luka tusuk abdomen ini
DESCRIPTION
anatomiTRANSCRIPT
LUKA TUSUK ABDOMEN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.
Luka robek (vulnus laceratum) sering disertai luka lecet (excoriasis), yakni luka atau
rusaknya jaringan kulit luar, akibat benturan dengan benda keras, seperti aspal jalan, bebatuan
atau benda kasar lainnya. Sementara luka tusuk (vulnus functum), yakni luka yang disebabkan
benda tajam seperti pisau, paku dan sebagainya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak keluar
(keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat berbahaya bila mengenai
organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi
korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi
tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali
melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam
maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran
luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan
lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
1
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler
dan besar.
2
BAB II
ISI
A. Anatomi
Abdomen depan
Walaupun abdomen sebagian dibatasi oleh toraks bagian bawah, definisi abdomen depan
adalah bidang yang dibatasi dibagian superior oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh
kedua ligament inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua linea aksilaris anterior.
Pinggang
Ini merupakan daerah yang berada diantara linea axilaris anterior dan linea axilaris
posterior, dari sela iga ke-6 di atas, ke bawah sampai crista iliaka. Di lokasi ini adanya dinding
otot abdomen yang tebal, berlainan dengan dinding otot pelindung terutama terhadap luka tusuk.
Punggung
Daerah ini berada dibelakang dari linea axilaris posterior, dari ujung bawah scapula
sampai crista iliaka. Seperti halnya daerah flank, disini otot punggung dan otot paraspinal
menjadi pelindung terhadap trauma tajam
Anatomi dalam dari abdomen
Ada tiga region yang berlainan disini yaitu rongga peritoneal, rongga peritoneal dan
rongga pelvis. Rongga pelvis mengadung bagian-bagian dari rongga peritoneal maupun
retroperitoneal.
Rongga peritoneal
Rongga peritoneal menjadi 2 bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga peritoneal atas
dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thoraks yang mencakup diafragma, hepar, lien, gaster,
dan kolon transversum. Bagian ini juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada
saat diafragma naik sampai sela iga ke IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga
maupun luka tusuk tembus di bawah garis intermammaria bias mencederai organ dalam
abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens dan colon
descendens, colon sigmoid, dan pada wanita, organ reproduksi internal.
3
Rongga pelvis
Rongga pelvis, yang dilindungi oleh tulang- tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian
bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Terdapat
didalamnya rectum, vesika urinaria, pembuluh-pembuluh iliaka, dan pada wanita organ
reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ
pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya.
Rongga Retroperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang dinding peritoneum
yang melapisi abdomen, dan didalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava superior,
sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon
ascendens dan colon descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera
pada organ retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik
yang biasa, dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperilihatkan tanda maupun
gejala peritonitis. Disamping itu, rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa
sampelnya pada diagnostic peritoneal lavage (DPL).
Setiap area memiliki batas-batas torso anatomi, sebagai berikut:
Thoracoabdominal : Papilla mammae ke kosta ke-12, antara baris aksilaris anterior
Abdomen : Papilla mammae ke anus, antara baris aksilaris anterior
Flank : Antara ipsilateral baris aksilaris anterior dan posterior
Belakang : Di bawah ujung tulang belikat, antara garis aksila posterior
B. Pengertian Luka Tusuk Abdomen
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam
jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk
pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
4
1. Lokasi anatomi injury
2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk
menusuk dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen
akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon
terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya
dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga
akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka
pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi
(FKUI, 1995).
B. Etiologi dan Klasifikasi
Luka tembak, dianggap tinggi kecepatan proyektil, adalah penyebab yang paling umum
(64%) menembus trauma perut, diikuti oleh luka tusukan (31%) dan luka senapan (5%).
Trauma tembus abdomen mungkin hasil dari kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga
melintasi semua hambatan sosial ekonomi dan merupakan pertimbangan penting dalam evaluasi
luka yang diderita di rumah dan mereka dilaporkan melibatkan keluarga pasien atau orang
penting lainnya. Trauma tembus abdomen dapat terjadi secara iatrogenik. Sebuah komplikasi
peritoneal lavage ditemukan pada cedera usus yang mendasari, kandung kemih, atau pembuluh
besar seperti aorta atau vena cava. Namun, kejadian komplikasi tersebut relatif kecil.
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan
oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan
oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)
(FKUI, 1995).
5
C. Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan
darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan
transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan
dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga
saluran pencernaan.
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh trauma tumpul.
Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang ruptur sehingga
semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang
diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal
utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena lambung
fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang disebabkan oleh trauma
tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.
6
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen
yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di pankreas dan
duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.
D. Mekanisme Trauma
Trauma Tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak ( kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong, luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energy kinetic yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya
efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya.
Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan
colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh
jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan
peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai
usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%), dan pembuluh darah abdominal (25%).
Teori-teori tradisional mengharuskan seluruh kasus luka tembak dengan kecurigaan
trauma intra-abdominal, memerlukan tindakan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah
mendeskripsikan pendekatan yang lebih tidak agresif untuk beberapa kasus pasien dengan
trauma tajam abdomen, termasuk luka tembak kecepatan rendah. Penatalaksanaan non-operatif
pada pasien dengan luka tembak dengan penetrasi peritoneum masih bersifat kontroversial.
Pasien yang menunjukkan tanda hipotensi walaupun telah mendapat resusitasi cairan kristaloid
membutuhkan laparotomi eksplorasi segera, antibiotika, dan booster tetanus. Bagi pasien dengan
hemodinamik stabil, setelah invasi intraperitoneal sudah dipastikan tidak terjadi, penatalaksanaan
konservatif terhadap luka superfisial abdomen dapat dilaksanakan. Untuk semua kasus luka
tembak abdomen, segera minta bantuan konsultasi bagian bedah.3
Beberapa institusi telah membuat kebijakan akan dilakukannya laparotomi untuk luka
tembak abdominal berdasarkan tingginya insidensi trauma organ pada kasus luka tembak. Satu-
7
satunya pengecualian kebijakan ini adalah pada pasien stabil dengan jalur peluru yang tidak
jelas, keraguan akan penetrasi peritoneal, atau luka pada regio torakoabdominal sehingga
penilaian selanjutnya diperlukan untuk mengetahui apakan trauma tersebut hanya murni thorax.
Pada kasus ini, laparoskopi sebaiknya dilakukan pada pasien yang telah dipersiapkan untuk
laparotomi dengan pengalaman dalam menilai luka tembak. 3
Pasien dengan luka tusuk membutuhkan resusitasi, booster tetanus, dan antibiotika jika
terjadi kecurigaan terlibatnya intraperitoneal. Seorang ahli bedah sebaiknya melakukan seluruh
prosedur ini untuk semua luka terutama luka superfisial dengan staf dan pencahayaan yang
adekuat. DPL, CT-scan, dan laparoskopi dapat digunakan. Bila keterlibatan peritoneal telah
dipastikan tidak terjadi, pasien dapat dipulangkan dengan instruksi luka lokal. Bila peritoneum
telah terlibat, berdasarkan teori tradisional, harus membutuhkan laparotomi eksplorasi. Beberapa
ahli bedah mulai meneliti beberapa pasien tanpa tanda pasti trauma intraperitoneal pada
pemeriksaan fisik atau identifikasi dengan menggunakan radiologi, dapat diberikan
penatalaksanaan yang hampir sama seperti pada luka tembak kecepatan rendah.
Pada kasus penetrasi peritoneal, laparatomi merupakan suatu keharusan, maka dari itu
pada kasus penetrasi peritoneal harus dilakukan laparoskopi atau eksplorasi luka pada ruang
operasi.
8
E. Tanda dan Gejala
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
F. Pemeriksaan diagnostik
l. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm
tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
9
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. IVP (Intravenous Pyelogram
Dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan,
kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb.:
• Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
• Trauma pada bagian bawah dari dada
• Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
• Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
• Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
• Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb.:
10
• Hamil
• Pernah operasi abdominal
• Operator tidak berpengalaman
• Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Pemeriksaan khusus
A) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
B) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
C) Bila dijumpai perdarahan dari anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
G. Penatalaksanaan
Manajemen
PEDOMAN:
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam menetapkan prioritas.
Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan Survey
Primer, seperti :
• Obstruksi jalan nafas 11
• Cedera dada dengan kesukaran bernafas
• Perdarahan berat eksternal dan internal
• Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar prioritas
(triage) Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada.Survei ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut survei primer yang harus
selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman
jiwa akibat banyak sistem yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
• Suction / hisap (jika alat tersedia)
• Guedel airway / nasopharyngeal airway
• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
• Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
• Pernafasan buatan
Berikan oksigen jika ada. Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak
stabil.
Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas
dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
• Hentikan perdarahan eksternal
• Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
• Berikan infus cairan
Disability
12
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atau
sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang mungkin
ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus
dikerjakan.
Penatalaksanaan trauma tajam abdomen :
1. Ikuti ABC, dan resusitasi pasien sesuai dengan temuan dari survei primer.
2. Menilai perut mencari entri luka, perdarahan dan peritoneum temuan. Cedera dada dapat
dikaitkan dengan menembus perut cedera, karena itu, pastikan tanda dan gejala yang jelas
dipahami.
a. Tentukan apakah ada gejala atau tanda-tanda sugestif langsung kebutuhan untuk intervensi
bedah.
i. Herniated isi perut.
ii. Besar pendarahan dari luka.
iii. Jelas tanda-tanda peritoneal konsisten dengan kental berongga cedera atau
hemoperitoneum.
iv. Tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik yang terkait dengan perut cedera.
v. Tanda iskemia ekstremitas bawah sugestif vaskular cedera dengan nyeri atau bukti
lain.
vi. Semua luka tembak intraperitoneal penetrasi atau cedera organ retroperitoneal.
b. Jika tanda-tanda di atas hadir, kemudian mengambil pasien untuk pembedahan segera untuk
laparotomi eksplorasi.
13
c. Untuk luka tusuk, jika tidak ada tanda-tanda di atas hadir, menentukan lokasi luka dan
mengklasifikasikan sebagai:
i. Anterior.
ii. Thoracoabdominal.
iii.Posterior atau panggul.
d. Jika luka tusuk adalah anterior :
i. Menentukan apakah luka memasuki rongga peritoneum oleh visual menjelajahi luka.
Hal ini dilakukan dengan infiltrasi anestesi lokal, kemudian prepping dan
mengalungkan luka. Luka diperpanjang jika perlu untuk memungkinkan visual
pemeriksaan luka untuk menentukan kedalaman. Liberal penggunaan retraktor dan
asisten akan memfasilitasi luka eksplorasi.
ii. Jika luka tidak menembus fasia anterior, maka luka dapat debridement, irigasi dan
tertutup. Pasien mungkin akan habis jika tidak ada luka lain ada.
iii. Jika luka tidak menembus fasia anterior, laparotomi harus dipertimbangkan. Jika
pasien tidak memiliki bukti iritasi peritoneal, maka Diagnostik Peritoneal lavage
(DPL) harus dilakukan. Sebelum DPL, kateter Foley dan tabung NG harus
ditempatkan. Laparotomi ditunjukkan dengan gross hematuria atau darah dari tabung
NG. Ambang batas untuk sebuah DPL dalam situasi adalah RBC 5000/mm. Cairan
lavaged dari kateter Foley, tabung NG atau tabung dada juga mengamanatkan
eksplorasi. Semua pasien dengan penetrasi peritoneum yang
tidak diambil untuk operasi harus diakui selama 24 jam observasi :
e. Jika luka thoracoabdominal
i. Mendapatkan sinar-X dada dengan spidol untuk menentukan luka adanya cedera dada
dan untuk menentukan hubungan masuk luka pada diafragma.
ii. Jika luka mungkin bisa menembus diafragma, pertimbangkan DPL dengan ambang
batas untuk jumlah RBC 5000/mm.
14
f. Jika luka posterior atau panggul :
i. Masukkan kateter Foley untuk menentukan adanya hematuria.
ii. Mendapatkan tiga kontras CT scan untuk menentukan cedera dengan organ
retroperitoneal. Sebaliknya tiga berarti kontras diberikan IV, melalui mulut atau
dengan tabung NG, dan rektum per. Pertimbangan dapat diberikan untuk
menempatkan kontras-direndam spons ke dalam luka untuk membantu pelokalan
cedera.
g. Untuk luka panggul yang mungkin telah dilalui rektum:
i. Lakukan anoskopi dan sigmoidoskopi untuk menentukan
adanya cacat mukosa.
ii. Pertimbangkan washout pengalihan, drainase dan rektal jika cedera
ditemukan.
15
BAB III
Kesimpulan
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam
jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk
pisau.
Tanda dan gejala luka tusuk abdomen terdiri dari dua yaitu adanya Trauma tembus
(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :Hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stres simpatis, Perdarahan dan pembekuan darah,Kontaminasi bakteri
danKematian sel. Kemudian adanya Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam
rongga peritonium) berupa Kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, Kerusakan organ-
organ, nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut dan Iritasi
cairan usus .
Adapun pengkajian yang terpenting untuk asuhan kegawat daruratan adalah Airway :
Muntah darah; Breathing: Nafas tersengal-sengal dan Circulation :Pendarahan,syok.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah , EGC, 1999 Jakarta.
2. Pierce A, Grace At a Glance Ilmu Bedah, ed 3, Jakarta, 2009, Erlangga Medical Series
3. Kumpulan Ilmu Bedah, Staf pengajar FKUI, Jakarta,2008
4. Abdominal Stab Wound Laceration available in http://emedicine.medscape.com
5. Abdominal Stab Wound Laceration available in
http://www.abdominalsurg.org/surgeon/index.html
18