makalah combustio 2003
DESCRIPTION
kadaTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ Luka Bakar atau Combustio “.
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah keperawatan
kritis. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
penulisan makalah ini, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu atas segala
bentuk bantuan dan bimbingannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh
penulis. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, 09 September 2013
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan ...........................................................................................
6
BAB II – ISI
A. Pengertian Combustio .................................................................. 7
B.Patofisiologi................................................................................... 7
C. Pemeriksaan Diagnosa ................................................................ 8
D Komplikasi..................................................................................... 8
E. Prognosa ....................................................................................... 8
F. Fase Luka Bakar............................................................................ 9
G. Penyebab Luka Bakar................................................................... 10
H. Derajat Kedalaman........................................................................ 11
I. Luas Luka Bakar............................................................................. 12
J. Kriteria Berat Ringannya (American Burn Association)................ 13
K. Penatalaksanaan Penderita Luka Bakar Fase Akut........................ 14
L. Monitoring Penderita Luka Bakar Fase Akut21
M. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................34
2
Konsep Asuhan Keperawatan Combustio......................................... 34
BAB III - Penutup ................................................................................ 61
A. Kesimpulan .................................................................................. 61
Daftar pustaka ..................................................................................... 62
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar
50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan
pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup
kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75%
mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk
memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini
untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka
dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata
harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus
yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi
luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang
meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif
4
daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan
oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan
komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan
radiasi ionisasi.
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang
mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di
tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat
mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan
yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat
tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk
mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk
mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang
menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan
sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan
pengaruh lain yang menyertai.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori combustio (luka bakar) ?
5
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan combustio?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa keperawatan sebagai calon
perawat dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit / gangguan system
integumen “ Combustio/ luka bakar “ dan mengetahui penanganan dan
penatalaksanaan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam.
B. Patofisiologi
1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi animea.
2. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula
dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume
cairan intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood
Volume ” setiap 1 % luka bakar.
Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan
karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat).
Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).
3. Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas
karena gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesak
nafas, takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap karena
jelaga.
7
4. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oxygen lagi.
Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan
muntah.
Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO,
penderita akan meninggal.
5. Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik.
Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan
tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala
tukak peptic.
Kelainan ini dikenal dengan “Tukak Curling” yang dikhawatirkan pada tukak
Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena.
C. Pemeriksaan Dan Diagnosis
1. Secara klinis
2. Laboratorium : Hb, Hematokrit, Electrolit dsb
D. Komplikasi
1. Syok karena kehilangan cairan.
2. Sepsis / toksis.
3. Gagal Ginjal mendadak
4. Peneumonia
E. Prognosa
1. Tergantung derajad luka bakar.
2. Luas permukaan
8
3. Daerah yang terkena, perineum, ketiak, leher dan tangan karena sulit
perawatan dan mudah kontraktur.
4. Usia dan kesehatan penderita.
F. Fase Luka Bakar
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun
demikian pembagian fase menjadi tiga tersebuttidaklah berarti terdapat garis
pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka
berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap
harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan
berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.
1. Fase akut / fase syok / fase awal.
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat
perawatan di IRD / Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar,
seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan
airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita
pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak
sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan
keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas
9
sirkulasi. Permasalahan dan penanganan pada fase ini akan menjadi bahasan
utama dalam makalah ini.
2. Fase Sub akut
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi.
Luka yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :
a. Proses inflamasi atau infeksi.
b. Problem penutupan luka.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau
melalui rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
timbulnya kontraktur.
G. Penyebab Luka Bakar
Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa
jenis penyebab, antara lain :
1. Luka bakar karena api.
2. Luka bakar karena air panas.
3. Luka bakar karena bahan kimia.
4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi.
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.
6. Luka bakar karena tungku panas/udara panas.
7. Luka bakar karena ledakan bom.
10
H. Derajat Kedalaman
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu
Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3
tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:
1. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit
hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa
pengobatan khusus.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
1) Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebacea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk cicatrik.
11
2) Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi
lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam
kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung –
ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi
epitelisasi spontan.
I. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian -bagian 9 % atau kelipatan dari 9
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
a. Kepala dan leher = 9 %
b. Lengan = 18 %
c. Badan Depan = 18 %
d. Badan Belakang = 18 %
e. Tungkai = 36 %
12
f. Genitalia/perineum = 1 % +
Total = 100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak
tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak -anak
dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan
pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
J. Kriteria Berat Ringannya (American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
Luka bakar derajat II <15 %
Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
13
K. Penatalaksanaan Penderita Luka Bakar Fase Akut.
Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada
penderita trauma-trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.
1. Evaluasi Pertama (Triage)
a. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan
meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Bila diperlukan segera
lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan
volume sirkulasi.
b. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan
yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka
bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan
trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah
tulang punggung / spine.
c. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah
penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya
trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan
kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit-penyakit yang pernah di
alami sebelumnya.
14
d. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar
sedang atau ringan.
1) Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk
menentukan luas luka bakarnya.
2) Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)
2. Penanganan di Ruang Emergency
a. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan
penderita.
b. Bebaskan pakaian yang terbakar.
c. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan
adnya trauma lain yang menyertai.
d. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat
dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.
e. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan
pemasangan scalp vein. Diberikan cairan Ringer Laktat dengan jumlah
30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2
tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.
f. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine
produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
g. Di lakukan pemasangan nasogastrik tube untuk gastric dekompresi
dengan intermiten pengisapan.
15
h. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan
jangan secara intramuskuler.
i. Timbang berat badan
j. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid
booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
k. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka
dicuci debridement dan didisinfeksi dengan savlon 1 : 30. Setelah bersih
tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD)
sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5
kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur Savlon 1 :
30.
l. Eskaratomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati
(eskar) dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis
jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah.
Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan
melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing.
m. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi luka
telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih
dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara
persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative
superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu
split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan
tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan
16
bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu dengan
diameter > 3 cm.
3. Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler
yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan intertisial mengakibatkan terjadinya
hipovolemik intra vaskuler dan edema intertisial. Keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan / organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler
yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan masif di jaringan
interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses
transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok.
Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah
kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata
bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok
dengan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen
cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat,
menunjukkan perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil
(pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif
17
diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic
terhadap angka mortalitas.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal
beberapa formula berikut :
a. Evans Formula
b. Brooke Formula
c. Parkland Formula
d. Modifikasi Formula
e. Monafo Formula
4. Resustasi Cairan
a. Baxter formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24
jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
18
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
b. Menurut Evans
Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari 1 :
8 jam X ½
16 jam X ½
Hari 2 : ½ hari I
Hari ke III : hari ke II
5. Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki
kolerasi dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi
dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada
kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai
daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas
akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring.
Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk-
produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga
19
dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa langsung pada
percabangan trakheobronkhial. Keracunan asap yang disebabkan oleh
termodegradasi material alamiah dan materi yang diproduksi.
Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen
sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel
tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan
bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi
lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edema.
Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya
hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup
kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali
lebih kuat dibanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari
Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar
mengalami hal sebagai berikut.
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2. Sputum tercampur arang.
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik, tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
20
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronchi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya
trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress
pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang
resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.
L. Monitoring Penderita Luka Bakar Fase Akut
Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi
adalah prosedur yang harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan
laboratorium untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembangan
keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada
saat di triage, selama resusitasi (0-72 jam pertama) dan pos resusitasi.
1. Triage – Intalasi Gawat Darurat
a. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan
dilakukan segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi
yang segera diatasi life saving. Penderitaluka bakar dapat pula
mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.
b. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi,
rectal temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena
trauma listrik, dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest.
21
c. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat
dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan
dicatat tiap jam. Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada
penderita luka bakar derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin,
hemoglobin terdapat dalam urine menunjukkan adanya kerusakaan yang
hebat.
2. Monitoring Dalam Fase Resusitasi (sampai 72 jam)
a. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah
resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50
cc urine/jam.
b. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau
meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita.
Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar
glukosa urine.
c. Vital Sign
d. pH darah.
e. Perfusi perifer
f. Laboratorium
1) serum elektrolit
2) plasma albumin
3) hematokrit, hemoglobin
4) urine sodium
5) elektrolit
22
6) liver function test
7) renal function tes
8) total protein / albumin
9) pemeriksaan lain sesuai indikasi
g. Penilaian keadaan paru
Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk
mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor,
bronkhospam, adanya secret, wheezing, atau dispneu merupakan adannya
impending obstruksi. Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial
blood gas.
h. Penilaian gastrointestinal.
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan
auskultasi untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi
lambung. Adanya darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya
Culing Ulcer.
i. Penilaian luka bakarnya.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada
cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila
bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus
1. Luka Bakar listrik
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan
jaringan tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut :
23
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan
energi dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian
tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh
darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang
ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local
maupun sistemik (otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/
rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat
diperkirakan luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system
pembuluh darah disepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis,
akulasi kapiler).
Penanganan/Special Management
1. Primary Survey
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
2. Secoundary Survey
a. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
b. Pakaian dan perhiasan dibuka.
c. Periksa titik kontak.
24
d. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
e. Pemeriksaan neurologist.
f. Pemeriksaan trauma lain, patah tulang/dilokasi.
g. Bila perlu dipasang endotrakeal intubasi.
3. Resusitasi
a. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka
bakar.
b. Bila didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output
dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih.
c. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH
> 6,0.
d. Monitor jarang dipergunakan.
4. Cardiac Monitoring
a. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
b. Ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced
Cardiac Live Support.
5. Monitoring Post Resusitasi (72 jam pascatrauma)
Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan
teliti meliputi observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu :
a. Cairan – elektrolit
b. Keadaan luka bakarnya
c. Kondisi potensial infeksi
d. Status nutrisi / gizi
25
2. Luka bakar dengan trauma inhalasi
a. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)
b. Luka bakar mengenai daerah muka / wajah
c. Dapat merusak mukosa jalan napas
d. Edema laring menyebabkan hambatan jalan napas.
Gejala :
a. Sesak napas
b. Takipnea
c. Stridor
d. Suara serak
e. Dahak berwarna gelap (jelaga)
Hati – hati kasus trauma inhalasi bisa mematikan.
Mekanisme kerusakan saluran napas.
1. Trauma panas langsung
Terhirupnya sesuatu yang panas, produk dari bahan yang terbakar,
seperti jelaga dan bahan khusus menyebabkan kerusakan mukosa
langsung pada percabangan trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang
diproduksi terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hydrogen sianida,
nitrogen dioksida, nitrogen klorida, akreolin menyebabkan iritasi dan
bronkokonstriksi saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih
hebat akibat trakealbronkitis dan edema.
26
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
Intoksikasi CO menyebabkan hipoksia jaringan. Gas CO memiliki
afinitas cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin (210-240 kali lebih
kuat di banding dengan O2). CO memisahkan O2 dari Hb menyebabkan
hipoksia jaringan. Peningkatan kadar karboksihemoglobin (COHb) dapat
dipakai untuk evaluasi berat / ringannya intoksikasi CO.
Tanda Klinis :
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar
terdapat 3 atau lebih dari keadaan berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran.
5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan
(iritasi mukosa).
6. Gejala distress napas (takipea).
7. Sesak atau tidak ada suara.
Pada fase awal terjadi kerusakan saluran napas akibat efek toksik
yang langsung terhirup. Sedangkan pada fase lanjut timbul edema paru
dengan terjadinya hipoksemia progresif yang mengakibatkan ARDS.
Korelasi tingkat keracunan CO / presentase COHb dengan kelainan
neurologist.
27
Kadar Keracunan CO Kelainan Neurologis
a. 10-20 % (ringan) sakit kepala, binggung, mual.
b. 20-40 % (sedang) lekas marah, pusing, lapangan penglihatan menyempit.
c. 40-60 % (berat) Halusinasi, ataksia, konvulsi atau koma,takipnea.
Pemeriksaan tambahan :
1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah
3 jam dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb
lebih dari 15 % setelah 3 jam kejadian merupakan bukti kuat terjadi
trauma inhalasi.
2. Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen
50%, FiO2 = 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya
normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
3. Foto Toraks
Biasanya normal pada fase awal
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum, edema mukosa, adanya bintik – bintik
pendarahan dan ulserasi dapat diangkat diagnosa trauma inhalasi.
5. Tes Fungsi paru
Scan Paru Xenon, pemeriksaan ini tidak praktis.
Diagnosa Trauma Inhalasi :
1. Kecurigaan klinis
28
2. Riwayat kejadian
3. Pemeriksaan gas darah dan kadar COHb
4. Dikonfirmasi dengan bronkoskopi fiberoptic
5. Pemeriksaan fungsi paru.
Penatalaksanaan :
a. Tanpa Distres Pernapasan :
1. Intubasi / pipa endotrakeal.
2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit.
3. Penghisapan secret secara berkala.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi).
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan
Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.
Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit),
sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahan
nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (8jam pertama ) dan 24
jam sampai 4-5 hari.
Pemeriksaan :
1) Analisa gas darah
a. Pada saat pertama kali (resusitasi)
b. 8 jam pertama
c. Setelah 24 jam kejadian
d. Selanjutnya sesuai kebutuhan
29
2) foto toraks 24 jam pasca kejadian.
3) Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah
pada jalan napas. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di
bed observasi. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat
Dengan Distres Pernapasan
Kasus ini diperlakukan secara khusus. Untuk mengatasi masalah
distress pernapasan yang dijumpai :
1. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa
kanul trakeostomi.
2. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.
3. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta
bronchial washing.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi setiap 6 jam.
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.
Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)
Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali / menit),
sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahan
hasil pemeriksaan analisis gas darah 98 jam pertama). Gambaran
hasil infitrat paru dijumpai > 24 jam samapi 4-5 hari.
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah
pernapasan telah diatasi.
30
8. Kasus ini dirawat pada bed observasi dengan posisi duduk atau
setengah duduk.
9. Pelaksanaan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat.
3. Luka Bakar Kimia.
Klafisikasi Bahan kimia :
1. Alkalis/Basa
Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium,
kalsium atau bahan-bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction
necrosis dan denaturasi protein.
2. Acids/Asam
Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar
mandi atau kolam renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation
necrosis.
3. Organic Compounds
Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang
dapat menyebabkan kerusakan kutaneus, efek toksis terhadap ginjal
dan liver.
Berat / ringannya trauma tergantung :
1. Bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma
31
Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan ras nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Indenifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.
4. Luka Bakar dan kehamilan
1. Hati-hati terhadap komplikasi
2. Komplikasi pada ibu dan janin
3. Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari
kehamilan.
Penatalaksanaan:
1. Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada ibu
dan janin.
2. Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler pada
uterus, mengurangi uterus blood flow dan oksigen ke janin menurun.
3. Monitoring janin
4. Konsultasi dengan spesialis kandungan
Komplikasi :
32
1. Terminasi kehamilan akibat hipotensi, hipoksia serta adanya gangguan
cairan dan elektrolit.
2. Persalinan premature
3. Kematian janin intrauterine
33
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin
(syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
34
e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas;
aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
35
Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai
72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j. Pemeriksaan diagnostik:
1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
36
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24
jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti
jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning
and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah
leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan
dada.
37
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan
cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidak cukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari
dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler
perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena,
contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada
cedera berat) atau katabolisme protein.
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan
kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi;
kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
38
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber
informasi.
c. Rencana Intervensi
Diagnosa
Keperawata
n
Rencana Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
Resiko
bersihan
jalan nafas
tidak efektif
berhubungan
dengan
obstruksi
trakheobronk
hial; oedema
mukosa;
kompressi
jalan nafas .
Bersihan
jalan nafas
tetap efektif.
Kriteria
Hasil :
Bunyi nafas
vesikuler,
RR dalam
batas
normal,
bebas
dispnoe/cya
nosis.
Kaji refleks
gangguan/menelan;
perhatikan pengaliran air
liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk
mengi.
Awasi frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan ;
perhatikan adanya
pucat/sianosis dan
sputum mengandung
karbon atau merah muda.
Auskultasi paru,
Dugaan cedera inhalasi
Takipnea, penggunaan
otot bantu, sianosis dan
perubahan sputum
menunjukkan terjadi
distress
pernafasan/edema paru
dan kebutuhan
intervensi medik.
Obstruksi jalan
nafas/distres pernafasan
39
perhatikan stridor,
mengi/gemericik,
penurunan bunyi nafas,
batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat
atau warna buah ceri
merah pada kulit yang
cidera
Tinggikan kepala tempat
tidur. Hindari
penggunaan bantal di
bawah kepala, sesuai
indikasi
Dorong batuk/latihan
nafas dalam dan
perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada
perawatan ekstrem,
pertahankan teknik steril.
dapat terjadi sangat
cepat atau lambat contoh
sampai 48 jam setelah
terbakar.
Dugaan adanya
hipoksemia atau karbon
monoksida.
Meningkatkan ekspansi
paru optimal/fungsi
pernafasan.
Bilakepala/leher
terbakar, bantal dapat
menghambat
pernafasan,
menyebabkan nekrosis
pada kartilago telinga
yang terbakar dan
meningkatkan
konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi
paru, memobilisasi dan
drainase sekret.
40
Tingkatkan istirahat
suara tetapi kaji
kemampuan untuk bicara
dan/atau menelan sekret
oral secara periodik.
Selidiki perubahan
perilaku/mental contoh
gelisah, agitasi, kacau
mental.
Awasi 24 jam
keseimbngan cairan,
perhatikan
variasi/perubahan.
Lakukan program
kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2
melalui cara yang tepat,
Membantu
mempertahankan jalan
nafas bersih, tetapi harus
dilakukan kewaspadaan
karena edema mukosa
dan inflamasi. Teknik
steril menurunkan risiko
infeksi.
Peningkatan
sekret/penurunan
kemampuan untuk
menelan menunjukkan
peningkatan edema
trakeal dan dapat
mengindikasikan
kebutuhan untuk
intubasi.
Meskipun sering
berhubungan dengan
nyeri, perubahan
kesadaran dapat
menunjukkan
terjadinya/memburukny
41
contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri
GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi
dada/spirometri intensif.
Siapkan/bantu intubasi
atau trakeostomi sesuai
indikasi.
a hipoksia.
Perpindahan cairan atau
kelebihan penggantian
cairan meningkatkan
risiko edema paru.
Catatan : Cedera
inhalasi meningkatkan
kebutuhan cairan
sebanyak 35% atau lebih
karena edema.
O2 memperbaiki
hipoksemia/asidosis.
Pelembaban
menurunkan
pengeringan saluran
pernafasan dan
menurunkan viskositas
sputum.
Data dasar penting
untuk pengkajian lanjut
status pernafasan dan
pedoman untuk
pengobatan. PaO2
42
kurang dari 50,
PaCO2lebih besar dari
50 dan penurunan pH
menunjukkan inhalasi
asap dan terjadinya
pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan
atelektasis/edema paru
tak dapat terjadi selama
2 – 3 hari setelah
terbakar
Fisioterapi dada
mengalirkan area
dependen paru,
sementara spirometri
intensif dilakukan untuk
memperbaiki ekspansi
paru, sehingga
meningkatkan fungsi
pernafasan dan
menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan
mekanikal dibutuhkan
43
bila jalan nafas edema
atau luka bakar
mempengaruhi fungsi
paru/oksegenasi.
Resiko tinggi
kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
Kehilangan
cairan
melalui rute
abnormal.
Peningkatan
kebutuhan :
status
hypermetabo
lik, ketidak
cukupan
pemasukan.
Kehilangan
perdarahan.
Pasien dapat
mendemostr
asikan status
cairan dan
biokimia
membaik.
Kriteria
evaluasi: tak
ada
manifestasi
dehidrasi,
resolusi
oedema,
elektrolit
serum dalam
batas
normal,
haluaran
urine di atas
Awasi tanda vital, CVP.
Perhatikan kapiler dan
kekuatan nadi perifer.
Awasi pengeluaran urine
dan berat jenisnya.
Observasi warna urine
dan hemates sesuai
indikasi.
Perkirakan drainase luka
dan kehilangan yang
tampak
Timbang berat badan
setiap hari
Memberikan pedoman
untuk penggantian
cairan dan mengkaji
respon kardiovaskuler.
Penggantian cairan
dititrasi untuk
meyakinkan rata-2
pengeluaran urine 30-50
cc/jam pada orang
dewasa. Urine berwarna
merah pada kerusakan
otot masif karena
adanyadarah dan
keluarnya mioglobin.
Peningkatan
permeabilitas kapiler,
perpindahan protein,
proses inflamasi dan
44
30 ml/jam. Ukur lingkar ekstremitas
yang terbakar tiap hari
sesuai indikasi
Selidiki perubahan
mental
Observasi distensi
abdomen,hematomesis,fe
ces hitam.
Hemates drainase NG
dan feces secara periodik.
Lakukan program
kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan
kateter urine
Pasang/ pertahankan
ukuran kateter IV.
Berikan penggantian
cairan IV yang dihitung,
elektrolit, plasma,
kehilangan cairan
melalui evaporasi
mempengaruhi volume
sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penggantian cairan
tergantung pada berat
badan pertama dan
perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya
oedema/perpindahan
cairan yang
mempengaruhi volume
sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penyimpangan pada
tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan
ketidak adequatnya
volume
sirkulasi/penurunan
perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus
45
albumin.
Awasi hasil pemeriksaan
laboratorium ( Hb,
elektrolit, natrium ).
Berikan obat sesuai
idikasi :
- Diuretika contohnya
Manitol (Osmitrol)
- Kalium
- Antasida
Pantau:
Tanda-tanda vital setiap
jam selama periode
darurat, setiap 2 jam
selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama
terjadi pada setengah
dari semua pasien yang
luka bakar berat(dapat
terjadi pada awal
minggu pertama).
Observasi ketat fungsi
ginjal dan mencegah
stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus
cairan cepat.
Resusitasi cairan
menggantikan
kehilangan
cairan/elektrolit dan
membantu mencegah
komplikasi.
Mengidentifikasi
kehilangan
darah/kerusakan SDM
dan kebutuhan
penggantian cairan dan
46
periode rehabilitasi.
Warna urine.
Masukan dan haluaran
setiap jam selama
periode darurat, setiap 4
jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama
periode rehabilitasi.
Hasil-hasil JDL dan
laporan elektrolit.
Berat badan setiap hari.
CVP (tekanan vena
sentral) setiap jam bial
diperlukan.
Status umum setiap 8
jam.
Pada penerimaan rumah
sakit, lepaskan semua
pakaian dan perhiasan
dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang
ditentukan dengan jarum
elektrolit.
Meningkatkan
pengeluaran urine dan
membersihkan tubulus
dari debris /mencegah
nekrosis.
Penggantian lanjut
karena kehilangan urine
dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman
gastrik sedangkan
inhibitor histamin
menurunkan produksi
asam hidroklorida untuk
menurunkan produksi
asam hidroklorida untuk
menurunkan iritasi
gaster.
Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi
kemajuan atau
penyimpangan dari hasil
47
lubang besar (18G), lebih
disukai melalui kulit
yang telah terluka bakar.
Bila pasien menaglami
luka bakar luas dan
menunjukkan gejala-
gejala syok hipovolemik,
bantu dokter dengan
pemasangan kateter vena
sentral untuk pemantauan
CVP.
Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30
ml/jam, haus, takikardia,
CVP < 6 mmHg,
bikarbonat serum di
bawah rentang normal,
gelisah, TD di bawah
rentang normal, urine
gelap atau encer gelap.
Konsultasi doketr bila
manifestasi kelebihan
yang diharapkan.
Periode darurat (awal 48
jam pasca luka bakar)
adalah periode kritis
yang ditandai oleh
hipovolemia yang
mencetuskan individu
pada perfusi ginjal dan
jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat dari
luka bakar.
Penggantian cairan
48
cairan terjadi.
Tes guaiak muntahan
warna kopi atau feses ter
hitam. Laporkan temuan-
temuan positif.
Berikan antasida yag
diresepkan atau antagonis
reseptor histamin seperti
simetidin
cepat penting untuk
mencegah gagal ginjal.
Kehilangan cairan
bermakna terjadi
melalui jarinagn yang
terbakar dengan luka
bakar luas. Pengukuran
tekanan vena sentral
memberikan data
tentang status volume
cairan intravaskular.
Temuan-temuan ini
mennadakan
hipovolemia dan
perlunya peningkatan
cairan. Pada lka bakar
luas, perpindahan cairan
dari ruang intravaskular
ke ruang interstitial
menimbukan
hipovolemi.
49
Pasien rentan pada
kelebihan beban volume
intravaskular selama
periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari
kompartemen interstitial
pada kompartemen
intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak
positif ennandakan
adanya perdarahan GI.
Perdarahan GI
menandakan adaya stres
ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan
GI. Luka bakar luas
mencetuskan pasien
pada ulkus stres yang
disebabkan peningkatan
sekresi hormon-hormon
adrenal dan asam HCl
oleh lambung.
50
Resiko
kerusakan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
cedera
inhalasi asap
atau sindrom
komparteme
n torakal
sekunder
terhadap luka
bakar
sirkumfisial
dari dada
atau leher.
Pasien dapat
mendemonst
rasikan
oksigenasi
adekuat.
Kriteroia
evaluasi: RR
12-24 x/mnt,
warna kulit
normal,
GDA dalam
renatng
normal,
bunyi nafas
bersih, tak
ada
kesulitan
bernafas.
Pantau laporan GDA dan
kadar karbon monoksida
serum.
Beriakan suplemen
oksigen pada tingkat
yang ditentukan. Pasang
atau bantu dengan selang
endotrakeal dan
temaptkan pasien pada
ventilator mekanis sesuai
pesanan bila terjadi
insufisiensi pernafasan
(dibuktikan dnegna
hipoksia, hiperkapnia,
rales, takipnea dan
perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan
dalam dengan
penggunaan spirometri
insentif setiap 2 jam
Mengidentifikasi
kemajuan dan
penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Inhalasi asap dapat
merusak alveoli,
mempengaruhi
pertukaran gas pada
membran kapiler
alveoli.
Suplemen oksigen
meningkatkan jumlah
oksigen yang tersedia
untuk jaringan. Ventilasi
mekanik diperlukan
untuk pernafasan
dukungan sampai pasie
dapat dilakukan secara
mandiri.
Pernafasan dalam
51
selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi
fowler, bila hipotensi tak
ada.
Untuk luka bakar sekitar
torakal, beritahu dokter
bila terjadi dispnea
disertai dengan takipnea.
Siapkan pasien untuk
pembedahan eskarotomi
sesuai pesanan.
mengembangkan
alveoli, menurunkan
resiko atelektasis.
Memudahkan ventilasi
dengan menurunkan
tekanan abdomen
terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar
torakal dapat membatasi
ekspansi adda.
Mengupas kulit
(eskarotomi)
memungkinkan ekspansi
dada.
Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
Pertahanan
primer tidak
adekuat;
Pasien bebas
dari infeksi.
Kriteria
evaluasi: tak
ada demam,
pembentuka
n jaringan
Pantau:
Penampilan luka bakar
(area luka bakar, sisi
donor dan status balutan
di atas sisi tandur bial
tandur kulit dilakukan)
setiap 8 jam.
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi
kemajuan atau
penyimapngan dari hasil
yang diharapkan.
52
kerusakan
perlinduinga
n kulit;
jaringan
traumatik.
Pertahanan
sekunder
tidak
adekuat;
penurunan
Hb,
penekanan
respons
inflamasi
granulasi
baik.
Suhu setiap 4 jam.
Jumlah makanan yang
dikonsumsi setiap kali
makan.
Bersihkan area luka
bakar setiap hari dan
lepaskan jarinagn
nekrotik (debridemen)
sesuai pesanan. Berikan
mandi kolam sesuai
pesanan,
implementasikan
perawatan yang
ditentukan untuk sisi
donor, yang dapat ditutup
dengan balutan vaseline
atau op site.
Lepaskan krim lama dari
luka sebelum pemberian
krim baru. Gunakan
sarung tangan steril dan
beriakn krim antibiotika
topikal yang diresepkan
Pembersihan dan
pelepasan jaringan
nekrotik meningkatkan
pembentukan granulasi.
Antimikroba topikal
membantu mencegah
infeksi. Mengikuti
prinsip aseptik
melindungi pasien dari
infeksi. Kulit yang
gundul menjadi media
yang baik untuk kultur
pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan ini
53
pada area luka bakar
dengan ujung jari.
Berikan krim secara
menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila
demam drainase purulen
atau bau busuk dari area
luka bakar, sisi donor
atau balutan sisi tandur.
Dapatkan kultur luka dan
berikan antibiotika IV
sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien pada
ruangan khusus dan
lakukan kewaspadaan
untuk luka bakar luas
yang mengenai area luas
tubuh. Gunakan linen
tempat tidur steril,
handuk dan skort untuk
pasien. Gunakan skort
steril, sarung tangan dan
mennadakan infeksi.
Kultur membantu
mengidentifikasi
patogen penyebab
sehingga terapi
antibiotika yang tepat
dapat diresepkan.
Karena balutan siis
tandur hanya diganti
setiap 5-10 hari, sisi ini
memberiakn media
kultur untuk
pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan
pertama tubuh untuk
pertahanan terhadap
infeksi. Teknik steril
dan tindakan perawatan
perlindungan
lainmelindungi pasien
terhadap infeksi.
Kurangnya berbagai
rangsang ekstrenal dan
54
penutup kepala dengan
masker bila memberikan
perawatan pada pasien.
Tempatkan radio atau
televisis pada ruangan
pasien untuk
menghilangkan
kebosanan.
Bila riwayat imunisasi
tak adekuat, berikan
globulin imun tetanus
manusia (hyper-tet)
sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli
diet, beriakn protein
tinggi, diet tinggi kalori.
Berikan suplemen nutrisi
seperti ensure atau
sustacal dengan atau
antara makan bila
masukan makanan
kurang dari 50%.
Anjurkan NPT atau
kebebasan bergerak
mencetuskan pasien
pada kebosanan.
Melindungi terhadap
tetanus.
Ahli diet adalah
spesialis nutrisi yang
dapat mengevaluasi
paling baik status nutrisi
pasien dan
merencanakan diet
untuk emmenuhi
kebuuthan nutrisi
penderita. Nutrisi
adekuat memabntu
penyembuhan luka dan
memenuhi kebutuhan
energi.
55
makanan enteral bial
pasien tak dapat makan
per oral.
Nyeri
berhubungan
dengan
Kerusakan
kulit/jaringan
;
pembentukan
edema.
Manipulasi
jaringan
cidera contoh
debridemen
luka.
Pasien dapat
mendemonst
rasikan
hilang dari
ketidaknyam
anan.
Kriteria
evaluasi:
menyangkal
nyeri,
melaporkan
perasaan
nyaman,
ekspresi
wajah dan
postur tubuh
rileks.
Berikan anlgesik narkotik
yang diresepkan prn dan
sedikitnya 30 menit
sebelum prosedur
perawatan luka. Evaluasi
keefektifannya. Anjurkan
analgesik IV bila luka
bakar luas.
Pertahankan pintu kamar
tertutup, tingkatkan suhu
ruangan dan berikan
selimut ekstra untuk
memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas
temapt tidur bila
diperlukan.
Analgesik narkotik
diperlukan utnuk
memblok jaras nyeri
dengan nyeri berat.
Absorpsi obat IM buruk
pada pasien dengan luka
bakar luas yang
disebabkan oleh
perpindahan interstitial
berkenaan dnegan
peningkatan
permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang
melalui jaringan luka
bakar, menyebabkan
hipoetrmia. Tindakan
eksternal ini membantu
menghemat kehilangan
panas.
Menururnkan neyri
56
Bantu dengan
pengubahan posisi setiap
2 jam bila diperlukan.
Dapatkan bantuan
tambahan sesuai
kebutuhan, khususnya
bila pasien tak dapat
membantu membalikkan
badan sendiri.
dengan
mempertahankan berat
badan jauh dari linen
temapat tidur terhadap
luka dan menuurnkan
pemajanan ujung saraf
pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan
pada tonjolan tulang
dependen. Dukungan
adekuat pada luka bakar
selama gerakan
membantu meinimalkan
ketidaknyamanan.
Resiko tinggi
kerusakan
perfusi
jaringan,
perubahan/di
sfungsi
neurovaskule
r perifer
berhubungan
Pasien
menunjukka
n sirkulasi
tetap
adekuat.
Kriteria
evaluasi:
warna kulit
normal,
Untuk luka bakar yang
mengitari ekstermitas
atau luka bakar listrik,
pantau status
neurovaskular dari
ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas
bengkak ditinggikan.
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi
kemajuan atau
penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Meningkatkan aliran
balik vena dan
menurunkan
57
dengan
Penurunan/in
terupsi aliran
darah
arterial/vena,
contoh luka
bakar seputar
ekstremitas
dengan
edema.
menyangkal
kebas dan
kesemutan,
nadi perifer
dapat diraba.
Beritahu dokter dengan
segera bila terjadi nadi
berkurang, pengisian
kapiler buruk, atau
penurunan sensasi.
Siapkan untuk
pembedahan eskarotomi
sesuai pesanan.
pembengkakan.
Temuan-temuan ini
menandakan keruskana
sirkualsi distal. Dokter
dapat mengkaji tekanan
jaringan untuk
emnentukan kebutuhan
terhadap intervensi
bedah. Eskarotomi
(mengikis pada eskar)
atau fasiotomi mungkin
diperlukan untuk
memperbaiki sirkulasi
adekuat.
Kerusakan
integritas
kulit b/d
kerusakan
permukaan
kulit
sekunder
destruksi
Memumjukk
an
regenerasi
jaringan
Kriteria
hasil:
Mencapai
penyembuha
Kaji/catat ukuran, warna,
kedalaman luka,
perhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Lakukan perawatan luka
bakar yang tepat dan
Memberikan informasi
dasar tentang kebutuhan
penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada
aera graft.
Menyiapkan jaringan
58
lapisan kulit. n tepat
waktu pada
area luka
bakar.
tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan penutupan
luka sesuai indikasi.
Tinggikan area graft bila
mungkin/tepat.
Pertahankan posisi yang
diinginkan dan
imobilisasi area bila
diindikasikan.
Pertahankan balutan
diatas area graft baru
dan/atau sisi donor sesuai
indikasi.
Cuci sisi dengan sabun
ringan, cuci, dan minyaki
dengan krim, beberapa
waktu dalam sehari,
untuk penanaman dan
menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran
silikon mengandung
kolagen porcine peptida
yang melekat pada
permukaan luka sampai
lepasnya atau
mengelupas secara
spontan kulit
repitelisasi.
Menurunkan
pembengkakan
/membatasi resiko
pemisahan graft.
Gerakan jaringan
dibawah graft dapat
mengubah posisi yang
mempengaruhi
penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi
59
setelah balutan dilepas
dan penyembuhan
selesai.
Lakukan program
kolaborasi :
- Siapkan / bantu
prosedur bedah/balutan
biologis.
oleh bahan dengan
permukaan tembus
pandang tak reaktif.
Kulit graft baru dan sisi
donor yang sembuh
memerlukan perawatan
khusus untuk
mempertahankan
kelenturan.
Graft kulit diambil dari
kulit orang itu
sendiri/orang lain untuk
penutupan sementara
pada luka bakar luas
sampai kulit orang itu
siap ditanam.
60
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan
penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang
cukup tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor
penderita, faktor pelayanan petugas, faktor fasilitas pelayanan dan faktor
cideranya. Untuk penanganan luka bakar perlu diketahui fase luka bakar,
penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar dan luas luka bakar. Pada
penanganan luka bakar seperti penanganan trauma yang lain ditangani secara
teliti dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus sebaik-baiknya karena
pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini.
61
DAFTAR PUSTAKA
1. M Sjaifudin Noer, 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University
Press
2. David S. Perdanakusuma, 2006. Penanganan Luka bakar. Airlangga
University Press
3. R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/ Ilmu Bedah, Rumah Sakit Dr.
Sutomo Surabaya. 2006
62