makalah bab 4 teori teori komunikasi
DESCRIPTION
teori komunikasiTRANSCRIPT
MAKALAH
“Bab 4: Teori – Teori Komunikasi”
Tugas Individu
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Komunikasi Antar Personel
Disusun Oleh:
Nur Jati Luhung M
1137050172
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
Daftar isi
A. Teori Interaksi Simbolik 1B. Teori Disonansi Kognitif 4C. Teori Pelanggaran Harapan 11D. Teori Pengurangan Ketidakpastian 21E. Teori Penetrasi
Sosial…………………………………………………………………..26F. Teori Pertukaran
Sosial………………………………………………………………..32G. Teori Diafektika
Rasional……………………………………………………………...34H. Teori Manajemen Privasi
Komunikasi………………………………………………..36I. Grupthink…………………………………………………………………
…………….39J. Teori Penstrukturan
Adaptif…………………………………………………………..42K. Teori Budaya
organisasi………………………………………………………………..46L. Teori Informasi
Organisasi…………………………………………………………….48
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….51
A. TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi
yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan dunia luarnya. Di sini
Cooley menyebutnya sebagai looking glass self. Artinya setiap hubungan sosial di
mana seseorang itu terlibat merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam
identitas orang itu sendiri. Jadi maksudnya kita bisa melihat atau mengoreksi diri
kita dengan melalui orang lain. Esensi dari teori ini adalah simbol dan makna.
Makna adalah hasil dari interaksi sosial. Ketika kita berinteraksi dengan orang
lain, ita berusaha mencari makna yang cocok dengan orang tersebut. Kita juga
berusaha mengintepretasikan maksud seseorang melalui simbolisasi yang
dibangun.Seperti namanya, teori ini berhubungan dengan media simbol dimana
interaksi terjadi. Tingkat kenyataan sosial sosial yang utama yang menjadi pusat
perhatian interaksionisme simbolik adalah pada tingkat mikro, termasuk
kesadaran subyektif dan dinamika interaksi antar pribadi.Teori interaksionisme
simbolik memberikan gambaran mengenai hakikat kenyataan sosial yang berbeda
secara kontras yang terdapat dalam interaksionisme simbolik. Bagi
interaksionisme simbolik, organisasi sosial tidak menentukan pola-pola interaksi.
Organsisasi muncul dari proses interaksi.Akar dari teori interaksionisme simbolik
yang merupakan yang terpenting dalam karya Mead adalah pragmatisme dan
behaviorisme. Pragmatisme adalah pemikiran filsafat yang meliputi banyak hal.
Ada beberapa aspek pragmatisme yang mempengaruhi orientasi sosiologis.
Namun diantara empat aspek itu ada tiga yang penting bagi interaksionisme
simbolik. Pertama, adalah memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dan
dunia nyata. Kedua, memandang baik aktor maupun dunia nyata sebagai proses
dinam.is dan bukan sebagai struktur statis. Ketiga, arti penting yang dihubungkan
kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial. Sementara
behaviorisme berpendapat bahwa manusia harus dipahami berdasarkan apa yang
harus dilakukan.Pemikiran terpenting dalam interaksionisme simbolik adalah
pemikiran George H. Mead. Menurut Mead dari dunia sosial itulah muncul
kesadaran, pikiran, diri, dan seterusnya atau yang terkenal dalam buku Mead yaitu
Mind, Self, and Society. Menurut Mead dalam tindakan sosial ada empat tahapan
yang saling berhubungan. Yaitu impuls, persepsi, manipulasi, dan konsumiasi.
Mead juga mengatakan bahwa dalam tindakan sosial ada mekanisme dasarnya
yaitu sikap isyarat. Sikap isyarat ini bisa berupa isyarat signifikan dan isyarat
nonsignifikan.
1
Isyarat sisgnifikan ini berupa bahasa yang merupakan fakttor penting dalam
pekembangan
khusus kehidupan manusia. Bahasa ini menjadi simbol sisgnifikan yang
membedakan manusia dengan binatang. Binatang bisa membuat isyarat suara tapi
isyarat suara itu tak sisgnifikan bagi binatang lain. Hanya manusia yang bisa
membuat simbol signifikan yang disebut bahasa. Bahasa ini punya fungsi
menggerakkan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan juga di
pihak lannya. Isyarat signifikan ini merupakan isyarat yang jauh lebih efektif dan
memadai untuk saling menyesuaikan diri dalam tindakan sosial menurut Mead
daripada isyarat nonsignifikan. Yang paling penting dari teori Mead ini adalah
fungsi lain simbol signifikan, yakni memungkinkan proses mental,berpikir.
Simbol sisgnifikan ini juga berarti interaksi simbolik. Artinya orang dapat saling
berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tapi juga melalui simbol sisgnifikan.
Bahkan interaksi dengan melalui simbol yang signifikan berupa bahasa, kita akan
lebih mudah untuk saling memahami makna yang ingin disampaikan. Dengan
begitu interaksi akan berlangsung jauh lebih efektif daripada hanya menggunakan
isyarat atau simbol yang tak signifikan saja.
Menurut Mead pikiran dalam diri manusia adalah terletak pada proses sosial.
Pikiran merupakan bagian integral dari proses sosial dan proses sosial ini hadir
lebih dulu dari pikiran. Pendapat Mead ini ada benarnya. Jika yang muncul lebih
dulu adalah pikiran, maka manusia tidak akan tahu tentang apa yang harus
dilakukannya dengan pikiran yang dimiliki karena tidak adanya suatu proses
sosial dalam kehidupannya. Proses sosial yang muncul lebih dulu akan menuntun
atau memberikan arah kemana pikiran itu. Dalam konsep pikiran ini juga
melibatkan konsep diri. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek dan
objek. Diri muncul melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead
diri baru muncul saat pikiran itu berkembang. Mustahil untuk memisahkan
keduanya karena diri adalah proses mental. Diri juga berarti kemampuan untuk
menempatkan diri secara tak sadar pada tempat orang lain dan bertindak seperti
yang mereka lakukan. Sehingga orang dapat memeriksa diri sendiri sebagaimana
orang lain memeriksa diri mereka sendiri.Mead merunut asal-usul diri melalui dua
tahap dalam perkembangan anak-anak. Pertama adalah tahap bermain (playing).
Pada tahap ini anak-anak mengambil sikap orang lain yang berada diluar
permainannya untuk dijadikan
2
sikapnya sendiri. Tapi mereka tidak paham mengenai pengertian yang lebih umum
dan terorganisir mengenani diri mereka sendiri. Kedua adalah tahap permainan.
Dalam tahap permainan anak-anak mengambil peran orang lain yang masih
terlibat dalam permainan sehingga kepribadian tertentu mulai muncul dan mereka
mulai mampu menentukan apa yang akan mereka kerjakan dalam suatu kelompok
khusus. Dalam tahap permainan ada konsep pemikiran dari Menurut Goffman,
diri bukanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor
dan audien. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah
gangguan atas penampilan diri. Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan
perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi aktor menyadari bahwa
audien dapat menggangu penampilannya, maka dari itu aktor berusaha
menyesuaikan diri dengan pengendalian audien, Kunci pemikiran Goffman adalah
bahwa jarak peran adalah fungsi status sosial seseorang. Orang yang berstatus
sosial tinggi lebih sering menunjukkan jarak sosial karena alasan yang berbeda
dengan orang yang berada pada posisi status lebih rendah.
Tokoh lainnya dalam interaksionisme simbolik adalah William I. Thomas. Ia
memberi sumbangan penting bagi perkembangan teori ini berhubungan dengan
definisi situasi seseorang atau yang lebih dikenal dengan “Theorem Thomas”,
yakni “Kalau orang mendefinisikan situasi sebagai riil, maka akan riil pula dalam
konsekuensinya”.Misalnya saja jika seorang perempuan didefinisikan oleh orang
lain sebagai wanita “nakal” karena sering pulang malam, maka tidak ada pilihan
selain perempuan tersebut akan berlaku sesuai dengan yang dicapkan oleh orang
lain. Padahal perempuan tersebut juga belum terbukti sebagai wanita “nakal”.
Namun, tidak sepenuhnya benar dengan teori yang dikemukakan Thomas. Semua
itu tergantung bagaimana sikap individu menanggapi definisi negatif yang
diberikan orang lain tersebut. Ada individu yang menanggapinya dengan berusaha
mengubah sikap dan memberi penjelasan pada orang-orang tersebut tentang apa
yang sebenarnya. Jadi, semua kembali pada individunya masing-masing.
MenurutBlumer, masyarakat tidak tersusun dari struktur makro. “masyarakat
terdiri dari manusia yang bertindak, dan kehidupan masyarakat dapat dilihat
sebagai terdiri dari tindakan mereka”. Jadi maksudnya kehidupan dalam suatu
masyarakat dipandang baik atau buruk oleh orang lain adalah tergantung dari
tindakan anggota masyarakatnya. Tindakan manusia sebagai individu \
3
dalam suatu kelompok/masyarakat menentukan kehidupan masyarakatnya.Blumer
juga mempunyai asumsi dasar interaksionisme simbolik yang dikembangkan dari
ide-ide/pemikiran dasar Mead. Yaitu, manusia bertindak terhadap orang lain
berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka, makna diciptakan
dalam interaksi antar manusia, makna dimodifikasi melalui sebuah proses
interpretif, individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan orang lain, konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk
berperilaku, orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial, dan struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.1
B. TEORI DISONANSI KOGNITIF
Teori disonansi kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 dan
berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum
dalam komunikasi dan pengaruh sosial. Terdapat beberapa teori yang
menjelasskan konsistensi atau keseimbangan diantaranya adalah teori
ketidakseimbangan kognitif (cognitive inbalance) oleh Heiden (1946), teori
Asimetri (Asymmetry) oleh Newcomb (1953), dan teori ketidaksetaraan
(Incongruence) oleh Osgood dan Tunnembaun (1952). Teori ini menjadi salah
satu penjelasan yang paling luas yang diterima terhadap perubahan tingkah laku
dan banyak perilaku sosial lainnya. Teori ini telah digeneralisir pada lebih dari
seribu penelitian dan mempunyai kemungkinan menjadi bagian yang terintegrasi
dari teori psikologi sosial untuk bertahun-tahun.
Teori ini banyak mendapat perhatian dari para ahli psikologi sosial. Ahli psikologi
sosial umumnya berpendapat bahwa manusia pada dasarnya bersifat konsisten dan
orang akan berbuat sesuatu sesuai dengan sikapnya, sedangkan berbagai
tindakannya juga akan bersesuaian satu dengan lainnya. Ada kecenderungan pada
manusia untuk tidak mengambil sikap-sikap bertentangan satu sama lain dan
kecenderungan untuk menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya.
4
1 Anonymous, April 2013 “review teori interaksionisme simbolik” (http://detaachtiana.blogspot.co.id/2013/04/review-teori-interaksionisme-simbolik.html).Diakses pada tanggal 8 Oktober 2015
Teori disonansi kognitif dari Festinger tidak jauh berbeda dari teori-teori
konsistensi kognitif lainnya, namun ada dua perbedaan yang penting:
Tujuan teori ini tentang tingkah laku umum, tidak khusus tentang tingkah laku
sosial.
Pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh lebih menyolok
daripada teori-teori konsistensi lainnya. (Sarwono, 1984: 122).
Festinger berpendapat bahwa disonansi kognitif berarti ketidaksesuaian antara
kognisi dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang . Orang yang mengalami
disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya ini
(Effendy, 2000: 262). Wibowo dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2009: 97)
mendefinisikan disonansi sebagai keadaan tidak nyaman akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku.
Disonansi kognitif sendiri mempunyai arti keadaan psikologis yang tidak
meyenangkan yang timbul ketika dalam diri manusia terjadi konflik antara dua
kognisi (Berhm & Kassin, 1990: 248).
Untuk menjelaskan teorinya ini Festinger mengatakan bahwa apa yang dimaksud
dengan unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercayai
seseorang mengenai diri sendiri atau mengenai perilakunya. Elemen-elemen
kognitif ini berhubungan dengan hal-hal nyata atau pengalaman sehari-hari di
lingkungan dan hal-hal yang terdapat dalam psikologis seseorang. Unsur kognitif
atau kognisi-kognisi ini umumnya dapat hadir secara damai (konsisten) tapi
kadang-kadang terjadi konflik diantara mereka (inkonsistensi). Sewaktu terjadi
konflik diantara kognisi-kognisi terjadilah disonansi. Jika seseorang mempunyai
informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi
atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi
tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan jalan
mengubah perilaku, kepercayaan atau opininya (Effendy, 2000: 262).
Roger Brown mengatakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang
cukup sederhana ”Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaam
ketidaknyaman psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk
mencapai konsonansi”.
5
Disonansi adalah sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan
untuk keseimbangan.
Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga
hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant),
disonansi (dissonant), atau tidak relevan (irrelevan).( Richard West dan Lynn H.
Turner, 2008: 138)
Teori ini memungkinkan adanya dua elemen (Sarwono, 1984: 122) untuk
memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, yaitu:
Hubungan tidak relevan, yaitu tidak adanya kaitan antara dua elemen kognitif dan
tidak saling mempengaruhi.
Hubungan yang relevan, yaitu hubungan dua elemen kognitif yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi. Ada dua hubungan yang relevan yaitu: a)
Disonan, yaitu jika terjadi penyangkalan dari satu elemen yang diikuti oleh atau
mengikuti suatu elemen yang lain. Misalnya: seseorang yang mengetahui bahwa
bila terkena hujan akan basah mengalami disonan ketika pada satu hari ia ternyata
mendapati dirinya tidak basah saat terkena hujan. b) Konsonan, terjadi jika dua
elemen bersifat relevan dan tidak disonan, dimana diikuti elemen yang selaras.
Misalnya: seseorang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah dan
memang selalu basah bila terkena hujan.
Beberapa preposisi mengenai disonansi dapat dikemukakan: pertama, bila
seseorang mengalami disonansi, ini merupakan hambatan dalam kehidupan
psikologisnya dan ini akan mendoromg individu untuk mengurangi disonansinya
untuk mencapai konsonan. Kedua, individu akan menghindari meningkatkan
disonansinya (Bimo Walgito, 2002: 120).
1. Proses Disonansi Kognitif
Ketika teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak
ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya
konsep tingkat disonansi. Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk
kepada jumlah kuantitatif disonansi yang
6
dialami oleh seseorang. Tingkat disonansi akan menentukan tindakan yang akan
diambil seseorang dan kognisi yang mungkin digunakan untuk mengurangi
disonansi (Richard West dan Lynn H. Turner, 2008: 140). Ada tiga faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang, antara
lain:Kepentingan atau seberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap
tingkat disonansi yang dirasakan. Semakin penting unsur kognitif yang terlibat
dalam disonansi bagi seseorang semakin besar pula disonansi yang terjadi.
Disonansi dan konsonansi dapat melibatkan banyak unsur kognitif sekaligus. Jadi,
besarnya disonansi tergantung pula pada penting dan relevansi unsur-unsur yang
disonan dan yang konsonan.
Rasio disonansi atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi
yang konsonan.
Rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Faktor
ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk menjelaskan mengapa sebuah
inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk
mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang
rasakan.
Tingkatan disonansi yang maksimum adalah sama dengan jumlah daya tolak dari
elemen yang paling lemah. Jika disonansi maksimum tercapai, maka elemen yang
paling lemah akan berubah dan disonansi akan berkurang. Tentu saja ada
kemungkinan bahwa perubahan elemen yang lemah itu akan menambah disonansi
pada hubungan-hubungan yang lain dalam kumpulan elemen-elemen kognitif
yang bersangkutan. Dalam hal ini maka perubahan pada elemen yang lemah
tersebut tidak jadi terlaksana. Proses disonansi kognitif dalam Richard West dan
Lynn H. Turner (2008: 137) dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:
Menurut Festinger disonansi dapat terjadi dari beberapa sumber (Sarwono, 1984:
123-124), yaitu:
Inkonsistensi logis, yaitu logika berpikir yang mengingkari logika berpikir lain.
Norma dan tata budaya, yaitu bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu
budaya yang kemungkinan berbeda dengan budaya lain.
7
Opini umum, yaitu disonansi mungkin muncul karena sebuah pendapat yang
berbeda dengan yang menjadi pendapat umum.
Pengalaman masa lalu, yaitu disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak
konsisten dengan pengalaman masa lalunya.
2. Konsekuensi-Konsekuensi Disonansi
Pengurangan disonansi dapat dilakukan melalui 3 kemungkinan, yaitu:
a. Mengubah elemen tingkah laku.
Misalnya: seseorang yang akan piknik di laur ruangan, akan tetapi ternyata hujan,
ia memilih untuk melakukan pekerjaan didalam rumah.
b. Mengubah elemen kognitif lingkungan.
Misalnya: seorang perokok berat yang mempercayai bahwa merokok tidak
mengganggu kesehatan dan mengetahui orang lain berpendapat berbeda, berusaha
mempengaruhi orang lain yang berbeda pendapat tersebut untuk mendukung
pendapatnya.
c. Menambah elemen kognitif baru.
Misalnya: seorang perokok berat seperti diatas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa
merokok masih lebih baik daripada mengkonsumsi alkohol atau narkoba yang
jauh lebih merusak kesehatan.
Ketiga cara itulah yang pada akhirnya akan mengubah sikap seseorang ke arah
yang lebih sesuai dengan yang dikehendaki oleh subyek. Kondisi ini terjadi hanya
bila kondisi awal memang disonan. Untuk mengubah sikap pada orang yang
sudah stabil (konsonan), maka langkah awalnya adalah membuat kondisi menjadi
disonan terlebih dahulu. (Faturochman, 2006: 49).
3. Penghindaran disonansi.
Adanya disonansi selalu menimbulkan dorongan untuk menghindari disonansi
tersebut.
8
Dalam hubungan ini caranya adalah dengan menambah informasi baru yang
diharapkan dapat menambah dukungan terhadap pendapat orang yang
bersangkutan atau menambah perbendaharaan elemen kognitif dalam diri orang
yang bersangkutan. Penambahan elemen baru ini harus sangat selektif, yaitu
hanya mencarinya pada orang-orang yang diperkirakan dapat memberi dukungan
dan menghindari orang-orang yang mempunyai pandangan berbeda.
Ketika seseorang menggunakan strategi untuk mengubah kognisinya dan
mengurangi perasaan disonansinya, prose-proses perseptual akan berlangsung.
Secara spesifik, Teori disonansi kognitif berkaitan dengan proses pemilihan
terpaan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan
interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selective retention)
karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang
meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran
disonansi.
a) Terpaan Selektif (Selective Exposure)
Mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi
disonansi. Disonansi kognitif memprediksikan bahwa orang akan menghindari
informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari informasi yang konsisten
dengan sikap dan prilaku mereka.
b) Pemilihan Perhatian (Selective Attention)
Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsisten itu ada. Orang
memperhatikan informasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan
keyakinannya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten.
c) Interpretasi Selektif (Selective Interpretation)
Melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu sehingga menjadi
konsisten. Dengan menggunakan interpretasi selektif, kebanyakan orang
menginterpretasikan sikap teman dekatnya sesuai dengan sikap mereka sendiri
daripada yang sebenarnya terjadi.
9
d) Retensi Selektif (Selective Retention)
Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan
kemampuannya yang lebih besar dibandingkan yang kita akan lakukan terhadap
informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang
kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten.
4. Aplikasi Teori Disonansi Kognitif
Teori ini mempunyai pengaruh terhadap berbagai situasi dalam kehidupan sehari-
hari. Dampak tersebut antara lain terlihat dalam:
Pembuatan keputusan. Keputusan dibuat berdasarkan situasi konflik. Alternatif-
alternatif dalam situasi konflik itu bisa positif semua, negatif semua ataupun bisa
sama-sama mempunyai unsur positif dan negatif. Dalam ketiga situasi tersebut,
keputusan apapun yang akan dibuat akan menimbulkan disonansi yaitu: terjadi
gangguan terhadap hubungan dengan elemen (alternatif) yang tidak terpilih.
Kadar disonansi setelah pembuatan suatu keputusan tergantung pada pentingnya
keputusan itu dan kemenarikan alternatif yang tidak terpilih.
Paksaan untuk mengalah dalam situasi-situasi publik, seseorang dapat dipaksakan
untuk melakukan sesuatu (dengan ancaman hukuman ataupun menjanjikan
hadiah). Kalau perbuatan itu tidak sesuai dengan yang dikehendakinya sendiri,
maka timbul disonansi. Kadar disonansi itu tergantung pada penting atau tidaknya
pendapat pribadi tersebut dan besarnya ancaman hukuman atau ganjaran yang
akan diterima.
Ekspose pada informasi-informasi. Disonansi akan mendorong pencarian
informasi baru. Jika disonansi hanya sedikit, atau tidak ada sama sekali, maka
usaha untuk mencari informasi baru juga tidak ada. Jika kadar disonansi pada taraf
menengah, maka usaha pencarian informasi baru akan mencapai taraf maksimal.
Dalam hal ini, orang yang bersangkutan dihadapkan pada sejumlah besar
informasi-informasi baru. Tetapi kalau kadar disonansi maskimal, justru usaha
untuk mencari informasi baru akan sangat berkurang, karena pada tahap ini akan
terjadi perubahan elemen kognitif.
10
Dukungan sosial. Jika seseorang tahu bahwa pendapatnya berbeda dari orang-
orang lain, maka timbullah kekurangan dukungan sosial. Kekurangan dukungan
sosial ini akan menimbulkan disonansi kognitif pada seseorang tersebut yang
kadarnya ditetapkan sebagai berikut: Ada tidaknya obyek yang menjadi sasaran
pendapat orang lain itu, banyaknya orang yang sependapat dengan orang tersebut,
pentingnya elemen yang bersangkutan bagi orang itu, relevansi orang lain tersebut
baginya, dan tingkat perbedaan pendapat.
Menurut Secord dan Backman mengemukakan implikasi teori disonansi kognitif
Festinger dalam kaitannya dengan prediksi perubahan sikap. Implikasi termaksud
dilukiskan antara lain dalam suatu studi yang dilakukan guna pengujian hipotesa
yang bersumber dari teori Festinger itu sendiri. Hipotesa itu adalah:
Apabila individu terdorong untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan sikapnya maka cenderung untuk mengubah sikapnya sehinga
terjadi terjadi konsonansi diantara unsur-unsur kognitif ucapan atau perbuatan.2
C. TEORI PELANGGARAN HARAPAN
Teori Pelanggaran harapan (Expectacy Violation Theory / EVT) didasarkan pada
penelitian Judee Burgoon (1978). Teori ini memandang komunikasi sebagai
proses pertukaran informasi tingkat tinggi dalam hal hubungan isi komunikasi.
Sehingga teori ini bisa digunakan oleh masing-masing pelaku komunikasi untuk
menyerang harapan-harapan pihak lawan bicaranya, baik dalam arti positif
mapupun negatif, bergantung kepada suka atau tidak suka para pelaku komunikasi
masing-masing.Satu hal yang penting dari bahasan mengenai komunikasi adalah
peranan komunikasi nonverbal. Apa yang kita lakukan dalam sebuah percakapan
dapat menjadi lebih penting dari apa yang sebenarnya kita katakan. Untuk
memahami komunikasi nonverbal serta pengaruhnya terhadap pesan-pesan dalam
sebuah percakapan,
11
Judee Bargoon mengembangkan Teori Pelanggaran Harapan (1978), pada
mulanya disebut
dengan Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy Violations
Theory). Tetapi kemudian Bargoon menghapus kata nonverbal karena sekarang
teori-teori ini juga mencakup isu-isu di luar area komunikasi nonverbal. Teori
2 Anonymous. Juni 2013 “teori disonansi kognitif”(http://innocent29.blogspot.co.id/2013/06/teori-disonansi-kognitif-dalam.html /). Diakses pada tanggal : 8 Oktober 2015
pelanggaran harapan menjelaskan bahwa orang memiliki harapan mengenai
perilaku nonverbal orang lain. Perubahan tak terduga yang terjadi dalam jarak
perbincangan antara para komunikator dapat menimbulkan suatu perasaan tidak
nyaman atau bahkan rasa marah dan sering kali ambigu. Teori ini
mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi nonverbal : yaitu,
ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan terjadi. Selain
itu,karena penlanggaran ruang merupakan bagaian penting dalam teori ini,
sungguh penting untuk memahami bermacam jarak sepasi sebelu mkita membahas
teori ini lebih dalam ( West & Turner, 2008 : 154).
1. HUBUNGAN RUANG
Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang di sebut sebagai
proksemik (proxemics). Proksemik membahas cara seseorang menggunakan
ruang dalam percakapan mereka dan juga perpepsi orang lain akan
penggunaan ruang. Banyak orang menganggap hubungan ruang yang ada
antara komunikator sebagai sesuatu yang sewajarnya, tetapi sebagaimananya
di simpulkan oleh Mark knapp dan judiht hall (2002), penggunaan ruang
seseorang dapat mempengaruhi makna dan pesan. Ruang-ruang telah menarik
monat penelitiin untuk interpretasi dari pelanggaran ruang. Bugroon (1978)
mulai dari sebuah premis bahwa manusia memiliki dua kebutuhan yang saling
bertarung afiliasi dan ruang pribadi ruang personal(personal space), menurut
yang melingkupi seseorang yang menunjukkan jarak yang di pilih untuk di
ambil oleh seseorang bahwa manusia senangtiasa memiliki keinginan untuk
dekat dengan orang lain tetapi juga realitis bagi banyak dari kita. Sedikit
orang dapat hidup dalam keterasingan dan walaupun demikian, sering kali
orang-orang membutuhkan privasi.
12
a. Zona Proksemik
Teori pelanggaran harapan bugroon banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari
seseorang antropologi bernama Edward Hall (1966). Setelah mempelajari tentang
orang-orang amerika utara(di daerah timur laut), jall menglaim bahwa terdapat
empat zona proksemik-intim,personal,social,dan public-dan tiap zona digunakan
untuk alasan-alasan yang berbeda. Hall juga memasukkan range dari jarak special
dan perilaku yang sesuai untuk tiap zona. Dalam usahanya menggunakan ruang,
terdapat empat zona proksemik, yaitu : Jarak intim, Zona ini mencakup prilaku
yang ada pada jarak antara 0 sampai 18 inch ( 46 cm ). Hall mengamati bahwa
perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bervariasi mulai dari sentuhan
(misalnya, hubungan intim) hingga mengamati wajah seseorang. Jarak Personal,
Ini mencakup prilaku yang terdapat pada daerah yang berkisar antara 18 inci (46
CM) samapi 4 kaki (1,2 M). Menurut Hall (1966), perilaku dalam jarak personal
(personal distance) termasuk bergandengan dengan tangan hingga jarak dengan
tidak semua, hubungan dekat anda dengan seseorang berada paling banyak dalam
zona jarak personal. Jarak personal sering kali digunakan untuk keluarga dan
teman-teman Anda. Jarak Sosial, Dengan range proksemik yang berkisar antara 4-
12 kaki ( 1,2-3,6 meter), kategori jarak social (social sapce) menggambarkan
banyak percakapan dalam budaya amerika serikat, contohnya, percakapan
diantara rekan kerja, Hall (1966) menyatakan bahwa jarak social yang terdekat
biasanya digunakan di dalam latar social yang kasual, contoh dalam pesta koktail.
Jarak Publik, Jarak yang melampaui 12 kaki (3,7 meter) dan selebihnya biasanya
dianggap sebagai jarak publik (public space)..
b. Kewilayahan
kewilayahan (territoriality), atau kepemilikan seseorang terhadap suatu area atau
benda. Sering kali, kita mengkaliam ruang atau area tertentu yang ingin kita
lindungi atau pertahankan. orang memutuskan apakan mereka ingin mendirikan
pagar, memasang papan nama, atau menentukan suatu tempat sebagai milik
mereka. Ada tiga jenis wilayah : primer, sekunder, dan public (Altman, 1975 ;
Lyman & Scoot. 1990). Wilayah primer (primary Territories) merupakan wilayah
eksklusif seseorang.
13
Contohnya, ruang kerja seseorang atau computer adalah wilayah primer. Bahkan,
biasanya orang memasang nama mereka pada wilayah primer mereka untuk lebih
menekankan wilayah kepemilikan atas wilayah tersebut. Wilyah sekunder
(secondary territories) menunjukkan hubungan personal seseorang dengan sebuah
area atau benda. Wilayah sekunder tdak eksklusif kepada satu orang saja, tetapi
orang tersebut merasakan hubungan khusus dengan wilayah itu. Contohnya,
banyak mahasiswa pasca sarajana merasakan bahwa perpustakaan kampus adalah
wilayah sekunder mereka, mereka tidak bangunannya, tetapi mereka sering
kalimenggunakan ruang yang ada di dalam bangunan tersebut. Wilayah publik
(public territories) tidak melibatkan suatu afiliasi personal dan termasuk area-area
yang terbuka bagi semua orang, misalnya, pantai, taman, bioskop dan transportasi
umum. Kewilayahan seringkali diikuti dengan pencegahan reaksi (knapp & Hall,
2002). Maksudnya, orang akan berusaha untuk mencegah anda memasuki wilayah
mereka atau akan memberikan respon begitu wilayah mereka dilanggar. Beberapa
geng menggunakan penanda wilayah untuk mencegah geng lain melanggar
wilayah kekuasaan mereka. Knapp & Hall melihat bahwa jika suatu pencegahan
tidak berfungsi dalam mempertahankan wilayah seseorang, orang itu mungkin
akan akan bereaksi dengan cara tertentu, termasuk menjadi tertantang secara fisik
maupun kognitif. Singkatnmya, manusia biasanya menandai wilayah mereka
dengan empat cara : menandai ( menandai wilayah kita) , melabeli (memberikan
symbol untuk identifikasi), menggunakan tanda atau gambar yang mengancam
( menunjukkan penampilan dan perilaku agresif), dan menduduki ( mengambil
tempat terlebih dahulu dan tinggal di sana untuk waktu yang paling lama dari
orang lain ( Knap, 1978). Diskusi mendalam kita mengenai ruang relevan dengan
teori pelanggaran harapan tidak hanya karena teori ini berakar pada proksemik,
tetapi juga karena hal tersebut memiliki aplikasi langsung dengan jarak-jarak yang
sebelumnya didiskusikan. EVT berasumsi bahwa orang akan bereaksi tergadap
pelanggaran akan ruang. Hingga titik ini harapan kita akan perilaku orang lain
akan bervariasi dari jarak tertentu ke jarak lainnya.
2. ASUMSI TEORI PELANGGARAN HARAPAN
Teori pelanggaran harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan
pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah
percakapan.
14
Selain itu, terdapat tiga asumsi yang menuntun teori ini, Pertama : Harapan
mendorong terjadinya interaksi antar manusia, Kedua : Harapan terhadap perilaku
manusia dipelajari, Ketiga : Orang membuat prediksi mengenai perilaku non
verbal. Asumsi pertama menyatakan bahwa orang memiliki harapan dalam
interaksinya dengan orang lain. Dengan kata lain, harapan mendorong terjadinya
interaksi. Harapan (expectancy) dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku
yang diantipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Oleh
karenanya termasuk didalam harapan ini adalah perilaku verbal dan nonverbal
seseorang. Pada tulisan awalnya mengenai EVT, Burgoon (1978) menyatakan
bahwa orang tidak memandang perilaku orang lain sebagai sesuatu yang acak,
sebaliknya, mereka memiliki berbagai harapan mengenai bagaiman seharusnya
orang berfikir dan berperilaku. Dengan membahas penelitian mendalam yang
dilakukan oleh Burgoon dan rekan-rekannya, tim Levine dan koleganya (2000)
menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip,
rumor, dan sifat idiosinkratik dari komunikator. Banyak dari orang yang
melaksanakan wawancara akan mengharapkan tingkat percaya diri tertentu, yang
ditunjukkan melalui jabat tangan yang hangat, percakapan timbal balik yang
mengalir dengan lancar, dan kemampuan mendengar yang baik. Orang yang
diwawancarai juga diharapkan menjaga jarak yang masuk akal dari pewawncara
selama proses wawancara berlangsung. Banyak orang di Amerika Serikat tidak
menginginkan orang yang tidak mereka kenal untuk berdiri terlalu dekat atau
terlalu jauh dengan mereka. Baik di dalam suatu wawancara atau didalam suatu
diskusi antara dua orang yang telah saling kenal, Burgoon dan peneliti EVT
lainnya berargumen bahwa orang memasuki suatu percakapan dengan beberapa
harapan mengenai bagaimana suatu pesan harus disampaikan dan bagaimana si
pembawa pesan menyampaikannya. Judee Burgoon dan Jerold hale (1988)
menyatakan bahwa ada dua jenis harapan : prainteraksional dan interaksional.
Harapan prainteraksional (pre-interactional expectation) mencakup jenis
pengetahuan dan keahlian interaksional yang yang dimiliki oleh komunikator
sebelum ia memasuki sebuah percakapan. Orang tidak selalu mengetahui apa
yang dibutuhkan untuk memasuki dan mempertahankan sebuah percakapan.
Beberapa pembicara adalah orang yang sangat argumentatif, sementara yang
lainnya sangat pasif. Kebanyakan orang tidak mengharapkan untuk melihat
perilaku yang seekstrim itu didalam pembicaraan mereka dengan orang lain.
15
Harapan interaksional (interactional expectation) merujuk pada kemampuan
seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri. Kebanyakan orang
mengharapkan orang lain untuk menjaga jarak sewajarnya dalam sebuah
percakapan. Terlebih lagi, dalam berkomunikasi dengan orang lain, sikap-sikap
mendengarkan seperti kontak mata yang lama sering kali diharapkan. Beberapa
perilaku ini dan masih banyak yang lainnya sangat penting untuk dipertimbangkan
ketika kita mempelajari peranan harapan sebelum dan selama interaksi
berlangsung. Hal ini menuntun kita pada asumsi EVT yang kedua, bahwa orang
mempelajari harapannya melalui budaya secara luas dan juga individu-individu
dalam budaya tersebut. Misalnya, budaya Amerika mengajarkan kita bahwa
hubungan antara profesor dan mahasiswa didasari rasa hormat profesional.
Walaupun tidak disebutkan secara gamblang dalam hampir semua ruang kuliah,
para profesor memiliki status sosial yang lebih besar dibandingkan mahasiswa,
dan karenanya harapan-harapan tertentu muncul di dalam hubungan mereka
dengan mahasiswa. Contohnya, kita mengharapkan dosen memiliki banyak
pengetahuan mengenai bahan perkuliahan , untuk menjelaskannya dengan baik
kepada mahasiswa , dan untuk selalu ada bagi mahasiswa untuk membantu
mereka jika mereka masih bingung akan suatu pokok bahasan. Individu-individu
dalam sebuah budaya juga berpengaruh dalam mengkomunikasikan harapan.
Burgoon & Hale (1988) menyatakan bahwa sangat penting bagi kita untuk
memerhatikan perbedaan-perbedaan berdasarkan pengetahuan awal kita mengenai
orang lain, sejarah hubungan kita dengan mereka, dan observasi kita. Misalnya
pengalaman masa lalu dengan calon-calon karyawan memengaruhi bagaimana
sesorang memandang sebuah interaksi dan harapannya terhadap pelamar
pekerjaan dalam sebuah wawancara (sejarah hubungan). Selain itu, harapan juga
merupakan hasil dari pengamatan kita. Dalam sebuah keluarga, misalnya berdiri
sangat dekat satu sama lain merupakan norma yang berlaku, tetapi norma ini
belum tentu ada di dalam keluarga lainnya. Skenario-skenario yang menarik
muncul dalam percakapan ketika individu-individu yang terlibat di dalamnya
memiliki norma yang berbeda; harapan akan jarak dalam percakapan bervariasi
dan dapat memengaruhi persepsi terhadap interaksi atau bahkan memiliki
konsekuensi. Asumsi yang ketiga terkait dengan prediksi yang dinjuat oleh orang
mengenai komunikasi nonverbal. Kita akan melihat bahwa teoretikus EVT telah
menerapkan ide mengenai harapn ini pada perilaku verbal.
16
Walaupun begitu, pernyataan awal EVT berhubungan secara spesifik pada
perilaku nonverbal. Pada titik ini sangatlah penting untuk menunjukkan sebuah
pandangan yang terkandung dalam teori ini : orang membuat prediksi mengenai
perilaku nonverbal orang lain. Judee Burgoon dan Joseph walter (1990)
memperluas pemahaman awal EVT melalui ruang personal ke area-area lain
dalam komunikasi nonverbal , termasuk sentuhan dan postur. Mereka menyatakan
bahwa keatraktifan orang lain memengaruhi evaluasi akan harapan. Dalam
percakapan, orang tidak hanya sekedar memberikan perhatian pada apa yang
dikatakan oleh orang lain. Perilaku nonverbal memengaruhi percakapan, dan
perilaku ini mendorong orang lain untuk membuat prediksi (West & Turner,
2008 : 160).Contoh untuk menjelaskan asumsi ini lebih jauh yaitu misalnya
seseorang yang menurut anda menarik mulai mengadakan kontak mata langsung
dengan anda disebuah toko. Awalnya anda mungkin akan merasa sedikit aneh
dengan tatapan yang berkepanjangan ini. akan tetapi, karena anda merasa tertarik
dengan orang ini, kerikuhan yang muncul segera berganti menjadi rasa nyaman.
Bahkan, anda mungkiin akan mulai menduga bahwa orang itu juga tertarik kepada
anda karna anda melihat berkurangnya jarak fisik diantara anda berdua. Contoh
ini menggambarkan fakta bahwa anda sedang membuat prediksi (yaitu orang itu
tertatik kepada anda) berdasarkan perilaku nonverbalnya (kontak mata dan ruang
personal). Sebelum anda mulai memercayai dugaan anda akan adanya ketertarikan
, ingatlah bahwa reaksi anda dapat menjadi salah sama sekali. Tanpa
memerhatikan tingkat percaya diri anda, komunikasi nonverbal sering kali ambigu
dan dapat menimbulkan banyak interpretasi.
3. VALENSI PENGHARGAAN KOMUNIKATOR
Valensi penghargaan komunikator adalah jumlah dari karakteristik-
karakteristik positif dan negatif dari seorang dan potensi bagi orang itu untuk
memberikan penghargaan atau hukuman. Burgoon, Deborah Coker dan Ray
Coker melihat bahwa tidak semua pelanggaran atas perilku yang diharapkan
menimbulkan persepsi negative. Dalam kasus-kasus dimana perilaku bersifat
ambigu atau menimbulkan banyak interpretasi, tindakan yang dilakukan oleh
komunikator dengan tingkat penghargaan tinggi dapat menimbulkan makna
positif sementara tindakan yang dilakukan dengan tingkat penghargaan rendah
dapat menimbulkan makna negative.
17
Valensi penghargaan komunikator adalah potensi yang dimiliki orang baik
unutk memberikan penghargaan maupun memberikan hukuman dalam
percakapan dan dapat membawa karakteristik positif maupun negative dalam
sebuah interaksi. Menurut teori pelanggaran harapan, interpretasi terhadap
pelanggaran seringkali bergantung pada komunikator serta nilai-nilai yang
mereka miliki .
Communicator Reward Valence adalah unsur yang ketiga yang mempengaruhi
reaksi kita. Sifat alami hubungan antara komunikator mempengaruhi bagaimana
mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jika kita
“menyukai” sumber dari pelanggaran ( atau jika pelanggar adalah seseorang yang
memiliki status yang tinggi, kredibilitas yang tinggi, atau secara fisik menarik),
kita boleh menghargai perlakuan yang unik tersebut. Bagaimanapun, jika kita ”
tidak menyukai” sumber, kita lebih sedikit berkeinginan memaklumi perilaku
nonverbal yang tidak menepati norma-norma sosial; kita memandang pelanggaran
secara negative Dengan kata lain jika kita menyukai orang yang melanggar
tersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya, justru kita
cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhi norma-norma yang
berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggar tersebut adalah orang yang tidak
kita sukai, maka kita akan terfokus pada pelanggaran atau kesalahannya dan
berharap orang tersebut mematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang
berlaku. NEV Theory mengusulkan sebagai fakta bahwa hal tersebut tidak hanya
sesuatu pelanggaran perilaku nonverbal dan reaksi kepada nya. Sebagai ganti
(nya), NEV Theory berargumen bahwa siapa yang melakukan berbagai hal
pelanggaran masi harus dikelompokkan dalam rangka menentukan apakah suatu
pelanggaran akan dilihat sebagai negatif atau positif.
a. . RANGSANGAN
Burgoon awalnya merasa bahwa penyimpangan harapan memiliki
konsekuensi. Penyimpangan, atau pelanggaran ini, memiliki apa yang disebut
sebagai “nilai rangsangan” (Burgoon, 1978 : 133). Maksudnya, ketika harapan
seseorang dilanggar, minat atau perhatian orang tersebut akan dirangsang,
sehingga ia akan menggunakan mekanisme tertentu untuk menghadapi
pelanggaran yang terjadi.
18
Ketika rangsangan (arousal) terjadi minat atau perhatian seseorang terhadap
penyimpangan akan meningkat dan perhatian terhadap pesan akan berkurang
sementara perhatian pada sumber rangsangan akan meningkat (LaPoire dan
Burgoon, 1996). Burgoon dan Hale (1988) kemudian menyebut hal ini
“kesiagaan mental” atau “respons yang berorientasi” dimana perhatian
dialihkan pada sumber penyimpangan. Seseorang dapat terangsang secara
kognitif maupun fisik. Rangsangan kognitif (cognitive arousal) adalah
kesiagaan atau orientasi terhadap pelanggaran. Ketika kita terangsang secara
kognitif, indera intuitif kita meningkat. Rangsangan fisik (physical arousal)
mencakup perilaku-perilaku yang digunakan komunikator dalam sebuah
interaksi, seperti keluar dari jarak pembicaraan yang membuat tidak nyaman,
menyesuaikan pandangan selama interaksi berlangsung, dan seterusnya.
Kebanyakan penelitian Teori Pelanggaran harapan (Expectacy Violation
Theory/EVT) telah menginvestigasi rangsangan kognitif (melalui catatan
mengenai laporan diri), tetapi sedikit penelitian menelaah mengenai
rangsangan psikologis. Satu penelitian yang provokatif yang meneliti
rangsangan fisik dalam sebuah percakapan dilaksanakan oleh Beth LaPoire
dan Judee Burgoon (1996). Mereka meminta mahasiswa-mahasiswa
universitas untuk terlibat dalam wawancara medis palsu. Selama interaksi
berlangsung, para peneliti mempelajari detak jantung, suhu kulit, dan
perubahan volume denyut nadi setiap lima detik sembari mengevaluasi adanya
pelanggaran harapan. Hanya detak jantung dan volume denyut nadi yang
menunjukkan signifikansi statistik. Hasil menunjukkan bahwa setelah para
relawan mengalami rangsangan kognitif terhadap sebuah pelanggaran, mereka
pertama-tama mengalami penurunan detak jantung dan volume denyut nadi
meningkat.
b. BATAS ANCAMAN
Begitu rangsangan timbul, ancaman akan muncul. Konsep penting yang ketiga
dalam EVT adalah batas ancaman ( threat threshold ) yang oleh Burgoon
(1978) didefinisikan sebagai “jarak dimana orang yang berinteraksi
mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan kehadiran orang
lain”(hal 130). Dengan kata lain, batas ancaman adalah toleransi bagi
pelanggaran jarak.
19
Burgoon melanjutkan bahwa “ketika jarak disamakan dengan ancaman, jarak
yang lebih dekat dilihat lebih mengancam dan jarak yang lebih jauh lebih
aman”(hal 134). Dalam hal ini, jarak diinterpretasikan sebagai pernyataan
mengancam dari seorang komunikator. Orang dapat saja memberikan
penghargaan maupun hukuman terhadap sebuah ancaman. Burgoon mencapai
kesimpulan ini dengan mempelajari penelitian terhadap kesukaan dan
ketertarikan. Penelitian ini menyatakan bahwa jarak dekat digunakan untuk
orang-orang yang kita suka atau kepada siapa kita tertarik. Beberapa orang
tidak masalah ketika orang berdiri dekat dengan mereka; batas ancaman
mereka, karenanya tinggi. Beberapa menjadi tidak nyaman ketika orang
berdiri terlalu dekat dengan mereka;bagi mereka, batas ancamannya rendah.
Jadi, misalkan saja Anda tertarik pada seseorang yang selalu Anda temui di
Starbucks tiap pagi, batas ancaman memungkinkan akan tinggi saat ia
berbicara dengan Anda dan makin mendekat pada Anda ketika pembicaraan
berlanjut lebih jauh. Dalam interaksi yang sama, Anda mungkin akan
menemukan bahwa orang ini bukanlah orang yang ingin Anda ajak berteman
lebih jauh, dan batas ancaman Anda akan menjadi semakin kecil. Burgoon
melihat bahwa ukuran batas didasarkan pada bagaimana kita memandang
pelaku ancaman, yang telah dibahas sebagai valensi penghargaan
komunikator. Begitu pelanggaran terjadi, yang telah dibahas sebagai valensi
penghargaan komunikator. Begitu pelanggaran terjadi, kita lagi-lagi akan
menginterpretasikan pelanggaran tersebut.
4. VALENSI PELANGGARAN
Ketika mereka berbicara dengan orang lain mereka memiliki harapan, harapan
yang didasarkan dari norma sosial lawan bicaranya. Namun ketika harapan
dilanggar orang mengevaluasi langgarang tersebut berdasarkan sebuah
valensi. Valensi Pelanggaran (Violation Valance) merujuk pada penilaian
positif atau negati dari sebuah perilaku yang tidak terduga. Valensi
pelanggaran sangat berbeda dengan Valensi penghargaan Komunikator.
Ketika kita menggunakan valensi penghargaan komunikator.
Valensipelanggaran, sebaliknya, berfokus pada penyimpangan itu sendiri.
Valensi pelanggaran melibatkan pemahaman suatu pelanggaran melalui
interpretasi dan evaluasi
20
singkatnya para komunikator berusaha untuk menginterpretasikan makna dari
sebuah pelanggaran dan memutuskan apakah mereka menyukainya atau tidak.
Burgoon dan kolega-koleganya mengingatkan kita untuk berhati-hati, karena
tidak semua pelanggaran dapat terjadi dengan jelas, dan sebagai akibatnya kita
menggunakan valensi penghargaan komunikator. Jika sebuah pelanggaran
bersifat ambigu atau menimbulkan banyak interpretasi, EVT memprediksikan
bahwa komunikator akan mempengaruhi bagaimana pelanggaran dievaluasi
dan diinterpretasi. Komunikator menginterpretasikan pelanggaaran
menggunakan valensi penghargaan komunikator, jika orang tersebut adalah
orang yang kita sukai maka kita akan mengevaluasi pelanggaran secara positif.
Dan sebaliknya jika dengan orang yang tidak kita sukai maka kita akan
memandang pelanggaran tersebut dengan negative.3
D. Teori Pengurangan Ketidakpastian
Teori ini merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang tampak
pada dua orang yang pertama kali bertemu. Dua orang yang baru pertama kali
bertemu dan memulai percakapan singkat akan memunculkan banyak penilaian
subjektif yang kemudian menimbulkan pertanyaan – pertanyaan. Timbulnya
pertanyaan akan memunculkan dugaan – dugaan positif maupun negatif, sehingga
pada akhirnya akan memunculkan berbagai ketidakpastian. Inilah dasar
3 Retno Sari. Oktober 2011 “teori pelanggaran harapan” (https://ressalinq.wordpress.com/2014/06/15/teori-pelanggaran-harapan/). Diakses pada tanggal : 8 Oktober 2015
pencetusan Teori Pengurangan Ketidakpastian ( Uncertainty Reduction Theory)
oleh Charles Berger dan Richard Calabrese.
Komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk mengurangi ketidakpastian
yang ada. Bagaimana penggunaan komunikasi itu sendiri sebagai pengurang
ketidakpastian merupakan tujuan dari Teori Pengurangan Ketidakpastian.
Ketidakpastian memiliki 2 tipe, antara lain:
1) Ketidakpastian Kognitif, yaitu ketidakpastian yang dihubungkan dengan
keyakinan atau sikap. Keyakinan atau penilaian ini bisa dianut diri
sendiri atau orang lain.
21
2) Ketidakpastian Perilaku, yaitu ketidakpastian yang memiliki batasan
perilaku – perilaku yang dapat diprediksi.
1. Asumsi Teori Pengurangan Ketidakpastian
a. Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.
Maksudnya seseorang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki keahlian
dalam penguasaan diri dan penguasaan kondisi lingkungan akan lebih mudah
terjebak dalam sebuah ketidakpastian. Misalnya seseorang yang belum pernah
ikut wawancara beasiswa akan merasa salah tingkah , ditambah lagi jika orang itu
tidak ahli menguasai diri dan lingkungan. Penguasaan diri dapat dilakukan dengan
melatih diri untuk tidak melakukan gerakan refleks yang memalukan, berbicara
dengan jelas dan lancar, mengerti arti dari beberapa simbol & pesan non-verbal
yang muncul, serta memiliki perbendaharaan kata yang cukup.
b. Ketidakpastian adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan
stress secara kognitif.
Maksudnya ketidakpastian akan menimbulkan tekanan, karena kita akan berusaha
keras untuk mengerti hal yang bagi kita penting. Misalnya dalam wawancara
beasiswa kita akan cemas memikirkan apa kira-kira hal yang akan ditanyakan atau
dilakukan pewawancara. Selain itu bagaimana sikap yang tepat agar pewawancara
itu menilai baik tindakan kita pada saat wawancara berlangsung.
c. Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk
mengurangi ketidakpastian mereka atau meningkatkan prediktabilitas.
Masing – masing orang yang pertama kali bertemu akan berusaha mengerti apa
yang diinginkan orang itu dan mencari tahu bagaimana pandangan orang itu
terhadapnya, sehingga ia mampu mengetahui apakah komunikasi yang baik
muncul dan memungkinkan untuk berlanjut.
22
d. Komunikasi interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi
ketidakpastian.
Perkenalan dan pemberian salam merupakan tahap dari komunikasi interpersonal
yang dapat dilakukan sebagai pengurang ketidakpastian. Misalnya kita menyapa
seseorang dan mencoba berkenalan dengannya, dia membalas sapaan dengan
ramah dan senang hati berkenalan, maka akan diketahui sebuah kepastian bahwa
orang tersebut ramah dan bersahabat, dan sebaliknya tindakan penolakan akan
mudah dikenali seperti membalas sapaan dengan ekspresi datar, tampak berhati–
hati,dsb.
e. Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring
berjalannya waktu.
Ikatan persahabatan merupakan bentuk kepastian yang muncul secara bertahap
dimulai dari tahap awal yaitu perkenalan pertama kali, tahap personal yaitu
mereka semakin kompak dan mau berbagi rahasia dan saling berbagi, dan tahap
akhir yaitu saat mereka memutuskan untuk menjadi sahabat sejati karena terdapat
kecocokan. Sehingga semakin lama pertukaran informasi diri pun akan semakin
pribadi dan mencakup berbagai hal.
f. Sangat mungkin untuk menduga perilaku orang dengan menggunakan cara
seperti hukum.
Hukum yang dimaksudkan dapat berupa aturan atau norma yang ada dalam
sebuah kondisi. Misalnya seseorang baru bertemu akan mengikuti aturan main
yaitu dengan berkenalan & berbicara ringan, ini menunjukkan orang tersebut
sopan. Bila sebaliknya, mereka baru berkenalan namun salah satu dari mereka
langsung mengatakan rasa ketertarikan akan diketahui bahwa orang itu tidak
sopan.
2. Contoh Kasus
Saya mendapatkan teman sekelompok yang berasal dari kelas yang berbeda.
Sebelumnya saya melihatnya adalah seorang yang pendiam dan cuek. Saya
merupakan orang yang berhati – hati untuk akrab dengan orang lain. Jadi saya
masih memperhatikan dia ketika dia berbicara dengan teman dekat saya. Dia
kelihatan ramah saat berbicara dengan teman dekat saya, namun terkesan cuek
dengan saya.
23
Awalnya saya ragu untuk memulai membuka diri, tapi saya putuskan untuk
bergabung dalam pembicaraannya dengan teman dekat saya. Pada awalnya dia
tampak cuek dengan keberadaan saya dalam percakapan mereka.
Kesempatan – kesempatan berikutnya dalam pengerjaan tugas, dia muncul
sebagai orang yang kreatif, mau bekerja sama, memberi saran , sabar dan bersikap
dewasa. Selain dari tindakan yang dilakukannya saya juga bertanya tentang
pendapat – pendapatnya. Setelah beberapa lama terdapat kenyamanan sehingga
kami memulai bercerita tentang masalah di perkuliahan, ternyata terdapat
kesamaan nasib diantara kami. Inilah yang membuat kami semakin terbuka dan
berkurangnya rasa segan yang berlebihan serta ada kerelaan membantu.
Keseganan yang berkurang membuat dia berani membuka folder pribadi di laptop
saya. Namun hal itu tetap mengesalkan karena saya merasa masih ada jarak
diantara kami.
Pada akhirnya, setelah tugas kelompok berakhir interaksi kami pun semakin
memudar dan kembali pada tahap awal kami. Hal ini menunjukkan bahwa
tindakannya hanya merupakan tindakan dalam hubungan teman sekelompok saja.
3. Keterkaitan Teori dengan Contoh Kasus
Ketidakpastian yang muncul diatas terjadi karena adanya sikap yang saling
tertutup. Hal ini terlihat dari ketidakpastian kognitif yaitu mengkaitkan antara sifat
Jane yang tertutup dan pendiam dengan teman barunya yang juga cuek dan
pendiam , sehingga muncul beberapa pertanyaan apakah saya akan akrab juga
dengannya, bagaimana saya harus menghadapinya dalam pengerjaan tugas
kelompok berikutnya, apakah dia orang yang bisa diajak kerja sama, apakah dia
mau menerima pendapat saya,dsb. Ketidakpastian perilaku yang dialami Jane
terjadi ketika berusaha ikut dalam percakapan. Teman baru yang tetap cuek akan
kehadirannya akan menimbulkan banyak pertanyaan yang relatif sama
kemungkinan terjadinya seperti apakah Jane terlihat aneh dan mengganggu karena
tiba – tiba ramah, apakah Jane salah ucap, atau teman baru itu diam karena malas,
kelelahan, bosan, masih menjaga jarak, tidak tertarik dengan keberadaan Jane,
bingung bagaimana harus menanggapi Jane, atau dia hanya sibuk memikirkan hal
lain di luar diri Jane.
24
4. Asumsi – asumsi pada teori dapat terlihat dari kasus di atas:
1. Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.
Ketertutupan diri Jane serta sikap diam teman barunya akan menimbulkan
ketidakpastian. Selain faktor tersebut ada juga faktor kelas yang berbeda membuat
kemungkinan bertemu dan mengamati minim.
2. Ketidakpastian adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stress
secara kognitif.
Munculnya pertanyaan di benak Jane, akan membuatnya gusar atau bingung
dalam menghadapi teman barunya, karena dia merasa perlu menjalin hubungan
baik agar tugas kelompok mereka berhasil.
3. Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi
ketidakpastian mereka atau meningkatkan prediktabilitas.
Jane berusaha mengerti karakter temannya dengan memperhatikan sikap dan
tindakannya dalam pengerjaan tugas apakah mau diajak kerja sama, apakah dia
kreatif.
4. Komunikasi interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi
ketidakpastian.
Bertanya langsung mengenai pendapat serta saran dari temannya merupakan cara
yang lebih mudah bagi Jane untuk mengetahui karakter asli temannya.
5. Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring
waktu.
Pengerjaan tugas yang berlangsung beberapa minggu dan membutuhkan kerja
sama
yang aktif membuat Jane dan temannya akan lebih sering bertemu dan
mengurangi rasa segan serta basa – basi. Selain itu mulai ada keterbukaan diri, hal
ini yang membuat keduanya mau berbicara pribadi menyangkut perkuliahan. Dari
tahap ini akan mungkin pertukaran informasi tentang hal – hal informal lainnya.
25
6. Sangat mungkin menduga perilaku orang dengan menggunakan cara seperti
hukum.
Berkurangnya rasa segan tidak langsung membuka diri tanpa ada jarak. Sehingga
masih terdapat aturan atau norma yang diberlakukan masing – masing individu.
Dalam kasus ini Jane masih memiliki aturan yaitu tidak boleh membuka informasi
yang lebih pribadi. Selain itu tindakan teman barunya yang tanpa permisi
membuat penilaian lain seperti temannya itu sangat ingin tahu atau dia tidak
sopan.
Tahapan hubungan ini dimulai dengan pembicaraan formal yang masih
seputar pengerjaan tugas. Tahap personal tampak saat Jane dan temannya yang
mulai berbagi cerita tentang kehidupan kuliah. Tahap akhir yang muncul adalah
kembalinya tindakan seperti semula yaitu menjaga jarak. Ini menandakan bahwa
terdapat ketidakcocokan serta hubungan yang hanya bersifat sementara.4
E. Teori Penetrasi Sosial
Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor.
Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang bagaimana proses
komunikasi interpersonal. Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses
berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana
terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa
Altman dan Taylor: penetrasi sosial.Altman dan Taylor (1973) membahas
tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan.
Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan
dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu melalui proses “gradual
and orderly fashion from superficial to intimate levels of exchange as a
function of both immediate and forecast outcomes.”Altman dan Taylor
mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada
hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika
kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan
kulit yang lainnya.
4 Anonymous. Februari 2014 “teori pengurangan ketidakpastian”
(http://vavaavav.blogspot.co.id/2014/02/teori-pengurangan-ketidakpastian-teori.html). Diakses pada tanggal :
7 Oktober 2015
26
Begitu pula kepribadian manusia. Lapisan kulit terluar dari kepribadian
manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita
perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika
kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana
ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang
lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-
orang tertentu saja, orang terdekat misalnya.Dan lapisan yang paling
dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai,
konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang
terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar,
oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang terdekat
manapun. Akan tetapi lapisan ini adalah yang paling berdampak atau
paling berperan dalam kehidupan seseorang. Kedekatan kita terhadap
orang lain, menurut Altman dan Taylor, dapat dilihat dari sejauh mana
penetrasi kita terhadap lapisan-lapisan kepribadian tadi. Dengan
membiarkan orang lain melakukan penetrasi terhadap lapisan kepribadian
yang kita miliki artinya kita membiarkan orang tersebut untuk semakin
dekat dengan kita. Taraf kedekatan hubungan seseorang dapat dilihat dari
sini.Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor
menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut: Pertama, Kita lebih
sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari
diri kita. Kita lebih mudah membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal
yang kurang penting dalam diri kita kepada orang lain, daripada
membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi dan personal.
Semakin ke dalam kita berupaya melakukan penetrasi, maka lapisan
kepribadian yang kita hadapi juga akan semakin tebal dan semakin sulit
untuk ditembus. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih
pribadi, maka akan semakin sulit pula.Kedua, keterbukaan-diri (self
disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal
dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada awal suatu hubungan kedua
belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan
keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau
semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan
tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan
mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik.
27
Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang
ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada
istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu
proses yang panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal
yang mudah runtuh sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya
akan ada banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan
tersebut mudah runtuh, mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu
untuk melewati tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil,
lebih bermakna, dan lebih bertahan lama.Keempat, depenetrasi adalah
proses yang bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika
suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha
semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat eksplosif atau
meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap,
dan semakin memudar.Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu
hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya.
Maksudnya adalah mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat
pribadi kita bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita.
Akan tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi
yang lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita
tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang
lainnya. Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain
(misalkan urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan situasi di
mana hubungan mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas
(depth without breadth). Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam
(breadth without depth) mungkin ibarat hubungan “halo, apakabar?”, suatu
hubungan yang biasa-biasa saja. Hubungan yang intim adalah di mana
meliputi keduanya, dalam dan juga luas.Keputusan tentang seberapa dekat
dalam suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh
prinsip untung-rugi (reward-costs analysis). Setelah perkenalan dengan
seseorang pada prinsipnya kita menghitung faktor untung-rugi dalam
hubungan kita dengan orang tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan
dalam hubungan (index of relational satisfaction). Begitu juga yang orang
lain tersebut terapkan ketika berhubungan dengan kita. Jika hubungan
tersebut sama-sama menguntungkan
28
maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan proses penetrasi
sosial akan terus berkelanjutan.Altman dan Taylor merujuk kepada
pemikiran John Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep
pertukaran sosial (social exchange). Menurut mereka dalam konsep
pertukaran sosial, sejumlah hal yang penting antara lain adalah soal
relational outcomes, relational satisfaction, dan relational stability. Thibaut
dan Kelley menyatakan bahwa kita cenderung memperkirakan keuntungan
apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan
orang lain sebelum kita melakukan interaksi. Kita cenderung menghitung
untung-rugi. Jika kita memperkirakan bahwa kita akan banyak
mendapatkan keuntungan jika kita berhubungan dengan seseorang tersebut
maka kita lebih mungkin untuk membina relasi lebih lanjut.Dalam masa-
masa awal hubungan kita dengan seseorang biasanya kita melihat
penampilan fisik atau tampilan luar dari orang tersebut, kesamaan latar
belakang, dan banyaknya kesamaan atau kesamaan terhadap hal-hal yang
disukai atau disenangi. Dan hal ini biasanya juga dianggap sebagai suatu
“keuntungan”.Akan tetapi dalam suatu hubungan yang sudah sangat akrab
seringkali kita bahkan sudah tidak mempermasalahkan mengenai beberapa
perbedaan di antara kedua belah pihak, dan kita cenderung menghargai
masing-masing perbedaan tersebut. Karena kalau kita sudah melihat
bahwa ada banyak keuntungan yang kita dapatkan daripada kerugian
dalam suatu hubungan, maka kita biasanya ingin mengetahui lebih banyak
tentang diri orang tersebut.Menurut teori pertukaran sosial, kita
sebenarnya kesulitan dalam menentukan atau memprediksi keuntungan
apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan
orang lain. Karena secara psikologis apa yang dianggap sebagai
“keuntungan” tadi berbeda-beda tiap-tiap orang. Teori pertukaran sosial
mengajukan dua standar umum tentang apa-apa yang dijadikan
perbandingan atau tolok ukur dalam mengevaluasi suatu hubungan
interpersonal. Yang pertama, terkait dengan relative satisfaction (kepuasan
relatif): seberapa jauh hubungan interpersonal tersebut dapat membuat kita
bahagia atau justru tidak bahagia. Thibaut dan Kelley menyebut hal ini
sebagai comparison level.Misalkan saja kita ambil contoh ketika kita
mengobrol dengan kekasih kita melalui telpon.
29
Jika kita biasanya berbincang melalui telpon dengan kekasih kita dalam
hitungan waktu 1 jam, maka angka 1 jam akan menjadi tolok ukur
kepuasan kita dalam hubungan tersebut. Jika ternyata kita mengobrol lebih
lama dari 1 jam, katakanlah 1 jam 30 menit maka kita akan menilai hal
tersebut lebih dari memuaskan. Akan tetapi begitu pula sebaliknya, jika
ternyata kita hanya berbincang kurang dari 1 jam kita cenderung
menganggap obrolan kita tersebut kurang memuaskan. Ini memang hanya
salah satu faktor saja dalam menilai kepuasan dalam hubungan via telpon
tersebut. Faktor lainnnya yang juga dijadikan pertimbangan adalah nada
bicara, intonasi, topik yang dibicarakan, kehangatan bicara, dan
seterusnya.Selain itu, comparison level kita dalam hal pertemanan, asmara,
hubungan keluarga, banyak dipengaruhi oleh bagaimana sejarah hubungan
interpersonal kita di masa lalu. Kita menilai nilai suatu hubungan
berdasarkan perbandingan dengan pengalaman kita di masa yang lampau.
Kita cenderung menyimpan secara baik kenangan kita dalam hubungan
interpersonal dengan pihak lain untuk dijadikan semacam perbandingan
dalam hubungan interpersonal kita di masa sekarang dan di masa depan.
Ini juga tolok ukur yang sangat penting. Yang kedua, oleh Thibaut dan
Kelley disebut sebagai the comparison level of alternatives. Pada tahapan
ini kita memunculkan suatu pertanyaan dalam hubungan interpersonal
kita. Kita mulai mempertanyakan kemungkinan apa yang ada di luar
hubungan yang sedang dijalani tersebut. Pertanyaan tersebut antara lain
“Apakah saya akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak jika saya
berhubungan dengan orang yang lain?” atau pertanyaan “Kemungkinan
terburuk apa yang akan saya dapatkan jika saya tetap berhubungan dengan
orang ini?”.Semakin menarik kemungkinan yang lain di luar hubungan
tersebut maka ketidakstabilan dalam hubungan kita akan semakin besar.
Dalam hal ini terkesan teori pertukaran sosial ini lebih mirip dengan
kalkulasi ekonomis tentang untung-rugi, memang. Banyak pihak yang
menyebutkan teori ini sebagai theory of ecomonic behavior.Tidak seperti
comparison level, comparison level of alternatives tidak mengukur tentang
kepuasan. Konsep ini tidak menjelaskan mengapa banyak orang yang tetap
bertahan dalam suatu hubungan dengan orang yang sering menyiksa
dirinya, sering menyakiti.
30
Maka menurut teori ini, kunci dari suatu hubungan yang akan tetap terbina
adalah sejauh mana suatu hubungan itu memberikan keuntungan, sejuah
mana hubungan tersebut mampu menghasilkan kepuasan, sejauh mana
hubungan tersebut tetap stabil, dan tidak adanya kemungkinan yang lain
yang lebih menarik daripada hubungan yang sedang mereka jalani
tersebut. Teori ini sendiri tidak terlepas dari sejumlah kritikan. Ada
kritikan yang menyatakan bahwa seringkali cepat-lambatnya suatu
hubungan tidak bersifat sengaja atau mampu diprediksikan sebelumnya.
Ada kalanya ketika kita dengan terpaksa harus cepat mengakrabkan diri
dengan seseorang tertentu, dan kita tidak memiliki pilihan yang lain. Teori
tersebut tidak mampu menjelaskan soal ini. Teori ini juga tidak
mengungkapkan persoalan gender dalam penjelasannya. Padahal
perbedaan gender akan sangat berpengaruh kepada persoalan keterbukaan-
diri dalam relasi interpersonal. Bahkan penelitian selanjutnya dari Altman
dan Taylor mengungkapkan bahwa males are less open than females.
Altman dan Taylor juga hampir secara konsisten menggunakan perspektif
untung-rugi dalam menilai atau mengukur suatu relasi interpersonal.
Pertanyaannya yang pertama muncul adalah sejauh mana kita akan
konsisten dalam menilai yang mana yang merupakan keuntungan dan yang
mana yang merupakan kerugian bagi diri kita dalam hubungan tersebut?
Dan pertanyaan yang kedua adalah sejauh mana kita akan terus bersifat
egois dalam suatu hubungan dengan orang lain? Kita juga sering merasa
bahwa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa segalanya tidak melulu
tentang diri kita, tentang apa keuntungan yang kita dapatkan dalam
hubungan tersebut. Bahkan kita seringkali merasa senang bahwa teman
kita mendapatkan suatu keuntungan atau kabar yang menggembirakan.
Walaupun hal itu bukan terjadi pada diri kita, ternyata kita juga mampu
untuk turut berbahagia. Hal ini juga tidak mampu dijelaskan dalam teori
tersebut.5
31
F. TEORI PERTUKARAN SOSIAL
Pertukaran sosial adalah hubungan interpersonal yang dilandasi oleh harapan
memperoleh imbalan dari adanya hubungan tersebut. Teori pertukaran sosial
dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer dan interaksi sosial
itu mirip dengan transaksi ekonomi. Orang berhubungan dengan orang lain
5 Yearry Panji. 29 Oktober 2008 https://yearrypanji.wordpress.com/2008/03/29/teori-penetrasi-sosial/). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu menjalin
hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari
segi ganjarannya dan biaya.Tokoh Utama Teori Pertukaran Sosial : John Thibaut
dan Harold H. Kelley (1959)
Asumsi : “Setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan
sosial hanya selama hubungn tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi
ganjaran dan biaya” (Rackmat, 2004). Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat
perbandingan merupakan empat konsep penting dalam teori ini.
Ganjaran
Ganjaran ialah akibat yang dinilai positif yang diperoleh dari seseorang dari suatu
hubungan. Nilai ganjaran bagi setiap orang berbeda-beda. Mungkin menurut
orang kaya penerimaan sosial lebih penting dibandingkan dengan harta benda.
Menurut orang miskin hubungan interpersonal yang dapat mengatasi masalah
ekonomi mungkin lebih memberikan ganjaran dibandingkan dengan hubungan
untuk menambah pengetahuan.
Biaya
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya
ini dapat berubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat didalamnya. Biaya
ini dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri, dan
kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau
dapat menimbulkan efek yang tidak menyenangkan
32
Hasil/ laba
Hasil / laba ialah ganjaran dikurangi biaya. Bila seseorang merasa tidak
mendapatkan laba dalam hubungan interpersonalnya, maka ia akan mencari orang
lain yang mendatangkan laba.
Tingkat perbandingan
Tingkat prbandingan menunjukkan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteria
dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Bila seseorang pada masa
lalunya mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat
perbandingannya turun. Thibault menyebutkan bahwa ada suatu stadar dimana
kita bisa mengevaluasi hasil yang kita terima. Mereka menyebutnya dengan
tingkat perbandingan alternatif. Ini merupakan hasil terburuk yang akan diperoleh
seseorang dan masih ada dalam suatu hubungan.
Dalam teori ini, Thibaut dan Kelley juga membicarakan mengenai tiga format
kendali, yaitu :
Kendali refleksif , untuk memberi penghargaan kepada diri sendiri.
Kendali nasib, kemampuan utntuk mempengaruhi hasil yang lain dengan
mengabaikan apa yang ia kerjakan.
Kendali perilaku, kemampuan orang-orang unutk mengubah perilaku orang lain
melalui variasi mereka sendiri.
Contoh kasus
A. Seorang anak (A) yang berteman dengan temannya yang menjadi bintang
kelas (B). Ia sendiri mempunyai kelebihan pandai bergaul. A mau
berteman dengan B karena B memberikan pengaruh positif bagi dirinya
dalam kegiatan belajar di Sekolah. B sering membantunya dalam
mengerjakan tugas dan mau mengajarinya berbagai hal yang berkaitan
dengan pelajaran di sekolahnya. Sementara itu B juga senang berteman
dengan A karena A pandai bergaul dan memiliki banyak teman. Dengan
bergaul dengan A
33
dirinya cukup dikenali oleh teman-teman di sekolahnya dan diterima oleh
teman-temannya di sekolahnya.6
G. Teori Dialektika Relasional
Suatu ketika dalam membina relasi dengan seseorang, kita mungkin
dikagetkan dengan perilakunya yang tidak masuk akal. Tiba-tiba saja
orang tersebut menjadi pendiam, jarang berbicara. Kalaupun harus
berbicara, hanya seperlunya saja. Kita tiba-tiba saja merasa orang tersebut
menjadi asing. Akhirnya, kita merasa perlu menata ulang pikiran,
toleransi, dan adaptasi terhadap apa yang kita rasakan.
Demikianlah hubungan manusia dengan sesamanya. Ada kalanya,
hubungan antarmanusia mengalami situasi pasang-surut. Meskipun
demikian, tidak serta merta hubungan tersebut kandas. Hubungan tersebut
hanya mmalih-rupa saja. Sifat hubungan yang unik seperti ini diamati
secara mendetail oleh Baxter dan Montgomery pada tahun 1996, yang
menamai hasil pengamatannya dengan nama Teori Dialektika Relasional
(Relational Dialectics Theory).Pandangan Baxter dan Montgomery
terhadap relasi antarindividu dipengaruhi secara langsung oleh pemikiran
Mikhail Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang mencetuskan Teori Dialog
Personal. Kehidupan sosial bagi Bakhtin merupakan dialog terbuka
diantara banyak suara, dan esensi dari semua itu adalah “perbedaan
6 Anonymous. “teori pertukaran sosial “(http://jendelapsikologi.com/psikologi-sosial/teori-pertukaran-
sosial/). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
simultan namun padu dengan liyan (simultaneo us differentiation from yet
fusion with another).” Menurut Bakhtin, diri (self) hanya akan ada dalam
konteksnya dengan liyan (another). Bakhtin memberi penekanan bahwa
pengalaman manusia dibentuk melalui komunikasi dengan orang lain
(dalam West dan Turner, 2003).
34
Teori Dialektika Relasional memiliki beberapa asumsi teoritis (West dan
Turner, 2003). Pertama, hubungan tidak bersifat linier. Asumsi ini
merupakan bagian paling penting dalam Teori Dialektika Relasional.
Relasi tidak terdiri dari bagian-bagian linier, namun lebih pada rangkaian
keinginan yang kontradiktif. Baxter dan Montgomery kurang sepakat
dengan istilah “perkembangan hubungan (relational development)”, karena
seakan menunjukkan pergerakan hubungan yang bersifat linier. Hubungan
linier berasumsi bahwa semakin dalam sebuah hubungan, maka elemen-
elemen seperti keintiman, keterbukaan, dan kepastian, semakin terlihat.
Teori Dialektika Relasional melihat hubungan yang dalam tidak semata-
mata bersifat linier. Hubungan yang dalam dapat bersifat terbuka,
misalnya, atau sedikit tertutup. Hubungan lebih kompleks daripada
sekedar penciri yang digambarkan dalam asumsi linier.
Kedua, Teori Dialektika Relasional melihat bahwa hubungan ditandai
dengan adanya perubahan. Sekali lagi, perubahan ini tidak selalu berupa
kemajuan hubungan. Ada kalanya perubahan dalam hubungan berbentuk
kerenggangan. Hal ini sesuai yang dikatakan Baxter dan Montgomery
bahwa proses atau perubahan hubungan merujuk pada pergerakan
kuantitatif dan kualitatif sejalan dengan waktu dan kontraksi-kontraksi
yang terjadi di sekitar hubungan yang dikelola.
Ketiga, kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam sebuah hubungan.
Asumsi ketiga ini memberi penekanan bahwa kontradiksi atau ketegangan
antara dua hal berlawanan tidak pernah hilang dan tidak pernah berhenti
menciptakan ketegangan. Manusia mengelola ketegangan dan
pertentangan dalam berbagai cara, namun tetap saja muncul dalam
hubungan. Pengelolaan yang dilakukan manusia ini memerlukan peranan
komunikasi.
Asumsi terakhir Teori Dialektika Relasional adalah berkenaan dengan
peranan komunikasi yang sangat sentral dalam mengelola dan
menegosiasikan kontradiksi hubungan.
35
Baxter dan Montgomery menyatakan bahwa “dari perspektif dialektika
relasional, aktor sosial memberikan kehidupan melalui kegiatan
komunikatif mereka menuju pada kontradiksi yang mengelola hubungan
mereka. Realitas sosial kontradiksi diproduksi dan direproduksi oleh
tindakan komunikatif para aktor sosial.”.7
H. Teori Komunikasi : Manajemen Privasi Komunikasi
Teori ini membantu kita untuk memilah dan menjelaskan kompleksitas proses
negosiasi antara privasi dan keterbukaan. Pembukaan di dalam hubungan
membutuhkan pengelolaan batasan publik dan privat. Batasan-batasan ini ada
diantara perasaan yang ingin diutarakan oleh seseorang dan perasaan yang ingin
disimpan. Pembukaan di dalam perkembangan hubungan lebih dari sekedar
mengutarakan informasi privat kepada orang lain. Dibutuhkan negosiasi dan
7 Terra Kata. Mei 2015” teori dialektika relasional” (http://ganjarruntiko.blogspot.co.id/2015/05/teori-
dialektika-relasional.html). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
koordinasi akan batasan. Keputusan mengenai pembukaan harus dimonitor secara
intensif.
1. Evolusi Teori Manajemen Privasi Komunikasi
Para peneliti (Petronio dan Martin, 1986; Petronio, Martin dan Littlefield, 1984)
tertarik akan criteria pembentukan aturan dalam system manajemen aturan dalam
system manajemen aturan bagi pembukaan. Mereka mengamati bahwa pria dan
wanita memiliki kriteria yang berbeda untuk menilai kapan harus terbuka dan
kapan harus diam. Pemikiran akan perbedaan gender dan konsep keterbukaan
yang diatur oleh aturan sekarang merupakan bagian dari teori manajemen privasi
komnikasi.
36
2. Asumsi Dasar Teori Manajemen Privasi Komunikasi
a. Informasi privat, merujuk pada cara tradisional untuk berfikir mengenai
pembukaan; ini merupakan pengungkapan informasi privat. Namun, Petronio
(2002) melihat bahwa berfokus pada isi dari pembukaan memungkinkan kita
untuk menguraikan konsep-konsep mengenai privasi dan keintiman dan
mempelajari bagaimana mereka salaing berhubungan. Keintiman adalah perasaan
atau keadaan mengetahui seseorang secara mendalam dalam cara-cara fisik,
psikologi, emosional, dan perilaku karena orang ini penting dalam kehidupan
seseorang. Pembicaraan pribadi, sebaliknya, tertarik dengan proses bercerita dan
merefleksikan isi dari informasi privat mengenai orang lain dari kita.
b. Batasan privat, menjelaskan bahwa terdapat garis antara bersikap publik dan
bersikap privat. Pada satu sisi batasan ini, orang menyimpan informasi privat
untuk diri mereka sendiri (Petronio, Giles, Gallois dan Ellmers, 1998); dan pada
sisi lain, orang membuka beberapa informasi privat kepada orang lain di dalam
relasi sosial dengan mereka. Ketika informasi privat dibagikan, batasan
sekelilingnya disebut batasan kolektif, dan ketika informasi privat tersebut tetap
disimpan dan tidak buka, maka batasnnya disebut batasan personal.
c. Kontrol dan kepemilikan, orang merasa memiliki informasi privat mengenai
diri mereka sendiri. Sebagai pemilik informasi, mereka percaya bahwa mereka
harus ada dalam proporsi untuk mengontrol siapa saja yang boleh mengakses
informasi privat tersebut.
d. System manajemen berdasarkan aturan, system ini adalah kerangka untuk
memahami keputusan yang dibuat orang mengenai informasi privat. System ini
memungkinkan pengelolaan pada level individual dan kolektif serta merupakan
pengaturan rumit yang terdiri dari tiga proses: karakteristik aturan privasi,
koordinasi batasan, dan turbulensi batasan.
e. Dialektika manajemen, dialektika manajemen privasi berfokus pada
ketegangan-ketegangan antara kainginan untuk mengungkapkan informasi privat
dan keinginan untuk meutupinya.
37
3. Proses Manajemen Aturan Privasi
a. Karaktersitik aturan pribadi. Merupakan salah satu proses di dalam system
manajemen aturan privasi yang mendeskripsikan sifat dasar dari aturan privasi.
Ada dua faktor utama yaitu:
• Pengembangan aturan, dituntun oleh criteria-kriteria keputusan orang untuk
mengungkapkan atau menutupi informasi privat. Teori ini menyatakan bahwa
lima criteria keputusan digunakan untuk mengembangkan aturan-aturan privasi;
kriteria berdasarkan budaya, kriteria berdasrkan gender, kriteria motivasional,
kriteria kontekstual, dan kriteria rasio resiko-keuntungan. Kelima kriteria
keputusan ini merupakan salah satu elemen dari karakteristik aturan privasi.
• Atribut aturan privasi, atribut adalah karakteristik aturan privasi yang
mendeskripsikian bagaimana orang mendapatkan aturan serta properti-properti
aturan. Secara umum, teori ini menyatakan bahwa orang mempelajari aturan
melalui proses sosialisasi atau melalui negosiasi dengan orang lain untuk
menciptakan aturan baru.
b. Koordinasi batasan, merujuk pada bagaimana kita mengelola informasi yang
dimiliki bersama. Petronio (2002) mengamati bahwa orang mengatur informasi
privat melalui aturan-aturan yang mengurangi pertalian batsan, hak kepemilikan
batasan dan peremeabilitas batsan.
• Pertalian batasan, merujuk pada hubungan yang membentuk aliansi batasan
antar individu.
• Kepemilikan batasan, merujuk pada hak-hak dan keistimewaan yang diberikan
kepada pemilik pendamping (co-owner) dari sebuah informasi privat.
• Permeabilitas batasan, merujuk pada severapa banyak informasididapat melalui
batasan yang ada. Ketika akses terhadap informasi privat ditutup, batasannya
disebut batasan tebal, sedangkan ketika aksesnya terbuka, batasnnya disebut
sebagai batsan tipis (petronio, 2002).
c. Turbulensi batasan, hal ini muncul ketika aturan-aturan koordinasi batasan
tidak jelas atau ketika harapan orang untuk manajemen privasi berkonflik
antara satu dengan lainnya.
38
Aturan batasan tidak selalu merupakan system yang berjalan dengan
lancar, dan orang-orang yang terlibat dapat mengalami benturan yang
disebut Petronio sebagai turbulensi. Turbulensi batasan dapat terjadi
karena beberapa orang mengundang orang lain kedalam batasan privasi
mereka, mereka mengharapkan respons yang sesuai. Ketika harapan ini
dilanggar, orang terluka dan menjalani turbulensi batasan. Hal ini sangat
membingungkan karena batasan dalam keadaan terbuka tetapi orang yang
satunya menolak untuk dilibatkan.8
I. Teori – Groupthink1. Dasar Pemikiran Groupthink
Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah, “Istilah untuk keadaan
ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk
menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki
nilai moral”. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu
berpengaruh dalam kelompok yang irrasional, tetapi berhasil
mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink
mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk
akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar
kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah
kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama,
terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak
ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan.
Groupthink Dalam Tradisi Sosiokultural
Bagian ini berhubungan dengan dua topik dasar struktur kelompok
dan tugas kelompok. Sebagai pekerjaan kelompok dan tugas kelompok.
Sebagai pekerjaan kelompok dengan tugas-tugasnya, sebetulnya ini
menciptakan struktur yang akibatnya pada pengaruh bagaimana mengatur
tugas-tugasnya.
39
8 Anonymous. Agustus 2010 “teori komunikasi manajemen privasi”
(http://mysteriouxboyz90.blogspot.co.id/2010/08/teori-komunikasi-manajemen-privasi.html). Diakses pada
tanggal : 7 Oktober 2015
Dengan kata lain, kedua topik ini kaitannya sangat erat. Secara spesifik,
teori pemikiran kelompok berfokus pada masalah yang paling sering
dihadapi dalam tugas dan keputusan kelompok.
Kohesivitas Kelompok Sebagai Dasar Pembentuk dari Groupthink Theory
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong
anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok (Collins dan Raven,1964). Pada kelompok
kohesif para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka
menjadi mudah melakukan konformitas. Semakin kohesif sebuah
kelompok, semakin mudah anggotanya tunduk pada norma kelompok.
Bettingushaus (1973) menunjukkan bebrapa implikasi komunikasi dalam
kelompok yang kohesif :
1. Karena pada kelompok kohesif, devian akan ditentang dengan keras,
komunikator akan dengan mudah berhasil memperoleh dukungan
kelompok jika gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok.
Sebaliknya, ia akan gagal jika ia menjadi satu-satunya devian dalam
kelompok.
2. Pada umumnya, kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin
dipengaruhi persuasi. Ada tekanan ke aarah uniformitas dalam pendapat,
keyakinan, dan tindakan.
3. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan
distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok. Anggota
biasanya bersedia berdiskusi dengan bebas sehingga saling pengertian
akan mudah diperoleh. Saling pengertian membantu tercapainya
perubahan sikap.
4. Dalam situasi pesan tampak merupakan ancaman kepada kelompok,
kelompok yang lebih kohesif akan lebih cenderung menolak pesan dari
pihak luar dibandingkan dengan kelompok yang tingkat kohesifitasnya
rendah.
5. Dalam hubungannya dengan pernyataan di atas, komunikator dapat
meningkatkan kohesivitas kelompok agar kelompok mampu menolak
pesan yang bertentangan.
40
Pengertian Groupthink Theory
Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota
kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus
tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari
luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen
menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus
groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang
pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Motif
ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan untuk
menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat
menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara tergesa-gesa dan
membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu
disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok.
Groupthink Sebagai Konesekuensi dari Kohesi Kelompok
Anggota kelompok yang kohesif lebih siap untuk berpartisipasi dalam
pertemuan-pertemuan kelompok. Mereka lebih setuju terhadap tujuan kelompok,
lebih siap menerima tugas-tugas dan peranan serta lebih menaati norma-norma
kelompok. Mereka juga memelihara dan mempertahankan norma-norma serta
menolak orang lain yang merasa tidak sesuai dengan norma kelompok. Kelompok
yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok, mempunyai rasa
tanggung jawab kelompok, mempunyai motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas
kelompok dan merasa puas atas pekerjaan kelompok. Ciri-ciri tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya keterikatan antara anggota kelompok. Selanjutnya
anggota kelompok tersebut lebih sering berkomunikasi dan komunikasinya lebih
efektif dibandingan kelompok yang kohesinya rendah. Kelompok yang kohesinya
tingi pada tingkat lanjutan akan membentuk groupthink pada pengambilan
keputusan kelompoknya.
Asumsi Groupthink Theory
Groupthink adalah sebuah teori yang terkait dengan komunikasi kelompok
kecil. Kelompok-kelompok kecil merupakan bagian dari fenomena hampir setiap
segmen masyarakat dunia dan khusunya Amerika Serikat.
41
Bahkan, Marshall Scott Poole (1998) berpendapat bahwa kelompok kecil
harus'menjadi 'unit dasar analisis''. Janis memfokuskan karyanya pada pemecahan
masalah yang berorientasi pada kelompok dan tugas kelompok, yang tujuan
utamanya adalah untuk membuat keputusan dan memberikan rekomendasi
kebijakan.
Pengambilan keputusan adalah bagian penting dari kelompok-kelompok kecil ini.
Kegiatan lain dari kelompok-kelompok kecil mencakup berbagi informasi ,
bersosialisasi, berhubungan dengan orang-orang dan kelompok-kelompok di luar
kelompok, mendidik anggota baru, menentukan peran, dan bercerita (Frey &
Sunwolf, 2005; poole & Hirokawa. 1996). Dengan pikiran itu, kita dapat
membagi tiga asumsi kritis yang membimbing teori ini,yaitu;
-Kondisidalam kelompok kohesivitas tinggi
- Kelompok pemecahan masalah pada dasarnya merupakan suatu proses terpadu
- Kelompok-kelompok dan pengambilan keputusan kelompok sering sekali
kompleks
Asumsi pertama groupthink berkaitan dengan karakteristik kehidupan
kelompok: kohesif. Suatu Kondisi di dalam kelompok yang memiliki kohesivitas
tinggi. Ernest Bormann (1996) mengamati bahwa anggota kelompok sering
memiliki sentimen atau emosional, dan sebagai akibatnya mereka cenderung
mempertahankan identitas kelompok. Pemikiran kolektif ini biasanya jaminan
bahwa suatu kelompok akan menjadi menyenangkan dan mungkin sangat
kohesif.9
J. TEORI PENSTRUKTURAN ADAPTIFTeori penstrukturan adaptif pertama kali dikemukakan oleh Anthony
Giddens pada tahun 1970-an.Kelompok dan organisasi menciptakan
struktur yang dapat diartikan sebagai aturan-aturan dan sumber daya
organisasi .
42
Asumsi teori :
Kelompok dan organisasi di produksi dan di reproduksi melalui
penggunaan aturan dan sumber daya.
Gidden mengemukakan bahwa setiap tindakan atau perilaku berakibat
pada produksi dari sesuatu yang baru yang disebut tindakan segar (Fresh
act) yang di pengaruhi dan di akibatkan oleh masa lalu. Contoh perusahaan
menerapkan aturan untuk memanggil bapak dan nama lengkapnya kepada
semua super visor, tetapi supervisor merasa panggilan tersebut terlalu
formal sehingga supervisor memerintahkan kepada bawahannya cukup
memanggil bapak saja.
Aturan komunikasi berfungsi baik sebagai sebagai media maupun hasil
akhir dari interaksi.
Pemahaman masa lalu kita akan aturan yang efektif dan tidak efektif akan
menuntun kita untuk mengubah aturan yang kita gunakan dalam interaksi
di masa datang.
9 Anonymous. Maret 2013 “teori groupthink” (http://duniadandia.blogspot.co.id/2011/03/teori-
groupthink.html). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Struktur sosial atau aturan sebagai pedang bermata dua. Aturan yang kita
ciptakan membatasi perilaku kita. Akan tetapi aturan yang sama juga
membuat kita mampu memahami berinteraksi dengan orang lain.
Strukturasi kekuasaan ada di dalam organisasi dan menuntut proses
pengambilan keputusan dengan menyediakan informasi mengenai
bagaimana cara untuk mencapai tujuan kita dengan cara yang terbaik.
Asumsi ketiga menyatakan bahwa kekuasan merupakan kekuatan yang
berpengaruh dalam mencapai keputusan dalam organisasi.
Contoh : Jabatan supervisor merupakan salah satu bentuk kekuasaan yang
di gunakan untuk merubah aturan yang mengharusakan memanggil bapak
dengan nama lengkap menjadi cukup bapak saja,
Elemen teori penstrukturan adaptif
1.Agensi.
Agensi dapat di definisikan perilaku atau kegiatan tertentu yang dilakukan
manusia dan diarahkan oleh aturan dan konteks dimana interaksi itu
terjadi.
43
Contoh : Mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah harus bersikap formal
dalam proses Tanya jawab dengan mengangkat tangan sebelum bertanya.
2.Refleksivitas.
Pada dasarnya merujuk pada kemampuan individu untuk memonitor
tindakan dan perilaku meraka. Sebagian refleksivitas didasarkan pada
pengalaman di masa lalu yang di miliki individu.
Contoh :
Dalam mengunakan proses agensi dan reflektivitas, organisasi dan
kelompok mempertimbangkan struktur dan sistem yang sudah ada, dan
angota – anggota memiliki kemampuan untuk menjelaskan alasan perilaku
dan tertentu dan juga kemampuan untuk mengidentifikasi tujuan mereka.
Kesadaran ini terjadi dalam dua level :
Kesadaran diskursif ( discursive consciousness )
Kemampuan dari seseorang untuk menyatakan pemikirannya didalam
bahasa yang dapat di pahami oleh anggota organisasi lainnya. Dengan kata
lain kesadaran ini berkaitan dengan pengetahuan yang dapat di kemukakan
melaui kata-kata kepada orang lain.
Kesadaran praktis ( practical consciousness )
Merujuk pada tindakan atau perasaan yang tidak dapat diungkapkan
dengan kata-kata.
Dualitas struktur (Duality of Structure)
Aturan-aturan dan sumber daya memenuhi fungsi ganda dalam organisasi.
Menurut prinsip dualitas struktur, anggota organisasi bergantung pada
aturan dan sumber daya untuk menuntun keputusan mereka mengenai
perilaku atau tindakan yang mereka gunakan dalam komunikasi.
Sebaliknya individu mempunyai pilihan untuk mengikuti atau merubah
aturan yang akan menghasikan sebuah perubahan dalam interaksi
komunikasi mendatang.
Istilah aturan (rules) digunakan merujuk pada hal-hal yang bersifat rutin
yang telah dimiliki atau diikiutu oleh suatu kelompok dalam mencspsi
tujuannya. Daripada melihat aturan sebagai suatu tata cara yang kaku
untuk mengapa sesuatu harus dilakukan, akan lebih berguna jika melihat
suatu aturan sebagai instruksi manual tentang bagaimana sebuah tujuan
dapat dicapai.
44
Kekuasaan (resource) merujuk pada kekuasaan yang dibawa aktor
kedalam kelompok atau organisasi. Kekuasaan ini berpengaruh karena hal
ini menuntun seorang individu untuk melakukan suatu tindakan atau
memulai suatu perubahan. Sebuah organisasi dapat mengunakan dua tipe
sumber daya. Sumber daya alokatif (alloctive source) merujuk pada
bantuan material yang diberikan oleh suatu organisasi untuk membantu
suatu kelompok dalam mencapai tujuannya. Sumber daya otoritas
(authoritative source) merujuk pada karakteristik interpersonal yang
digunakan selama interaksi komunikasi.
John French dan Bertrand Raven (1959) mengidentifikasi lima dasar
kekuasaan sosial yang dapat digunakan untuk menggambarkan berbagai
sumber daya otoritas yang digunakan dalam kelompok atau
organisasi.meskipun kekuasaan mempuanyai konotasi yang negatif , hasil
akhir positif dari kekuasaan di dapatkan dari berinteraksi dengan orang
lain (raven 1993).
Kekuasaan penghargaaan (reward power) didasarkan pada persepsi bahwa
orang lain mempunyai kemampuan untuk memberikan hasil akhir yang
positif. Penghargaan ini bisa dalam bentuk pujian, penghargaan material.
Kekuasaan koersif (coercive power) persepsi bahwa orang lain orang lain
mempunyai kemampuan untuk memberikan hukuman. Seseorang mungkin
mematuhi permintaan orang lain untuk menghindari konsekuensi negatif
seperti kehilangan kredibilitas dan lain sebagainya.
Kekuasan Referen (referent power) persepsi bahwa orang lain mempunyai
kemampuan untuk mendapatkan ketaatan karena hubungan personal yang
mapan / akrab.
Kekuasaan legitimasi (legitmate power) persepsi bahwa orang laim
mempunyai kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya karena posisi
atau gelarnya.
Kekuasaan Pakar (expert power ) persepsi bahwa orang lain mempunyai kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya karena pengetahuan atau keahlian spesial yang ia miliki.10
45
K. TEORI BUDAYA ORGANISASI
10 Anonymous. 24 Oktober 2013 “teori penstrukturan adftif”
(https://budiwong15.wordpress.com/2013/10/24/teori-penstrukturan-adftif/). Diakses pada tanggal : 7
Oktober 2015
Budaya merupakan hal yang selalu mengiringi kehidupan manusia. Budaya
selalu ada di mana dan kapan saja manusia itu berada. Tak terkecuali pada
kehidupan organisasi.
Dalam sebuah organisasi, inti kehidupan sebuah organisasi itu sendiri
ditemukan dalam budaya. Budaya yang dimaksud dalam organisasi berbeda
dengan budaya dalam pandangan sehari-hari kita. Budaya dalam organisasi
tidaklah diartikan sebagai ras, etnis, latar belakang individu. Menurut
Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo, budaya dalam organisasi diartikan
sebagai cara hidup di dalam organisasi. Misalnya iklim atau atmosfer
emosional dan psikologis, yang mencakup semangat kerja karyawan, sikap
dan tingkat produktivitas, dan simbol-simbol.
Budaya organisasi diadakan dalam kerangka pikiran umum anggota organisasi.
Kerangka kerja ini berisi asumsi dasar dan nilai-nilai. Asumsi dasar dan nilai-nilai
diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa,
berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi.
Edgar Schein (1999) mengatakan bahwa budaya organisasi dikembangkan dari
waktu ke waktu sebagai orang dalam organisasi belajar menghadapi sukses
dengan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Hal ini menjadi bahasan
dan latar belakang umum. Jadi, budaya muncul dari apa yang telah berhasil bagi
organisasi.
Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya dikalangan antar organisasi,
tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan
adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh
semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Budaya organisasi sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu
organisasi/perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan
dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan
pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja bagi
karyawan.
Metafora Budaya: Jaring Laba-Laba
Seperti yang telah disebutkan di atas, inti kehidupan sebuah organisasi ditemukan
dalam budaya. Oleh karena itu, budaya organisasi adalah esensi dari kehidupan
organisasi. Bisa dibayangkan bahwa suatu organisasi tanpa budaya, maka akan
terjadi kekacaubalauan di dalamnya. Organisasi tersebut pun dipastikan tidak
dapat mencapai tujuan organisasinya dengan utuh dan lancar.
46
Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo (1982) memepercayai bahwa budaya
organisasi “mengindikasikan apa yang menyusun dunia nyata yang ingin
diselidiki. Mereka mengatakan bahwa budaya organisasi (organizational culture)
adalah esensi dari kehidupan organisasi. Mereka menerapkan prinsip-prinsip
antropologi untuk mengontruksi teori mereka. Mereka juga mengadopsi
pendekatan Interpretasi Simolok yang dikemukakan oleh Clifford Geertz (1973)
dalam model teoritis mereka. Dalam teorinya Geertz menyatakan bahwa orang-
orang adalah hewan “yang tergantung didalam jaringan kepentingan”, artinya
orang-orang yang memuat jaring mereka sendiri.
Atas pernyataan tersebut, Pacanowsky & Trujilo pun menambahkan
pernyataan tersebut sebagai berikut:
“Jaring ini tidak hanya ada, melainkan sedang dipintal. Jaring ini dipintal
ketika orang sedang menjalankan bisnis mereka membuat dunia mereka
menjadi dapat dipahami. Maksudnya ketika mereka berkomunikasi. Ketika
mereka berbicara, menulis sebuah naskah drama, menyanyi, menari, pura-pura
sakit, mereka sedang berkomunikasi dan mengkonstruksi budaya mereka.
Jaring ini merupakan residu dari proses komunikasi.”
Geertz menggambarkan jarring laba-laba yang mungkin ada didalam sebuah
organisasi dan meyakini bahwa budaya seperti sebuah jarring yang dipintal
oleh laba-laba. Maksud dari tujuan penggambaran ini yaitu jarring ini terdiri
atas desain yang rumit dan tiap jarring berbeda dengan yang lainnya. Geertz
berargumen bahwa budaya-budaya semuanya berbeda dan keunikan ini harus
dihargai. Tujuan pendekatan Pacanowsky & Trujilo dengan metafora tersebut
adalah untuk memikirkan semua kofigurasi (fitur) menyerupai jaring yang
mungkin dalam organisasi.
Asumsi Teori Budaya Organisasi
Terdapat tiga asumsi pada Teori Budaya Organisasi yang dikemukakan oleh
Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo, yaitu:
1. Anggota-anggota organisasi mencipakan dan mempertahankan perasaan
yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada
pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.Asumsi ini
berhubungan dengan pentingnya orang dalam kehidupan organisasi. Secara
khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan
realitas. Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor dan atasan. Inti
asumsi ini adalah yang dimiliki oleh organisasi.
47
Nilai adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah budaya yang memiliki
nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota
organisasi apa saja yang penting. Orang berbagi dalam proses menemukan
nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari sebuah organisasi membutuhkan
pertisipasi aktif dalam organisasi tersebut.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya
organisasi.
Maksudnya adalah realitas organisasi ditentukan oleh simbol-simbol.
Perspektif ini menggarisbawahi penggunaan simbol dalam organisasi.
Simbol merupakan representasi untuk makna. Simbol-simbol ini sangat
penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi
verbal dan non verbal di dalam organisasi. Seringkali simbol-simbol ini
mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan
yang memiliki makna. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif bergantung
tidak hanya pada media tetapi bagaiman karyawan perusahaan
mempraktikannya.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda dan
interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam.
Asumsi mengenai teori budaya organisasi ini sangat bervariasi. Persepsi mengenai
tindakan dan aktivitas dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu
sendiri.11
L. ORGANIZATIONAL INFORMATION THEORY
Asumsi Dasar :
Teori informasi organisasi adalah salah satu cara untuk menjelaskan
bagaimana organisasi menelaah informasi yang membingungkan atau
ambiguitas. Teori ini berfokus pada proses pengorganisasian anggota dari
sebuah organisasi untuk mengelola informasi daripada pada struktur
organisasi itu sendiri.
48
Anggota organisasi hidup di lingkungan informasional
Informasi yang diterima oleh organisasi berbeda tergantung dalam hal
equivokasi
Anggota organisasi terlibat dalam pengolahan informasi untuk mengurangi
equivokasi informasi
11 Anonymous. Februari 2012 “teori budaya organisasi” (http://vitakent.blogspot.co.id/2012/02/teori-
budaya-organisasi.html). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Asumsi pertama, organisasi yang bergantung pada informasi untuk fungsi
secara efektif dan mencapai tujuan mereka. Weick (1979) dilihat konsep
informasi lingkungan sebagai distict dari lingkungan fisi dalam suatu
organisasi.
Asumsi kedua berfokus pada kemenduaan yang ada dalam informasi. pesan.
Suatu organisasi untuk menentukan kebutuhan dari para anggotanya yang
paling luas atau berpengalaman dalam berurusan dengan informasi yang
diperoleh.
Dalam upaya untuk mengurangi kemenduaan informasi, mengusulkan bahwa
organisasi terlibat dalam kegiatan bersama untuk membuat informasi yang
menerima lebih dimengerti
Mengurangi Equivokasi(ketidakjelasan): Mencoba untuk Menggunakan
Informasi
menurut weick (1995) organisasi berkembang melalui tiga tahapan dalam
upaya untuk mengintegrasikan aturan-aturan dan siklus sehingga informasi
dapat dengan mudah dimengerti dan bermakna.
Pengundangan: Mengundang Lingkungan
Merujuk kepada bagaimana informasi akan diterima dan diinterpretasikan oleh
organisasi. Menganalisis masukan yang diterima untuk menentukan jumlah
equivocality yang hadir dan memberikan informasi yang berarti.
Pilihan: Mengolah Masukan
Sekali organisasi yang telah bekerja dan berbagai aturan siklus baru untuk
menginterpretasikan masukan dalam informasi lingkungan, ia harus tahu apa
yang
49
menganalisis dan memilih methode terbaik untuk mendapatkan informasi
tambahan untuk mengurangi tingkat equivockasi.
Ingatan: Mengingat hal-hal kecil
Sekali organisasi yang telah dibahas dan kemampuan untuk menangani
kemenduaan, ia menganalisis efektivitas peraturan dan siklus komunikasi dan
melakukan penyimpanan.
Karakteristik Teori :
informasi lingkungan: jumlah total
Merupakan konsep inti dalam memahami bagaimana organisasi yang
dibentuk, serta bagaimana mereka memproses informasi.
informasi equivocality: Apakah anda yakin tentang ini?
Tantangan yang terletak pada kemampuan organisasi untuk memahami
informasi diterima. Organisasi menerima informasi dari beberapa sumber,
mereka harus membaca sandi informasi dan menentukan apakah terpahamkan,
departemen atau orang yang paling layak untuk menangani dengan informasi,
cuaca dan beberapa departemen memerlukan informasi ini untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka.12
12 Anonymous. 26 mei 2012 “organizational information theory” (https://rianrahmawati22.wordpress.com/2012/05/26/organizational-information-theory/). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
50
Daftar Pustaka
Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : Gramedia.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti. 2000
Berhm. S.S. & Kassin, S.M. Social Psychology. Boston: Houghton Mifflin
Company. 1990
West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi. Jakarta : PT. Salemba Humanika.
Griffin, Emory A., A First Look at Communication Theory, 5th edition, New
York: McGraw-Hill, 2003, page 132—141
Rackmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya
Anonymous, April 2013 “review teori interaksionisme simbolik”
(http://detaachtiana.blogspot.co.id/2013/04/review-teori-interaksionisme-
simbolik.html).Diakses pada tanggal 8 Oktober 2015
Anonymous. Juni 2013 “teori disonansi
kognitif”(http://innocent29.blogspot.co.id/2013/06/teori-disonansi-kognitif-
dalam.html /). Diakses pada tanggal : 8 Oktober 2015
Retno Sari. Oktober 2011 “teori pelanggaran harapan”
(https://ressalinq.wordpress.com/2014/06/15/teori-pelanggaran-harapan/). Diakses
pada tanggal : 8 Oktober 2015
Anonymous. Februari 2014 “teori pengurangan ketidakpastian”
(http://vavaavav.blogspot.co.id/2014/02/teori-pengurangan-ketidakpastian-
teori.html). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Yearry Panji. 29 Oktober 2008
https://yearrypanji.wordpress.com/2008/03/29/teori-penetrasi-sosial/). Diakses
pada tanggal : 7 Oktober 2015
51
Anonymous. “teori pertukaran sosial “(http://jendelapsikologi.com/psikologi-
sosial/teori-pertukaran-sosial/). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Terra Kata. Mei 2015” teori dialektika relasional”
(http://ganjarruntiko.blogspot.co.id/2015/05/teori-dialektika-relasional.html).
Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Anonymous. Agustus 2010 “teori komunikasi manajemen privasi”
(http://mysteriouxboyz90.blogspot.co.id/2010/08/teori-komunikasi-manajemen-
privasi.html). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Anonymous. Maret 2013 “teori groupthink”
(http://duniadandia.blogspot.co.id/2011/03/teori-groupthink.html). Diakses pada
tanggal : 7 Oktober 2015
Anonymous. 24 Oktober 2013 “teori penstrukturan adftif”
(https://budiwong15.wordpress.com/2013/10/24/teori-penstrukturan-adftif/).
Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015
Anonymous. Februari 2012 “teori budaya organisasi”
(http://vitakent.blogspot.co.id/2012/02/teori-budaya-organisasi.html). Diakses
pada tanggal : 7 Oktober 2015
Anonymous. 26 mei 2012 “organizational information theory”
(https://rianrahmawati22.wordpress.com/2012/05/26/organizational-information-
theory/). Diakses pada tanggal : 7 Oktober 2015