makalah agama islam

38
Makalah Agama Islam : Harta Warisan Disusun oleh : Agnes Ayu Olliviani Ariva Septyawati

Upload: dimas

Post on 04-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

second upload

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agama Islam

Makalah Agama Islam :

Harta Warisan

Disusun oleh :

Agnes Ayu Olliviani

Ariva Septyawati

Eka Setiawan

Dari kelas XII-Perhotelan2

Page 2: Makalah Agama Islam

Pendahuluan Kematian adalah suatu peristiwa yang pasti akan dialami manusia,tidak bisa ditolak ataupun diubah keadaanya oleh siapa pun selain Allah, karena kematian merupakan akhir dari kehidupan manusia di bumi ini. Ada sepenggal kata yang berbunyi “Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan dan dimana ada kehidupan di situh pula ada kematian”. Namun setelah terjadi peristiwa kematian ada sesuatu hal yang menjadi permasalahan yakin persoalan harta, apabila seseorang yang meninggal meninggalkan harta yang lazim disebut harta warisan ataupun tirkah, dengan cara apakah hendak menyelesaikan atau membagi harta warisan tersebut, hukum apa yang akan di berlakukan dalam penyelesaian harta tersebut. Di negara kita Rrpublik Indonesia ini, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW).

Meninjau bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Yang tentunya sering menerapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukum warisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yang bersangkutan.

Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur segala sisi kehidupan manusia,bahkan dalam hal yang berkaitan dengan peralihan harta yang ditinggalkan seorang manusia, setelah manusia tersebut meninggal dunia. Hukum yang membahas tentang peralihan harta tersebut dalam ilmu hukum disebut hukum kewarisan, atau dikenal juga dngan hukum faraid. Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik berupa benda bergerak maupun benda tetap, termasuk barang atau uang pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan hak orang lain, misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan atas hutangnya ketika pewaris masih hidup.

Tetapi setelah terjadinya peristiwa kematian biasanya sering menimbulkan suatu masalah yang menyangkut warisan seperti halnya masalah-msalah lain yang dihadpi manusia ada yang sudah dijelaskan permasalahannya dalam Al-Qur’an

Page 3: Makalah Agama Islam

atau sunnah dengan keterangan yang kongkret, sehingga tidak timbul macam-macam interpretasi, bahkan mencapai ijma’ (konsensus) di kalangan ulama dan umat Islam. Misalnya kedudukan suami istri, bapak, ibu dan anak (lelaki atu perempuan) sebagai ahli waris yang tidak bisa tertutup oleh ahli waris lainnya dan juga hak bagiannya masing-masing.

Selain dari itu masih banyak masalah warisan yang dipersoalkan atau diperselisihkan. Misalnya ahli waris yang hanya terdiri dari dua anak perempuan. Menurut kebanyakan ulama, kedua anak perempuan tersebut mendapat bagian dua pertiga, sedangkan menurut Ibnu Abbas, seorang ahli tafsir terkenal, kedua anak tersebut berhak hanya setengah dari harta pusaka. Demikian pula kedudukan cucu dari anak perempuan sebagai ahli waris, sebagai ahli waris jika melalui garis perempuan, sedangkan menurut syiah, cucu baik melalui garis lelaki maupun garis perempuan sama-sama berhak dalam warisan.Islam datang membawa panji keadilan persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan,anak-anak, orang dewasa, orang yang tua renta, suami, isteri saudara laki-laki dan saudara perempuan sesuai tingkatan masing-masing. Dari berbagai ketentuan dalam hukum kewarisan Islam, setidaknya ada lima azas (doktrin) yang disepakati sebagai sesuatu yang dianggap menyifati hukum kewarisan Islam, yaitu bersifat Ijbari, bilateral, individual, keadilan yang berimbang dan akibat kematian.

Makalah ini akan membahas dan meneliti tentang “pemberlakuan hukum waris islam di Palimanan” dan telah mewawancarai 100 orang dari 100 kepala keluarga di desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.

TUJUAN PENULISAN

1. Supaya memahami tentang hukum waris islam serta mengetahui ruanglingkup dan isi dari surat yang terkandung dalam Al-Qur’an tentang waris.

2. untuk mengetahui apakah sebagian masyarakat memakai hukum waris islam dalm pembagian harta warisnya.

3. supaya mengetahui apakah hukum waris islam dijadikan pedoman atau tidak apabila ada peristiwa kematian.

4. untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pembagian harta waris menurut hukum islam.

Page 4: Makalah Agama Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGANTAR PEMBAHASAN

Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur segala sisi kehidupan manusia, bahkan dalam hal yang berkaitan dengan peralihan harta yang ditinggalkan seorang manusia, setelah manusia tersebut meninggal dunia. Hukum yang membahas tentang peralihan harta tersebut dalam ilmu hukum disebut hukum kewarisan, atau dikenal juga dngan hukum faraid.Idris Djakfar dan Taufik Yahya mendifinisikan bahwa hukum kewarisan ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam al-Qur'an, serta dasar utama dari hokum waris islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis, khususnya menyangkut forsi atau bagian masing-masing ahli waris.Dalam QS. An-Nisa' ayat 11, 12 dan 176. Allah berfirman

Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu, yaitubahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan. Dan apabila anak tersebut semuanya perempuan (lebih dari

Page 5: Makalah Agama Islam

dua orang), maka berilah mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan tersebut seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang Ibu Bapak, bagai mereka masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, apabila yang meninggakan itu mempunyai anak. Apabila yang meninggal tersebut tidak mempunyai anak, sedangkan ahli waris hanya ibu dan bapak, maka bagian ibu adalah sepertiga. Apabila pewaris meninggalkan saudara, maka bagian ibu adalah seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut) dilakukan setelah pelaksanaan wasiat yang dibuat pewaris serta setelah dibayarkan utangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, tidak akan kamu ketahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) mendatangkan manfaat kepadamu. (Ketentuan) ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta-harta yang ditinggalkan isteri isterimu, apabila mereka tidak mempunyai anak. Apabila mereka mempunyai anak, maka bagianmu (suami) adalah seperempat dari harta-harta yang ditinggalkan isteri-isterimu, setelah dilaksanakan wasiat dan dibayarkan utangnya Para isteri memperoleh seperempat bagian dari harta yang ditinggalkan apabila kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu meninggalkan anak maka isteri-isterimu memperoleh seperdelapan bagian, setelah dilaksanakan wasiat dan dibayarkan utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, namun tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi apabila saudara seibu tersebut lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga tersebut, sesudah dilaksanakan wasiat yang dibuat dan dibayarkan utang yang dibuat, dengan tidak memberikan mudharat (bagi ahli waris). Allah menetapkan yang demikian tersebut sebagai syarai 'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu tentang Kalalah (tidak meninggalkan ayah dan anak), maka katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu: Jika seorang meninggal dunia dan tidak mempunyai anak (tetapi) mempunyai (seorang saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan tersebut seperdua dari harta yang ditinggalkan, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan). Jika ia tidak mempunyai anak, tetapimempunyai dua orang saudara perempuan, maka bagi mereka dua pertiga dan harta yang ditinggalkannya. Dan Jika ahli warisnya terdiri dari seorang

Page 6: Makalah Agama Islam

saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki adalah dua bahagian dari saudara perempuan. Alah menerangkan hukum ini kepadamu supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat-ayat tentang kewarisan tersebut di atas merupakan ketentuan Allah secara umum menyangkut siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris berdasarkan hubungan kekerabatan seperti ayah, ibu, anak, dan saudara, ataupun karena hubungan perkawinan(suami/isteri). Selain dari pada itu juga menentukan tentang berapa besar bagian masingmasing ahli waris dan langkah apa saja yang dilakukau sebelum menentukan harta peninggalan pewaris baru dikatakan sebagai harta warisan (terlebih dahulu menyelesaikan wasiat pewaris dan membayarkan utang pewaris).

Hal yang paling menonjol dalam pembahasan tentang keadilan menyangkut hokum Kewarisan Islam adalah tentang hak sama-sama dan saling mewarisi antara laki-laki dan perempuan serta perbandingan 2 : 1 (baca 2 banding 1) antara forsi laki-laki dan perempuan.Asas keadilan dalam hukum Kewarisan Islam mengandung pengertian bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh dan harta warisan dengan kewajiban atau beban kehidupan yang harus ditanggungnya/ditunaikannya diantara para ahli waris , karena itu arti keadilan dalam hukum waris Islam bukan diukur dari kesamaan tingkatan antara ahli waris,tetapi ditentukan berdasarkan besar-kecilnya beban atau tanggungjawab diembankan kepada mereka, ditinjau dari keumuman keadaan/kehidupan manusia. Rasio perbandingan 2 : 1, tidak hanya berlaku antara anak laki-laki dan perempuan saja,melainkan juga berlaku antara suami isteri, antara bapak-ibu serta antara saudara lelaki dan saudara perempuan, yang kesemuanya itu mempunyai hikmah apabila dikaji dan diteliti secara mendalam. Dalam kehidupan masyarakat muslim, laki-laki menjadi penanggung jawab nafkah untuk keluarganya, berbeda dengan perempuan. Apabila perempuan tersebut berstatus gadis/masih belum menikah, maka ia menjadi tanggung jawab orang tua ataupun walinya ataupun saudara laki-lakinya. Sedangkan setelah seorang perempuan menikah, maka ia berpindah akan menjadi tangguag jawab suaminya (laki-laki).

Dalam tingkatan anak, anak laki-laki yang belum menikah, ia diwajibkan memberi mahar dan segala persyaratan pernikahan yang dibebankan pihak keluarga calon isteri kepadanya. Setelah menikah, maka beban menafkahi isteri (dan anak-anaknya) kelak akan diletakkan dipundaknya. Sebaliknya anak

Page 7: Makalah Agama Islam

perempuan, dengan forsi yang diperolehnya tersebut akan mendapat penambahan dari mahar yang akan didapatkannya apabila kelak ia menikah, selanjutnya setelah menikah ia (pada dasarnya) tidak dibebankan kewajiban menafkahi keluarganya ,bahkan sebaliknya dia akan menerima nafkah dari suaminya, kondisi umum ini tidak menafikan keadaan sebaliknya, tapi jumlahnya tidak banyak.

B. INTI PEMBAHASAN

Pembahasan ini akan dibedakan lagi menjadi sub sub yang lebih kecil.

Pengertian waris

Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda.[1] Kata ورث adalah kata kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an.[2]  Kata waris dalam berbagai bentuk makna tersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang antara lain:

a. Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).

b. Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. az-Zumar,39:74).

c. Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. al-Maryam, 19: 6).[3]

 

Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli

Page 8: Makalah Agama Islam

waris yang berhak menerimanya.[4] Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian ilmu waris adalah sebagai berikut:

التوزيع وكيفية وارث ومقداركل يرث ال ومن يرث من به يعرف علم

“Artinya: Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang mewaris, kadar yang diterima oleh ahli waris serta cara pembagiannya.”[5]

 

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajibankewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.[6] Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.

 

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan dengan warisan, diantaranya adalah:

1. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.

Page 9: Makalah Agama Islam

2. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal) baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.

3. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan menunaikan wasiat.

4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.

5. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.[7]

 

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

 

Syarat dan rukun waris

Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut adalah:

1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.

Page 10: Makalah Agama Islam

2.  Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal dunia.

3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.[8]

 

Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu :

Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam :

a)      Mati Haqiqy (mati sejati).

Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.

b)      Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis)

Mati hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan. Maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat Malikiyyah dan Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.

Page 11: Makalah Agama Islam

c)      Mati Taqdiry (mati menurut dugaan).

Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya.[9]

Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benarbenar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu: antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.[10]

 

Golongan ahli waris

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak 25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :

Anak laki-laki.

Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.

Bapak.

Page 12: Makalah Agama Islam

Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.

Saudara laki-laki seibu sebapak.

Saudara laki-laki sebapak saja.

Saudara laki-laki seibu saja.

Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.

Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.

Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.

Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.

Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.

 Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.

Suami.

Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).

 

Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan hanya 3 orang saja, yaitu :

Bapak.

Anak laki-laki.

Suami.

Golongan dari pihak perempuan, yaitu :

Anak perempuan.

Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannnya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.

Page 13: Makalah Agama Islam

Ibu.

Ibu dari bapak.

Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.

Saudara perempuan seibu sebapak.

Saudara perempuan yang sebapak.

Saudara perempuan seibu.

Istri.

Perempuan yang memerdekakan si mayat.

Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu :

Isteri.

Anak perempuan.

Anak perempuan dari anak laki-laki.

Ibu.

Saudara perempuan yang seibu sebapak.

Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami isteri,  ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

Anak yang berada dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya. Sabda Rasulullah SAW. “apabila menangis anak yang baru lahir, ia mendapat pusaka.” (HR. Abu Dawud).[11]

Beberapa hak yang bersangkutan dengan harta waris

Page 14: Makalah Agama Islam

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :

Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.

Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.

Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si mayat.[12]

 

 

Bagian-bagian ahli waris

Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata cara pembagian dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat bagian, siapa yang tidak mendapat bagian dan berapa besar bagiannya adalah ilmu faroidl. Al-Faraaidh ( الفرائض ) adalah bentuk jamak dari kata Al-Fariidhoh (الفريضه ) yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya.[13]  Ketentuan kadar bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut :

Yang mendapat setengah harta.

Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama-sama saudaranya. Allah berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 11 :

"ن و$إ $ت $ان ك و$اح"د$ة) $ه$ا ف$ل /ص ف-ا لن

Page 15: Makalah Agama Islam

Artinya : “Jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperolah separo harta.”

Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.(berdasarkan keterangan ijma’)

 

Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila ia saudara perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja.

Suami, apabila isterinya yang meninggal dunia itu tidak meninggallkan anak dan tidak pula ada anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.[14]

 

Yang mendapat seperempat harta.

Suami, apabila isteri meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun anak perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

و $ أ د$ي ن2 "ن ف$إ $ان$ ك $ه-ن5 ل $د6 و$ل -م- $ك ف$ل -ع- ب الر8 م"م5ا ك ن$ $ر$ ت م"ن $ع د" ب 5ة2 و$ص"ي -وص"ين$ ي "ه$ا ب

Artinya : “Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang di tinggalkannyasesudah dik penuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah di bayar utangnya.”

Istri, baik hanya satu orang ataupun berbilang, jika suami tidak meninggalkan anak(baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki(baik laki-laki maupun perempuan). Maka apabila istri itu berbilang, seperempat itu di bagi rata antara mereka.[15]

Page 16: Makalah Agama Islam

 

Yang mendapat seperdelapan harta.

Istri baik satu ataupun berbilang, mendapat warisan dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.

 

Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

"ن ف$إ $ان$ ك -م $ك ل $د6 و$ل $ه-ن5 ف$ل 8م-ن- الث

Artinya : “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.”[16]

 

Yang mendapat dua pertiga harta.

Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki.

Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila ia anak perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu, mereka mendapatkan harta warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta. Hal itu beralasan pada qias, yaitu di qiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.

Page 17: Makalah Agama Islam

Suadara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang(dua atau lebih). Firman Allah SWT, dalam Surah An-Nisa’ ayat 176, yaitu :

"ن ف$إ $ا $ت $ان ك $ي ن" $ت اث ن $ه-م$ا ف$ل $ان" -ث 8ل الث م"م5ا ك$ $ر$ ت

Artinya : “Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang di tinggalkan oleh yang meninggal.”

Saudara perempuan yangs sebapak, dua orang atau lebih.

Keterangannya adalah surah An-Nisa’ ayat 176 yang tersebut di atas, karena yang di maksud dengan saudara dalam ayat tersebut  ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.[17]

 

Yang mendapat sepertiga harta.

Ibu, apabila yang meninggal tidak meningglkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun perempuan, seibu sebapak atau sebapak saja, atau seibu saja.

Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

"ن ف$إ -وا $ان ك $ر$ ك ث$ أ م"ن "ك$ ذ$ل ف$ه-م $اء- ك ر$ ش- ف"ي 8ل-ث" الث

Artinya : “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”[18]

Yang mendapat sepereenam harta.

Page 18: Makalah Agama Islam

Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki,atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja, atau seibu saja.

Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki.

c. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini  beralasan dari hadist yang diriwayatkan oleh zaid yang artinya : “Sesungguhnya nabi SAW. telah menetapkan bagian nenek seperenam dari harta “  

d. Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki). Mereka mendapatkan seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak mendapat harta waris.

Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada. (keterangan berdasarkan ijma’ para ulama’)

 Untuk seorang sudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah SWT. Dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

$ه- و$ل خ6$ أ و $ أ -خ ت6 أ -ل/ "ك ف$ل و$اح"د2 م"ن ه-م$ا الس8د-س-

Artinya : “Dan apabila si mayat mempunyai seorang sudara laki-laki(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.”

Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak berbilang(dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta warisan. (berdasarkan ijma’ para ulama’).[19]

 

Page 19: Makalah Agama Islam

Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris

Ahli waris yang telah di sebutkan di atas semua tetap mendapatkan harta waris menurut ketentuan-ketentuan yang telah di sebutkan, kecuali apabila ada ahli waris yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka. Berikut akan di jelaskan orang-orang yang mendapat harta waris, atau bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka.

Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena ada ibu, sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada kakek.

Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut di bawah ini :

Anak, baik laki-laki maupun perempuan.

Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

Bapak.

Kakek.

Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya salah seorang dari empat orang berikut :

Bapak.

Anak laki-laki.

Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki).

Sudara laki-laki yang seibu sebapak.

Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta waris apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah ini :

Anak laki-laki.

Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)

Page 20: Makalah Agama Islam

Bapak.

Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan mereka tidak mendapat harta waris, yaitu:

Saudara laki-laki bapak(paman) mendapatkan harta waris. Namun, saudara perempuan bapak (bibi) tidak mendapatkan harta waris.

Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari bapak) mendapat harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris.

Anak laki-laki saudara laki-laki mendapatkan harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris.[20]

Pengertian ‘Aulu

‘Aulu artinya jumlah beberapa ketentuan lebih banyak daripada satu bilangan, atau berarti jumlah pembilang dari beberapa ketentuan lebih banyak dari pada kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebutnya. Umpamanya ahli waris adalah suami dan dua saudara seibu sebapak, maka suami mendapat ketentuan 1/2 , dua saudara perempuan mendapat 2/3 sedangkan kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah 6. Kita jadikan 3/6 untuk suami dan 4/6 untuk kedua saudara perempuan. Jadi jumlah pembilang keduanya adalah 7, sedangkan penyebut keduanya hany 6. Disini nyata bahwa pembilang lebih banyak dari penyebut. Apabila terdapat masalah seperti ini, harta hendaknya kita bagi tujuh bagian : tiga bagian untuk suami dan empat bagian untuk kedua saudara perempuan. Sebenarnya keduan macam ahli waris ini tidak mengambil seperti ketentuan masing-masing, tetapi keadilan memaksa menjalankan seperti tersebut.

Contoh yang kedua : Ahli waris adalah istri, ibu, dua saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak, dan seorang saudara seibu(baik laki-laki maupun perempuan). Ketentuan masing-masing adalah intri mendapar 1/4 , ibu mendapat 1/6, dua saudara perempuan mendapat  2/3 dan seorang saudara seibu mendapat 1/6. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut beberapa ketentuan tersebut adalah 12, kita atur sebagai berikut : 1/4+1/6+2/3+1/6 = 3/12+2/12+8/12+2/12 = 15/12. Jadi, harta perlu di bagi 15 bagian : 3 bagian dari 15 bagian untuk istri, 2 bagian untuk ibu, 8 bagian untuk dua orang saudara

Page 21: Makalah Agama Islam

perempuan, 2 bagian untuk saudara seorang seibu. Berarti tiap-tiap bagian itu di hitung dari 15, bukan dari 12, sedangkan ketentuan masing-masing hendaknya di ambil dari 12, tetapi dalam masalah ‘aulu masing-masing hanya mengambil  dari 15 . inilah yang dimaksud dengan ‘aulu. Terjadinya karena banyaknya ahli waris sehingga jumlah ketentuan mereka lebih banyak dari pada satu bilangan, buktinya pembilang lebih banyak dari penyebut.[21]

Hal-hal yang menghalangi waris

Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:

1. Pembunuhan.

Pembunuhan adalah sesuatu perbuatan yang mutlak menjadi penghalang waris, karena adanya dalil yang kuat dari hadis Rasulullah SAW, Yang Artinya:” Tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan (Hadis Riwayat an-Nasa’i dengan isnad yang sahih)”.[22]

 

Imam Syafi’i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi penghalang mewarisi sebagai berikut:

Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang yang telah dijatuhi hukuman mati.

Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang peninggalan pesakitan yang dibunuhnya.

Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya.[23]

 

Page 22: Makalah Agama Islam

2. Berbeda Agama.

Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang muslim dan kafir (non Islam), orang Islam tidak mewarisi harta orang non Islam demikian juga sebaliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang  Artinya:” Diriwayatkan daripada Usamah bin Zaid r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Orang Islam tidak boleh mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang Islam. (Hadis Riwayat an-Nasa’I dengan isnad yang sahih)”[24]

 

3. Perbudakan.

Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya. Sehingga ketika tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan “harta” dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan.

 

4.  Berlainan Negara

Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:

Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah komando yang berbeda.

Page 23: Makalah Agama Islam

Kepala negara yang berbeda.

Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang terjalin antar keduanya.[25]

 

Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu beda agama (pasal 171 huruf c dan pasal 172 KHI), membunuh, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat terhadap pewaris dan memfitnah (pasal 173 KHI). Adapun persoalan agama menjadi sangat esensial sehingga harus ada penegasan bahwa perbedaan agama akan menghilangkan hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum kewarisan Islam adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam. Sebagaimana Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:

“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”[26]

 

Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan dalam pasal 172 KHI yang berbunyi:

“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.”[27]

 

Page 24: Makalah Agama Islam

Sedangkan penghalang mewarisi yang berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang berbunyi:

“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.

Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”[28]

 

I. Pengertian Wasiat

Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang meninggal dunia. Hukum wasiat adalah sunnah.

Rukun wasiat adalah sebagai berikut :

1. Ada orang yang berwasiat.2. Ada yang menerima wasiat.3. Sesuatu yang di wasiatkan.4. Lafadz(kalimat) wasiat, yaitu kalimat yang dapat dipahami untuk wasiat.

[29]

Sebanyak-banyak wasiat adalah sepertiga dari harta, tidak boleh lebih kecuali apaila di izinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yang berwasiat meninggal. Sabda Rasulullah SAW. Yaitu :

Page 25: Makalah Agama Islam

Dari Ibnu Abbas. Ia berkata, “Alanghkah baiknya jika manusia mengurangi wasiat mereka dari sepertiga k seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “ Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu banyak.” ” (HR. Bukhori dan Muslim)

Wasiat hanya di tujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada ahli waris, wasiat tidak sah kecuali apabila di ridhoi oleh semua ahli waris yang lain sesudah meninggalnya yang berwasiat. Sabda Rasulullah SAW. Yaitu :

 Dari abu Amamah, Ia berkata : “ Saya telah mendengar Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris. Maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat lagi bagi seorang ahli wari.”(HR. Liam orang ahli hadist selain Nasai)[30]

Syarat orang yang di serahi menjalankan wasiat, yaitu :

1. Beragama Islam.2. Baligh.3. Berakal.4. Merdeka.5. Amanah.6. Cakap untuk menjalankan sebagaimana yang di  kehendaki oleh yang

berwasiat.[31]

 

 

                                                                                          

BAB III

Page 26: Makalah Agama Islam

PENUTUP

Kesimpulan

Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di simpukan bahwa :

Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup.

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan orang yang telah meninggal yang masih mempunyai hubungan darah.

Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :

Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.

Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.

Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si mayat.

Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.

 

Page 27: Makalah Agama Islam

Saran

Rasululloh SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu, yaitu :

“Diriwatkan dari Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya ilmu faro’id itu sebagian dari agama kalian dan setengah dari seluruh ilmu. Dan sesungguhnya ilmu faro’id itu ilmu yang mula-mula akan di cabut dari umatku”.”

Dari hadist tersebut dapat di peroleh kesimpulan bahawa ilmu faraid atau yang biasa di kenal dengan ilmu pembagian harata waris ini sangat penting untuk di pelajari. Oleh karena itu pengenalan dan pemahaman ilmu faraid harus lebih di tingkatkan lagi.

Mempelajari ilmu ini juga untuk mengetahui dengan jelas orang-orang yang berhak menerima warisan sehingga terhindar dari perselisihan dan perebutan harta penginggalan yang meninggal.

Mengajarkan ilmu faraid(ilmu pembagian harta waris) memang tidak mudah, metode pengajaran yang kreatif dan inovatif sangat di perlukan kerena tidak dapat di pungkiri bahwa ilmu faraidh sudah mulai tidak di gunakan lagi, padahal ilmu faraidh telah di jelaskan d Al-Qur’an yang di jamin kebenarannya. Metode pengajaran yang dapat di lakukan adalah dengan menerapkannya langsung pada kisah nyata kehidupan sehari-hari orang-orang dalam suatu masyarakat