makala h
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS
ENBOLI AIR KETUBAN
OLEH :
KELOMPOK 6
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
TAHUN 2012
1
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 6
1. TITIS RAFISHA NUR 2010.111
2. TONI SUHARSONO 2010.112
3. TRI HARYOKO 2010.113
4. VINNI ALFIA NITA DEWI 2010.116
5. WENNY LU’LU’UL JANNAH 2010.117
6. WISNU WIDI ATMANTO 2010.118
7. YUNI ERIN FATMALA SARI 2010.121
8. YUNITA IQTANIA FILJANNAH 2010.122
9. ZAHROTUN NISA’ 2010.123
10. ZULVIKA ILMI 2010.125
2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS EMBOLI AIR KETUBAN
1 Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar
cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,tiba-tiba terjadi gangguan
pernapasan yang akut dean shock.Dua puluh lima persen wanita yang menderita
keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1 jam.Emboli cairan ketuban jarang
dijumpai.Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis,diagnosis yang dibuat
adalah shock obstetric,pendarahan postpartum atau edema pulmoner akut.
( Mitayani.2009)
Emboli cairan ketuban ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari hasil
pemeriksaan postmortem.Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya oleh
Steiner dan Lusbaugh.Mereka memperlihatkan bahwa masuknya cairan ketuban
dalam jumlah yang cukup banyak secara mendadak ke dalam sirkulasi darah
maternal akan membawa kematian ( fatal).
2 Etiologi
Menurut (Mitayani.2009), etiologi dari emboli air ketuban adalah :
2.1 Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita
yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang
sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang
amat besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan
ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli
cairan ketuban ) .
2.2 Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun
dapat masuk melalui pembuluh darah.
2.3 Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan
besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan
3
menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami
gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang
lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak
tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian
mendadak.
2.4 Menconium dalam cairan ketuban
2.5 Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya
laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena,
dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke
pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang
mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan
pada ibu.
2.6 Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh
darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah
ibu.
3 Faktor Resiko
Menurut (Mitayani.2009) factor resiko dari emboli air ketuban adalah :
3.1 Meningkatnya usia ibu
3.2 Multiparitas (banyak anak)
3.3 Adanya mekoneum
3.4 Laserasi serviks
3.5 Kematian janin dalam kandungan
3.6 Kontraksi yang terlalu kuat
3.7 Persalinan singkat
3.8 Plasenta akreta
3.9 Air Ketuban yang banyak
3.10 Robeknya Rahim
3.11 Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
3.12 Adanya infeksi pada selaput ketuban
4
3.13 Bayi besar
4 Patofisiologi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin
melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena
subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat
persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena)
terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa,
air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi
darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan
masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis.
Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru
ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran
darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung
dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru
terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan
aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia
myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan.
Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah
fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan
Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder
mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam
hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan.
Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan
mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler (Oxom,Harry
& R.Forte,William.2003).
5 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
5
5.1 Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat
pengukuran ( Hipotensi )
5.2 Dyspnea
5.3 Batuk
5.4 Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
5.5 Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin
dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan
ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah
tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan
Bradycardia terminal.
5.6 Pulmonary edema.
5.7 Cardiac arrest.
5.8 Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang
berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan
dengan pijat bimanual diagnostik.
5.9 Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC
terjadi di 83% pasien.)
6 Pemeriksaan Diagnostik
6.1 Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
6.2 Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung
pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung
debris selular cairan amninon.
6.3 Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa
protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial )
biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
6.4 EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
6.5 Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
6.6 Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan
paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli
paru.
6
7 Penatalaksanaan
7.1 Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi
defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
7.2 Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi
hipovolemia & perdarahan .
7.3 Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia
uteri.
7.4 Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
7.5 Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan
menghambat proses perbekuan.
7.6 Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada
bronkospasme ..
7.7 Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus,
dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan
– lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100
mmHg.
7.8 Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
7.9 Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan
menghambat proses pembekuan.
7.10 Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
7.11 Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan
sedian trombosit.
7.12 Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
7.13 Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu
diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi
darah.
7.14 Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
8 Komplikasi
8.1 Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah
jantung kanan.
7
8.2 Iskemik
8.3 Ganguan pembekuan darah.
9 Konsep Asuhan Keperawatan
9.1 Pengkajian
9.1.1 Sirkulasi
1) Tekanan darah menurun/hipotensi.
2) Jantung melambat pada respons terhadap curah jantung.
3) Bisa terjadi syok.
4) Gagal jantung kanan akut dan edema paru.
5) Sianosis.
9.1.2 Makanan cairan
1) Kehilangan darah normal akibat pendarahan.
2) Nyeri dan ketidaknyamanan,khususnya nyeri dada.
3) Gangguan pernapasan,takipnea.
9.1.3. Keamanan
1) Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa berkontraksi.
2) Peningkatan suhu (infeksi pada adanya pecah ketuban lama).
3) Cairan amnion kehijauan karena ada mekonium.
4) Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir.
5) Peningkatan tekanan intrauterus.
6) Merupakan penyebab utama kematian ibu intrapartum.
9.1.4 Genetalia
1) Darah berwarna hitam dari vagina
2) Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalami trauma pada saat
melahirkan.
9. 2 Diagnosa Keperawatan
9.2.1 Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
9.2.2 Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan hipovelemia,penurunan
aliran dari vena.
8
9.2.3 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan Vasospasme arteri
pulmonalis
9.2.4 Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan penurunan
oksigen dalam udara inspirasi
9.2.5 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam
sirkulasi menurun
9.2.6 Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan
9.2.7 Intolensi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya oksigen dalam ginjal
9.3 Intevensi Keperawatan
9.3.1 Diagnosis 1: Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan
hipoksia jaringan pendarahan dan profil darah abnormal.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan profil darah dan pemeriksaan koagulasi normal.
2) Mempertahankan pengeluaran urine
9
10
Intervensi RasionalMandiri
a. Kaji jumlah darah yang
hilang,pantau tanda dan gejala
syok.
a. Pendarahan berlebihan dan menetap dapat
mengancam hidup ibu dan mengakibatkan
infeksi post-partum,gagal ginjal,atau
nekrosis hipofisis yang di sebabkan oleh
hipoksia jaringan dan malnutrisi.
b. Pantau respons yang merugikan
pada pemberian produk darah
seperti alergi dan hemolisis.
b. Pengenalan dan intervensi dini dapat
mencegah situasi yang mengancam hidup.
c. Periksa petekie atau pendarahan
gusi pada ibu
c. Menandakan perbedaan atau perubahan pada
koagulasi.
d. Catat suhu,hitung sel darah
putih,serta bau dan warna
vagina.
d. Memastikan tidak terjadinya infeksi yang
akan membahayakan janin dan ibu.
Kolaborasi
e. Dapatkan golongan darah dan
pencocokan silang.
e. Meyakinkan bahwa produk yang tepat akan
tersedia bila diperlukan penggantian darah.
f. Pantau pemeriksaan koagulasi. f. Untuk mengetahui terjadinya proses
pembekuan darah,maka kadar fibrinogen
harus kurang dari 1 (x) mg/dl
g. Berikan O2 dengan ventilasi
mekanis jika ibu tidak sadar.
g. Untuk mengetahui kebutuhan O2 ibu.
h. Berikan heparin bila
diindikasikan.
h. Heparin dapat digunakan pada kasus
kematian janin atau untuk memblok siklus
pembekuan.
9.3.2 Diagnosis2: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
hipovelemia,penurunan aliran dari vena.
Kriteria hasil :
1) COP dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Pantau tekanan darah dan nadi. a. Tekanan darah dan nadi dapat memberikan
gambaran dan penurunan curah jantung.
b. Kaji tekanan arteri rata-rata,kaji
krekels,dan perhatikan frekuensi
pernapasan.
b. Edema paru dapat terjadi pada perubahan
tahanan vascular perifer dan penurunan
pada tekanan ostomik koloid plasma.
c. Lakukan tirah baring pada ibu
dengan posisi miring ke kiri.
c. Meningkatkan aliran balik vena curah
jantung dan perfusi ginjal/plasenta.
d. Kaji perubahan sensori
cemas,depresi,dan bisa tidak
sadar.
d. Dapat menunjukan tidak adekuatnya
perfusi serebal sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
Kolaborasi
e. Pantau parameter hemodinamik
invasive.
e. Memberikan gambaran akurat dari
perubahan vascular dan volume
cairan.Peningkatan hemokonsentrasi dan
perpindahan cairan menurunkan curah
jantung.
f. Periksa nyeri tekan
betis,menurunya nadi
pedal,pembengkakan,kemerahan
local,pucat,dan sianosis.
f. Menurunnya curah jantung,bendungan
stasis vena,dan tirah baring lama
meningkatkan risiko tromboflebitis.
11
9.3.3 Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
Vasospasme arteri pulmonalis
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan.
Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan bicara/ berbincang.
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien
untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas
bibir sesuai kebutuhan atau toleransi
individu.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa.
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan
aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara
atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental.
Selidiki adanya perubahan.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi
serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Kolaborasi
Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi
PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,
enfisema) dan PaO2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih
12
oksimetri.kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2
“normal” atau meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang akan datang selama
asmatik.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya
hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan
PaO2 berlebihan.
Bantu instubasi, berikan/ pertahankan
ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai
instruksi pasien.
Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
memerlukan penyelamatan hidup.
9. 3.4 Diagnosa 4 :Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan dalam udara inspirasi
Tindakan/intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi fowler memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja
pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
Ajarkan teknik napas dalam dan atau
pernapasan bibir atau pernapasan
diafragmatik abdomen bila diindikasikan
membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi
jalan napas kecil, memberika pasien beberapa
kontrol terhadap pernapasan, membantu
menurunkan ansietas.
Obserfasi TTV (RR atau frekuensi
permenit)
mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan dan
keefektifan jalan napas
9.3.5 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam sirkulasi menurun
Intervensi Rasional
13
Mandiri :
1. Selidiki nyeri dada,dispnea
1. Observasi ekstremitas terhadap edema
3. Observasi hematuri.
4. Perhatikan nyeri abdomen kiri atas.
1. Dispnea diakibatkan dalam penurunan CO2
dalam aliran darah.
2. Ketidakaktifan/tirah baring lama
mencetuskan stasis vena, meningkatkan
resiko pembentukan trombosis vena
3. Menandakan emboli ginjal
4. Menandakan emboli splenik
9.3.6 Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Tranfusi darah
1. Pemberian cairan elektrolit
1. Tranfusi darah dapat menggantikan darah
yang berkurang karena pendarahan
2. Pemberian cairan dapat memenuhi
kebutuhan cairan klien sehingga tidak
terjadi hipovolemia
9.3.7 Intolensi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya oksigen dalam ginjal
14
2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
15
Intervensi Rasional
1. pertahankan pasien tirah baring
selama sakit akut.
1. Pertahankan pemberian bantuan
oksigen yang adekuat
1. Pantau frekuensi atau irama jantung,
tekanan darah dan frekuensi
pernapasan sebelum atau setelah
aktivitas dan selama diperlukan.
2. mengurangi pemakiaian oksigen
pada miokard selama beberapa hari
akan meningkatkan sirkulasi dan
suplai darah ke daerah yang kurang
perfusi.
1. Membantu memenuhi pasokan oksigen
tubuh agar seimbang antara suplai dan
kebutuhan
1. Penurunan tekanan darah, takikardi,
disritmia, dan dipsnea adalah indikasi
dari kerusakan toleransi jantung terhadap
aktivitas.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
2.5 Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Oxom,Harry & R.Forte,William.2003.ILMU KEBIDANAN PATOLOGI DAN FISIOLOGI
PERSALINAN.Jakarta:Medica
16
Mitayani.2009.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:Medica
Gary Gunningham F.2006.Obstetri Williams Edisi.21 Vol1.Jakarta:EGC
http://www.4shared.com/office/OCibOskA/askep_EMBOLI_CAIRAN_KETUBAN.html
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/askep-emboli-cairan-ketuban.html
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/askep-emboli-air-cairan-ketuban/
17