ludruk

Upload: ramadhani

Post on 05-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Ludruk

TRANSCRIPT

Ludruk, Budaya Pusaka Jawa TimurLudruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, legenda, dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.Hasil penelitian Suripan Sadi Hutomo, menurut kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda (1847), Ludruk artinya Grappermaker (badutan). Sedangkan menurut S.Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat jawa timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan dengan rajanya Gjayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa candi Badhut.Pada tahun 1994 , grup ludruk keliling hanya 14 group saja. Mereka bermain di desa-desa yang belum mempunyai listrik dengan tarif Rp 350. Group ini didukung oleh 50-60 orang pemain. Penghasilan mereka sangat minim yaitu Rp 1500 s/d 2500 per malam. Sewaktu James L Peacok (1963-1964) mengadakan penelitian ludruk di Surabaya tercatat sebanyak 594 grup kesenian ludruk. Kabupaten Jombang dipercayai menjadi tempat asal usul Ludruk. Ludruk kemudian menyebar ke Surabaya dan wilayah budaya Arek pada umumnya. Penyebaran ini tidak terlepas dari posisi Surabaya sebagai kota besar dan pusat perdagangan. Suripan Sadi Hutomo (1990:7) telah menyajikan sistematika sejarah ludruk berdasarkan manuskrip, kamus, artikel, dan laporan pejabat pemerintah kolonial Belanda. Berawal dari Lerok Bandan, yaitu seni pertunjukan rakyat yang dipentaskan di halaman, didukung dengan alat musik yang amat sederhana, antara lain, kendang dan jidor dengan didukung oleh pelaku panggung yang menyajikan adegan mistis, kesaktian atau kekebalan.Pertunjukan ini seringkali digunakan sebagai pengobatan anak yang sedang sakit. Bentuk seni ludruk ini diperkirakan telah muncul ada abad ke-13 dan ke-14 bahkan sampai abad ke-16. Kemudian dikenalah istilah Sandiwara Lerok yang telah dilengkapi dengan musik pengiring gamelan sederhana, tetapi di dalamnya sudah terdapat kidung/kidungan. Bentuk ini masih menyajikan unsur mistis, kekuatan gaib, tenaga dalam dan serangkaian sistem religi Jawa yang lain. Setelah itu muncul istilah Lerok Besut dan Lerok Ngamen yang mendapat sambutan besar dari masyarakatnya. Para pemainnya sering diundang ke tempat orang-orang yang punya hajat, misalnya acara penganten, khitanan, ngruwat/melepas kaul, dan lain-lainnya dengan sebutan nanggap lerok (Supriyanto, 2001:11). Paling akhir muncul adalah bentuk lerok berlakon, yakni penyajian seni pertunjukan dengan dukungan cerita. Lerok berlakon ini memasuki masa popularitas yang tinggi sesudah zaman Jepang dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia. D. Djajakusuma pada sarasehan ludruk di Surabaya pada tahun 1987 mengatakan bahwa pada awal abad ke-19, kata ludruk telah dikenal di lingkungan masyarakat Jawa Timur. Berdasarkan data tersebut, Suripan Sadi Hutomo menyimpulkan bahwa pada abad ke-17 kata ludruk dalam arti badhut atau bebadhutan telah menjadi kesenian rakyat.Sebagai produk budaya lokal yang khas, ludruk memiliki karakteristik yang tidak ditemukan dalam seni tradisional yang lain. Sedyawati (dalam Supriyanto, 1992:23-24) menyatakan bahwa ludruk sebagai drama tradisional, memiliki ciri khas, antara lain:1. Pertunjukan ludruk dilakukan secara improvisatoris, tanpa persiapan naskah2. Memiliki pakem/konvensi: a. Terdapat pemeran wanita yang diperankan oleh laki-lakib. Memiliki lagu khas, berupa kidungan jula-julic. Iringan musik berupa gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan pelogd. Pertunjukan dibuka dengan tari ngremoe. Terdapat adegan bedayanf. Terdapat sajian/adegan lawak/dagelang. Terdapat selingan travestih. Lakon diambil dari cerita rakyat, cerita sejarah, dan kehidupan sehari-harii. Terdapat kidungan, baik kidungan tari ngremo, kidungan bedayan, kidungan lawak, dan kidungan adegan.Peacock (1968) juga mengemukakan ciri-ciri ludruk, antara lain: 1. Lakon yang dipentaskan merupakan ekspresi kehidupan rakyat sehari-hari2. Diiringi musik gamelan dengan tembang khas jula-juli3. Tata busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari4. Bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa jawa atau madura5. Kidungan terdiri atas pantun atau syair yang bertema kehidupan sehari-hari6. Tampilan dikemas secara sederhana, dan sangat akrab dengan penonton.

Kasemin (1999:19-20) menyatakan bahwa struktur pementasan ludruk dari zaman awal kemerdekaan sampai sekarang tidak mengalami perubahan yang signifikan. Artinya, struktur pementasan dari awal terciptanya seni ludruk hingga saat ini masih diikuti oleh generasi-generasi pelapisnya. Struktur pementasan ludruk tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pembukaan, diisi dengan atraksi tari ngrema. Terdiri 2-5 orang.2. Atraksi bedayan, berupa tampilan beberapa travesti dengan berjoged ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli. 3. Adegan lawak (dagelan), berupa tampilan seorang lawak yang menyajikan satu kidungan disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu.4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela bagian ini biasanya diisi selingan yang berupa tampilan seorang travesti dengan menyajikan satu tembang jula-juli.Seorang pelawak ludruk terkenal adalah Kartolo, yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Dia telah aktif dalam adegan ludruk sejak 1960-an. Dia memiliki rombongan ludruk sendiri, yang bernama Kartolo CS. Rombongan itu terdiri dari beberapa aktor, masing-masing memiliki karakter sendiri yang berbeda. Sebagai contoh, Kartolo selalu yang pintar dan licik, Basman memiliki suara besar dan merupakan salah satu tokoh yang cerewet, dan Sapari adalah orang nakal yang selalu jatuh korban untuk satu atau lain hal.

Dulu sekitar tahun 1980-1990 an, setiap malam di salah satu radio di Malang, seringkali menjadi waktu favorit yang ditunggu tunggu para pendengar. Program yang ditunggu tersebut adalah siaran ludruk, yang entah sudah disetel berapa ribu kali, tetapi tetap memiliki pendengar favorit. Pada tahun 1980 an, orang-orang saling berebutan untuk mengisi bangku kosong penonton untuk pementasan ludruk, namun sekarang mungkin hanya 10-15 orang yang berminat untuk melihat dan umumnya adalah kakek-kakek.Di tengah-tengah masyarakat yang selera global dan lokalnya sangat tinggi, sangat sulit untuk menarik perhatian mereka agar lebih peduli terhadap kesenian drama tradisional ludruk. Hal ini tentu tidak pernah dibayangkan oleh para pelaku Ludruk empat puluh tahun yang lalu. Teater tradisional Ludruk kini hanya terdapat sekitar 20-an kelompok dari puluhan hingga ratusan kelompok Ludruk yang sebelumnya aktif mengisi waktu luang masyarakat di hampir seluruh Jawa Timur.Ludruk memang menjadi ikon penting bagi masyarakat Jawa Timur. Meski terus terkikis oleh arus globalisasi dan modernisasi, ludruk tetap berada di hati masyarakat. Tidak sedikit juga kelompok seni di Jawa Timur masih mementaskan ludruk ini. Demi melestarikan budaya dan sejarah, para pekerja seni ludruk ini rela mengorbankan sisa hidupnya untuk kelestarian budaya bangsa. Ludruk bisa bertahan karena lakon-lakon yang dipentaskan sangat aktual dan akrab dengan budaya setempat seperti legenda, dongeng, kisah sejarah dan kehidupan sehari-hari yang menggunakan bahasa yang sangat komunikatif, disertai lawakan yang sangat menghibur. Meski tak lagi menjadi pertunjukan yang laris manis seperti pada saat belum muncul televisi dan film layar lebar sebagai sarana hiburan, kehadirannya di tengah hiruk pikuk seni pop masih ditunggu banyak orang. Ludruk juga masih muncul di beberapa stasiun televisi dan radio dan menjaring pemirsa yang cukup meyakinkan, meski sebagian besar penikmatnya tetap masyarakat kelas menengah ke bawah.

Teater tradisional Ludruk merupakan salah satu teater tradisional yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Selain sifatnya yang egaliter, demokratis, memiliki solidaritas yang tinggi, dan sesuai dengan pola hidup masyarakat di wilayah budaya Arek pada umumnya, juga merupakan salah satu teater tradisional yang memiliki kekhasan budaya. Ludruk dapat menjadi salah satu media dalam menjaga dan memelihara kearifan lokal.Ludruk adalah kesenian tradisional yang harus dikembangkan dan dilestarikan, sehingga tidak akan punah. Ludruk juga bisa dijadikan media pengembangan pendidikan san budi pekerti serta moral di masyarakat.Ada tiga hal yang dapat mempertahankan kehidupan suatu bentuk seni pertunjukan. Pertama, memiliki pewaris aktif yang memiliki komitmen kuat untuk melestarikan seni pertunjukan yang digelutinya. Ludruk mempunyai pewaris aktif yang cukup setia, dan itulah yang membuat ludruk dapat bertahan. Kedua, memiliki pewaris pasif yang cukup setia untuk datang dan membeli pementasan karena pewaris pasif adalah pasar yang dapat mendukung keberadaan sebuah seni pertunjukan. Ketiga, ada campur tangan negara.

Daftar Pustakahttp://www.kidnesia.com/Kidnesia/Indonesiaku/Propinsi/Jawa-Timur/Seni-Budaya/Ludrukhttp://arifprasetya1972.blogspot.com/2009/12/kartolo-tokoh-ludruk-jawa-timur.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ludrukhttp://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=4&sqi=2&ved=0CC0QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.javanologi.info%2Fmain%2Fthemes%2Fimages%2Fpdf%2FReog_Ludruk-Sutarto.pdf&rct=j&q=Kesenian%20Ludruk%20di%20jawa%20timur&ei=BdOWTrXNNMbWrQfLn9GHBA&usg=AFQjCNEJJ_VdOMahb2i8V3jJaMhykDfoYQ&cad=rjahttp://mamamel.multiply.com/reviews/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitemhttp://arifprasetya1972.blogspot.com/2009/12/kartolo-tokoh-ludruk-jawa-timur.htmlhttp://teatersendratasikunesa.blogspot.com/2008/12/inovasi-pertunjukan-teater-tradisional.htmlhttp://lintangbuanatourism.blogspot.com/2011_01_01_archive.htmlhttp://steven.blogdetik.com/2008/03/29/ludruk-1/http://palingindonesia.com/ludruk-karya-budaya-khas-jawa-timur/

6