makalah ckd
DESCRIPTION
internaTRANSCRIPT
MODUL NEFROUROLOGISeorang pria dengan keluhan sakit kepala dan malaise.
KELOMPOK 1
030.07.053 Cunengsih S
030.07.124 Janice Hastiani
030.07.218 Rifqa Wildaini030.08.049 Ayu Ningtyas Nugroho
030.08.128 Irfan Sugiyanto030.08.164 Missy Ayuni Salisa
030.09.005 Agustina Marielsa Magung030.09.014 Andika Widyatama
030.09.015 Andravina Pranathania S030.09.018 Andri Changat
030.09.022 Angga Haditya
030.09.043 Azmi Ikhsan Azhary030.09.058 Debby Adelayde
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
16 OKTOBER 2012
BAB I
PENDAHULUANPenyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan pnurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.
BAB IILAPORAN KASUS
Sesi IMr. Ryan a 50 year old man, admitted to a Jakarta Hospital with a 9 months history of headache and malaise. He told that he has felt lethargic and lacking in energy for around 2 months. This has been much worst recently and has been associated with mild naucea and itchiness. The headache has been occurring for much longer probably around 10 months. He gets it everyday, describes it as thumping of gradual onset and responsive to parasetamol. He has no associated neurological symptoms such as numbness or weakness in the arms and legs, and no visual disturbance. He has not been short of breath on exertion, not does he gives any history of orthopneual or paroxysmal noctournal dyspnoe. His ankles have been mildly swollen for a few weeks.
Mr. Ryan was previous very fit and healthy and has never had any heart, liver or kidney problems. He has no that any urinary or prostatic symptoms. He doesnt take any regular medications and is a non smoker who drinks no alcohol. He works as a salesman, but is finding the daily travelling required more and more difficult. Sesi IIHasil pemeriksaan laboratorium :
Hb
: 8,1 gr/dlMCV
: 82Leukosit
: 8200 /lTrombosit
: 367.000 /lNa
: 138K
: 4,8Ca
: 7,6Fosfor inorganic: 6,2Urea
: 88Kreatinin
: 11,2Albumin : 2,9Glukosa random : 92 AST 24
: 24 ALT
: 26
Intak paratiroid
: 486 pg/ml ( N : 400 900 )Urin dipstick
: Protein
: + 2
Darah
: + 1
Leukosit, Nitrit, Glukosa :
Pemeriksaan penunjang :Hb
: 8,1gr/dl ( , N : 14 18 )MCV
: 82 ( N : 80 96 )Leukosit: 8200 /l ( N : 5000 10000 /l)Na: 138 ( N : 135 145 )Trombosit: 367.000 /l ( N : 150.000 400.000 /l )Na
: 138 ( N : 135 145 )
K
: 4,8 ( N : 3,5 5,2 )
Ca
: 7,6 ( : N : 9,0 11 )
Fosfor inorganik : 6,2 ( , N : 2,4 4,5 )
Urea
: 88 ( , N : 5 20 )
Kreatinin: 11,2 ( , N : 0,2 1,2 )
Albumin : 2,9 ( , N : 3,1 4,6 ) Kerusakan glomerulus Proteinuria Hipoalbumin
Glukosa random : 92 ( N : < 200 )AST
: 24 ( N : 5 40 ) ALT
: 26 ( N : 7 56 )
Intak paratiroid : 486 pg/ml ( N : 400 900 ) Untuk mengetahui Ca
Urin dipstick
: Protein : + 2 ( N 1 )
Darah : + 1 Hematuria mikroskopik
Leukosit, Nitrit, Glukosa :
BAB IIIPEMBAHASAN
A. Identitas Pasien :
Nama
: Mr. Ryan Umur : 50 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat : - Pekerjaan: SalesmanB. Masalah dan HipotesisMasalah : Sakit kepala Malaise Letargic Anemia OedemHipotesis : Gagal ginjal kronik ( Letargic,anemia,hipertensi,malaise,oedem
Hipertensi ( sakit kepala
Sindroma Nefrotik ( oedem,anemiaC. Anamnesis TambahanRiwayat penyakit sekarang Sejak kapan mengalami keluhan?
Apakah ada keluhan lain yang menyertai?
Apakah sering merasa kelelahan?
Apakah disertai dengan gejala mual dan muntah?
Riwayat penyakit dahulu Apakah sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya?
Apakah ada riwayat hipertensi?
Riwayat penyakit keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita riwayat hipertensi? Apakah ada anggota keluarga yang menderita riwayat diabetes? Riwayat pengobatan Apakah sudah pernah periksa ke dokter sebelumnya? Jika sudah diberi obat apa saja?D. Pemeriksaan FisikStatus generalis : Keadaan umum : malaise dan lethargic ( karena anemia
Suhu : afebril ( normal
Tekanan darah : 190/100 mm/Hg ( hipertensi stage II
Nadi : 74x /menit ( tekananan nadi masih dalam batas normal
Tidak ditemukannya bruitsInspeksi : Conjugtiva dan telapak tangan pucat ( karena anemia
Ditemukan pitting oedem di bilateral kedua kakiPalpasi : Hepar dan limpa tidak teraba, serta tidak adanya tanda-tanda penyakit hepar yang kronis ( ini dapat membantu menyingkirkan hipotesis sirosis hati, namun hal ini masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Terdapat pitting oedem bilateral kedua kaki ( menunjukkan kemungkinan terjadinya oedem anasarca tetapi perlu pemeriksan lebih lanjut lagi.Perkusi : Pemeriksaan kardiovaskular dan pemeriksaan thorak tidak ditemukan efusi pleura menandakan masih dalam batas normal.
E. Pemeriksaan PenunjangHb
: 8,1gr/dl ( , N : 14 18 )MCV
: 82 ( N : 80 96 )Leukosit
: 8200 /l ( N : 5000 10000 /l)Na
: 138 ( N : 135 145 )Trombosit: 367.000 /l ( N : 150.000 400.000 /l )Na
: 138 ( N : 135 145 )
K
: 4,8 ( N : 3,5 5,2 )
Ca
: 7,6 ( : N : 9,0 11 )
Fosfor inorganic : 6,2 ( , N : 2,4 4,5 )
Urea
: 88 ( , N : 5 20 )
Kreatinin: 11,2 ( , N : 0,2 1,2 )
Albumin : 2,9 ( , N : 3,1 4,6 ) Kerusakan glomerulus Proteinuria Hipoalbumin
Glukosa random : 92 ( N : < 200 )
AST : 24 ( N : 5 40 ) ALT
: 26 ( N : 7 56 )
Intak paratiroid : 486 pg/ml ( N : 400 900 ) Untuk mengetahui Ca
Urin dipstick : Protein : + 2 ( N 1 )
Darah : + 1 Hematuria mikroskopik
Leukosit, Nitrit, Glukosa :
USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal mengecil, korteks menipis, adanya hidronefrosis, kista, massa dan kalsifikasi.F. Patofisiologi
Tekanan darah tinggi adalah penyebab chronic kidney disease (CKD). Lama kelamaan, tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah di dalam tubuh. Hal ini dapat menurunkan supply darah ke organ-organ penting seperti ginjal. Tekanan darah tinggi juga merusak unit penyaring kecil di ginjal. Dan pada akhirnya, ginjal mungkin berhenti membuang zat sisa dan kelebihan cairan dari darah.
Cairan berlebih di dalam pembuluh darah memungkinkan memacu dan bahkan menaikkan tekanan darah menjadi lebih tinggi. Akibat proses tersebut yang berlangsung lama, ginjal lama lama akan semakin rusak, dan terus bertambah parah. Akibat dari kerusakan yang parah ginjal tidak lagi membuang produk sisa dan menyebabkan zat zat sisa yang seharusnya dibuang beredar dalam sirkulasi. Kerusakan ginjal juga menyebabkan eritropoetin yang dihasilkan ginjal kurang sehingga terjadi anemia yang menyebabkan pasien lemas , kurang energi dan sakit kepala.
G. Penatalaksanaan Rencana terapi CKD berdasarkan derajatnya
Stadium 1 : LFG >90
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan ( progression ) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler
Stadium 2 : LFG 60 89
menghambat pemburukan fungsi ginjal
Stadium 3 : LFG 30 59
Evaluasi dan terapi komplikasiStadium 4 : LFG 15 29
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Stadium 5 : LFG < 15
Terapi pengganti ginjal1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya
Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih normal secara USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi komorbid. Faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi tract. urinarius, obat obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit dasarnya.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk menguranginya yaitu ;
a. Pembatasan asupan protein: mulai dilakukan LFG < 60 ml/menit.
Protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr.
b. Terapi farmakologis: pemakaian OAH, untuk megurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama ACEI, sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
Terapi non farmakologi :
a. Pembatasan protein : Pasien non dialisis : 0,6 - 0,75 gram /kg BB/hr sesuai CCT dan toleransi pasien
Pasien hemodialisis : 1 - 1,2 gram/kgBB ideal/hari
Pasien peritoneal dialisis : 1,3 gram/kgBB/hr
b. Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBBideal/hr
c. Pengaturan asupan lemak : 30 - 40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh
d. Pengaturan asupan KH : 50 - 60% dari total kalori
e. Garam NaCl : 2 -3 gr/hr
f. Kalsium : 1400-1600 mg/hr
g. Besi : 10 -18 mg/hr
h. Magnesium : 200 300 mg/hr
i. Asam folat pasien HD : 5 mg
j. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Terapi farmakologi :a. Kontrol tekanan darah : Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II( evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapatpeningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemiharus dihentikanb. Penghambat Kalsium Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah (hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonil urea dengan masa kerja panjang. Target HbAIC untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20 22 mEq/l Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 g/dl, dianjurkan golongan satin
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskulerMeliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapikelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasia. Anemia ( o.k defisiensi eritropoitin, defisiensi besi, kehilangan darah(perdarahansaluran cerna, hematuri ), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensiasam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataukronik.Evaluasi anemia dimulai saat Hb < 10 g% atau Ht < 30%, meliputi evaluasistatus besi (kadar besi serum/serum iron), kapasitas ikat besi total, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan hemolisis, dsb. Pemberian EPO, perhatikan status besi. Transfusi darah yang tidak cermat ( Kelebihan cairan tubuh, hiperkalemidanpemburukan fungsi ginjal. Sasaran Hb 11-12 gr/dlb. Osteodistrofi renal ( mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol.c. Hiperfosfatemia Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah proteindan rendah garam ). Asupan Fosfat 600-800 mg/hari. Pemberian pengikat fosfat( garam kalsium, aluminium hidroksida,garam magnesium. Garam kalsium yang banyak dipakai(kalsium karbonat & kalsiumacetat. Pemberian bahan kalsium memetik ( menghambat reseptor Ca pdkelenjar paratiroid )d. Pemberian kalsitriol ( kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normale. Pembatasan cairan dan elektrolit(cairan masuk = cairan keluarf. Terapi pengganti ginjal (hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan ginjal) ( stadium 5 LFG < 15 ml/mntIndikasi dialysis : Uremia > 200 mg% Asidosis dengan pH darah < 7,2
Hiperkalemia > 7 meq/ liter
Kelebihan/retensi cairan dengan taanda gagal jantung/edema paru
Klinis uremia, kesadaran menurun (koma)H. Komplikasi1. Hipertensi Hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan natrium dan cairan, serta ultrafiltrasi jika penderita menjalani hemodialisis. Pada kasus dapat diberikan obat antihipertensi, yaitu ACE inhibitor , Angiotensin receptor blockers (ARBs), beta adrenergic blocking agents, calcium channel blockers, diuretic dan vasodilator.2. Anemia Pengobatan yang ideal pada anemia bagi penderita gagal ginjal kronik adalah penggantian hormone eritropoetin dengan rekombinan eritropoetik (r-EPO). Selain penggunaan r-EPO, pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen dan transfusi darah. Pada gagal ginjal kronik stadium akhir dilakukan terapi pengganti ginjal, yaitu hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal3. Gangguan perdarahanGGK yang berat biasanya akan diperberat dengan adanya gangguan perdarahan yang menyertai. Walaupun jumlah trombosit normal, tetapi waktu perdarahan sering memanjang. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya gangguan pada agregasi trombosit dan berkurangnya respons terhadap ADP (adenosin difosfat) eksogen, kolagen, dan epinefrin. Jumlah platelet factor 3 dan retraksi bekuan juga menurun pada GGK yang tidak menjalani dialisis, diduga karena adanya peranan dialyzable factor sebagai penyebab. Faktor lain yang diduga berperan dalam menyebabkan gangguan perdarahan adalah gangguan pada faktor VIII (dapat diperbaiki dengan kriopresipitat dan desmopresin), gangguan metabolisme (prostaglandin inhibitor-2) PGI2 dan aspirin.4. Gangguan metabolisme tulang (Osteodistrofi ginjal)Penimbunan asam fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan menyebabkan kadar ion kalsium serum menurun. Keadaaan ini merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon lebih banyak agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali normal. Jadi osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK sebagai akibat gangguan absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid, dan gangguan pembentukan vitamin D aktif. Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai gejala rakitis yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah otot, dan nyeri otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti osteomalasia dan osteofibrosis. Pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah ujung-ujung tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut, dan sendi siku.I. PrognosisAd vitam
: Dubia ad malam
Ad fungsionam: Ad malam
Ad sanationam: Ad malam
Pasien masih dapat hidup lebih lama jika dilakukan dialisis dan pasien dapat bekerja sama dengan baik dalam menjalani terapi serta diet. Untuk fungsi ginjalnya, dilihat dari hasil pemeriksaan kreatinin yang sudah mencapai nilai 11.2, serta dilihat dari nilai GFRnya (5 mL/min/1.73 m2) maka fungsi ginjalnya harus digantikan oleh mesin (dialisis). Sampai saat ini, kecuali dengan transplantasi ginjal, penyakit ginjal kronis hanya bisa ditanggulangi, belum dapat disembuhkan.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA1. CKD (Chronic Kidney Disease)a. DefinisiGagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya untuk mengekskresi sisa metabolisme dari dalam tubuh sehingga terjadi gangguan fungsi endokrin dan metabolisme, gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, serta asam basa.b. EtiologiCKD / CRF dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:Klasifikasi penyakitPenyakit
InfeksiPielonefritis kronik
Penyakit peradanganGlomerulonefritis
Penyakit vascular
HipertensifNefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan
PenyambungLupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediterPenyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolikDiabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksikPenyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktifSaluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra
c. Pembagian StadiumSesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:DerajatPrimer (LFG)Sekunder = Kreatinin (mg %)
1
2
3
4
550 80 % normal
20 50 % normal
10 20 % normal
5 10 % normal
< 5 % normalNormal 2,4
2,5 4,9
5,0 7,9
8,0 12,0
> 12,0
Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman pengobatan yang menetapkan lima stadium CKD berdasarkan ukuran GFR yang menurun. Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium penyakit ginjal.
1. Resiko CKD meningkat.
GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan dengan GFR normal, kita mungkin beresiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita diabetes, mempunyai tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin kita tua, semakin tinggi resiko. Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika keturunan Afrika lebih beresiko mengembangkan CKD.
2. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
3. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
4. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
5. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
6. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.3Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :1. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3. Gagal ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.Tanda dan GejalaManifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar3. Pulmoner Krekels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Konstipasi dan diare
Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang
Foot drop
7. Reproduktif
Amenore
Atrofi testekulerDiagnostik
Tujuannya adalah:
Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi
Mengidentifikasi semua factor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
Menentukan strategi terapi rasional
Meramalkan prognosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosisAnamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi dan perjalanan penyakit termasuk semua factor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG).
Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan banyak dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa (pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan neuropsikatri.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi. Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi informasi ini sangat penting sebagai panduan pengejaran diagnosis dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan pemeriksaan yang lebih spesifik.1. Pemeriksaan LaboratoriumUntuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi, (3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible).
a) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionukleotida (gamma camera imaging) hamper mendekati faal ginjal yang sebenarnya. Setiap pasien penyakit ginjal kronik (PGK) disertai atau tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium) sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002).Rumus LFG Kockroft-Gault :
(140 umur) X berat badan
LFG (ml/mnt.1,73m2) = 72 X Kreatinin plasma
* pada perempuan dikalikan 0,85.a. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
1. Analisis urin rutin
Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non selektif disertai kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan silinderuria) lebih sering ditemukan pada glomerulopati (idiopati) eksresi protein (proteinuria) cenderung berkurang pararel dengan memburuknya faal ginjal (LFG).2. Mikrobiologi urin (CFU per ml urin)
Bila CFU per ml urin lebih dari dari 105 dari bahan UTK walaupun tanpa keluhan harus dicurigai ISK dengan komplikasi sebagai etiologi GGK atau faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
3. Kimia darah
Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes dan SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang patognomonis.
Hiperkolosterolemia sering ditemukan pada sindrom nefrotik idiopatik (primer); sebaliknya normokolesterolemia pada diabetes dan lupus sistemik dan dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome.
4. Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.
5. Imunodiagnosis
Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati antara lain:
ACB (antibody coated baciluria)
ANA (anti nuclear antibody) HBsAg
Krioglobulin
Circulating immune complex (CICx)
Pemeriksaan komplemen serum (C)
Imunofluoresen jaringanb. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
1. Progresivitas penurunan faal ginjal
Ureum dan kreatinin serum
Klirens kreatini
2. Hemopoiesis
Hb (PCV)
Trombosit
Fibrinogen
Faktor pembekuan
3. Elektrolit
Serum Na+, K+, HC03-, Ca++, Po4=, Mg+4. Endokrin
PTH & T3, T45. Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi
Terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG). Misalnya Infark miokard6. Pemeriksaan penunjang diagnosisa. Diagnosis etiologi GGK
Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biopsi ginjal diperlukan bila pasien direncanakan untuk program transplantasi ginjal. Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis :
Foto polos perut
USG
Nefrotomogram
Pielografi retrograde
Pielografi antegrade
Micturatingcysto urography (MCU)b. Diagnosis pemburuk faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renoram)
UltrasonografPenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Pada prinsipnya penatalaksanaan terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasiIntervensi dietProtein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Penanganan hiperkalemiaKeseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.Mempertahankan keseimbangan cairanPenatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.Hipertensiditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
AnemiaPada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Terapi pengganti ginjalSaat ini hanya ada 2 pilihan untuk gagal ginjal terminal (GGT)a. Hemodialisis (HD)
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala azotemia dan malnutris. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan pertimbangan klinis dan parameter biokimia. Tidak jarang persentase klinik retensi dan akumulasi toksin azotemia tidak sejalan dengan gangguan biokimia.
Indikasi inisiasi dialisis berdasarkan parameter biokimia dan klinis adalah:
Indikasi absolut :
perikarditis
ensephalopati atau neuropati azotemik
bendungan paru dari kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretik
hipertensi refrakter
mutah persisten
BUN > 120mg% dan kreatinin > 10mg%
Indikasi elektid :
LFG (formula Kockcroft-Gault) antara 5 dan 8 mL/m/1,73m2, Mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.Dialisis peritoneal (DP)Akhir-akhir ini sudah populer CAPD dipusat ginjal diluar negeri dan di Indonesia. Inidikasi medik CAPD sebagai berikut :
Pasien anak-anak dan orang tua , > 65 tahun
Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistemik kardiovaskuler, infark miokard atau iskemik koroner.
Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dihemodialisis.
Kesulitan pembuatan AV shunting
Pasien dengan stroke
Pasien GGT dengan residual urin masih cukup
Pasien neuropati diabetik disertai CO-morbidity dan Co-mortality
Sedangkan indikasi nonmedik :
Keinginan pasien sendiri
Tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri)
Di daerah yang jauh dari pusat ginjal
Prognosis pasien dialisis :
Prognosis GGT dengan perogram HD kronik tergantung dari banyak faktor terutama seleksi pasien dan saat rujukan.
a) Umur. Kurang dari 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup lebih panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut lebih dari 55 tahun kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.
b) Saat rujukan.
Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat seperti koma, perikarditis, yang sulit dkendalikan dengan tindakan HD.
c) Etiologi GGT.
Beberapa penyakit dasar seperti Lupus, Amiloid, DM, dapat mempengharuhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan penyakit dasarnya sudah berat maupun kemungkinan timbul komplikasi akut atau kronik selama HD.
d) Hipertensi.
Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktor resiko vaskuler.
e) Penyakit sistem kardiovaskuler.
Penyakit ini merupakan faktor resiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor pilihan atau alternatif yang paling aman.
f) Kepribadian dan personalitas.
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup GGT dengan program HD kronik.
g) Kepatuhan (complience).Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD kronik misal kepribadian finansial dan lain-lain.b. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal :
Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Kompliaski (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
Biaya lebih murah dan dapat diatasBAB V
KESIMPULANPenyakit ginjal kronik (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. CKD merupakan suatu kelainan fungsi dan batau struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang bersifat progresif dan irreversible serta penurunan faal ginjal < 60 ml/menit/1,73m3 dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Penyebab CKD berasal dari prerenal, renal dan post renal. CKD mempunyai 5 stadium yang berguna untuk menentukan terapi selanjutnya. Diagnosis CKD dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Terapi CKD dimulai dari mengobati penyebabnya kemudian gejala klinisnya. Komplikasi dari CKD merupakan indikasi untuk dilakukan hemodialisa atau transplantasi ginjal.BAB VI
DAFTAR PUSTAKA1. Chronic Kidney Diseases, available at:http://ppniklaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=71:ckd&catid=38:ppni-ak category&Itemid=66 accesssed on 13 October 2012.Chronic Kidney Diseases, available at : http://rsud.patikab.go.id/?page=download&file=CKD.pdf&id=23 accessed on 13 October 20122. Wilson Lorraine M. In : Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005. p.912-45.3. Hanafi, Muin Rahman, Harun. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : FKUI.4. Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 8. Jakarta : FKUI.Hipertensi Kronis
Left Ventrikel Hipertrofi
Menumpuk di sirkulasi
Pembuluh darah rusak
Supply kurang
Glomerulus rusak
Zat sisa & cairan lebih tidak disekresi
Hipertensi bertambah parah
Ureum Creatinin
Ginjal iskemi
Kerusakan Ginjal
Eritropoetin tidak diproduksi
Anemia
Lethargy
Sakit kepala
Malaise
1