makalah api.doc
DESCRIPTION
ApiTRANSCRIPT
TUGAS
ACARA AGAMA HINDU
OLEH :
NAMA : NI LUH ANIS PARMINI
NIM : 10.1.1.7.1.3642
JURUSAN : PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
PRODI : PENDIDIKAN BAHASA BALI
SMT : VI/A (pagi)
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI (IHDN)
DENPASAR
2012/2013
BAB I
PRNDAHULUAN
Latar Belakang
Tuhan Yang Maha Esa. Perasaan seorang yang dekat dengan Tuhan,
membuatnya merasa tenang, damai dan tabah menjalani hidup dan kehidupan
yang mereka miliki. Ini dikarenakan mereka merasa mendapatkan perlindungan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, yakni salah satunya dengan melakukan
sembahyang, adalah melakukan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Dalam suatu pelaksanaan persembahyangan memerlukan sarana untuk
sembahyang sebab tanpa sarana seseorang akan mengalami kesulitan untuk
mewujudkannya. Sarana sembahyang itu diklasifikasikan menjdi dua bagian
pokok, yakni sarana yang tidak berwujud benda atau nonmaterial dan sarana yang
berwujud benda, misalnya kekayaan atau kepercayaan (sraddha) dan mantra atau
puja. Kedua sarana itu hanya bisa dirasakan dan didengarkan melalui ucapan
seseorang. Sedangkan sarana yang berwujud benda (material) terdiri dari beberapa
jenis, antaranya daun, bunga dan buah, api atau dupa, dan air. Masing-masing
sarana tersebut mempunyai fungsi tersendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
Fungsi Api
Dalam pelaksanaan upacara persembahyangan, api diwujudkan dengan
dhupa dan dhipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga
berasap dan mengeluarkan bau yang harum, sedangkan dhipa adalah paduan atau
api yang digunakan untuk memuja oleh para sulinggih. Api, dhupa, dan
dhipa melambangkan pemujaan kehadapan Dewa Agni sebagai manifestasi dari
Tuhan Yang Maha Esa. API (dhupa dan dhipa) memiliki sifat sebagai penerangan
yang memberikan penerangan dari berbagai macam kegelapan. Kitab Suci Weda
menjelaskan tentang fungsi api dalam kehidupan beragama Hindu sebagai berikut:
“waicyo dhitya brahmanat ksatriyadwa dhanaih kale sambiwhajyacritamca,
tretapurwan dhumamaghraya punyam pretya swarge dewasukha bhinukte.
Nihan ulaha sang waicya, mangajya sira ri sang brahmana, ri sang
ksatriya Kuneng, mwang maweh dana ri tekaning danakala. Ring cubhadiwasa,
Dumdumana nira ta sakwehning mamaracraya ri sira, mangelema amuja Ring
sang hyang tryagni ngranira sang hyang apuy tiga, pratyekanira. Ahawaniya,
garhaspatya, citagni, ahawanidha ngaranira apuy ning asuruhan, Rumateng l
pinangan, garhaspatya ngaraning apuy ning winarang, apan agni Saksika
kramaning winarang I kalaning wiwaha, citagni ngranira apuy ning manunu
cawa, nahan ta sang hyang tryagni ngaranira, sira ta pujan de sang waicya, ulah
nira ika mangkana, ya tumakaken sing ring swafga dlaha.” (Sarasamusccaya, 59)
Artinya:
Demikianlah tingkah laku yang patut bagi waisya, hendaknya ia belajar dari
seorang Brahmana, dari seorang kstria, dan memberi zajak pada persedekahan.
Pada saat yang baik, hendaknya ia membagi-bagikan derema kepada yang minta-
minta bantuan darinya, taat memuliakan kepada Sang Hyang Agni itu masing-
masing, yakni: Ahwania, Garhaspati, dan Cita Agni. Ahawania artinya api untuk
memasak, Garhapati artinya api pada upacara perkawinan, Cita Agni artinya
apinya orang pada saat pembakaran jenasah. Demikianlah nama-nama Sang
Hyang Tri Agni, supaya dimuliakan oleh seorang waisya. Perbuatan yang
demikian itu kelak akan mengantarkan dia sampai ke sorga.
Dalam ajaran Agama Hindu kata api juga disebut apuy,agni, dan wahni.
Perubahan kehidupan manusia terjadi karena api yang ada di dalam
dirinya,sedangkan perbuatan yang terjadi pada alam semesta sebagai akibat dari
api yang bersumber pada matahari. Ajaran Samkhya memperhitungkan matahari
memiliki bilangan 21 dan api diperhitungkan memiliki bilangan 3. Bilangan 3
adalah bilangan yang menurut keyakinan umat Hindu dipandang memiliki nilai
yang istimewa dan sacral. Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
fungsi sebagai pencipta semua yang ada ini disebut Dewa Brahma. Untuk
memohon kesucian dalam melaksanakan persembahyangan, umat Hindu
memfungsikan api sebagai sarananya. Berikut fungsi Api menurut ajaran Agama
Hindu yakni:
a. Api Berfungsi sebagai Saksi Saat Umat Hindu Melaksanakan Upacara
Agama
Di dalam pelaksanaanya upacara persembahyangan, bentuk api
dilambangkan sebagai saksi upacara. Dhupa dan Dhipa dipandang sebagai
pendeta pemimpin upacara yang difungsikan sebagai saksi dalam pelaksanakan
upacara. Api Dhupa adalah lambing api saksi, asapnya yang mengepul ke atas
sebagi lambing gerakan rohani umat yang sembahyang menuju alam angkasa.
Alam angkasa merupakan lambing sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa peserta
para Dewa sebagai manifestasinya. Api Dhupa atau asap merupakan angga sarira
Sang Hyang Agni. Sinar dari api itulah yang menerangi alam semesta beserta
isinya ini. Dalam keadaan seperti itu Sang Hyang Agni merupakan saksi yang
Maha melihat segala aktivitas yang dilakukan oleh umat manusia.
Seluruh kehidupan di dunia ini juga disaksikan ileh api yang maha besar
yang merupakan sumber dari segala sumber api, yaitu matahari. Surya adalah
nama lain dari matahari. Lontar Siwagama mengisahkan tentang penampilan dari
Dewa Surya yang simpatik pada saat menghadiri rapat para Dewa yang dipimpin
oleh Dewa Siwa. Dewa Siwa dikisahkan berkenaan member anugrah kepada
Dewa Surya untuk mewakili Beliau menjadi saksi kehidupan di dunia.
Dikisahkan pula Dewa Siwa menganugrahkan nama Siwa raditya kepada Dewa
Surya, sebaliknya Dewa Surya mengangkat Dewa Siwa sebagai guru dengan
gelar Bratha Guru. Sejak itu Dewa Siwa disebut dengan Bratha Guru. Dalam
sastra Siwagama, umat hindu menemukan konsep dasar tentang persembahan
Sanggar Surya dalam pelaksanaan upacara Panca Yadnya. Sanggar Surya
merupakan tempat pemujaan Siwa raditya sebagai saksi agung kehidupann di
dunia ini.
Tujuan pemujaan yang dilaksanakan kehadapan Siwa raditya adalah untuk
memohon persaksian kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya
bersifat sebagai Sang Hyang Siwa Raditya.
Dalam bait-bait mantra, puja, dan doa merupakan keterangan atau
penjelasan yang menyatakan bahwa api menjadi saksi yang agung dari seluruh
aktivitas umat manusia si alam semesta ini, baik dalam wujud api dhupa maupun
berupa Sanggar Surya atau Sanggar Tawang.
b. Api sebagai Pendeta Pemimpin Upakara
Pendeta adalah sulinggih atau orang suci menurut ajaran Agama Hindu.
Beliau telah melalui proses upacara diksa atau penyucian yang secara simbolis
telah amati raga, amati aran, amati sesana, yakni: meninggalkan badan wadah,
meninggalakan namanya semula, mengganti artibut, dan mengubah tingkah
lakunya dengan lahir kembali mewalkili Tuhan menjadi pemimpin umat untuk
dapat kembali ke asalnya. Caranya melalui jalan sebagai berikut:
“Agne naya supatharaye asman, wiswani dena wahyunani widwan,
yayudhya asma juhuranam, enobhuyistham te nama uktim widhena.”
Artinya:
Oh, Tuhan yang kuat laksana api, Maha Kuasa tuntunlah kami semua,
segala yang hidup ke jalan yang baik, segala tingkah laku menuju kepada-Mu
yang bijksana, jauhkan dari jalan yang tercela yang jatuh dari pada-Mu, baik
penghormatan maupun kata-kata yang hamba lakukan.
c. Api sebagai Perantara Pemuja dengan yang Dipuja
Untuk para pemuja yang memiliki tingkat kemajuan yang sangat tinggi
(Wijana dan Jnananya) dalam pemujaan Tuhan, pengunaan sarana api tidaklah
dipandang penting. Biasanya mereka sudah mampu mengaktifkan atau
menghidupkan api yang ada pada dirinya sendiri. Namun bagi umat yang masih
awam tentang hal itu (yoga), untuk dapat menghubungkan dirinya kepada Tuhan
serta para dewa sebagai manifestasi-Nya masih diperlukan sranan-sarana
penghubung yang berasal dari ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kitab suci
weda menyebutkan sebagai berikut:
“Agniwayu rawibhayastu trayam brahma sanatam, dudoha yajsishayartha
mrgyajuh samalaksanam. (Manawa Dharmasastra, 1.23)
Artinya:
Sesungguhnya ia ciptaan ajaran ketiga weda yang abadi (troyabrahma), dari
api (Agni), angin (Wayu), dan matahari (Rawi) untuk dijadikan dasra pelaksanan
yadnya.
Berdasarkan sloka suci di atas dapat kita ketahui bahwa api atau agni
merupakan salah satu sarana bagi umat Hindu untuk melaksanakan Yadnya.
Disamping disebutkan api, matahari juga merupakan sumber dari segala api yang
terdapat di alam semesta ini. Oleh karena itu, umat Hindu yang melaksanakan
persembahyangan untuk memuja Tuhan selalu didahului dengan menyalakan
Dhupa sebagai sarana pemujaan. Kemudian juga dapat kita lihat menggunakan
matahari sebagai sarana memuja Tuhan beserta berbagai macam manifestasinya.
Dapat kita bayangkan bahwa bila Tuhan tidak menciptakan matahari sebagai
sumber api yang ada di alam semesta ini, semua makhluk tentu tidak pernah
hidup. Tumbuh-tumbuhan itu dapat hidup setelah mendapatkan sinar matahari,
dunia ini pun akan gelap dan membeku adanya.
Berarti Tuhan telah beryadnya kepada manusia dengan mencipyakan
matahari. Jadi konsekuensinya manusiapun hendaknya melaksanakan Yadnya
kepada tuhan dengan perantara matahari (api) yang diciptakan-Nya. Manusia
mengadakan hubungan dengan Tuhan melalui matahari atau apiu sebagai ciptaan-
Nya. Hal ini bukan berarti umat Hindu menyembah api atau matahari, melaikan
matahari dan api hanyalah sarana untuk melakukan pemujaan kehadapan Tuhan
Yang Maha Esa. Bhagawan Gita juga mengajarkan umat Hindu memuja Tuhan
dengan mengunakan sarana api, disebutkan sebagai berikut:
“Brahman ‘rpanam brahma havir brahmagnau brahmatna hutam, brahmai
‘va tena gantavyam brahma karma samadhina (Bhagawadgita, I V.24).
Artinya:
Dipujanya Brahman, persembahan Brahman oleh Brahman
dipersembahkan dalam api Brahman dengan memusatkan meditasinya kepada
Brahman dalam kerja ia mencapai Brahman.
d. Api Berfungsi sebagai Pembasmi Segala Kotoran dan Pengusir Roh Jahat
Dalam kondisi umat sedharma dalam persembahyangan hendaknya dalam
keadaan bersih dan suci secara lahir batin. Kebersihan jasmani dan pakaian yang
digunakan hendaknya juga dilengkapi oleh kebersihan dan kesucian pikiran atau
rohani yang ada pada dirinya. Pikiran, perkataan, dan prilaku yang ditampilkan
oleh jasmani umat dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hendaknya
dalam keadan bersih atau suci. Dengan demikian ketenangan dalam
bersembahyang akan dapat diwujudkan. Kitab suci Weda menyebutkan sebagai
berikut:
“Adbhigatrani cuddyanti manah satyena cuddhyati, widyatapobhyam
bhtatma buddhir jnanena cuddhyati.” (Manawa Dharmasastra, V.109)
Artinya :
Tubuh bersihklan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa
manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan
pengetahuan yang benar.
Dengan sastra Agama Hindu mengajarkan kepda umatnya untuk dapat
mendekatkan diri dengan Tuhan yang dipujanya. Air yang tersedia di alam dapat
difungsikan untuk membersihkan badan, pikiran yang jahat hendaknya disucikan
dengan nyata (api) tapa dan ilmu pengetahuan, serta akal hendaknya dibersihkan
dengan kebijaksanaan.
Dalam melksanakan persembhyangan sangat diperlukan kebersihan atau
kesucian lahir dan batin seseorang yang akan bersembahyang. Tindakan awal
yang wajib dilakukan adalah memperagakan dhupa yang sudah menyala,
dipegang setinggi ulu hati disertai dengan ucapan sastra mantra, yakni:
“Om Am dhupa dipastra ya namah swaha”
Artinya:
Om Sang Hyang Widhi yang berwujud Brahma dengan sinar suci-Mu,
sucikanlah diri hamba ini.
Demikian pula kembang atau bunga yang akan kita pergunakan, sebelum
digunakan untuk sembahyang juga hendaknya diasapi dengan asap dhupa. Dengan
demikian kotoran yang masih melekat pada bung tersebut dapat dibasmi oleh api
dhupa tersebut. Dengan cara seprti itu secara simbolis, dapat dinyatakan bahwa
baik diri pribadi umat maupun sarana persembahyangan yang lainya telah
tersucikan oleh api dhupa. Umat pun dapat dengan tenang, hening, bersih dan suci
untuk menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi api juga sebagai
pembasmi atau penumpas musuh yang dilindungi oleh roh jahat, melenyapkan
kesedihan dan menyucikan upacara yadnya itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Api merupakan sarana persembahyangan, yang diwujudkan dengan dhupa
dan dhipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga berasap
dan mengeluarkan bau yang harum, sedangkan dhipa merupakan paduan atau
api yang digunakan untuk memuja oleh para sulinggih. Api, dhupa, dan
dhipa melambangkan pemujaan kehadapan Dewa Agni sebagai manifestasi dari
Tuhan Yang Maha Esa. API (dhupa dan dhipa) memiliki sifat sebagai penerangan
yang memberikan penerangan dari berbagai macam kegelapan.
Dalam manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki fungsi sebagai
pencipta semua yang ada ini disebut Dewa Brahma. Untuk memohon kesucian
dalam melaksanakan persembahyangan, umat Hindu memfungsikan api sebagai
sarananya. Berikut fungsi Api menurut ajaran Agama Hindu yakni: 1). Api
Berfungsi sebagai Saksi Saat Umat Hindu Melaksanakan Upacara Agama, 2). Api
sebagai Pendeta Pemimpin Upakara, 3). Api sebagai Perantara Pemuja dengan
yang Dipuja, 4). Api Berfungsi sebagai Pembasmi Segala Kotoran dan Pengusir
Roh Jahat.