makalah fix adrenal hipo hiper.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya,
medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf
(neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua
kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Bila sistem endokrin
umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui
neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas
ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan
korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona
glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-
angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis
mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis
melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas
kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol.
Kelenjar adrenal yang terletak di puncak ginjal menghasilkan hormon
kortisol, adrenalin dan nonadrenalin di bawah pengendalian saraf simpatis. Dalam
keadaan emosi, marah, takut, kelaparan, keluarnya hormone bertambah yang akan
menaikan tekanan darah untuk melawan kelainan situasi (shock). Adrenallin
membantu metabolisme karbohidrat dengan jalan menambah pengeluaran glukosa
dalam hati, sedangkan nonadrenalin menaikan tekanan darah dengan merangsang
otot dinding pembuluh darah.
Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut
baik berlebihan maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan
menimbulkan keabnormalan. Kekurangan hormone adrenal menyebabkan orang
menjadi kurus, lemah, nampak seperti sakit, ginjal gagal menyimpan natrium
1
dikarenakan telah mengeluarkan natrium terlalu banyak, disebut sakit Addison.
Kalau hormone adrenalin keluar berlebihan, badan berubah gemuk, wajah seperti
bengkak, bulat, kaki tangan kurus, tekanan darah tinggi. Sindrom cushing adalah
terjadi akibat kortisol berlebih. Selain itu, juga disebabkan kerena ada gangguan
metabolism karbohidrat dan protein, disebut sindrom Cushing.
B. Tujuan
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi hormon adrenal.
2. Menjelaskan tentang gangguan kelenjar adrenal.
3. Menjelaskan asuhan keperawatan pada gangguan kelenjar adrenal.
C. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari gangguan kelenjar adrenal?
b. Apa etiologi dari gangguan kelenjar adrenal?
c. Bagaimana manifestasi klinis dari gangguan kelenjar adrenal?
d. Bagaimana patofisiologi dari gangguan kelenjar adrenal?
e. Bagaimana cara penatalaksanaan terhadap gangguan kelenjar adrenal?
f. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap gangguan kelenjar adrenal?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal, yang dikenal juga dengan kelenjar suprarenal, adalah
kelenjar kecil dan berbentuk triangular yang terletak pada bagian atas ginjal.
Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian, bagian luar dinamakan korteks
adrenal sedangkan bagian dalam disebut medulla adrenal.
Fungsi kelenjar adrenal:
1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
B. Bagian-Bagian Kelenjar Adrenal
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari
ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari : Mengatur keseimbangan air, elektrolit
dan garam-garam, mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang
dan protein, serta mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
3
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom.
Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam
sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin
yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic
untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga
kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam
persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin
juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan
metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) keduanya disekresi
pada keadaan stress dan membantu mempersiapkan tubuh.
HORMON FUNGSI
Norepinefrin - Menyebabkan vasokontriksi kulit, visera,
dan otot skelet
Epinefrin - Meningkatkan frekuensi jantung
- Mendilatasi bronkiolus
- Menurunkan peristaltik
4
- Meningkatkan pengubahan glikogen menjadi
glukosa di hati
- Menyebabkan vasodilatasi otot skelet
- Menyebabkan vasokontriksi kulit dan visera
- Meningkatkan pemakaian lemak untuk
energi
- Meningkatkan laju respirasi sel
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari 3 zona yaitu:
a. Zona glomerulosa,
Zona Glomerulosa terdapat tepat di bawah simpai, terdiri atas sel
polihedral kecil berkelompok membentuk bulatan, berinti gelap dengan
sitoplasma basofilik. Zona glomerulosa pada manusia tidak begitu berkembang.
Dan merupakan penghasil hormon mineralokortikoid.
Hormon Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan
epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses
pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron
hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai
respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah.
Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium
oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah
untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia.
Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrim
jangka panjang.
b. Zona fasikulata
Zona fasikulata merupakan sel yang lebih tebal, terdiri atas sel polihedral
besar dengan sitoplasma basofilik. Selnya tersusun berderet lurus setebal 2 sel,
dengan sinusoid venosa bertingkap yang jalannya berjajar dan diantara deretan
itu. Sel-sel mengandung banyak tetes lipid, fosfolipid, asam lemak, lemak dan
kolesterol. Sel ini juga banyak mengandung vitamin C dan mensekresikan
kortikosteroid. Dan merupakan penghasil hormon glukokortikoid.
5
Hormon Glukokortikoid memiliki pengaruh yang penting terhadap
metabolisme glukosa ; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar
glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi
terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH
akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi
pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis,
ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot
serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan
berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi
karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
c. Zona Retikularis
Lapisan ini terdiri atas deretan sel bulat bercabang – cabang
berkesinambungan. Sel ini juga mengandung vitamin C. Sel-selnya penghasil
hormon kelamin (progesteron , estrogen & androgen). Hormon-hormon seks
adrenal (Androgen) dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam
glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin.
Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek
hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil
estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh
ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti
terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut
Sindrom Adreno Genital.
6
C. Gangguan Kelenjar Adrenal
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolik yang
menunjukkan kelebihan atau defisiensi kelenjar adrenal.
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal diantaranya:
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1) Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid
adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh
pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik.
2) Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu
atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.
3) Hiperaldosteronisme
a) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
b) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini
disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang
terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagalan kerja kortikosteroid tetapi
relatif lebih penting adalah defisiensi glukokortikoid dan mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sindrom kegagalan hipofisis anterior
respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
7
D. Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
Sindrom Cushing
Kadar glukortikoid yang terlalu banyak akan mengakibatkan sekumpulan
tanda dan gejala yang disebut sindrom cushing.
1. Ciri – ciri sindrom Cushing
a) Rambut kepala menjadi tipis
b)Berjerawat dan pipi kemerahan
c) Moon Face
d)Buffalo hump
e) Bulu halus banyak pada wajah dan seluruh tubuh
f) Striae kemerahan pada abdomen dan pendolus abdomen
g)Lengan dan kaki kurus dengan atrofi otot
h)Kulit cepat memar, ekimosis dan penyembuhan luka sulit
i) Berat badan bertambah
8
2. Penyebab sindrom Cushing
a. Pada sindrom Cushing primer, terlalu banyak produksi kortisol yang
diakibatkan oleh adenoma atau karsionoma adrenal
b. Pada sindrom Cushing sekunder, terlalu banyak produksi kortisol yang
diakibatkan oleh hiperlasia adrenal karena banyak sekali ACTH. Terlalu
banyak produksi ACTH dapat diakibatkan oleh :
1) Hipofisis mengeluarkan terlalu banyak ACTH karena gangguan
hipofisis atau hipotalamus
2) Keluarnya ACTH yang berasal dari ektopik non-hipofisis
(produksi hormon diluar hipofisis) meningkat, misalnya pada
karsinoma bronkogenik, adenoma bronchial, dan karsinoma pancreas
c. Pada sindrom Cushing iatrogenic, kadar kartisol yang sangat tinggi
sebagai akibat terapi glukokortikoid yang berlangsung lama.
3. Faktor patofisiologis yang dikaitkan dengan kartisol yang berlebihan adalah
akibat pengaruh glukortikoid yang berlebihan. Berikut rincian patofisiologi
kortikosteroid yang berlebihan.
a. Perubahan metabolisme protein. Katabolisme protein yang berlebihan
mengatifkan berkurangnya massa otot dengan tanda – tanda :
1) Atrofi otot, terutama pada ekstremitas yang mengakibatkan lengan
dan kaki kelihatan kurus, sulit berdiri dari posisi duduk, sulit naik
tangga, serta keletihan dan kelelahan.
2) Berkuarangnya protein matriks dari tulang yang mengakibatkan
osteoporosis, fraktur patologis, serta nyeri tulang dan punggung .
3) Hilangnya kolagen penyokong dari kulit yang mengakibatkan kulit
menjadi tipis, cepat timbul memar, ekimosis dan sriae kemerahan pada
abdomen.
4) Luka sulit sembuh
b. Perubahan metabolisme lemak. Perubahan metabolisme lemak
mengakibatkan obesitas dan distribusi jaringan lemak tidak normal.
Banyak lemak pada wajah (mengakibatkan moon face), pada daerah
intrakapular (buffalo hump), dan pada mesenterium (truncal obesity).
Berat badan meningkat.
9
c. Perubahan metabolisme karbohidrat. Ada peningkatan glukogeogenesis
hepatic dan ketidakmampuan memakai insulin yang mengakibatkan
hiperglikemia postprandial dan diabetes mellitus (DM). Pasien yang sudah
ada DM, gangguan metabolsme karbohidrat akan memperberat tanda –
tanda DM.
d. Perubahan respons imun dan respons inflamasi akibat berkurangnya
limfosit, terutama limfosit-T, meningkatnya neutrofil, dan gangguan
kegiatan antibody. Tiga perubahan ini akan membuat pasien sangat rawan
terhadap infeksi viral dan infeksi fungal. Tanda awal infeksi seperti
demam bias tidak tampak. Penyembuhan luka juga sulit.
e. Gangguan metabolisme air dan mineral
Kortisol itu sendiri mempunyai aktivitas mineralokortikoid sehingga
kelebihan kortisol mengakibatkan tanda dan gejala peningkatan
mineralokortikoid, walaupun aldesteron normal. Tanda dan gejala nya :
1) Retensi natrium dan air yang bisa mengakibatkan berat badan
meningkat dan edema.
2) Hipertensi sebagai akibat peningkatan volume cairan dan
peningkatan sensivitas ateriol terhadap katekolamin
3) Peningkatan ekskresi kalium dan klorida melalui urine
(hipokalemia dan hipokloremia) yang bisa mengakibatkan alkalosis
metabolic
4) Peningkatan resorpsi kalium dari tulang dan batu ginjal akibat
hiperkloria.
f. Perubahan pada stabilitas pada stabilitas emosi, misalnya cepat marah,
cemas, depesi ringan, serta konsentrasi dan ingatan menurun. Hal ini bisa
berkembang menjadi depresi berat dan psikosis.
g. Perubahan hematologist (eritrosit, hemoglobin, hematokrit bisa
meningkat)
h. Kegiatan androgen meningkat : Hirsutisme (banyak bulu tubuh pada wajah
dan seluruh tubuh), rambut kepala rontok, jerawat, gangguan siklus
menstruasi (dari oligomenorea sampai amenorea) dan perubahan libido.
10
4. Etiologi
Faktor yang menyebabkan kenaikan sekresi kortisol antara lain misalnya
kelainan hipotalamus, hipofisis, adrenal. Tumor non endokrin dan obat. Paling
banyak adalah hiperplasia adrenal bilateral.
Penyebab Sindrom Cushing :
a. Hiperplasi Adrenal
Sekunder ( akibat kelainan hipotalamus )
Sekunder ( akibat tumor yang memproduksi ACTH )
Tumor Hipofisis
Tumor non endokrin ( Karsinoma bronkus, thymoma, karsinoma
pankreas, adenoma broncus )
b. Hiperplasi adrenal noduler
c. Neoplasi adrenal
Adenoma
Karsinoma
d. Faktor Eksogen
Pengobatan Glukokortikoid dan ACTH ( jangka panjang )
5. Patofisiologi
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang
mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi
korteks adrenal untuk menigkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut
telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Penyakit ini terjadi akibat patologi
kelenjar hipofisis dimana lup umpan balik negatif mengalami kegagalan dan
hipofisis terus mensekresi ACTH dalam mengahadapi kortisol plasma yang tinggi
; efek pada metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak pada keduanya adalah
karena pemajanan lama pada tingkat hormon glukokortikoid yang tinggi.
Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis
jarang terjadi. Pemberian kostikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan
sindrom cushing. Penyebab lain sindrom cushing yang jarang dijumpai adalah
produksi ektopik ACTH oleh malignitas, karsinoma bronkogenik merupakan tipe
malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa tergantung dari penyebabnya,
11
mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal
menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan
menghilang. Tanda dan gejala cushing sindrom terutam terjadi sebagai akibat dari
sekresi glukokortikoid dan androgen yang berlebihan, meskipun sekresi
mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sindrom cushing pada orang dewasa:
a. Obesitas tipe sentral / truncal obesity :
Punuk kerbau (buffalo hump) pada bagian posterior leher serta daerah
– daerah posterior supraklavikuler.
Badan yang besar.
Extremitas relatif kurus.
Kulit menjadi tipis, rapuh & mudah luka.
Ekimosis (memar) akibat trauma ringan.
Striae.
Keluhan lemah dan mudah lelah (kelemahan otot).
Insomnia (akibat perubahan sekresi di urnal kortisol).
Pelisutan otot dan osteoporosis.
b. Gejala Hifosis :
Nyeri punggung (fraktur kompresi vertebra dapat muncul)
c. Retensi Na dan Air (akibat peningkatan aktivitas mineralokortikoid) yang
dapat menimbulkan :
Hipertensi
Gagal jantung kongestik.
d. Gambaran wajah seperti bulan ( moon face )
e. Kulit tampak lebih berminyak
f. Tumbuh jerawat / acne, hirsutisme, oligomenore, amenore
g. Rentan terhadap infeksi
h. Hiperglikemia / diabetes ( penderita yang memiliki potensi, misalnya :
faktor herediter )
i. BB naik
j. Luka – tuka ringan sulit sembuh
12
k. Gejala memar
l. Iritabilitas, Depresi, psikosis
Frekuensi terjadinya sindrom cushing lebih besar pada wanita karena
terjadi virilisasi akibat dari produksi androgen yang berlebihan. Virilisasi di
tandai:
Timbul ciri – ciri maskulin
Hilangnya ciri – ciri feminism
Terjadi pertumbuhan bulu2 wajah yang berlebihan ( hirsutisme)
Atrofi payudara
Haid yang berhenti
Klitoris membesar
Suara lebih dalam
Libido menghilang (pada laki - laki dan wanita)
Gangguan penglihatan (akibat penekanan kiasma optikum oleh tumor yang
tumbuh).
Jika sindrom cushing akibat dari tumor hipofisisa
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
b. Photo Scanning
c. Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara
intravena.
d. Pemeriksaan Elektro Kardiografi
8. Penatalaksanaan
a. Operasi pengangkatan tumor melalui hipokisektomi transfenoidalis,
biasanya penyebabnya adalah tumor hipofisis.
b. Radiasi kelenjar hipofisis, untuk mengendalikan gejala
c. Adrenalektomi biasanya untuk pas dengan hipertrofi adrenal primer
d. Jika dilakukan adrenolektomi bilateral (keduanya diangkat) tetapi
pergantian dengan hormon – hormon kortex adrenal seumur hidup.
13
e. Preparat penyekat enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide,
mitotone, ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika
penyebabnya adalh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.
f. Therapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa
bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal.
Sindrom Adronogenital
Banyak dijumpai pada wanita
Gejala-gejala yang terjadi tergantung pada umur dan sex
Pada bayi atau anak perempuan akan ditemukan pseudohermafrodit yang
mempunyai alat phalloid, tetapi terdapat pula uterus dan ovarium. Pada anak laki-
laki terdapat penis yang sedikit membesar, muntah, dan dehidrasi yang
menyebabkan salt-losing crisis. Seringkali anak-anak meninggal oleh karena
gastroenteritis atau stenosis pylorus. Pada anak-anak laki-laki yang sudah lebih
besar terdapat : isosexual precocity, dan hipertrofi otot hingga disebut infant
Hercules. Pada anak perempuan yang dudah lebih besar tedapat : hirsutisme dan
clitoris membesar.
Kadang-kadang perubahan-perubahan ini terdapat pada wanita dalam
bentuk yang laten, dan baru menimbulkan gejala-gejala pada waktu pubertas.
Anak-anak perempuan ini akan mendapat mencis yang normal dan kemudian
sebagai akibat stress emosionil akan mendapat Amenorrhoea dan hirsutisme. Baik
pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan terdapat peninggian “bone age”
dengan penutupan epifisis yang premature. Pada wanita dewasa yang terlihat ialah
gambaran virilisme berupa hirsutisme, kepala botak, clitoris yang membesar, otot
seperti laki-laki, payudara kecil, penyebaran rambut seperti laki-laki.
Salah satu masalah perempuan muda yang paling sering ditemukan ahli
endrokin adalah hirsutisme, yang biasanya merupakan manifestasi androgen yang
berlebihan. Hirsutisme didefinisikan sebagai pertumbuhan rambut tubuh yang
berlebihan pada perempuan dengan pola distribusi yang khas laki-laki pada
sekujur wajah, periareolar, abdominal, dan daerah sacral. Keadaan ini dapat
disertai dengan kebotakan atau mundurnya garis rambut temporal. Hirsutisme
dapat muncul sendiri maupun bagian dari sindrom virilisasi yang merupakan
14
gambaran klinis yang terdapat pada anak perempuan dan perempuan pada setiap
umur dengan denga tanda dan gejala defeminasi dan maskulinisasi.
Penemuanyang khas pada defeminasasi adalah amenore, berkurangnya libido,
atrofi payudara, dan hilangnya bentuk tubuh feminine. Cirri-ciri maskulinasasi
terdiri dari hirsutisme, seborea, jerawat, suara yang berat, bertambahnya
perkembangan maskular dan pembesaran klitoris.
Virilisme sejati kini dikenali sebagai kejadian yang jarang dan hamper
selalu berkaitan dengan tumor adrenal atau ovarium atau dengan sindrom
hiperplasi adrenal congenital. Sebaliknya, hirsutitisme sering tanpa tanda-tanda
lain dari virilisme, tetapi sering dengan periode menstruasi yang tidak teratur atau
tidak sama sekali dan jerawat merupakan keadaan klinis tersendiri dan
berhubungan dengan sindrom ovarium polikistik. Jika hirsutisme timbul sendiri
tanpa virilisme atau ketidakteraturan menstruasi, perempuan tersebut diduga
menderita hirsutisme ringan atau idiopatik.
Pengobatan
Pengobatan kelebihan androgen berkaitan dengan patologi yang
mendasarinya. Jika kelebihan androgen merupakan bagian dari Sindrom Cushing,
maka perbaikan dari sindrom Cushing seerti yang telah dijelaskan sebelumnya
akan memberikan remisi manifestasi kelebihan androgen. CAH dapat ditekan
secaraefektif dengan terapi supresif kronik kortikosteroid. Pasien dengan tumor
adrenal atau ovarium sebaiknya menjalani reseksi tumor-tumor tersebut. Pasien
dengan PCOS dapat diobati dengan androgen supresif seperti :
1. Kontraseptif oral
2. Kortikosteroid sintetik
3. Spironolakton
4. Pensensitif insulin
Kontrasepsi oral menekan produksi androgen ovarium dengan cara
menekan gonadotropin hipofisis, kortikosteroid sintetis seperti deksametason yang
diberikan dalam dosis tunggal 0,5 mg sebelum tidur, akam menekan androgen
ovarium dan adrenal. Spironolakton menekan produksi androgen pada tingkat
target jaringan. Pensensitif insulin seperti metformin dan analog tiazolidinedion
15
telah memperlihatkan penurunan produksi androgen dengan cara menekan
hiperinsulinemia akibat kelebihan androgenpada berbagai bentuk.
Sindrom Conn – Primary Aldosteronism
Terdapat hiperaldosteronisme, poliuri, polidipsi, hipertensi, hipokalemi,
alkalosis. Kadang-kadang terjadi paralysis periodic, yang biasanya timbul pada
waktu tidur. Dapat pula terjadi edema.
Etiologi :
Hampir seluruhnya disebabkan adenoma.
Kadang-kadang oleh karsinoma dan hiperplasi bilateral.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi
berlebihan aldosteron, “suatu hormone steroid mineralokortikoid korteks adrenal”.
Efek metabolik aldosteron berkaitan dengan keseimbangan elektrolit dan cairan.
Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium tubulus proksimal ginjal
menyebabkan ekskresi kalium dan ion hydrogen. Konsekuensi klinis kelebihan
aldosteron adalah retensi natrium dan air, peningkatan volum cairan ekstra sel dan
hipertensi. Selain itu, juga terjadi hipernatremia, hipokalemia, dan alkalosis
metabolic.
Ada dua jenis aldoteronisme, yaitu:
1. Aldosteronisme Primer (Sindrom Conn)
Aldosteronisme Primer (Sindrom Conn), kelebihan produksi
aldosteronterjadi akibat adanya tumor atau hyperplasia korteks adrenal.
Kebanyakan tumor yang menyekresi aldosteron adalah tumor jinak yang
berukuran kecil (0,5 sampai 2 cm).
2. Aldosteronisme Sekunder
Aldosteronisme Sekunder timbul pada keadaan-keadaan ketika terdapat
penurunan tekanan arteriola aferen glumerolus ginjal, sehingga menyebabkan
perangsangan sisten rennin-angiotensin. Angiotensin merangsang produksi
aldosteron. Aldoteronisme sekunder terlihat pada gagal jantung kongestif, sirosis
hati dan sindron nefrotik, suatu keadaan ketika edema merupakan gambaran klinis
yang paling menonjol. Gagal jantung kongestif suatu contoh bagaimana
16
aldosteronisme sekunder dapat terbentuk. Pasien gagal jantung kongestif tidak
dapat memompa darah dengan normal dan terjadi penurunan curah jantung.
Tekanan perfusi pada arteriola aferen glumerolus ginjal menurun. Penurunan
tekanan ini ditangkap oleh reseptor yang berada di apparatus jukstaglomerular,
dan rennin disekresi dalam jumlah yang berlebihan. Rennin mengaktifkan
produksi angiotensin, yang selanjutnya merangsang sekresi aldosteron dari
korteks adrenal yang sebenarnya normal. Peningkatan produksi aldosteron akan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air, pengembangan kompartemen cairan
ekstraselular, dan kemungkinan juga meningkatkan tekanan arteriola aferen.
Diagnosis aldosteronisme didasarkan pada pengukuran peningkatan kadar
aldosteron dalam plasma dan urin dan pengukuran rennin plasma. Rennin plasma
akan rendah pada aldosteronisme primer, tetapi tinggi pada aldosteronisme
sekunder.
CT scan dan photoscanning ini dapat juga membantu menemukan dan
melokalisasi lesi adrenal pada pasien aldosteronisme primer. Bila tumor tidak
dapat dilokalisasikan, contoh darah vena adrenal mungkin dapat diperoleh dari
kateterisasi selektif terhadap vena adrenal kiri dan kanan. Adanya kadar
aldosteron yang tinggi pada salah satu sisi mencurigakan adanya tumor dan
membantu memastikan adanya lesi.
Pengobatan aldosteronisme primer adalah adrenalektomi unilateral melalui
pendekatan laparoskopi, dengan reseksi adenoma yang menyekresi aldosteron.
Pasien dengan hyperplasia adrenal diobati dengan pemberian antagonis aldosteron
seperti spironolakton.
E. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
1. Pengertian
Insufisiensi Adrenal atau Penyakit addison adalah hipofungsi korteks
adrenal primer akibat dari kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit addison
adalah penyakit endokrin yang langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi
hormon steroid yang tidak cukup.
2. Etiologi
Hipofungsi Korteks adrenal disebabkan oleh beberapa penyebab , yaitu :
17
a. Proses autoimun. karena proses autoimun didapatkan pada 75 % dari
penderita. Secara histtologik tidak ditemukan 3 lapisan korteks adrenal.
b. Tuberkulosis. Kerusakan kelenjar adrenal akibat tuberkulosis ditemukan pada
21 % dari panderita. Ini terjadi karena tampak daerah neksrosis yang
dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan limfosit yang kadang-kadang
dijumpai tuberkel.
c. Infeksi lain. Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi oleh kuman
stapilococcus yang sering menyebabkan pendaharan dan nekrosis.
d. Bahan-bahan kimia. Obat-obatan dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar
adrenal karena mampu membloking enzim.
e. Iskemia. Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks
adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
f. Infiltrasi. Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis
tumor.
g. Perdarahan. Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang
mendapat pengobatan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.
h. Sekresi ACTH. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
3. Patofisiologi
Penyakit Addison atau hipofungsi adrenal terjadi akibat kurangnya
kortisol, aldosteron, dan androgen. Kekurangan kortisol menyebabkan
berkurangnya glukogenesis, penurunan glikogen di hati, dan peningkatan jaringan
perifer terhadap insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme
karbohidrat yang menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan kadar
glukosa darah yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat puasa. Karena
rendahnya kandungan glikogen di hati, maka penderita hipofungsi adrenal tidak
tahan dengan kekurangan makan dalam waktu yang lama.
Konsekuensi lain dari defesiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik
negatif dalam sekresi peptida yang berasal dari proopimelanokortin (POMC),
termasuk ACTH dan MSH. Hal tersebutlah yang menyebabkan hiperpigmentasi
pada kulit. Dan kortisol dapat memberikan respons normal terhadap stress,
sehingga penderita penyakit ini tidak dapat menahan stress.
18
Kekurangan aldosteron akan meningkatkan pengeluaran natrium dan
reabsorpsi kalium di ginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan
volume plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural.
4. Tanda dan Gejala
Penyakit Addison ditandai oleh beberapa gejala klinik , yaitu :
a. Hiperpigmentasi
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin
pada kulit dan mukosa. Pigmentasi dapat juga terjadi pada penderita yang
menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensi adrenal
dengan akibat meningkatnya ACTH. Pigmentasi ini terutama pada kulit yang
mendapatkan tekanan dan pigmentasi pada mukosasering tampak pada mukosa
mulut.
b. Hipotensi
Ini merupakan gejala dini dari penyakit addison, di mana tekanan darah
sistolik biasanya antara 80 – 100 mmHg, sedangkan tekanan diastoliknya berkisar
antara 50 – 60 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga
karena menurunnya hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol
serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi yang terjadi yaitu perubahan sikap yang
abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka
tekanan darah akan menurun yang menimbulkan keluhan pusing, lemah,
penglihatan kabur, berdebar-debar.
c. Kelemahan badan
Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan
elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat
kelemahan sampai paralisis otot bergaris. Dan akibat metabolisme protein
menyebabkan otot bergaris atropi dan bicara menjadi lemah. Gejala kelemahan
otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan
gastrointestinal lain, dehidrasi serta katabolisme protein yang meningkat pada
19
jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat
akan didapatkan kenaikan berat badan.
e. Anoreksia
Anoreksia merupakan gejala yang mula-mula tampak disertai perasaan
mual dan muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat
terjadi diare. Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium
dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air serta dehidrasi berat.
5. Tes Diagnostik
Diagnosis penyakit addison dipastikan oleh hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium. Berikut hasil pemeriksaan laboratorium :
Kortisol plasma : Menurun dengan tanpa respons pada pemberian ACTH
secara IM atau IV.
ACTH : meningkat secara mencolok (pada primer) dan menurun (pada
sekunder)
ADH : meningkat
Aldosteron : menurun
Elektrolit : kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit
menurun sedangkan kalium sedikit meningkat.
Kreatinin : mungkin meningkat (karena terjadi perfungsi ginjal)
Eritrosit : anemia normokromik ( mungkin tidak nyata/terselubung dengan
penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht) meningkat (karena
hemokonsentrasi). Jumlah limsofit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
6. Penatalaksanaan
Ada beberapa pengobatan yang harus dilakukan pada penyakit addison,
yaitu :
Terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 – 30 mg/hari dalam dosis
terbagi.
Hidrokortison disuntikkan secara intravena yang kemudian diikuti dengan
pemberian infus dekstrosa 5%.
Asupan peroral diberikan secara bertahap
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama : pusing, sakit kepala, pucat, badan lemah, tremor, dan lesu.
3. Riwayat kesehatan klien
Data Subjek:
a. Kelemaan yang luas
b. Persepsi klien terhadap perubaan gambaran tubuh
c. Perubahan suasana hati
d. Kemampuan untuk mentolerir stress
e. Perlunya bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
f. Pola tidur dan makan
g. Pengetahuan mengenai disfungsi adrenal dan terapinya
h. Regiman terapi
i. Adanya gejala-gejala yang tidak menyenangkan
j. Pusing, sakit kepala
k. Pucat, tremor, dan lesu
Data Objek:
a. BB setiap hari
b. Suhu dan TD setiap 4 jam
c. Intake dan output setiap 4 jam
d. Interritas kulit
e. Intake makanan
f. Tanda-tanda awal infeksi
21
g. TTV: TD turun kalau terjadi hiposekresi dan naik kalau terjadi
hipersekresi.
h. Sistem pernapasan: nafas cepat, dipsnea, tidak teraba massa saat
dipalpasi, tidak ada nyeri, suara resonan saat diperkusi, ronchi.
i. Sistem kardiovaskuler:
1) Jantung: Ictus cordis teraba pada ICS 5 mid klavikula, terdengar
suara redup atau dullness, suara jantung melemah
2) Capilarry Refill Time (CRT): hiposekresi >3 dtk, hipersekresi <3dtk
j. Sistem pencernaan:
1) mulut dan kerongkongan: mukosa kering
2) abdomen: terasa lembut atau keras, kram perut
3) anus: tidak terdapat iritasi
4) pola nutrisi: nausea, muntah, anoreksia berat, mual, muntah, BB
menurun dengan cepat
5) pola eliminasi (BAB): konstipasi atau diare
k. Sistem perkemihan (BAK): diuresis yang diikuti oliguria (hiposekresi)
l. Sistem integumen: turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada hiperadrenal
NO DIAGNOSA NIC NOC
1. Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan sekresi
kortisol berlebih
karena sodium dan
retensi cairan
Tujuan :
Klien menunjukkan
keseimbangan volume
cairan setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1. Ukur intake output
2. Hindari intake cairan
berlebih ketika pasien
hipernatremia
3. Ukur TTV
4. Timbang BB klien
5. Monitor ECG untuk
abnormalitas
(ketidakseimbangan
elektrolit)
6. Lakukan alih baring
22
setiap 2 jam
7. Kolaborasi hasil lab
(elektrolit : Na, K,
Cl)
8. Kolaborasi dalam
pemberian tinggi
protein, tinggi
potassium dan rendah
sodium
2. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan otot dan
perubahan
metabolisme protein
Tujuan :
Klien menunjukkan
aktifitas kembali
normal setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
1. Kaji kemampuan
klien dalam
melakukan aktifitas
2. Tingkatkan tirah
baring / duduk
3. Catat adanya respon
terhadap aktivitas
seperti: takikardi,
dispnea, fatique
4. Tingkatkan
keterlibatan pasien
dalam beraktivitas
sesuai
kemampuannya
5. Berikan bantuan
aktivitas sesuai
dengan kebutuhan
6. Berikan aktivitas
hiburan yang tepat
seperti : menonton
TV dan
mendengarkan radio
23
3. Resiko infeksi
berhubungan dengan
penurunan respon
imun, respon
imflamasi
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
setelah dilakukan
intervensi
1. Kaji tanda-tanda
infeksi
2. Ukur TTV setiap
8 jam
3. Cuci tangan
sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
keperawatan
4. Batasi
pengunjung
5. Tempatkan klien
pada ruang isolasi
sesuai indikasi
6. Pemberian
antibiotik sesuai
indikasi
7. Pemeriksaan lab
(Leukosit)
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada hipoadreanal.
NO DIAGNOSA NIC NOC
1. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kekurangan
natrium dan
kehilangan cairan
melalui ginjal,
kelenjar keringat,
saluran
gastrointestinal
Tujuan :
Klien dapat
mempertahankan
keseimbangan cairan
dan elektrolit setelah
dilakukan tindakan
1. Pantau TTV, catat
perubahan tekanan
darah pada perubahan
posisi, kekuatan dari
nadi perifer
2. Kaji pasien mengenai
ada rasa haus,
kelelahan, nadi cepat,
pengisian kapiler
24
(karena kekurangan
aldosteron)
memanjang, turgor
kulit jelek, membran
mukosa kering.
3. Periksa adanya
perubahan status
mental dan sensori.
4. Aukultasi bising usus
(peristaltik usus).
Catat dan laporkan
adanya mual, muntah,
dan diare.
5. Berikan cairan, antara
lain:
· Cairan NaCl 0,9%
· Larutan glukosa
6. Berikan obat sesuai
dosis; Mineral
kortikoid,
fludokortison,
deoksikortikosteron
25-30mg/hari peroral
7. Pantau hasil
laboratorium
Hematokrit (Ht)
Ureum atau
kreatinin
Kalium
2. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
Tujuan :
kebutuhan nutrisi klien
kembali adekuat setelah
dilakukan tindakan
1. Auskultasi bising
usus dan kaji apakah
ada nyeri perut, mual
atau muntah
25
intake tidak adekuat
(mual, muntah,
anoreksia) defisiensi
glukortikoid
2. catat adanya kulit
yang dingin atau
basah, perubahan
tingkat kesadaran,
nadi yang cepat, nyeri
kepal, sempoyongan
3. Pantau
pemasukan makanan
dan timbang BB tiap
hari
4. Berikan atau
Bantu perawatan
mulut
5. Berikan
lingkungan yang
nyaman untuk makna
contoh bebas dari bau
tidak sedap, tidak
terlalu ramai
6. Berikan glukosa
intravena dan obat
obatan sesuai indikasi
seperti
glukokortikoid
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
penurunan produksi
metabolime ketidak
seimbangan cairan
elektrolit dan glukosa
Tujuan :
Aktivitas klien kembali
adekuat setelah
dilakukan tindakan
1. kaji tingkat
kelemahan klien dan
identifikasi aktifitas
yang dapat dilakukan
oleh klien
2. Pantau TTV
sebelum dan sesudah
26
melakukan aktivitas
3. Sarankan pasien
untuk menentukan
masa atau periode
antara istirahat dan
melakukan aktivitas
4. Diskusikan cara
untuk menghemat
tenaga misal: duduk
lebih baik daripada
berdiri selama
melakukan aktifitas
5. Tingkatkan
keterlibatan pasien
dalam beraktivitas
sesuai
kemampuannya
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelenjar adrenal, yang dikenal juga dengan kelenjar suprarenal, adalah
kelenjar kecil dan berbentuk triangular yang terletak pada bagian atas ginjal.
Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian, bagian luar dinamakan korteks
adrenal sedangkan bagian dalam disebut medulla adrenal.
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang
mencakup kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks
adrenal untuk menigkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah
diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Penyakit ini terjadi akibat patologi
kelenjar hipofisis dimana lup umpan balik negatif mengalami kegagalan dan
hipofisis terus mensekresi ACTH dalam mengahadapi kortisol plasma yang
tinggi .
Penyakit Addison atau hipofungsi adrenal terjadi akibat kurangnya
kortisol, aldosteron, dan androgen. Kekurangan kortisol menyebabkan
berkurangnya glukogenesis, penurunan glikogen di hati, dan peningkatan jaringan
perifer terhadap insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme
karbohidrat yang menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan kadar
glukosa darah yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat puasa.
28
B. Saran
1. Bagi perawat lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari
asuhan keperawatan pada klien dengn gangguan ini yang perlu ditekankan.
2. Hendaknya mahasiswa keperawatan dapat menerapkan dan mengaplikasikan
ilmu yang telah didapat di kampus berupa teori dengan kasus.
DAFTAR PUSTAKA
1. William's RH. Endokrinologi. Jakarta: EGC. 2002.
2. Sacher SA, Mc Pherson. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
Jakarta: EGC. 2004.
3. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2005.
4. Himawan S. Patologi Anatomi. Jakarta: FK UI. 1992.
5. Wiley J. Nursing Diagnoses: Definition & Classification. USA: United
Kingdom. 2010.
6. Bluchek dkk. Nursing Intervention Classification. USA: United Kingdom.
2010.
7. Bluchek dkk. Nursing Outcome Classification. USA: United Kingdom. 2010.
8. Smeltzer SC, Bare BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC. 2001.
9. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC. 2002.
10. Price, S. A., Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.
Jakarta: EGC. 2005.
11. Rumahorbo, Hotma. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC. 1999.
29
30