makalah anlisis obat
DESCRIPTION
analisis obatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analgesik merupakan obat yang dapat mengurangi rasa sakit
dengan meningkatkan batas ambang rasa sakit. Analgesik digolongkan
menjadi 2 kelompok besar yaitu: Analgesik narkotika dan analgesik non
narkotika. Analgesik non narkotika yang umum digunakan adalah asetosal,
senyawa asam mefenamat dan parasetamol sementara contoh analgesik
narkotika adalah morfin dan heroin. Selain itu, terdapat beberapa anlgesik
narkotika sintetik seperti mepiridin. Sementara itu, antipiretik adalah obat
yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya
(sekitar 90 %) analgesik mempunyai efek antipiretik, karena alasan ini
adalah maka analisis obat analgesik dan antipiretik dijadikan satu. Obat-
obat analgesik non narkotika juga berguna sebagai obat anti inflamasi non
steroid atau populer dikenal dengan obat NSAID.
Analgesik-antipiretik dapat dikelompokkan sebagai turunan-
turunan struktur asam salisilat seperti asetosal, turunan p-aminofenol
seperti paracetamol, turunan asam fenamat seperti asam mefenamat,
turunan asam propionat seperi ibuprofen, ketoprofen dan naproxen, derivat
asam fenilasetat seperti natrium diklofenak turunan pirazolon seperti
fenilbutason dan oksifenbutazon, serta turunan oksikam seperti piroksikam
dan meloksikam.
Karena banyaknya fungsi terapi obat obat NSAID, serta
penggunaannya yang sangat familiar di masyarakat maka dari itu penting
kiranya bagi seorang farmasis yang nantinya berperan sebagai analisator
untuk melakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif (penetapan kadar)
senyawa senyawa analgetik antipiretik dan antiinflamasi, terutama turunan
p-aminofenol seperti PCT, yang sering dijadikan sebagai obat penurun
panas, dan turunan asam fenamat seperti asam mefenamat yang sering
dijadikan sebagai obat sakit gigi dan turunan fenilasetat seperti natrium
diklofenak yang sering dijadikan sebagai obat radang sendi.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami:
1. Rumus struktur asam mefenamat, paracetamol, dan natrium
diklofenak
2. Golongan senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan natrium
diklofenak
3. Sifat fisika kimia senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan
natrium diklofenak
4. Analisis kualitatif senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan
natrium diklofenak
5. Analisis kuantitatif senyawa asam mefenamat, parasetamol,
dan natrium diklofenak
6. Proseddur analisis senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan
natrium diklofenak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Rumus Struktur (Dirjen POM, 2014)
2. Golongan Senyawa
Berdasarkan struktur kimia dapat disimpulkan bahwa ASAM
MEFENAMAT, PARACETAMOL dan NATRIUM DIKLOFENAK
merupakan senyawa yang memiliki gugus NH (ANILIN), dimana
ASAM MEFENAMAT merupakan NSAID golongan senyawa turunan
asam antranilat, PARACETAMOL merupakan NSAID golongan
senyawa turunan anilin dan Na DIKLOFENAK merupakan NSAID
golongan senyawa turunan asam fenilasetat.
3. Sifat Fisika Kimia (Clark’s, 2003)
a. ASAM MEFENAMAT
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut 1 dalam 185 bagian
etanol, 1 dalam 150 bagian kloroform, dan 1 dalam 80 bagian eter ;
larut dalam larutan alkali hidroksida.
Konstanta disosiasi : pKa 4.2.
Koefisien partisi : Log P(octanol/water), 5.1.
Uji Kualitatif : Liebermann's Test—blue.
b. NATRIUM DIKLOFENAK
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis
tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol
metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8.
(Sweetman, 2009).
Konstanta disosiasi : pKa 4.2.
Koefisien partisi: Log P(octanol/water), 4.5.
Uji Kualitatif : Uji Liebermann -merah-coklat; Uji Mandelin,s -
merah-coklat; Uji Marquis -coklat (lambat).
c. PARASETAMOL
Kelarutan : Sangat sedikit larut dalam air dingin, jauh lebih mudah
larut dalam air panas; larut dalam etanol, metanol,
dimetilformamida, etilen diklorida, aseton, dan etil asetat; sangat
sedikit larut dalam kloroform; sedikit larut dalam eter; praktis tidak
larut dalam petroleum eter, pentana, dan benzene (Clarke’s, 2003)
Konstanta disosiasi: pKa 9.5 (25°).
Koefisien partisi: Log P(octanol/water), 0.5.
Uji kualitatif:
Ferri Klorida - biru;
reaksi warna menggunakan reagen FeCl3. Tahapannya
yaitu parasetamol digerus supaya homogen, kemudian ditimbang
secara seksama sebanyak 100 mg menggunakan neraca digital.
Penimbangan tersebut tidak harus terlalu akurat karena hanya
mengidentifikasi, tidak menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah aquadest sebanyak
10 ml hingga larut. Hasilnya yaitu terbentuk larutan bening.
Kemudian, larutan parasetamol tersbut ditambah 3
tetes FeCl3. Hasilnya yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi
biru violet. Warna biru violet tersebut diperoleh dari senyawa
kompleks antara gugus fenol dengan ion logam Fe3+ sesuai reaksi
Ar-OH (Fenol)+ Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet
FolinCiocalte Reagen-biru; Uji Liebermann-violet; Nessler Reagen-
coklat (lambat).
Rebus 0,1 g dengan 1 mL asam klorida selama 3 menit, tambahkan
10 ml air, dingin, dan menambahkan 0,05 mL 0,02 M kalium
dikromat-violet, berkembang perlahan-lahan (yang berbeda dengan
phenacetin tidak menjadi merah).
4. Analisis Kuantitatif Asam Mefenamat
Asam mefenamat atau asam 2-[2,3-dimetilfenil)amino]-benzoat
termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan NSAID (Non steroidal
anti – inflammatory drugs). Obat ini digunakan untuk mengatasi
berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk
mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau
menjelang haid. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat
sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat
enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik, anti
inflamasi dan antipiretik.
Asam mefenamat
Berbagai metode analisis telah digunakan untuk analisis asam
mefenamat, berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menganalisis dan prosedurnya
a. Titrimetri
Metode titrasi bebas air menggunakan deteksi titik akhir dengan
potensiometer digunakan oleh C akirer dkk. 1999 untuk analisis asam
mefenamat dalam astonitril (sebagai pelarut) dan tetra n-butil-
ammonium hidroksida (TBAH) sebagai titran pada suhu 25˚. TBAH
yang dibeli dari E.merck (Jerman) berada dengan konsentrasi 0,1 M
dalam 2-propanolol-metanol dan diencerkan dengan 2-propanolol
untuk menghasilkan larutan TBAH dengan konsentrasi 0,02 M.
Larutan ini distandarisasi dengan Hg-asam benzoat.
Prosedur analisis asam mefenamat secara titrimetric dengan titran
TBAH; larutan sampel yang mengandung kurang lebih 2,0-4,0 mg
asam mefenamat dilarutkan secara langsung dalam 15 ml asetonitril,
lalu dimasukkan ke sel titrasi dan dititrasi secara langsung dengan
titran TBAH dengan pengadukan pada suhu 25˚C. titik akhit dideteksi
menggunakan potensiometer dan berkaitan dengan netralisasi gugus –
COOH yang terdapat dalam asam mefenamat. Kurva titrasi
potensiometri asam mefenamat dengan TBAH ditunjukkan pada
gambar dibawah ini:
b. Spektrofotometer
Metode spektrofotometri yang sederhana, selektif dan sensitive
telah sukses digunakan untuk analisis asam enfenamat dan asam
mefenamat dalam bahan ruah dan dalam sediaan farmasetik. Metode
ini didasarkan pada reaksi antara asam-asam ini dengan p-N,N-
dimetilfenilendiamin (DMPD) dengan adanya persulfat (S2O82-) atau
kromium (VI) membentuk warna yang intens, yang dapat diukur pada
panjang gelombang 740 (asam mefenamat). Metode yang
dikembangkan ini dapat mendeterminasi 0,25-4,0 µg asam mefenama
(Sastry dkk, 1989).
Larutan induk 1 mg/ml asam mefenamat dibuat dengan
melarutkan 100 mg masing-masing obat ini dalam 100 ml methanol.
Larutan induk ini selanjutnya diencerkan untuk memperoleh larutan
kerja dengan konsentrasi 25 µg/ml untuk asam enfenamat. Larutan
DMPD dihidroklorida 2 x 10-3 M disiapkan dalam air, sementara
kalium persulfat dibuat dengan konsentrasi 1 x 10-2 M, kalium
dikromat (2 x 10-2 M) dan buffer kalium dihidrofen fosfat-dinatrium
hydrogen fosfat dibuat pH 6,0.
Prosedur analisis tau asam mefenama5 dalam sampel bahan
ruah: ke dalam labu takar 25 ml yang mengandung 15 ml buffer pH
6,0 dan sejumlah alikuot asam mefenamat (6,2-100 µg asam
mefenamat), 1,5 ml larutan DMPD dihidroklorida dan oksidan (1 mL
S2O82- untuk asam mefenamat atau 1 mL Cr(VI) untuk asam
mefenamat) ditambahkan untuk tiap larutan obat, lalu diencerkan
dengan aquades sampai tanda. Warna yang terbentuk diukur di panjang
gelombang 740 (asam mefenamat). Konsentrasi sampel diukur dengan
kurva kalibrasi.
Prosedur analisis asam mefenamat dalam sediaan farmasetik:
sediaan farmasetik yang setara dengan 100 mg ditimbang (untuk tablet
dan kapsul) atau sejumlah tertentu volume sediaan cair (sirup) diambil
lalu ditambah dengan methanol dengan cara yang sama sebagaimana
diatas. Selanjutnya dilakukan filtrasi jika terdapat bahan-bahan yang
tidak larut, lalu prosedur selanjutnya adalah sebagaimana dalam
sediaan bahan awal diatas.
Asam mefenamat juga dapat dianalisis secara spektrofotometri
visible (tampak) setelah direaksikan dengan Fe(III). Prosedur analisis
asam mefenamat secara spektrofotometri visible: ke dalam labu takar
25 mL, ditambahkan 1,0 – 6,0 mL larutan induk asam mefenamat 0,02
M (2713 ppm), lalu ditambah dengan 3 mL glisin 0,1 M dan 3 mL feri
klorida 0,1 M dan diencerkan sampai batas tanda dengan methanol.
Larutan sebagaimana di atas juga disiapkan, akan tetapi tidak
mengandung asam mefenamat sebagai larutan referens (blanko).
Absorbansi larutan selanjutnya dibaca dengan spektrofotmeter visibel
di panjang gelombang 495 nm, lalu dibuat kurva kalibrasi yang
menyatakan hubungan antara konsentrasi asam mefenamat dengan
absorbansi hasil pengukuran dengan spektrofotometer visibel.
c. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik sukses
digunakan untuk analisis asam mefenamat. Kolom yang digunakan
adalah µBondapak (300 x 3,9 mm; 10 µm). fase gerak yang digunakan
adalah methanol-asam asetat glasial-air (85:2:15 v/v/v) dan
dihantarkan internalsecara isokratik dengan kecepatan alir 1 mL/menit.
Detector UV diatur pada panjang gelombang 278 nm (Maron and
Wright, 1990).
Rouini dkk. (2004) menggunakan KCKT untuk analisi asam
mefenamat dalam serum menggunakan natrium diklofenak sebagai
standar internal. Analit dielusi dengan fase gerak asetonitril-air )50:50
v/v) yang pH-nya diatur 3 dengan asam fosfat. Proses kromatografi
dilakukan secara isokratik menggunakan kolom C8 Techsphere (150
mm x 4,6 mm; 3 µm) pda kecepatan alir fase gerak 1 mL/menit pada
suhu kamar. Analit dideteksi dengan detector UV pada panjang
gelombang 280 nm.
Penyiapan standar: diawali dari larutan induk asam
mefenamat (40 µg/mL) dalam asetonitril, larutan kalibrasi disiapkan
dalam serum manusia yang tidak mengandung obat diperoleh dari
sukarelawan sehat. Kurva kalibrasi disiapkan dengan standar asam
mefenamat dengan konsentrasi 25, 50, 100, 150, 200, 250, 500, 750,
1000, 1500, 2000 dan 4000 ng/mL dalam serum manusia. Larutan
kerja natrium diklofenak (50 µg/ mL) digunakan sebagai standar
internal, dan siapkan dalam aquades.
Prosedur ekstraksi: ke dalam tabung effendrof polipropilen,
sebanyak 70 µL sampel, 100 µL standar internal (50 µg/mL) dan 100
µL asam fosfat ditambahkan dan dicampur selama 30 detik. Larutan
selanjutnya ditambah dengan 1 mL diklorometana, divorteks selama 3
menit. Fase organiK (700 µL) di pindahkan ke tabung gelas bersih dan
diuapkan sampai kering di bawah aliran gas nitrogen pada suhu 45˚C.
residu dilarutkan dalam 200 µL fase ferak dan sebanyak 50 µL alikuot
diinjeksikan ke sistem KCKT.
5. Analisis Kuantitatif Natrium Diklofenak
1. Spektrofotometri UV
a. Penentuan panjang gelombang maksimal
Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam labu
takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata sampai batas
tanda (kadar 500 µg/ml sebagai larutan stok), diambil 1,0; 1,25;
1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian larutan dimasukkan ke
dalam labu takar 50,0 ml kemudian ditambah aquabidestilata
sampai batas tanda. Serapan dibaca pada panjang gelombang
antara 260-290 nm.
b. Penentuan operating time
1. Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukan dalam
labu takar 100,0 ml, ditambah aquabidestilata sampai batas
tanda (kadar 500 µg/ml), diambil sebanyak 1,0 ml, larutan
dimasukkan ke dalam labu takar 50,0 ml, ditambah
aquabidestilata sampai batas tanda.
2. Serapannya dibaca pada panjang gelombang maksimal pada
menit ke 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60.
3. Serapan yang tetap dicatat dan digunakan
sebagai ukuran waktu pembacaan absorbansi pada pembuatan
kurva baku dan penetapan kadar sampel.
c. Pembuatan kurva baku
1. Pembuatan seri larutan baku
Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam
labu takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata
sampai batas tanda (kadar 500 µg/ml sebagai larutan
stok), diambil 1,0; 1,25; 1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar50,0 ml kemudian
ditambah aquabidestilata sampai batas tanda.
2. Kemudian dibuat kurva Y = bX + a, dimana Y sebagai nilai
dari hasil absorbansi dan X adalah sebagai kadar terukur.
d. Pengukuran serapan sampel
1. Ditimbang dengan saksama natrium diklofenak 50,0 mg dan
laktosa sampai 70,0 mg, campur sampai homogen, Campuran
serbukdilarutkan dalam aquabidest sampai 100,0 ml (kadar
500 µg/ml), Larutan natrium diklofenak 500
µg/ml diambil 1,0; 1,25; 1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar 50,0 ml kemudian
ditambah aquabidestilata sampai batas tanda. Larutan sampel
diukur absorbansinya pada spektrofotometer sesuai dengan
panjang gelombang maksimal dan operating time yang sudah
ditentukan.
2. Data absorbansi yang didapat dimasukkan ke dalam
persamaan kurva baku untuk mendapatkan kadar natrium
diklofenak dalam sampel.Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
e. Perhitungan kadar natrium diklofenak dalam sampel
Kadar natrium diklofenak dapat diketahui berdasarkan persamaan
kurva baku:Y =bX + a, dengan Y nilai absorbansi dan X adalah
kadar terukur
2. Kromatografi
a. Optimasi Instrumen KCKT dan Optimasi fase gerak
Preparasi instrumen KCKT meliputi pengaturan sistem KCKT
yaitu penetapan panjang gelombang maksimal, waktu alir dan
tekanan pompa yang akan digunakan. Fase gerak yang
digunakan adalah campuran asetonitril (for HPLC) dan buffer
fosfat 0, 01 M pH 3,5 dengan perbandingan 70 : 30. Untuk 500
ml fase gerak diperlukan 350 ml asetonitril dan 150 ml buffer
fosfat.
b. Identifikasi natrium diklofenak dalam sampel
Identifikasi natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan
seri kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0; 22,5 dan 25,0 µg/ml.
Natrium diklofenak ditimbang secara saksama sebanyak 50,0
mg, kemudian dimasukkan dalam labu takar 100,0 ml dilarutkan
dengan aquabidestilata sampai batas tanda (kadar 500 µg/ml
sebagai larutan stok). Dari larutan 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0;
22,5 dan 25,0 µg/ml, larutan tersebut diinjeksikan sebanyak 10
µl kemudian dibaca absorbansinya pada λ gelombang
maksimum 276 nm. Kadar natrium diklofenak terukur dihitung
berdasarkan persamaan kurva baku.
c. Pembuatan kurva baku.
1. Pembuatan seri larutan baku natrium diklofenak
Disiapkan seri baku dengan kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5;
20,0; 22,5 dan 25,0 µg/ml. Larutan baku
dibuat dengan menggunakan natrium diklofenak dan
dilarutkan dengan aquabidestilata.
2. Pembuatan kurva baku
Sepuluh mikroliter larutan baku dari masing-masing kadar
disuntikkan ke dalam kolom. Kurva baku dibuat dengan
memplotkan kadar zat versus rasio luas puncak zat.
Persamaan kurva baku dicari dengan metode regresi linear.
d. Pengamatan kromatogram sampel
Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam labu
takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata sampai batas
tanda(kadar 500 µg/ml sebagai larutan stok), diambil 1,0; 1,25;
1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian larutan dimasukkan ke
dalam labu takar 50,0 ml kemudian ditambah aquabidestilata
sampai batas tanda (Kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0; 22,5 dan
25,0 µg/ml). Larutan sampel diinjeksikan ke dalam kolom
C18 untuk dielusi. Hasil pemisahan ditetapkan kadarnya dengan
cara memasukkan data AUC ke dalam persamaan kurva
baku untuk mendapatkan kadar natrium diklofenak dalam
sampel. Dengan menggunakan persamaan garis regresi linear
kurva baku, kadar natrium diklofenak dalam sampel dapat
diketahui. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
e. Perhitungan kadar natrium diklofenak dalam sampel
Hasil kromatogram sampel dapat dihitung kadarnya (X) dengan
melihat luas area sampel (Y) pada kromatogram dan
dimasukkan dalam persamaan regresi linier kurva baku Y = b X
+ a.
6. Analisis kuantitatfi Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen merupakan salah satu obat
NSAID yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam
berbagai macam sediaan seperti tablet, kapsul, sirup, elixir, suspensi
dan suppositoria. Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk
tablet yang mengandung 500 mg bahan aktif. Parasetamol juga sering
dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi.
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara titrimetric dengan
metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara
Visible) dan dengan tekhnik berdassarkan kromatografi
Parasetamol
a. Metode titrimetri
Secara titrimetric parasetamol dapat dianalisis dengan metode
nitrmetri (Diazotasi) dan juga titrasi dengan N,N-dibromo
dimetilhidantoin.
1. Diazotasi
Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode
ini melibatkan hidrolisis parasetamol, supaya dihasilkan amin
aromatis primer, lalu diikuti dengan titrasi menggunakan
larutan baku natriun nitrit dalam suasan asam.
Cara analisis parasetamol dengan metode diazotasi:
sejumlah tertentu serbuk tablet yag setara dengan kurang lebih
500 mg parasetamol ditimbang secara seksama dan di refluks
selama satu jam dengan 30 ml asam sulfat 20 % (b/b). larutan
dipindah dengan bantuan sejumlah air ke dalam labu titrasi
yang sesuai,lalu ditambah dengan 10 ml HCl pekat. Suhu
larutan diatur 15˚C, lalu natrium nitrit 0,1 N ditambahkan tetes
demi tetes dengan penggojongan secara terus menerus. Ketika
mendekati titik akhir titrasi, penambahan lanjutan titran
dilakukan setelah di uji dengan kertas kanji iodide yang
menunjukka reaksi yang disebabkan oleh penambahan
sebelumnya adalah sempurna. Titik akhir titrasi tercapai juka
muncul warna biru segera pada kertas kanji iodidda setelah
penambahan satu tetes titran.
Pada analisis parasetamol diatas, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
2. Titrasi dengan N,N dibromo dimetilhidantoin
Suatu metode titrimetric yang sederhana dan akurat telah
dikembangkan oleh Kumar dan Letha (1997) untuk analisis
parasetamol, baik untuk parasetamol murni atau parasetamol
dalam sediaan farmsi menggunakan titran N,N dibromo
dimetilhidantoin (DBH).
Larutan N,N dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan
dengan brominasi dimetil hidantoin. Suatu larutan baku DBH
dengan konsentrasi ± 0,01 M disiapkan dalam air.
Cara analisis parasetamol dengan titran DBH: sebanyak
20 tablet ditimbang secara seksama lalu digerus halus.
Sejumlah serbuk tablet yang setara dengan 150 mg
parasetamol ditimbang secara seksama dilarutkan dalam 50 ml
asam asetat 10% dalam air dan disaring dengan kertas
whatman nomor 41. Residu dicuci 5 kali dengan asam asetat
10 % dalam air. Filtrate dan hasil cucian yang terkumpul
diencerkan sampai 250, 0 ml. parasetamol murni (±150 mg)
juga disipakan dalam larutan asam asetat 10 % dalam air.
Sebagai indicator digunakan Amaranth 0,2 % dalam etanol.
Sebanyak 5-15 ml volume sampel yang akan diukur
ditambah dengan dua tetes indicator Amaranth 0,2 %, lalu
dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai
dengan hilangnya warna merah jingga (pink). Kadar
parasetamol dalam sampel yang dititrasi dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Berat parasetamol (mg) = M xV x N
n
M= berat molekul parasetamol
V= volume larutan baku DBH
N= normalitas larutan DBH
N= bilangan ekuivalen (valensi) yang besarnya 4
Dalam keseluruhan reaksi paraetamol dioksidasi menjadi p-
kuinon yang membutuhkan 4 ekuivalen DBH tiap mol
parasetamol sehingga valensinya 4. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
b. Spektrofotometer UV
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri UV karena parasetamol mempunyai kromofor
yang mampu menyerap sinar UV. Paratamol dalam etanol
mempunyai panjang gelombang maksimal 249 nm dengan nilai
E1cm1% sebesar 900.
Cara penetapan parasetamol secara spektrofotomteri UV:
sebanyak 100 mg parasetamol ditimbang secara seksama lalu
dilarutkan dalam etanol. Latrutan dimasukkan dalam labu takar
100 ml dan ditambah etanol sampai batas tanda. Sebanyak 0,05
ml larutan diatas diambil dan dimasukkkan dalam labu takar
100 ml, dan ditambah etanol sampai batas tanda. Larutan ini
selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 249
nm terhadapa blanko yang berisi etanol sehingga akan
didapatkan absorbansi larutan baku (Ab). untuk sampel
dilakuka hal yang sama sehingga di dapatkan absorbansi
sampel (As). untuk perhitungan kadar sampel digunakan rumus
berikut ini: kadar parasetamol = AsAb
x konsentrasi baku x faktor
pengenceran.
Analisis sampel tablet dengan spektra Derivatif dan
berdasarka pada metode Vierodt’s: sebanyak 20 tablet
ditimbang secara seksama dan diserbukkan dalam mortal.
Sejumlah serbuk yang setara dengan berat 1 tablet dilarutka
dalam 100 ml HCl 0,1 M dalam labu yang terkalibrasi. Setelah
30 menit digojok secara mekanik, larutan disaring dalam labu
takar 100 ml melalui kertas Whatman nomor 42. Residu di cuci
3 kali dengan pelarut yang sama, dan dibuat sampai 100,0 ml.
larutan ini selanjutnya dilakukan pegenceran 500 kali.
Prosedur analisis parasetamol yang dioksidasi dengan
persulfat: alikuot yang mengandung larutan standar
parasetamol pada kisaran 0,01-0,06 dipipet kedala serangkain
labu takar 10 ml. sebanyak 2,0 ml kalium persulfat 0,1 M
ditambhakan dan diencerkan sampai tanda dengan
aqubidestilata. Setelah pencampuran, labu dicelupkan dalam
penangas air yang dijaga pada 308˚K. larutan selanjutnya
dipindahkan kedalam sel spektrofotometer (Kuvet) dan kurva
absorbansi waktu direkam tiap 60 detik pada panjang
gelombang 315 nm. Slope diperoleh dari garis lurus mul-mula.
Blanko disiapkan dengan cara yang sama akan tetapi tidak
mengandung parasetamol. Kurva dikalibrasi dapat dipeoleh
dengan membuat plot hubungan antara V dengan log C atau
dengan membuat plot intersep versusu konsentrasi parasetamol,
sebagai mana dibawah ini:
c. Spektrofotometer visibel
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri visible menggunakan metode Bratton-
Marshall, metode ammonium molibdat, dan metode natrium
1,2-naftokuinon-4-sulfonat.
1. Metode Bratton-Marshall
Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan
dengan cara menghidrolisis parasetamol dengan asam
sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya
di diazotasi dengan asam nitrit (berasal dari natrium nitrit
dalam suasan asam) membentuk garam diazonium, lalu
dikopling naftel etilen diamin. Reaksi yang terjadi mirip
dengan analisis kelompok obat sulfonamida.
2. Amonium molibdat
Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan
pada reaksi antara parasetamol dengan ammonium molibdat
dalam medium asam kuat untuk menghasilkan molybdenum
biru telah dikembangkan oleh Morelli (1989). Hukum
beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/
ml. batas deteksinya adalah 0,10 µg/ml, dan nilai
absortivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm
sebesar 2,6 x 104 L/mol. Spektra absorbsi hasil reaksi
parasetamol dengan ammonium moibdat dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
3. Metode natrium 1,2-naftokuionon-4-sulfonat
Larutan parasetamol atau fenasetin disipakan dengan
menimbang 50 mg senyawa secara seksama lalu
dipindahkan ke dalam labu alas bulat 100 ml yang
mengandung 15 HCl 20 % dan direfluks selama 30 menit.
Larutan di dinginkan dan dicuci dengan air. Larutan dan
hasil cucinya dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, lalu
diencerkan sampai volume dengan air. Larutan ini
selanjutnya diencerkan dengan air hingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 50 µg/ml PRL atau PHN. Larutan NQS
0,02 % dalam larutan air disipakan baru setiap saat dan
terlindung dari sinar matahari. Larutan CTA 1 % dalam
aquades serta larutan NaOH 2 % dan larutan Na2CO3 2 %
dalam aquades juga disiapkan.
Alikuot larutan baku PRL (25 – 500 µg) atau PHN (50-
600 µg) dipindahkan ke dalam labu takar 25 ml lalu di
tambahkan 6 ml NQS 0,02 % 1 ml CTA 1 % dan 2 ml
NaOH 2 % (untuk PHN digunakan 3 ml Na2CO3) dan
diencerkan dengan air sampai batas tanda. Setelah
dicampur, larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 570 nm (untuk PHN digunakan panjang
gelombang 500 nm) terhandap blanko yang sesuai. Kurva
kalibrasi dibuat dengan menghubungkan konsentrasi akhir
PRL atau PHN dengan absorbansinya.
Posedur uji PRL dan PHN dalam sediaan farmasi atau
dalam sampel yang dibuat di laboratorium: sebanyak 20
tablet baik (baik tablet komersial atau tablet yang di buat di
laboratorium yang mengandung talk, amilum, glukosa dan
mg stearate) diserbukkan dan ditimbang. Sejumlah tertentu
serbuk tablet yang mengandung kurang lebig 50 mg (untuk
sediaan injeksi dan sediaan sirup, sejumlah tertentu volume
sampel) yang mengandung PRL atau PHN diambil dan
dihidrolisis menggunakan 15 ml HCl. Filtrate dibuat 100 ml
dan alikout larutan ini di perlakukan sebagaimana
dijelaskan diatas untuk penentuan PRL atau PHN.
Suatu karateristik produk warna violet kemerahan
(kuning kemerahan) pada panjang gelombang maksimum
535 nm atau 465 nm dihasilkan dari produk hisrolisis PRL
atau PHN yang dibairkan bereaksi dengan NQS dengan
adanya NaOH (Na2CO3) dalam larutan air. Pada kondisi
percobaan ini, larutan alkali yang berwarna kuning dari o-
kuinoda NQS bereaksi dengan senyawa yang mengandung
1 atom hydrogen yang mudah dipindahkan, yang terikat
pada atom nitrogen, menghasilkan senyawa anionic yang
berwarna violet kemerahan (Parasetamol) atau kuning
kemerahan (fenasetin) sebagai hasil dari produk kondensasi
imida parakuinoid. Ketika CTA ditambanhkan, maka
senyawa violet kemerahan (PRN) atau kuning kemerahan
(PHN) akan berubah menjadi senyawa berwarna violet
(merah) yang intens yang dapat diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 570 nm (PRN) atau 500 nm (PHN).
Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada gambar diatas.
d. Kromatografi
Dalam sediaan farmasi parasetamol biasanya bercampur
dengan bahan obat lain sehingga membutuhkan tekkhnik
pemisahan misalnya dengan kromatografi lapis tipis,
kromatografi cair kinerja tingga, kromatografi gas dan diikuti
dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar masing-
masing bahan obat dalam sediaan farmasi.
1. KLT
Metode KLT - densitometri telah digunakan untuk
analisis parasetamol dan klorsoksazon secara stimulan.
Keuntungan KLT - densitometri dibandingkan dengan
spektrofotometri adalah kemampuan KLT untuk
memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang
dianalisis, sehingga menghilangkan adanya kemungkinan
saling mengganggu antar komponen.
2. KCKT
Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah
dikembangkan untuk penetapan kadar parasetamol dan
senyawa-senyawa yang terkait (4-aminofenol dan 4-
klorasetanilid) secara bersama-sama dalam sediaan farmasi.
Pemisahan kromatografi dilakukan dengan kolom karbon
grafit yang porois (10 cm x 0,46 cm i.d., dengan ukuran
partikel 7 mikron ) (Monser and Darghout, 2002 ). Fase
gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril-bufer
kalium fosfat 0,05 M ( pH 5,5 ) (80: 20 v/v ) dan
dihantarkan secara isokratik. Detector yang digunakan
adalah detector UV pada panjang gelombang 244 nm.
Kromatogram parasetamol serta 2 senyawa yang lainnya
dengan sistem sebagaimana di atas ditunjukkan oleh gambar
dibawah ini:
Akhtar dkk. (1994 ) telah mengembangkan metode
KCKT untuk analisis parasetamol yang terdapat secara
bersama-sama dengan pseudoefedrin HCL dan tripolidin
dalam suatu sediaan farmasi. Metode ini menggunakan elusi
isokratik dengan fase gerak campuran alkohol dan larutan
ammonium asetat 0,015 M dalam air ( 70:30 v/v ) dan
dengan kolom fase terbalik partisil yang dilapisi dengan C18.
Detector yang digunakan adalah UV-Vis pada panjang
gelombang 300 nm selama 5,6 menit, lalu dipindah
kepanjang gelombang 257 nm. Waktu operasional
dihentikan setelah 16 menit. Penggunan pemindahan
panjang gelombang detector dipilih sebagai usaha untuk
mengkompromikan panjang gelombang tiga senyawa yang
akan dianalisis.
Penyiapan larutan baku: sebanyak 150 mg
pseudoefedrin HCL ditimbang secara seksama lalu
dipindahkan kedalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan
sampai volume dengan campuran air alkohol dalam jumlah
yang sama. Larutan ini ditandai sebagai larutan ‘A’.
sebanyak 125 mg triprolidin HCL ditimbang secara
seksama lalu dipindahkan ke dalam labu takar 200 mL
dan diencerkan sampai volume dengan campuran air
alkohol dalam jumlah yang sama. Larutan ini ditandai
sebagai larutan “B”.
Sebanyak 125 mg parasetamol ditimbang secara
seksama lalu dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL.
Parasetamol dilarutkan dengan kurang lebih 100 mL
campuran air alkohol dalam jumlah yang sama.
Sebanyak 10 mL alikuot larutan “A” dan 1 ml larutan
“B” dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL yang
mengandung parasetamol. Kandungan dalam labu
selanjutnya diencerkan sampai volume dengan campuran air
alcohol dalam jumlah yang sama. Larutan baku ini
selanjutnya disaring dengan penyaring 0,45 mikron sebelum
di injeksikan ke sistem KCKT.
Penyiapan larutan uji: suatu larutan uji yang
mengandung parasetamol (500 µg/mL), pesudoefedrin HCl
(60 µg/mL) dan triprolidin HCl (2,5 µg/ml) disiapkan
dengan campuran air alcohol dalam jumlah yang sama.
Larutan ini selanjutnya di saring dengan penyaring 0,45
mikron sebelum di injeksikan ke sistem KCKT. Waktu
retensi parasetamol, pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl
dengan sisem KCKT sebagaimana di atas adalah masing-
masing kurang lebih 2,5; 6,7; dan 12,5 menit.
Metode KCKT juga telah digunakan oleh Kartal (2001)
untuk menetapkan kadar parasetamol, kafein, dan kodein
fosfat. Ketiga senyawa ini dipisahkan dengan kolom
µBondapack C8 dengan elusi isokratik pada kecepatan alir
fase gerak 1,0 mL per menit. Komposisi merupakan
campuran KH2PO4 0,01 M- methanol-asetonitril-isoprofil
alkohol (420:20:240:20:30:30 v/v/v/v). Detektor yang
digunakan adalah detektor UV Pada panjang gelombang
215 nm. Kisaran linear paraetamol, kafein, dan odein fosfat
masing-masing adalah 0,400-1500 µg/mL; 0,0075-90
µg/ml; dan 0,300-30 µg/ml.
Larutan baku induk disiapkan dengan menimbangs
ecara seksama parasetamol (500,0 mg), kafein (15,0 mg),
dan kodein fosfat (10,0 mg) lalu memasukkannya ke dalam
labu takar 10 mL dan mengencerkannya samapi batas tanda
dengan fase gerak. Larutan baku kerja parasetamol, kafein,
dan kodein fosfat disipakan secara individual dalam fase
gerak. Alikuot dari masing-masing larutan baku kerja
dikumpulkan dan diencerkan dengan fase gerak untuk
menghasilkan larutan akhir dengan konsentrasi 500, 30, dan
10 µg/mL. kajian stabilitas analit menunjukkan bahwa tidak
ada dekomposisi produk dalam kromatogram dan tidak ada
perbedaan rasio luas kromatogram selama proses analisis,
dan bahkan setelah disimpan selama dua hari pada suhu
4˚C.
Larutan baku campuran yang mengandung parasetamol
(125-1500 µg/mL), kafein (7,5-90 µg/mL), dam kodein
fosfat( 2,5-30 µg/mL) disiapkan dalam fase gerak.
Sebanyak 10 µL masing-masing larutan baku di injeksikan
10 kali untuk melihat reproduksibilitas respon detelktor
pada setiap konsentrasi. Kurva baku dibuat dengan
memplotkan konsentrasi obat (5 konsentrasi yang berbeda)
dengan luas kromatogramnya.
Analisis sampel tablet: sebanyak 20 tablet yang
mengandung parasetamol, kafein, dan kodein fosfat
ditimbang secara seksam lalu di serbuk dalam mortal.
Sejumlah serbuk yang setara dengan parasetamol (500 mg),
kafein (5 mg), dan kodein fosfat (10 mg), ditimbangs ecara
seksama lalu dilarutkan dalam 50 ml fase gerak dalam labu
takar 100 mL. setelah di jaga selama 5 menit dlam penagas
ultrasonik, larutkan ditepatkan smapi 100 ml sebanyak 5,0
mL larutan ini disaring melalui penyaring 0,45 mikron
(larutan A). Larutan A selanjutnya di encerkan 1: 100
dengan fase gerak dan di injeksikan ke dalam sistem
kromatografi.
Kromtogram ketiga senyawa di atas menunjukkan
pemisahan yang sempurna dengan waktu retensi kodein
fosfat, parasetamol dan kodein fosfat masing-masing di
sekitar 4,1;4,9 dan 6,1 menit.
Metode KCKT secara isokratik telah memebrikan
pemisahan yang sempurna sediaan analgetik yang kompleks
yang mengandung parasetamol, asam asetil salisilat
(asetosal), kafein, karbromal, bromisofal, dan kodein, serta
pengotor-pengotornya (impurities). Seperti asam salisilat,
diasetil-p-aminofenol dan asetil kodein. Suatu tekhnik
pemindahan kolom telah dikembangkan dengan
menggunakan dua kolom ( 10 cm dan 25 cm) yang
mengandung sorbaks C8 dengan ukuran partikel 57 mikron.
Cara ini ternyata lebih cepat dan lebih bagus daripada yang
diperoleh jika menggunakan elusi secara bergradien.
Sebagai fase gerak untuk elusi isokratik digunakan
methanol (270 ml), asam fosfat 1 M (35 ml), latutan yang
mengandung 1 gram tetra metil ammonium hidroksida (20
%), dan air sampai 1 L (Sudjadi dan Rohman, 2007).
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah instrumen KCKT, Spektrofotometer
timbangan analitik, stopwatch, stem dan klep, erlenmeyer, gelas ukur,
mikropipet, kuvet, serta berbagai ukuran serta peralatan gelas yang
lazim digunakan.
2. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah Asam mefenamat, Na diklofenak,
Paracetamol, dan Reagen reagen serta pelarut yang dibutuhkan untuk
analisis uji kualitatif dan kuantitatif yang tertera pada buku resmi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Senyawa senyawa NSAID (Non Steroid Anti-inflamtory Drugs)
seperti asam mefenamat yang merupakan turunan asam fenamat,
parasetamol yang merupakan turunan p-aminofenol dan natrium
diklofenak yang merupakan turunan asam fenilasetat dapat dilakukan uji
kualitatif dan kuatitatif, dimana uji kualitatif dari ketiga senyawa tersebut
dapat dilakukan dengan uji kelarutan dan uji warna, dan untuk uji
kuantitatif senyawa asam mefenamat dapat dilakukan metode titrasi,
spektrofotmetri visible dan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography), untuk uji kauntitatif senyawa parasetamol dapat
dilakukan metode titrasi, spektrofotometri ultra violet dan spektrofotometri
visible serta juga dapat menggunakan sistem HPLC (High Performance
Liquid Chromatography), dan untuk uji kuantitatif senyawa natrium
diklofenak dapat dilakukan metode spektrofotometri visible dan dan sistem
HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Mofftat, Anthony C. 2003. Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Britania: PhP
Pharmaceutical Press
Sweetman. 2009. Mathindale 36th Edition. Britania: Pharmaceutical Press
Sudjadji, Rohman Abdul. 2012. Analisis Farmasi. Yogyakarta: PP Pustaka Pelajar