makalah 5
DESCRIPTION
meTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Daftar Isi 1
BAB I : Pendahuluan 2
BAB II : Laporan Kasus 3
BAB III : Pembahasan
3.1 Informasi Pasien 5
3.2 Alur Berpikir Pengkajian Masalah dan Anamnesis 7
3.3 Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan 11
3.4 Ringkasan Penemuan 11
3.5 Diagnosis 13
3.6 Diagnosis banding 13
3.7 Rencana Penatalaksanaan 14
3.8 Prognosis 15
BAB IV : Tinjauan Pustaka
4.1 Gangguan panik 16
4.2 Gangguan anxietas fobik 17
BAB V : Kesimpulan 20
Daftar Pustaka 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
Diskusi kasus keempat Modul Organ Mental Emosional berjudul
“GangguanPanik” terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada hari Kamis,
16 Mei 2013 pukul 13.00 – 15.00 WIB diketuaio lehRyan Fernandi dan sekretaris Nadya
Zahra, serta tutor dr. Hartanto Gondoyuwono, Sp.KJ, AR., bertempat di Ruang 708B
lantai 7 Fakultas Kedokteran Trisakti. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sesi kedua yang
jatuh pada hari Senin, 20 Mei 2013 pukul 08.00 – 10.00 WIB dengan diketuai oleh Runy
OctaviantyP ongsitanan dan sekretaris Vanessa Modi Alverina, yang juga ditutorkan oleh
dr. Hartanto Gondoyuwono, Sp.KJ, AR., bertempat di Ruang 708B lantai 7 Fakultas
Kedokteran Trisakti.
Berikut merupakan soal serta pembahasan yang mencakup; anamnesis, status
mental, pemeriksaanfisik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, hingga kepada
prognosis pasien tersebut dijabarkan secara sistematis.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Sesi I
Skenario 1
Seorang laki-laki Tn. J umur 45 tahun, dosen perguruan tinggi swasta mengeluh
tiba-tiba nyeri dada, merasa sesak, jantung berdebar-debar, cemas, rasa kesemutan,
keringat dingin dan kadang disertai pusing
Skenario 2
Sebenarnya keluhan semacam itu sudah dialami Tn. J sejak 6 bulan yang lalu.
Semula ia berobat ke dokter ahli penyakit dalam, namun tidak ditemukan kelainan
apapun, termasuk pada jantungnya. Tn. J menjadi penasaran, karena dokter mengatakan
kondisi fisiknya sehat-sehat saja, sementara ia merasakan sakit yang begitu berat seperti
serangan jantung.
Skenario 3
Dengan keluhan fisik yang dialaminya mengakibatkan aktivitas sehari-hari
sebagai dosen agak terganggu. Bila tiba-tiba keluhan fisik itu muncul saat ia mengajar di
kelas, maka seketika itu pula ia menjadi kebingungan dan timbul rasa takut. Selanjutnya
ia hanya bisa duduk dan melanjutkan kuliah sambil duduk.
Selama keluhan fisik berlangsung biasanya timbul perasaan takut mati, takut
kehilangan kendali. Biasanya kejadian itu berlangsung beberapa menit dan terkadang satu
jam. Timbul kekuatiran mengalami serangan yang sama sehingga mengakibatkan rasa
tidak nyaman, kuatir dan waswas. Diluar serangan Tn. J relative tenang dan beraktifitas
seperti biasa.
3
Sesi 2
Skenario 1
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan:
Hb 14%, Leukosit 6500/mm, Trombosit 200.000/mm3, Hitung jenis leukosit: batang
12%, segmen 50%, limfosit 37%, monosit 1%, Cholesterol total 200 mg/dL, HDL 50
mg/dL, Trigliserid 187 mg/dL, ureum 30 mg%, Kreatinin 0,97 mg%, Asamurat 4,4 mg%.
Urine: tak ada kelainan.
Foto thorax: tidak ditemukan kelainan pada jantung dan paru
EKG: normal
Skenario 2
Tn. J merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Ia seorang yang serba rapi, serba
teratur dan terjadwal. Ia memiliki banyak teman dan aktif dalam organisasi. Ia sudah
menikah dan mempunyai 3 orang anak dan hidup berkecukupan.
Ny. Ira, ibunda Tn. J pernah mengalami keluhan yang sama. Bahkan kondisinya
lebih parah. Berawal dari suatu kondisi fisik yang terjadi secara tiba-tiba saat ia sedang
berbelanja sendiri di supermarket, berupa sesak napas, seperti tercekik dan jantung
berdebar-debar kencang. Semula nyonya Ira mengira ia terkena serangan jantung. Ia
menjadi takut bila harus berada di tengah keramaian tanpa ada orang yang dikenalnya
membantu. Selanjutnya bila ingin bepergian ia meminta anaknya untuk menemani.
Lebih nyaman baginya berada dalam rumah di tengah-temgah orang yang dikenalnya
dengan baik.
Skenario 3
Sebenarnya Tn. J sangat kaget ketika diminta berkonsultasi ke Bagian Psikiatri. Ia
merasa dirinya secara psikologis sehat, kecuali keluhan fisik. Dokter juga mengingatkan
tentang pola hidup sehat, seperti mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok (6
batang sehari). Demikian dengan kebiasaan minum kopi atau minuman berenergi yang
porsinya meningkat bila sedang menyelesaikan tugas hingga larutm alam. Sudah lama
juga ia tidak berolahraga jalan kaki
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 INFORMASI LENGKAP PASIEN
Identitas pasien :
Nama : Tn.J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pendidikan : -
Agama : -
Suku Bangsa : -
Pekerjaan : Dosen
Status Pernikahan : Menikah
Datang diantar oleh : -
ANAMNESIS
Riwayat Psikiatri
Dari anamnesis didapatkan :
Keluhan Utama :
Tiba – tiba nyeri dada, merasa sesak, jantung berdebar – debar, cemas, rasa kesemuatan , keringat
dingin dan kadang disertai pusing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan semacam itu sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu
Berobat ke dokter ahli penyakit dalam, namun tidak ditemukan kelainan apapun,
termasuk pada jantungnya
Keluhan fisik yang dialaminya mengakibatkan aktivitas sehari-hari sebagai dosen agak
terganggu
Bila tiba-tiba keluhan fisik itu muncul saat ia mengajar di kelas, maka
seketika itu pula ia menjadi kebingungan dan timbul rasa takut,
selanjutnya ia hanya bisa duduk dan melanjutkan kuliah sambil duduk.
Timbul perasaan takut mati, takut kehilangan kendali, biasanya kejadian
itu berlangsung beberapa menit dan terkadang satu jam, timbul kekuatiran
5
mengalami serangan yang sama sehingga mengakibatkan rasa tidak
nyaman, kuatir dan waswas
Riwayat Kehidupan Pribadi :
Ia seorang yang serba rapi, serba teratur dan terjadwal.
Ia memiliki banyak teman dan aktif dalam organisasi.
Ia sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak dan hidup berkecukupan.
Riwayat Keluarga :
Tn. J merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara
Ny. Ira, ibunda Tn. J pernah mengalami keluhan yang sama. Bahkan
kondisinya lebih parah. Berawal dari suatu kondisi fisik yang terjadi
secara tiba-tiba saat ia sedang berbelanja sendiri di supermarket, berupa
sesak napas, seperti tercekik dan jantung berdebar-debar kencang. Semula
nyonya Ira mengira ia terkena serangan jantung. Ia menjadi takut bila
harus berada di tengah keramaian tanpa ada orang yang dikenalnya
membantu. Selanjutnya bila ingin bepergian ia meminta anaknya untuk
menemani. Lebih nyaman baginya berada dalam rumah di tengah-temgah
orang yang dikenalnya dengan baik.
3.2 ALUR BERPIKIR P ENGKAJIAN MASALAH DISERTAI ANAMNESIS
TAMBAHAN
Daftar masalah Identifikasi masalahMengeluh tiba – tiba nyeri dada, merasa
sesak, jantung berdebar – debar, cemas,
rasa kesemutan, keringat dingin dan
Kelainan organik: angina pectoris, asthma,
alergi
6
kadang disertai pusing Kelainan psikis: gangguan anxietas fobik,
gangguan panik, gangguan cemas
menyeluruh
Anamnesis Tambahan
- Apakah ada keluhan lainnya seperti demam, mual, muntah?
- Gejala-gejala tersebut muncul sejak kapan?
- Apakah yang dapat memperberat dan memperingan gejala tersebut?
- Apakah gejala tersebut timbul ketika sedang melakukan aktifitas berat?
- Apakah pasien sedang mempunyai masalah yang serius?
- Bagaimana sifat dari nyeri dadanya? Apakah nyeri tersebut menyalar ke bagian tubuh yang lain?
- Apakah pasien sudah ke dokter sebelumnya? Atau apakah pasien meminum obat untuk mengatasi
gejal-gejala tersebut? Jika iya, jenis obat yang diminum oleh pasien?
- Berapa lama frekuensi nyeri dada tersebut timbul?
- Dibagian mana saja rasa kesemutan yang pasien rasakan?
- Apakah sebelumnya pernah terjadi hal yang sama
Keluhan sudah dialami sejak 6 bulan yang
lalu
Berobat ke dokter ahli penyakit dalam,
namun tidak ditemukan kelainan apapun
termasuk pada jantungnya
Keluhan sudah berlangsung kronis dan
terjadi berulang kali
Tidak ada kelainan organik yang mendasari
keluhan pasien → mengarah ke kelainan
psikis
Anamnesis Tambahan
- Adakah faktor-faktor tertentu yang mencetuskan terjadinya gejala?
- Frekuensi keluhan yang timbul dalam seminggu terjadi berapa kali?
- Pemeriksaan tambahan apa sajakah yang telah dilakukan oleh pasien?
- Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung?
- Apakah pasien memahami benar mengenai penyakit jantung?
- Apakah pasien sudah pernah ke psikiatri sebelumnya?
- Apakah gejala-gejala tersebut mengganggu kehidupan pasien?
- Apakah pasien sering mengalami kesulitan tidur?
- Apakah pasien telah melakukan second opinion ke dokter lain? Jika iya, bagaimana hasilnya?
- Selama timbulnya gejala, bagaimana cara pasien untuk meringankan gejala tersebut?
7
- Bagaimana perasaan pasien jika keluhan tersebut muncul?
Akibat keluhan fisiknya aktifitas sehari –
hari pasien sebagai dosen agak terganggu,
bila tiba – tiba keluhan fisik itu muncul saat
ia mengajar di kelas, maka seketika itu pula
ia menjadi kebingunan dan timbul rasa
takut. Selanjutnya ia hanya bisa duduk dan
melanjutkan kuliah sambil dudukm timbul
perasaan takut mati, takut kehilangan
kendali, berlangsung beberapa menit dan
terkadang satu jam, kuatir mengalami
serangan yang sama sehingga
mengakibatkan rasa tidak nyaman, kuatir
dan waswas
Gangguan anxietas fobik, gangguan panik,
gangguan cemas menyeluruh
Ibunda pasien pernah mengalami keluhan
yang sama, bahkan kondisinya lebih parah
(berawal dari suatu kondisi fisik yang
terjadi secara tiba – tiba saat sedang
berbelanja sendiri di supermarket, berupa
sesak napas, seperti tercekik dan jantung
berdebar – debar kencang, menjadi takut
bila harus berada ditengah keramaian tanpa
ada orang yang dikenalnya membantu,
selanjutnya bila ingin berpergian aia
meminta anaknya untuk menemani, lebih
nyaman baginya berada dalam rumah
ditengah – tengah orang yang dikenalnya
baik)
Ibunda pasien mengalami gangguan
anxietas fobik → agorafobia
Ada faktor genetik yang mendasari keluhan
pasien
Anamnesis tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
8
- Kapan terakhir kali timbul keluhan?
- Apakah keluahan-keluhan yang dirasa semakin hari semakin memberat?
- Apakah dengan keluhan-keluhan tersebut membuat perubahan pada sikap atau kepribadian
pasien?
- Apakah akhir-akhir ini pasien sering merasakan kecemasan yang berlebih?
- Selama keluhan timbul, obat apa yang diminum pasien?
- Bagaiman frekuensi nyeri kepalanya? Dan apakah nyeri kepala tersebut hanya setengah bagian
kepala saja?
Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah pasien mempunyai penyakit hipertensi atau jantung?
- Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami trauma?
- Apakah sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit? Jika iya, karena apa?
Riwayat Prenatal dan Perinatal
- Apakah pasien lahir normal atau cukup bulan?
- Apakah terdapat masalah kehamilan dan persalinan ibu pasien?
- Bagaimana keadaan emosional dan fisik ibu saat pasien lahir?
- Bagaimana interaksi antara pasien dan ibu pasien ketika balita?
- Apakah terdapat penyakit psikiatris pada orang tua yang mempengaruhi interaksi oarngtua-anak?
- Apakah ada orang lain yang merawat pasien selain ibu pasien?
- Apakah pasien menunjukan kecemasan akan perpisahan atau kecemasan terhadap orang asing
yang berlebih selama periode awal?
- Bagaimana hubungan antara saudara kandung sejak masih kecil?
- Bagaimana kepribadian pasien sejak kecil? Apakah pemalu, sering menarik diri, senang belajar,
overaktif?
- Bagaiman riwayat tumbuh kembang pasien seperti berjalan, berbicara, perkembangan bahasa,
motorik, dan sebagainya?
- Apakah pasien mendapat ASI yang cukup?
Riwayat Kehidupan Pasien
- Apakah pasien telah menikah dan mempunyai anak?
- Bagaimana hubungan pasien dengan orang tua, istri dan keluarga pasien?
- Apakah pasien senang bergaul?
- Bagaimana hubungan pasien dengan masyarakat dan lingkungan?
- Apakah pasien merokok, alcohol atau memakai obat-obatan?
- Bagaimana kehidupan beragama pasien?
- Bagaimana kepribadian pasien selama ini? Apakah pasien merasakan perubahan kepribadian?
9
- Bagaimana riwayat pendidikan pasien?
- Apakah akhir-akhir ini terdapat masalah pada rumah tangga pasien atau pekerjaan?
- Apakah sebelumnya pasien pernah bekerja ditempat lain?
- Apakah pasien mempunyai masalah ekonomi?
- Apakah pasien pernah terlibat masalah hukum sebelumnya?
- Apakah pasien tinggal bersama orangtua atau mertua?
- Apakah pasien sering menceritakan masalah yang dihadapinya pada seseorang seperti ibu pasien
misalnya?
- Bagaimana pola asuh orang tua sejak pasien kecil?
- Bagaimana sikap keluarga terhadap keluhan-keluhan yang terjadi pada pasien?
Riwayat Keluarga
- Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi?
- Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit jantung?
- Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat gangguan jiwa? Jika ada, apakah tinggal bersama
pasien? Bagaimana hubungannya dengan pasien? Apakah sering berinteraksi?
Riwayat Pengobatan
- Jenis obat-obatan yang sering dikonsumsi oleh pasien? Apakah meringankan gejala-gejala pada
pasien?
- Apakah pasien mempunyai alergi terhadap obat-obatan tertentu?
3.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUTAN
Hb 14%, leukosit 6.500/mm3, trombosit
200.000/mm3, hitung jenis leukosit: batang
12%, segmen 50%, limfosit 37%, monosit
1%, kolesterol total 200mg/dl, HDL
50mg/dl, Trigliserida 187mg/dl, ureum
30mg%, kreatinin 0,97mg%, asam urat
4,4mg%
Urine tidak ada kelainan
Foto thorax tidak ditemukan kelainan pada
jantung dan paru
Dari hasil pemeriksaan laboratorium
ditemukan adanya peningkatan dari
neutrofil batang, penurunan dari monosit,
peningkatan dari trigliserid dan untuk
hasilnya masih dalam batas normal,
sehingga disimpulkan bahwa tidak adanya
kelainan organik yang mendasari keluhan
pasien
10
EKG normal
3.4 RINGKASAN TEMUAN
Pasien Tn. J 45 tahun, seorang dosen perguruan tinggi, datang dengan keluhan tiba-
tiba nyeri dada, merasa sesak, jantung berdebar-debar, cemas, rasa kesemutan, keringat
dingin dan kadang disertai pusing. Kelainan seperti dapat dijumpai pada pasien asthma,
angina pectoris, atau merupaka reaksi suatu alergi. Selain pada kelainan organik, dapat
juga ditemukan pada pasien dengan kelainan psikis misalnya seperti pada gangguan
anxietas.
Pada anamnesis lebih lanjut diketahui keluhan – keluhan yang diderita Tn. J sudah
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter spesialis
penyakit dalam namun dinyatakan bahwa pasien tidak memiliki kelainan fisik, termasuk
kelainan pada jantungnya walaupun pasien mengatakan dia merasa seperti terkena
serangan jantung. Serangan seperti ini dinyatakan oleh Tn. J muncul ketika beliau
mengajar di depan kelas. Seketika pasien menjadi kebingungan dan ketakutan, bahkan
ada perasaan takut mati dan serangan berlangsung beberapa menit sampai satu jam. Di
luar serangan pasien dapat beraktifitas dengan tenang, Hal ini menunjukkan ketakutan
pasien hanya timbul apabila berada di depan banyak orang, terdapat ketegangan yang
menimbulkan kecemasan yang berlebihan seperti fobia.
Beberapa pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pada pasien seperti pemeriksaan
laboratotium darah, urin, foto thorax dan EKG menunjukkan tidak ada kelainan yang
berarti yang dapat menimbulkan keluhan seperti yang dikatakan pasien, hanya didapatkan
kadar trigliserid yang meningkat. Hasil pemeriksaan penunjang menjauhkan
kemungkinan kelainan organik sehingga anamnesis mengenai riwayat kehidupan pasien
perlu ditanyakan lebih lanjut karena pertimbangan kelainan psikis yang mungkin
seseungguhnya diderita pasien.
Dari riwayat kehidupan pribadi pasien diketahui bahwa pasien anak ke 3 dari 5
bersaudara. Ibu pasien ternyata pernah memiliki riwayat keluhan yang sama yaitu
gangguan anxietas, pada ibu pasien yang timbul ketika berada di keramaian. Beliau lebih
memilih tinggal di rumah atau apabila berpergian harus ditemani. Keadaan ibu pasien
yang memiliki gangguan anxietas dapat diadaptasi oleh pasien itu sendiri sehingga seperti
11
stereotipik pada keadaan tertentu, seperti keluhan – keluhan pasien yang timbul saat ia
mengajar. Pasien memiliki kebiasaan merokok 6 batang per hari, minum kopi dan
minuman berenergi saat bekerja hingga larut malam, dan pasien jarang berolahraga.
Meskipun demikian, kemungkinan keluhan fisik yang timbul pada pasien lebih
dititikberatkan karena manifestasi dari kelainan psikologis dibanding kelainan organik,
walaupun pasien sesungguhanya merasa baik – baik saja secara jiwa namun tidak secara
fisik.
3.5 DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan psikiatris, status mental, dan pemeriksaan
lebih lanjut. Diagnosis kerja kelompok kami adalah fobia sosial karena sudah memenuhi
kriteria diagnostik fobia sosial dari edisi keempat revisi Diagnostik dan Statistik Manual
of Mental Disorders (DSM-IV-TR).
Diagnosis multiaksial dapat dituliskan sebagai berikut:
Aksis I : F40.1 Fobia sosial
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Hipertrigliserida dan neutrofilia batang
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF = 75 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah, dll.
3.6 DIAGNOSIS BANDING
Agoraphobia
Pada pasien dengan agoraphobia secara kaku akan menghindari situasi yang
dalam situasi tersebut sulit untuk didapatkan bantuan. Mereka lebih memilih ditemani
anggota keluarga atau teman di tempat-tempat ramai, seperti jalan yang ramai, toko yang
ramai, ruang tertutup (seperti terowongan, jembatan, lift), serta kendaraan tertutup
(seperti kereta api bawah tanah, bus, dan pesawat). Pasien dapat berkeras untuk ditemani
setiap waktu saat mereka meninggalkan rumah. Pasien yang mengalami gangguan parah
dapat menolak untuk meninggalkan rumah.
12
Gangguan ansietas menyeluruh
Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas, ketegangan motoric,
hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Ansietas berlebihannya dapat mengganggu
aspek kehidupan lain. Ketegangan motoric paling sering tampak sebagai gemetar,
gelisah, dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom sering bermanifestasi sebagai napas
pendek, keringat berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal. Kesiagaan
kognitif terlihat dengan adanya iritabilitas dan mudah terkejut.
3.7 RENCANA PENATALAKSANAAN
Suatu kombinasi pharmacotherapy dan psikoterapi pada umumnya diberikan untuk orang
dengan fobia sosial :
Farmakoterapi
Obat yang efektif untuk pengobatan fobia sosial meliputi: (1) selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI), (2) benzodiazepin, (3) venlafaxine (Effexor), dan (4) buspirone
(BuSpar). Kebanyakan dokter menganggap SSRI pilihan pengobatan lini pertama untuk
pasien dengan fobia sosial umum. Benzodiazepin alprazolam (Xanax) dan clonazepam
(Klonopin) juga berkhasiat dalam fobia sosial baik umum maupun spesifik. Buspirone
telah menunjukkan efek aditif bila digunakan untuk pengobatan tambahan dengan SSRI.
Dalam kasus yang parah, pengobatan fobia sosial berhasil dengan MAOIs
ireversibel seperti phenelzine (Nardil) dan inhibitor reversibel monoamine oxidase seperti
moclobemide (Aurorix) dan brofaromine (Consonar) (yang tidak tersedia di Amerika
Serikat) telah dilaporkan. Dosis terapi dari berbagai phenelzine 45-90 mg per hari,
dengan tingkat respons mulai dari 50 hingga 70 persen, dan sekitar 5 sampai 6 minggu
diperlukan untuk menilai khasiat.
Pengobatan fobia sosial yang terkait dengan performance situation sering
melibatkan penggunaan antagonis reseptor β-adrenergik sesaat sebelum paparan stimulus
fobia. Dua senyawa yang paling banyak digunakan adalah atenolol (Tenormin), 50
sampai 100 mg setiap pagi atau 1 jam sebelum kerja, dan propranolol (20 sampai 40 mg).
Pilihan lain adalah relatif short- atau intermediated-acting benzodiazepine, seperti
lorazepam atau alprazolam. Kognitif, perilaku, dan teknik eksposur juga berguna.
13
Dapat juga dilakukan pentalaksanaan dengan psikoterapi. Adapun psikoterapi
yang digunakan pada pasien ini, adalah :
Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin
bermanfaat terhadap fobia sosial. Teknik ini melibatkan pasien secara berangsur-angsur
untuk berada pada situasi yang secara normal menyebabkan kecemasan. Dengan
penguasaan situasi tanpa kecemasan, pasien secepatnya mampu mentolelir situasi yang
sebelumnya membuat cemas.
Kognitif
Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah membuktikan
bermanfaat fobia sosial. Individu dengan fobia sosial sering mempunyai penyimpangan
kognitif penting berhubungan dengan orang lain.
3.8 PROGNOSIS
Berdasarkan keluhan pasien, anamnesis tambahan, pemeriksaan yang dilakukan, dan diagnosis
yang ditegakan, maka kelompok kami menyimpulkan prognosis pasien ini, yaitu :
- ad vitam : ad bonam
Kemungkinan pasien tidak mengalami gangguan organ yang serius, karena berdasarkan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti, maka dapat dikatakan kualitas hidup pasien masih
baik.
- ad functionam : ad bonam
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapat, maka kami dapat menentukan
prognosis pasien masih baik. Walaupun terdapat beberapa peningkatan hasil laboratorium, namun fungsi
organ pasien masih dalam batas normal, dan tidak terdapat keluhan yang berat pada pasien.
- ad sanationam : dubia ad bonam
Pada pasien ini kekambuhan dapat terjadi lagi. Namun dapat dicegah dengan penatalaksanaan
yang kompeten, baik melalui pengobatan secara farmakologis ataupun psikoterapi. Gangguan panik dan
fobia yang dialami dapat dihilangkan secara bertahap.
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 GANGGUAN PANIK [1]
Seperti yang kita ketahui, pedoman untuk menegakan diagnosis suatu penyakit
kejiwaan di dapatkan dari kriteria menurut PPDGJ-III atau menurut DSM – IV TR.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menegakan diagnosis menurut kriteria tersebut.
Berikut akan dijelaskan pedoman kriteria- kriteria tersebut.
Kriteria diagnostik gangguan panik :
Menurut PPDGJ-III[2,3] Menurut DSM – IV TR[3,4]
Gangguan yang esensial adalah adanya
serangan anxietas berat (panik) yang
berulang, yang tidak terbatas pada adanya
situasi tertentu atau pun suatu rangkaian
kejadian, dank arena itu tidak terduga.
Gejala yang dominan bervariasi pada
masing-masing orang, tetapi terdapat gejala
paling lazim, yaitu :
1. Onset mendadak dalam bentuk
palpitasi
2. Nyeri dada
3. Peraaan tercekik
4. Pusing kepala
5. Depersonalisasi
6. Derealisasi
Secara sekunder timbul rasa takut mati,
kehilangan kendali ataupun menjadi gila.
Untuk diagnosis pasti beberapa serangan
Suatu periode tertentu adanya rasa takut
yang hebat atau perasaan tidak nyaman,
dimana empat (atau lebih) gejala berikut ini
terjadi secara mendadak dan mencapai
puncaknya dalam 10 menit:
1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau denyut jantung meningkat
2. Berkeringat3. Gemetar atau bergoncang4. Sesak nafas atau tertahan5. Perasaan tercekik6. Nyeri dada atau perasaan tidak
nyaman7. Mual atau gangguan abdominal8. Pusing, bergoyang, melayang atau
pingsan9. Derealisasi (perasaan tidak realistis)
atau depersonalisasi (merasa terlepas dari diri sendiri)
10. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
15
berat dari anxietas otonomik harus terjadi
dalam periode kira-kira satu bulan :
a. pada keadaan dimana sebenarnya
secara objektif tidak ada bahaya
b. tidak terbatas hanya pada situasi yang
telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya
c. dengan keadaan yang relative bebas
dari gejala anxietas dalam periode
antara serangan-serangan panik
(meskipun lazim juga anxietas
antisipatorik)
termasuk : serangan panik (panic attack)
keadaan panik (panic state)
11. Takut mati12. Parastesia (rasa kebas atau geli)13. Kedinginan atau perasaan panas
4.2 GANGGUAN ANXIETAS FOBIK [1]
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh benda, binatang
ataupun peristiwa tertentu. sifatnya biasanya tidak rasional, dan timbul akibat peristiwa
traumatik yang pernah dialami individu. Fobia juga merupakan penolakan berdasar
ketakutan terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya
dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak ada dasarnya. Menurut DSM – IV TR,
terdapat beberapa kriteria fobia, yaitu :
a. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan, ditandai oleh adanya atau
antisipasi dari suatu objek atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian,
binatang, mendapat suntikan, melihat darah)
b. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan segera, dapat berupa
serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau dipredisposisi oleh situasi
c. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan
d. Situasi fobik ini dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan
yang jelas
16
e. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna
menganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas social atau hubungan
dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia
f. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan
g. Kecemasan, serangan panic, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi
spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti gangguan obsesif-
kompulsi,gangguan stress pasca trauma, gangguan cemas perpisahan, fobia social, gangguan panik
dengan agorfobia, atau agorfobia tanpa riwayat gangguan panik
Fobia dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yang akan dibahas lebih mendalam
adalah kriteria diagnosis fobia sosial menurut PPDGJ-III dan DSM – IV TR, yaitu :
Menurut PPDGJ-III[2,3] Menurut DSM – IV TR[3,4]
Fobia sosial sering kali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut diperhatikan oleh orang lain dalam kelompok yang relatif kecil (berlawanan dengan orang banyak), yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi sosial. Fobia sosial frekuensinya kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita. Gambarannya dapat sangat jelas (misalnya, hanya terbatas pada makan di tempat umum, atau berbicara di depan umum, atau menghadapi jenis kelamin lain), atau dapat pula kabur (diffus), yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan keluarga. Fobia sosial biasanya disertai dengan harga diri yang rendah dan takut akan kritik. Dapat juga tercetus sebagai keluhan malu (muka merah), tangan gemetar, mual, ingin buang air kecil, dan kadang-kadang individu bersangkutan merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala sekunder dari anxietas ini merupakan masalah utamanya; dalam hal demikian gejalanya dapat berkembang menjadi serangan panik. Kecenderungan menghindar sering kali tampak jelas dan
a.) ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan.
b.) pemaparan dengan situasi sosial yang di takuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau di predisposisi oleh situasi
c.) orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan
d.) situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalu di hadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
e.) penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
17
dalam keadaan ekstrem dapat menjurus ke isolasi sosial yang total.
Pedoman DiagnostikSemua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
(a) gejala-gejala psikologis, perilaku
atau otonomik hams merupakan
manifestasi primer dari anxietas dan bukan
sekunder dari gejala lain seperti waham
atau pikiran obsesif;
(b) anxietas hams hanya terbatas atau
menonjol pada situasi sosial tertentu saja;
dan
(c) penghindaran dari situasi fobik harus
merupakan gambaran yang menonjol.
ditakuti secara bermakna menganggu rutinitas normal, fungsi perkerjaan (atau akademik), atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia
f.) pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan
g.) kecemasan atau penghindaraan fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau situasi kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan cemas perpisahan, gangguan dismorfik tubuh, gangguan perkembangan pervasif atay gangguan skizoid)
h.) jika terdapat suatu kondisi media umum atau gangguan mental lain, ketakutan dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya, misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit parkinson atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada anoreksia nervosa atau bulimia nervosa
BAB V
KESIMPULAN
18
Pasien adalah Tn. J umur 45 tahun, dosen perguruan tinggi swastadatang dengan
keluhan tiba-tiba nyeri dada, merasa sesak, jantung berdebar-debar, cemas, rasa
kesemutan, keringat dingin dan kadang disertai pusing. Keluhan seperti ini sudah dialami
pasien sejak 6 bulan lalu.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan psikiatris, status mental, dan pemeriksaan
lebih lanjut. Diagnosis kerja kelompok kami adalah fobia sosial karena sudah memenuhi
kriteria diagnostik fobia sosial dari edisi keempat revisi Diagnostik dan Statistik Manual
of Mental Disorders (DSM-IV-TR).
Penatalaksaan pada pasien adalah dengan kombinasi farmakoterapi dan
psikoterapi.[5] Obat yang efektif untuk pengobatan fobia sosial meliputi: (1) selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI), (2) benzodiazepin, (3) venlafaxine (Effexor), dan (4)
buspirone (BuSpar). Pada pasien ini diberi obat golongan SSRI sebagai lini pertama
untuk pasien dengan fobia sosial umum. Psikoterapi pada pasien ini dapat dilakukan
terapi tingkah laku dan terapi kognitif.
Berdasarkan keluhan pasien, anamnesis tambahan, pemeriksaan yang dilakukan,
dan diagnosis yang ditegakkan maka kelompok kami menyimpulkan prognosis pasien ini
adalah baik. Dikatakan baik karena tidak ditemukan gangguan organ yang berarti dan
fungsi organ pasien masih dalam batas normal dan dengan penatalaksanaan yang baik
dan tepat fobia yang dialami dapat dihilangkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
19
Kedokteran EGC; 2012. p.233-47
2. Departemen Kesehatan R.I Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III)
3. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri. I Made Wiguna editor.
Tanggerang: Binarupa Aksara. 2010.p.32-55
4. American Psychiatry Association. Diagnostic and Stastistical Manual of Mental
Disorders, 4thed (DSM-IV). 1994.
5. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;
2002.
20