lahan seadanya sehingga perencanaan lahan resapan

seringkali diabaikan. Masyarakat pada daerah inipun umumnya berada pada tingkat ekonomi

bawah sehingga perencanaan teknologi penyimpanan air tanah seperti sumur resapan

cenderung ditinggalkan karena akan memakan biaya.

Teknologi lubang resapan biopori dinilai dapat menjawab tantangan tersebut. Cara

pembuatannya yang mudah, dan murah, serta ukrannya menyebabkan teknologi ini dapat

diterapkan dengan mudah oleh siapapun. Ditambah lagi teknologi ramah lingkungan ini selain

berfungsi menjaga kelestarian air tanah, dan mencegah banjir, juga mampu mengatasi

masalah sampah organik dengan merubahnya menjadi kompos yang menyuburkan tanaman,

DAFTAR PUSTAKA

Alamendah, (2009), Lubang Resapan Biopori, Sederhana Tepat Guna,http://alamendah.wordpress.com

Hasan, (2008), Biopori di Rumah, http://hasant.wordpress.comJohnherf, (2008), Biopori Sebagai Peresap Air yang Mengatasi Banjir dan Sampah,

http://johnherf.wordpress.com/2008/02/21Mulyana, Rachmat, Solusi Mengatasi Banjir dan Menurunnya Permukaan Air Tanah Pada

Kawasan Perumahan, http://bebasbanjir2015.wordpress.comParantri, Galuh,(2010), Biopori adalah Solusi, http://kompasiana.com/supergalSaid, Nusa Idaman, Haryoto Indriatmoko, Nugro Raharjo, Arie Herlambang, Teknologi

Konservasi Air dengan Sumur Resapan,http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Sumur/sumur.html

Salim, Suparti Amir, Wanda Yovita, Yuni Sri Wahyuni, (2009), Revitalisasi Permukiman Kota:Pengembangan Pola-pola Baru Penataan Permukiman Kota Berbasis Penyediaandan Penggunaan Air Secara Berkelanjutan, Bandung; ITB

Tim Biopori IPB, (2007), Jumlah LRB yang Disarankan, http://www.biopori.com/jumlah.php.Tim Biopori IPB, (2007), Lubang Resapan Biopori (LBR),

http://www.biopori.com/resapan_biopori.phpTunggal, Nawa, (2008), Kamir Raziudin Brata, Pencetus Lubang Resapan Biopori, Kompas 8

Maret 2008, www.kompas.comWaryono, Tarsoen, (2004), Aplikasi Teknologi Sumur Resapan Ramah Lingkungan Dalam

Kancah Revitalisasi Air Tanah, Kumpulan Makalah periode 1987-2008, Jakarta; UI