makalah gero modul 1 - 2013
DESCRIPTION
gigiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gerodontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses penuaan
yang berhubungan dengan penyakit dan perubahan-perubahan yang terjadi pada
rongga mulut.
Menjadi manula secara alami akan dialami oleh setiap orang. Prosesnya tidak
dapat dihindari, dicegah atau ditolak. Menua merupakan suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki,
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
Pada lanjut usia, terjadi perubahan-perubahan degeneratif, fisiologis dan
biologi yang sangat kompleks pada jaringan tubuh. Sebagaimana halnya pada
bagian tubuh lainnya keadaan rongga mulut pada usia lanjut akan mengalami
beberapa perubahan, baik pada jaringan keras maupun pada jaringan lunak mulut.
Perubahan tersebut dapat diperburuk dengan kondisi sistemik ataupun obat-
obatan yang dikonsumsi yang kemudian berpengaruh pada kondisi rongga
mulut.Pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan lansia yang
lebih baik.
Dengan kondisi lansia yang semakin menurun juga akan berpengaruh pada
kondisi fisik dan sosial pasien sehingga mempengaruhi karakter dari lansia. Oleh
karena itu, diperlukan teknik-teknik khusus dalam melakukan pelayanan terhadap
lansia.
1
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang proses penuaan serta dampak dan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam rongga mulut lansia baik secara fisiologis, morfologi,
maupun patologis.
1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembelajaran dengan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan tentang pengertian dan batasan lansia
2. Menjelaskan pertumbuhan lansia dan dampaknya pada pola pelayanan
kesehatan gigi dan mulut
3. Menjelaskan tentang teori-teori penuaan
4. Menjelaskan tentang perubahan fisiologis maupun morfologis pada
jaringan gigi, mukosa mulut, gingiva, periodontal, kelenjar ludah, tulang
alveolar dan otot
5. Menjelaskan tentang penyakit-penyakit yang sering dijumpai pada lansia
serta dampakanya pada rongga mulut
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SKENARIO
Seorang laki-laki umur 58 tahun datang berobat ke RSGM, setelah menunggu
cukup lama pasien bertemu dokter gigi dan mengeluh giginya goyang, gusi sering
sakit dan berdarah, nafsu makan berkurang, susah mengunyah dan menelan.
Pasien juga mengeluh cepat lelah dan berat badan semakin turun.
2.2 KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki berumur 58 tahun
2. Gusi sering sakit dan berdarah
3. Nafsu makan berkurang
4. Susah mengunyah dan menelan
5. Cepat lelah dan berat badan semakin turun
6. Mengeluh giginya goyang
2.3 PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan pengertian lansia dan batasan-batasan lansia !
2. Bagaimana demografi pertumbuhan lansia di Indonesia dan dampaknya pada
masyarakat ?
3. Jelaskan pengertian menua dan penuaan serta teori-teori penuaan !
4. Faktor-faktor apa yang dapat mempercepat proses penuaan yang terjadi secara
fisiologis ?
5. Jelaskan perubahan-perubahan morfologis dan fisiologis yang dapat terjadi
terhadap rongga mulut lansia !
3
6. Apa penyebab keluhan pada pasien yang berkaitan dengan berbagai
perubahan kondisi rongga mulut pada lansia ?
7. Bagaimana kondisi psikologis secara umum pada lansia ?
8. Jelaskan penyakit-penyakit sistemik yang sering dijumpai pada lansia dan
pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi terhadap kondisi rongga mulut lansia !
9. Apa diagnosis pada kasus ?
10. Jelaskan perawatan yang dilakukan pada pasien dan tahap-tahapnya !
11. Jelaskan pola pelayanan kesehatan pada lansia !
2.4 JAWABAN PERTANYAAN
DEFINISI DAN BATASAN-BATASAN LANSIA
Lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat merek mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. 1
Lansia yaitu seseorang yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel. 2
Batasan lanjut usia bervariasi, diantaranya sebagai berikut : 1
1. Batasan usia menurut WHO meliputi :
- Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45- 59 tahun
- Lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahun
- Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
4
2. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi :
- Usia dewasa muda (elderly adulthood), yaitu 18 atau 19-25 tahun
- Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, yaitu 25-60 tahun atau
65 tahun
- Lanjut usia (geriatric age), yaitu lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
terbagi lagi menjadi :
Young old, yaitu 70-75 tahun
Old, yaitu 75-80 tahun
Very old, yaitu diatas 80 tahun
3. Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang dapat dinyatakan sebagai
seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55
tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
4. Menurut UU No. 13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia diatas 60 tahun.
5. Nugroho menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa
para ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berumur 65 tahun
ke atas.
5
DEMOGRAFI PERTUMBUHAN LANSIA DI INDONESIA DAN
DAMPAKNYA PADA MASYARAKAT
Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di negara berkembang
pada dekade pertama abad Millenium ini. Di Indonesia tahun 2000 proporsi
penduduk lanjut usia (lansia) adalah 7,18% dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77%.
Sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lanjut usia dari total penduduk
Indonesia dapat mencapai 11,34%. Tahun 2010 proporsi penduduk lanjut usia telah
menyamai proporsi penduduk balita. Pada saat ini, penduduk lanjut usia berjumlah
sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa. Indonesia
merupakan negara tertinggi dalam pertumbuhan penduduk lanjut usia serta negara
keempat dalam hal berpenduduk struktur tua setelah China, India, dan Amerika
Serikat. 3
Hal yang menarik untuk dibahas dengan terjadinya peningkatan penduduk lansia
ini adalah pandangan bahwa lansia bergantung kepada bagian penduduk yang lain,
terutama pada pemenuhan kebutuhan hidupnya. Selain itu, keberadaan lansia juga
dikaitkan dengan perhitungan rasio ketergantungan (dependency ratio), yang
merupakan perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia non-
produktif termasuk didalamnya adalah lansia. Jika penduduk lansia tersebut semakin
meningkat jumlahnya, maka beban penduduk usia produktif akan semakin besar.
Umumnya lansia di Indonesia masih dapat melakukan berbagai aktivitas dan
masih banyak berperan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Tidaklah
mengherankan bila pada kenyataannya lansia di Indonesia masih banyak yang harus
bekerja, dan yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja. Hal ini
menunjukkan bahwa lansia memang masih aktif di pasar kerja dan berusaha untuk
tidak tergantung pada penduduk lainnya. Namun di pihak lain dapat menjadi masalah
jika mereka tidak diperhatikan sebagaimana mestinya.
6
DEFINISI MENUA, PENUAAN, SERTA TEORI-TEORI PENUAAN
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 1
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan fenomena yang kompleks
multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai
pada keseluruhan sistem. 4
Teori-teori proses penuaan sebagai berikut : 1,5
1. Teori genetic clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu jam genetik
yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung
mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini
bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.
2. Mutasi somatik (Teori error catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya mutasi somatik.sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi zat
kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi
atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat
memperpanjang umur. Menurut tori ini terjadi mutasi yang progresif pada DNA
7
sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat sub seluler dan molecular
biasa disebut juga hipotesis “Error Catastrophe”. Menurut hipotesis tersebut,
menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan
setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi maupun dalam proses translasi. Kesalahan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah. Kesalahan tersebut dapat
berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi
metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Apalagi jika
terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka terjadi
kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrop.
3. Teori imunitas
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (self recognition) jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibodi yang luas mengenai
jaringan-jaringan beraneka ragam. Salah satu bukti yang ditemukan ialah
bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia.
Di pihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan
terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.
8
4. Teori menua akibat metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al. memperlihatkan bahwa pengurangan “intake”
kalori pada rodentia muda akan mengahambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur. Perpanjangan umur karena penurunan kalori tersebut, antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.
Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang poliferasi sel, misalnya
insulin, dan hormon pertumbuhan.
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh jika fagosit
pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam
mitokondria. Untuk organisme aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada
waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil
tubuh, masuk kedalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut
oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-
enzim respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan
sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah: superoksida (O2), radikal
hidroksil (OH), dan juga peroksida hydrogen (H2O2). RB berisfat merusak, karena
sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak
jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH.
6. Teori wear and tear
Dikatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak karena sering digunakan dan
disalahgunakan (overuse and abuse). Jika dipakai berlebihan tentu akan lebih
cepat rusak. Organ-organ tubuh kita menjadi cepat rusak bila ada toksin yang kita
dapatkan melalui makanan dan minuman ataupun lingkungan. Tetapi kerusakan
ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.
9
7. Teori neuro-endokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Hormon tubuh ini diatur oleh sistem jaringan biokimiawi yang kompleks dan
rumit. Pada proses penuaan, produksi hormon tubuh akan berkurang sehingga
kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri menjadi menurun yang akhirnya
mengganggu berbagai sistem tubuh. Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa
terapi hormon pengganti adalah penting untuk menunda proses penuaan.
8. Teori cross linking
Ternyata dengan bertambah tua, protein manusia atau DNA dan molekul
lainnya akan saling melekat dan memilin. Hal ini akan mengurangi elastisitas
protein dan molekul. Akibatnya terjadi kerutan pd kulit, kekeruhan pada lensa
mata (katarak dll).
9. Teori telomerase
Teori ini adalah teori terbaru. Telomere adalah rangkaian asam nukleat yang
terdapat di ujung kromosom (benang-benang dalam inti sel yang terdiri atas DNA
yang berfungsi memindahkan informasi genetik). Telomere ini menjaga keutuhan
kromosom. Setiap kali sel tubuh membelah, telomere akan memendek. Bila ujung
telomere sudah terlalu pendek maka kemampuan sel untutk membelah akan
berkurang sampai akhirnya sel tidak dapat membelah dan akhirnya mati.
FAKTOR – FAKTOR YANG DAPAT MEMPERCEPAT PROSES PENUAAN
Faktor-faktor yang dapat memicu proses penuaan (aging) sebagai berikut :
1. Faktor genetika
Faktor ini merupakan faktor bawaan (keturunan), dan setiap orang memiliki
faktor genetika yang berbeda-beda.
10
- Penuaan dini. Orang yang memiliki keturunan penuaan dini harus
berwaspada dan berusaha mencegah efek negatif dari faktor genetikanya.
- Penyakit turunan. Orang yang mengidap penyakit turunan seperti penyakit
jantung, hipertensi, atau diabetes harus memperhatikan dan menjaga pola
makan serta aktivitasnya.
- Perbedaan tingkat intelegensia. Umumnya orang yang memiliki
intelegensia tinggi lebih lambat menjadi tua. Itu karena ia aktif berpikir
dan melatih kemampuan intelektualnya sehingga memperlambat proses
penurunan fungsi otak.
- Warna kulit. Biasanya orang yang berkulit putih lebih mudah terserang
osteoporosis daripada mereka yang berkulit hitam.
- Kepribadian. Orang yang berambisi, bekerja keras, dan dikejar-kejar
tugasnya, lebih mudah tersinggung dan gelisah. Ia sering cepat stres, yang
mengakibatkannya rentan penyakit.
2. Faktor endogenik
Faktor ini berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara fisik
(perusakan sel) maupun mental.
- Fisik
Keadaan tubuh. Kadar lemak dalam tubuh meningkat akibat
penurunan aktivitas fisik dan kurang makanan berserat. Daya
motorik otot menurun membuat orang sulit bergerak. Jumlah air di
dalam tubuh berkurang. Massa tulangpun menurun karena kondisi
tulang mulai rapuh, sementara pertumbuhan tulang sudah berhenti.
Pencernaan. Gangguan pada gigi dan perubahan bentuk rahang
mengakibatkan sulitnya mengunyah makanan. Daya penciuman
dan perasa menurun, hal ini menyebabkan turunnya selera makan
yang berakibat kekurangan gizi. Menurunnya produksi asam
lambung dan enzim pencernaan, mempengaruhi penyerapan
11
vitamin dan zat-zat lain pada usus. Penurunan perkembangan
lapisan otot pada usus, melemahkan dinding usus, dan menurunkan
daya cerna usus. Fungsi hati yang memproses racun, seperti obat-
obatan dan alkohol pun melemah.
Kekebalan tubuh. Akibat berkurangnya kemampuan tubuh
memproduksi antibodi pada masa lansia, sistim kekebalan
tubuhpun menurun. Hal ini membuat lansia rentan terhadap
berbagai macam penyakit.
Jantung. Daya pompa jantung menurun karena elastisitas
pembuluh arteri melemah, semua ini akibat perubahan kolagen dan
elastin dalam dinding arteri.
Pernafasan. Fungsi paru-paru menurun akibat berkurangnya
elastisitas serabut otot yang mempertahankan pipa kecil dalam
paru-paru tetap terbuka. Penurunan fungsi ini akan lebih berat jika
orang bersangkutan memiliki kebiasaan merokok dan kurang
berolahraga.
Otak dan syaraf. Menurunnya kemampuan fungsi otak
melemahkan daya ingat. Akibatnya, orang lansia suka sering lupa
makan atau minum obat, yang pada akhirnya akan menimbulkan
penyakit.
Metabolisme tubuh. Penurunan fungsi hormon dalam tubuh.
Penurunan hormon seks pada wanita terjadi menjelang menopause.
Ekskresi. Penurunan aliran darah ke ginjal karena berkurangnya
jumlah nefron, yaitu unit yang berfungsi mengekstrak kotoran dari
darah dan membuangnya ke urine. Hal ini menyebabkan
peningkatan volume urine dan frekuensi pengeluaran urine.
Tulang. Pengurangan massa tulang karena pertambahan usia. Hal
ini juga disebabkan kurangnya mengkonsumsi makanan yang
12
mengandung zat Ca (kalsium), jarang berolahraga, menopause
dini, dan hilangnya selera makan (anoreksia).
- Mental
Kepribadian. Orang yang berambisi tinggi dan selalu dikejar- kejar
waktu, akan cenderung cepat stres, gelisah, frustasi, dan merasa
diremehkan pada masa lansianya. Sedangkan orang yang
berkepribadian tenang lebih mudah mensyukuri apa yang mereka
terima dan berpikir positif ketika memasuki masa lansia.
Sosial. Sikap sosialisasi yang kurang baik dapat berdampak negatif
pada penyesuaian diri lansia. Ia akan bersikap psikopat, depresi,
dan paranoid.
Budaya. Budaya Barat sering menganggap orang lansia tidak
berguna dan menjadi beban keluarga atau masyarakat saja. Hal ini
mengakibatkan orang lansia memiliki mental negatif. Sedangkan
Budaya Timur lebih menghormati orang tua, dan menganggap
mereka sebagai orang yang bijaksana da n pantas dijadikan
panutan.
3. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dari lansia antara
lain :
- Diet atau mengkonsumsi makanan yang bergizi
13
Lansia yang sering mengkonsumsi makanan yang bergizi tingkat
kesehatannya jauh lebih baik dari pada yang tidak. Sebab asupan gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi dengan baik. Walaupun kondisi fisik
lansia sudah tidak seprima saat masih muda.
- Kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk disini seperti merokok dan minum alcohol atau
kebiasaan buruk lainnya yang dapat mengganggu kesehatan dari lansia
tersebut. Yang berdampak munculnya berbagai gangguan kesehatan.
- Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan pada
lansia, hal ini berkaitan dengan kebiasaan hidup dari lansia. Pada
umumnya orang yang berpendidikan, memiliki pola hidup yang teratur
dan sehat sedangkan pada orang yang tidak berpendidikan umumnya
memiliki kebiasaan hidup yang kurang begitu bagus karena tidak memiliki
pemahaman tentang pentingnya arti kesehatan.
- Penghasilan
Tingkat penghasilan berdampak pada kebiasaan hidupnya sehari-hari,
dan kecenderungan menjaga kesehatan.
- Obat-obatan
Pada lansia yang mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu
yang relatif lama, dapat mengalami gangguan ginjal, dan berpeluang besar
menderita gagal ginjal.
PERUBAHAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGIS PADA RONGGA MULUT
LANSIA
14
Kondisi rongga mulut yang umum pada pasien lansia meliputi : 4,6,7
1. Pada gigi dan jaringan penyangga
- Gigi
Morfologi gigi berubah sesuai dengan bertambahnya usia karena pemakaian
atau abrasi, dan dapat diperparah dengan bruxism. Pada usia lanjut gigi
permanen menjadi kering, lebih rapuh dan berwarna lebih gelap. Permukaan
oklusal gigi menjadi datar akibat pergesaran gigi selama proses mastikasi.
Sebagian gigi mungkin telah tanggal, atau telah mempunyai restorasi.
- Jaringan periodontal
Epitel gingiva
Semakin menipis dan penurunan keratinisasi dari epitel gingiva telah
dilaporkan seiring dengan umur. Penemuan ini dapat berarti sebuah
peningkatan permeabilitas epitel terhadap antigen bakteri, penurunan
resistensi terhadap trauma fungsional, atau keduanya. Beberapa perubahan
mungkin mempengaruhi hasil/produk dari periodontal. Perubahan lain yang
dilaporkan berubah seiring dengan waktu termasuk perubahan densitas sel.
Dampak penuaan pada epitel junction merupakan telah memiliki banyak
spekulasi. Beberapa laporan menunjukkan migrasi epitel junction dari
posisinya pada individu yang sehat ke posisi lebih apikal pada permukaan
akar yang diiringi dengan resesi gingiva. Migrasi dari epitel junction ke
permukaan akar dapat disebabkan karena gigi yang erupsi melalui gingiva
sebagai usaha untuk mempertahankan kontak oklusal dengan gigi
antagonisnya (erupsi pasif) yang merupakan hasil dari hilangnya permukaan
gigi karena atrisi. Resesi gingiva bukanlah merupakan suatu proses fisiologis
dari penuaan yang tidak dapat dihindari tetapi dijelaskan karena
bertumpuknya efek dari inflamasi atau trauma pada periodontium.
15
Gambar 1. Hubungan margin gingiva dengan mahkota dan permukaan akar gigi.
Sumber : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical
periodontology. 10th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 2006. p. 94
Jaringan ikat gingiva
Seiring bertambahnya usia, jaringan ikat gingiva menjadi semakin
kasar dan padat. Perubahan kualitatif dan kuantitatif untuk kolagen
mencakup peningkatan kecepatan konversi dari kolagen yang dapat larut
menjadi kolagen yang tidak dapat larut, peningkatan kekuatan mekanik,
dan suhu denaturasi meningkat. Ini menunjukkan bahwa stabilisasi
kolagen meningkat akibat perubahan konformasi makromolekular.
Komponen selular dari jaringan ikat juga berkurang sejalan dengan
bertambahnya usia.
Ligamentum periodontal
Perubahan pada ligamentum periodontal karena umur termasuk
penurunan jumlah fibroblas dan struktur yang lebih iregular, bersamaan
dengan perubahan pada jaringan ikat gingiva. Penemuan lain termasuk
penurunan produksi matriks organik dan epithelial cell rest dan
peningkatan jumlah dari serat elastik. Hasil yang bertentangan dilaporkan
16
mengenai lebar dari ligamentum peridontal pada hewan dan manusia.
Walaupun variasi yang jelas mungkin ada, penemuan ini mungkin
menggambarkan status fungsional gigi pada studi ini, karena lebar ruang
akan berkurang apabila gigi mengalami hipofungsi atau akan bertambah
apabila mendapatkan beban yang berlebihan.
Sementum
Peningkatan lebar semental merupakan temuan yang umum,
peningkatan ini mungkin lima hingga sepuluh kali dengan bertambahnya
usia. Ini tidak mengejutkan karena deposisi terus berlangsung setelah
erupsi gigi. Peningkatan lebarnya lebih dominan pada daerah apikal dan
lingual. Meskipun sementum memiliki kemampuan terbatas untuk
remodeling, akumulasi dari resorpsi serta aposisi menjelaskan peningkatan
permukaan yang tidak beraturan.
Tulang alveolar
Tulang alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang
mencakup meningkatnya jumlah lamela interstitial, menghasilkan septum
interdental yang lebih padat, dan menurunnya jumlah sel pada lapisan
osteogenik dari fasia fibrosa. Dengan bertambahnya usia permukaan
periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan serabut kolagen
menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang. Walaupun
umur merupakan faktor resiko untuk penurunan massa tulang pada
osteoporosis, hal ini bukanlah kausatif dan oleh karena itu harus
dibedakan dari proses penuaan fisiologis. Pada tulang alveolar terjadi
resorbsi matriks tulang yang dipercepat oleh tanggalnya gigi, penyakit
periodontal ataupun gigi tiruan yang tidak baik. Terjadi resorpsi alveolar
crest terutama pada rahang yang tidak bergigi atau setelah pencabutan
17
gigi. Kemunduran jaringan penyangga gigi ini dapat menyebabkan gigi
goyang dan tanggal.
2. Pada intermaxillary space
Terjadi perubahan bentuk dentofasial, dagu menjadi maju ke depan, keriput
meluas dari sudut bibir dan sudut mandibula. Hilangnya intermaxillary space
dapat terjadi, karena penggunaan gigi geligi yang berlebihan dan kegagalan dalam
melakukan restorasi jaringan gigi yang hilang dan dapat menyebabkan sindroma
rasa sakit pada TMJ, neuralgia pada lidah dan kepala.
3. Pada efisiensi alat kunyah
Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan
bawah dan akan mengakibatkan daya kunya menurun yang semula maksimal
dapat mencapai 300 pounds per square inchi menjadi 50 pound per square inch.
Pada lansia saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan
fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi kesehatan umum.
4. Pada mukosa mulut dan lidah
Terjadi atropi pada bibir, mukosa mulut, dan lidah. Mukosa tampak tipis dan
mengkilat seperti malam (wax) dan hilangnya lapisan yang menutupi sel
berkeratin menyebabkan rentan terhadap iriatasi mekanik, kimia, dan bakteri.
Mukosa mulut pada lansia lemah dan mudah terluka oleh makanan kasar atau gigi
tiruan yang loggar. Epitel mudah terkelupas dan jaringan ikat dibawahnya sembuh
lambat. Atropi jaringan ikat menyebabkan elastisitas menurun sehingga
menyulitkan pembuatan gigi tiruan yang baik.
Saliva memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut
dan kapastitas saliva berubah pada lansia. Aliran saliva menurun menyebabkan
mukosa mulut kering dan hal ini mengakibatkan sensasi terbakar dan mengurangi
18
retensi gigi tiruan. Hal ini lebih disebabkan karena efek penyakit kronik
(misalnya, diabetes melitus) dan terapi obat-obatan daripada proses penuaan itu
sendiri.
Terjadi atropi papilla lidah dan bagian dorsal lidah serta kehilangan tonus otot
lidah. Dimensi lidah biasanya membesar akibat kehilangan sebagian besar gigi,
lidah bersentuhan dengan pipi waktu mengunyah menelan dan berbicara.
5. Pada otot / muskulus
Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan yang
tidak dikontrol dari bibir, lidah, dan rahang (orofacial dyskinesis) sehingga
menyebabkan perawatan gigi menjadi sulit.
6. Pada kelenjar ludah
Di dalam rongga mulut terdapat tiga pasang kelenjar saliva, yaitu kelenjar
parotis, submandibula, dan sublingual, serta beberapa kelenjar kecil seperti
kelenjar labial, palatal, dan bukal dengan fungsi primer sebagai penghasil saliva.
Saliva memegang peranan penting dalam kesehatan mulut, karena memliki
komponen antibakteri dan antifungi yang sangat berguna untuk mempertahankan
keseimbangan flora dalam rongga mulut. Selain itu, saliva berperan dalam
mempertahankan pH di dalam rongga mulut yang secara langsung melindungi
gigi-geligi. Saliva mengandung kalsium, garam fosfat, dan berbagai protein yang
membantu remineralisasi gigi. Dengan meningkatnya usia terjadi perubahan
histologik secara kualitatif dan kuantitatif antara lain atrofi jaringan akinar,
proliferasi elemen duktus, dan berbagai perubahan degeneratif kelenjar saliva.
Sekresi saliva menurun dengan bertambahnya usia, sehingga mudah terjadi karies
gigi, gigi mudah tanggal, mukosa mulut terasa kering, dan mudah terjadi infeksi.
Pembentukan dan pergerakan bolus makanan di dalam mulut menjadi lebih
sukar sehingga menimbulkan disfagia dan nikmat makanan pun menjadi
19
berkurang. Akhirnya berbagai keadaan tersebut menyebabkan gangguan pola
makan yang sering menimbulkan kekurangan gizi.
Aliran saliva menurun pada usia di atas 60 tahun, bahkan pada wanita sudah
mulai berkurang sesudah menopause. Epitel ronggal mulut menipis, keratinisasi
mukosa mulut dapat berkurang, meningkat, atau tidak berubah. Mukosa mudah
dipenetrasi oleh bahan makanan karena proteksi terhadap mukosa menurun.
Penetrasi ini menimbulkan rasa panas (seperti terbakar), rasa gatal, dan diduga
terjadinya karsinoma. Sensasi taktil dalam mulut akan menurun sesuai dengan
usia. Jumlah taste bud tidak berkurang secara bermakna, tetapi thresholds
meningkat terhadap rasa asin dan rasa pahit. Tidak terjadi perubahan terhadap
rasa manis dan asam.
Terjadi degenerasi kelenjar liur yang mengakibatkan sekresi dan viskositas
saliva menurun frekuensi karies meningkat dan indra kecap menurun. Keadaan ini
sangat berpengaruh terhadap perlekatan GT. Disamping itu terdapat flora kuman
di dalam mulut karena Candida albicans. Pada penderita yang memakai GT
sering timbul kandidiasis kronik akibat penurunan pertahanan jaringan, oral
hygiene yang buruk, berkurangnya dimensi vertikal dan menurunnya resistensi
tubuh terhadap Candida albicans.
7. Pada Temporomandibular Joint (TMJ)
Perubahan pada TMJ sering sudah terjadi pada usia 30-50 tahun karena
rheumatoid arthritis. Pada orang tua umumnya terjadi perubahan TMJ akibat
proses degenerasi: dengan manifestasi adanya bunyi TMJ, melemahnya otot-otot
mengunyah dan sendi, sehingga sukar membuka mulut secara lebar.
8. Pada tulang rahang
20
Faktor sistemik, mempengaruhi proses degenerasi yang meningkat pada usia
lanjut. Keadaan osteoporis ini diduga akibat gangguan hormonal dan nutrisi.
Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada rahang
tanpa gigi atau setelah pencabutan. Bila hal ini terjadi maka perlu pemeriksaan
rutin pada penderita yang memakai GT.
PENYEBAB KELUHAN YANG DIALAMI PASIEN YANG BERKAITAN
DENGAN BERBAGAI PERUBAHAN RONGGA MULUT PADA LANSIA
Penyebab gigi goyang, gusi sakit dan berdarah : 6,8
Gigi goyang, gusi sakit dan berdarah menunjukkan adanya radang akibat penyakit
periodontal baik berupa gingivitis ataupun periodontitis.
Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi, yaitu
jarinagn gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal., Penyakit ini
adalah akibat interaksi antara produk dari bakteri plak dengan respon peradangan dan
imunologi dalam jaringan periodontal. Pada gingivitis, perubahan peradangan dan
imunologi hanya terjadi pada jaringan gingiva. Pada periodontitis, perubahan ini
meluas sampai ke jaringan yang lebih dalam pada periodontium. Penyakit periodontal
secara klinis dikarakteristikkan dengan adanya peradangan dari jaringan gingiva,
migrasi apikal dari epitel junctional, pembentukan poket, dan kehilangan tulang
alveolar. Jika tidak dirawat, penyakit periodontal dapat menjadi penyebab umum dari
tanggalnya gigi pada populasi dewasa. Atropi proc. alveolaris pada proses aging serta
resorpsi matriks tulang dapat menyebabkan kegoyangan gigi.
Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan perkembangan peradangan gingiva
(dinilai berdasarkan eksudat dan pendarahan gingiva) meningkat sejalan dengan usia.
Hal ini dapat dihubungkan dengan berkurangnya respon imun, tetapi penelitian
terakhir menunjukkan bahwa kerentanan individual terhadap penyakit periodontal
21
merupakan penentu yang lebih penting daripada usia dalam kaitannya dengan
kecepatan perkembangan radang periodontal.
Penyebab pasien susah makan dan menelan, dan berat badan menurun yaitu : 7
Perubahan pada kavitas oral terkadang membatasi kemampuan lansia untuk
makan dan menikmati diet yang normal. Terkadang masalah dengan makan cukup
parah sehingga dapat menyebabakan malnutrisi. Masalah dengan kesehatan oral
umum telah ditunjukkan menjadi suatu prediktor yang kuat pada turunnya berat
badan pada lansia.
Beberapa variasi abnormalitas fungsi dan struktur oral dapat berkontribusi pada
malnutrisi. Otot mastikasi dapat mengalami degenerasi atau ketidak seimbangan pada
proses penuaan sebagai akibat dari menurunnya massa tubuh. Makan terkadang
menjadi sulit akibat gigi yang goyang atau gigi yang hilang akibat penyakit
periodontal, gigi-gigi yang buruk, atau gigi tiruan yang longgar akibat resorpsi tulang
mandibula.
Reduksi dalam intake makanan oleh lansia terkadang juga berkaitan dengan
perubahan pada indera pengecapan. Jumlah kuncup pengecap atau taste bud
berkurang setelah usia 45 tahun, menyebabkan menurunnya sensasi pengecapan,
terutama kemampuan untuk merasakan makanan asin dan manis. Sedangkan
perubahan persepsi rasa asam dan pahit biasanya berkaitan dengan defek palatal dan
biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan gigi tiruan. Perubahan indera
pengecepan juga dapat terjadi secara langsung yang disebabkan oleh medikasi atau
secara tidak langsung yang disebabkan oleh rasa yang tidak enak dari obat tersebut.
Agen yang berasosiasi dengan sensasi pengecepan yang abnormal (dysgeusia)
meliputi tricylic antidepresants, sufasalazine, clofibrate, L-dopa, gold salts, lithium,
dan metronidazole. Obat-obatan dengan kandungan anticholinergic dapat menganggu
pengecapan dengan mereduksi sekresi kelenjar saliva dan menyebabkan xerostomia.
Umur sendiri, tidak berhubungan dengan reduksi dalam stimulasi aliran saliva pada
subjek tanpa konsumsi obat-obatan.
22
Walaupun persepsi abnormal dapat berujung pada defisiensi nutrisi, beberapa
kelainan nutrisi primer dapat bertanggungjawab terhadap terjadinya dysgeusia dan
glossitis. Sebagai contoh, defisiensi vitamin B12 dan niacin berhubungan dengan lidah
yang botak atau berwarna magenta. Indera pengecapan dan kebiasaan makan juga
terganggu dengan proses yang menganggu indera penciuman, yang pada umumnya
mengalami penurunan setelah usia 70 tahun. Selain itu karena penuaan, gerakan
esofagus menjadi tidak teratur dan menimbulkan masalah penelanan.
Hubungan keluhan-keluhan tersebut :
Faktor penyebab terjadinya susah makan dan menelan di pengaruhi oleh
terjadinya penyakit periodontal yaitu periodontitis dan gingivitis yang di sebabkan
oleh oral hygiene yang buruk dan kontrol plak yang jelek, dan hal lain yang
mempengaruhi yaitu terjadinya atropi papilla filiform, varises sublingual, candidiasis
infeksi pada lidah yang mengakibatkan lidah terasa lebih halus dan memerah. Dari
hal tersebut hubungan antara semuanya adalah faktor penurunan fungsi dan imunitas
yang terganggu.
KONDISI PSIKOLOGIS SECARA UMUM PADA LANSIA
Kondisi kejiwaan pada lansia dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap kejiwaan lansia itu sendiri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu : 9
1. Penurunan kondisi fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
23
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat
dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik, seperti gangguan jantung;
gangguan metabolisme misalnya diabetes mellitus, vaginitis; pasca operasi
misalnya prostatektomi; kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang; penggunaan obat-obat tertentuseperti
antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
24
3. Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe
kepribadian lansia sebagai berikut:
Tipe kepribadian konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe kepribadian mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
Tipe kepribadian tergantung (Dependent personality), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
Tipe kepribadian bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
25
Tipe kepribadian kritik diri (Self Hate personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki
masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya.
PENYAKIT SISTEMIK YANG UMUM DIALAMI LANSIA, MANIFESTASI
DALAM RONGGA MULUT SERTA PENGARUH OBAT-OBATAN YANG
DIKONSUMSI
Penyakit sistemik yang umum dialami lansia serta manifestasinya dalam rongga
mulut sebagai berikut : 4,10,11
1. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sebuah kelompok gangguan metabolisme yang
dikarakteristikkan oleh hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang terjadi akibat defek sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Diabetes dan penyakit periodontal sedang
mengkuantifikasikan asosiasi mereka secara signifikan dalam bidang kesehatan
masyarakat. Telah banyak penelitian menunjukkan hubungan antara diabetes dan
periodontitis kronis.
Kedua penyakit kronis lebih prevalen, lebih parah, dan mengalami progresi
yang lebih cepat ketika terjadi bersamaan. Penelitian epidemiologis telah
26
menunjukkan periodontitis lebih prevalen dan lebih parah pada diabetes mellitus
tipe 1 dan 2 dibandingkan non diabetes. Pada sebuah penelitian epidemiologi
skala besar di Amerika Serikat (NHANES III), orang dewasa dengan kontrol
diabetes buruk memiliki sebuah peningkata risiko terkena periodontitis sebesar
2.9 kali lipat dibandingkan dengan subjek non-diabetes.
Patogen anaerob gram negatif Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Bacterioides forsythus, Porhyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia,
Treponema denticola, dan Eikenella corrodens merupakan bakteri yang diketahui
berhubungan dengan perkembangan dan progresi penyakit periodontal. Akibat
akumulasi plak gigi, sebuah reaksi inflamasi terjadi di gingiva. Pada individu
yang rentan, sewaktu plak terbentuk, kehilangan perlekatan, pembesaran gingiva
atau resesi, kehilangan tulang alveolar, dan pembentukan pocket periodontal atau
perdarahan pada gingiva, dan jika dibiarkan tanpa perawatan, maka akan
menyebabkan kehilangan gigi. Pada kasus pasien diabetes, konsentrasi flora
mikroba mengalami peningkatan akibat konsentrasi glukosa yang lebih tinggi
pada saliva dan crevicular gingival fluid.
Uraian tersebut mengarah pada periodontitis sebagai komplikasi dari diabetes.
Walaupun mekanisme kerja yang sebenarnya belum dipahami secara mendalam,
namun diabetes, kebiasaan kesehatan rongga mulut yang buruk, herediter, usia
tua, penurunan imunitas pada host memainkan sebuah peranan sebagai faktor
risiko utama. Kombinasi faktor tersebut mungkin memberikan kontribusi
berbagai mekanisme yang menyebabkan hubungan antara penyakit periodontal
dan diabetes, termasuk perubahan level glukosa, komponen flora subgingival,
perfusi darah, respon host, dan metabolisme jaringan periodontal.
2. Penyakit kardiovaskuler
27
Pada penyakit jantung iskemik dan gagal jantung, perawatannya yang
menggunakan obat-obatan diuretik dapat menyebabkan keluhan pusing dan mulut
kering pada lansia.
Selain itu obat-obatan antihipertensi seperti clonnidine, penyekat beta-
adrenoseptor, methyldopa, captorpil, juga dapat menyebabkan xerostomia.
3. Penyakit organ respiratorius
Penyakit paru obstruktif kronik dapat menyebabkan sesak nafas pada saat
aktitas, batuk kronik, dan nafsu makan berukurang sehingga mempengaruhi
kebersihan dan kesehatan rongga mulut. Sedangkan pada penyakit pneumonia
dapat meyebabkan dehidrasi bahkan penurunan kesadaran. Kemudian, penyakit
tuberkolosis paru juga dapat meyebabkan penurunan berat badan, dan gangguan
mental.
4. Penyakit serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskuler misalnya stroke dapat menyebabkan kelainan yang
paling sering terlihat di klinik adalah hemiparesis. Semua fungsi motorik dan
sensorik dapat terkena baik dalam derajat besar atau ringan. Efek kekacauan
motorik mencakup palsiu wajah dan paresis lengan serta kaki. Kecacatan akibat
hemiparesis akan membatasi gerakan, mengakibatkan penderita sulit untuk pergi
ke klini atau ahli bedah, menganggu aktivitas sehari-hari. Hemiparesis sebelah
kanan dapat menyebabkan kerusakan berbahasa sehingga komunikasi menjadi
sulit. Palsi wajah akan menggangu manipulasi gigi palsu, dan seringkali
menyebabkan akumulasi dari makanan dan debris diantara gigi-geligi dan pipi
pada sisi yang terkena. Pasien sulit atau tidak mampu mempertahankan
kebersihan gigi dan mulut. Penelanan cukup terganggu sehingga memengaruhi
asupan makanan.
5. Penyakit tumor dan kanker
28
Penderita yang menjalani perawatan kemoterapi dan radiasi sekeliling kepala
dan leher untuk mengobati tumor dan kanker seringkali mengalami hipofungsi
kelenjar saliva sehingga menyebabkan mulut kering. Selain itu ada juga obat-
obatan antineoplastik yang juga dapat menyebabkan mulut kering.
6. Penyakit gastrointestinal
Adanya gangguan pada sistem gastrointestinal dapat menyebakan susah
makan dan menelan serta berat badan menurun. Gangguan pada sistem
gastrointestinal dapat menyebabkan gangguan nutrisi yang kemudian secara
berantai menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, pada penyakit
gastritis atau tukak lambung, dapat menyebakan anemia pernisiosa yang
mempengaruhi keadaan rongga mulut, dan dapat juga menyebabkan erosi pada
gigi, karena naiknya asam lambung.
7. Penyakit saraf
- Demensia
Dua penyebab yang paling umum dari demensia senilisis adalah penyakit
Alzheimer dan demensia multi-infark. Penyakit ini ditandai dengan kaburnya
ingatan, rendahnya konsentrasi, diikuti dengan melemahnya intelektualitas,
dan acuh terhadap diri sendiri, dan tidak mampu merawat diri. Kebersihan
gigi-geligi pada penderita ini biasanya buruk, dan sering dijumpai kebersihan
mulut yang rendah.
- Penyakit psikologis
Depresi umum terjadi pada populasi lansia. Gambaran klinis mencakup
perasaan sedih, gangguan tidur, nafsu makan buruk, anoreksia, berat badan
turun, acuh pada diri sendiri, dan terasing secara sosial. Penyakit depresi pada
lansia biasanya memberi respon yang baik terhadap terapi antidepresan,
meskipun hal ini mungkin menimbulkan komplikasi mulut. Antidepresan
29
trisiklik yang sering digunakan mempunyai efek antikolinergik yang dapat
menyebabkan xerostomia dan masalah-masalah mulut yang berhubungan
dengannya.
- Gangguan ekstrapiramidal
Penyakit parkinson lebih sering terjadi dengan bertambahnya usia, ini
merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh degenerasi dari neuron
berpigmen pada ganglia basalis. Tiga tanda-tanda klinis yang khas adalah
bradikinesia, kekakuan, dan tremor. Perawatan dengan obat sangat efektif,
meskipun salah satu obat yang paling sering direkomendasikan untuk
parkinson ringan (orphenadrine) dapat menyebabkan mulut kering sebagai
akibat dari efek antikolinergiknya. Penyakit ini dapat menyebabkan diskinetik
orofasial, sehingga dapat menghambat kebersihan gigi dan mulut serta
perawatan dengan gigi palsu.
DIAGNOSIS PADA KASUS
Berdasarkan keluhan pasien, diagnosis pada kasus adalah periodontitis kronis.
Kelainan rongga mulut yang menyertainya yaitu mulut kering (xerostomia). Terlihat
pada keluhan gigi goyang, gusi sering sakit dan berdarah, hal tersebut menunjukkan
adanya radang akibat penyakit periodontal. merupakan hasil interaksi antara produk
dari bakteri plak dengan respon peradangan dan imunologi dalam jaringan
periodontal. Pada kasus, terlihat adanya kegoyangan gigi, yang menunjukkan bahwa
peradangan meluas sampai ke jaringan yang lebih dalam yang ditandai dengan
kehilangan tulang alveolar. Hal tersebut menunjukkan gejala periodontitis.
Selain itu, pasien juga sulit mengunyah dan menelan. Hal tersebut berkaitan
dengan penurunan jumlah produksi saliva pada lansia sehingga menyebabkan
xerostomia yang dapat berdampak pada penurunan kemampuan mengunyah.
30
RENCANA PERAWATAN
Perawatan yang tepat diberikan pada pasien yaitu scalling dan root planning
sebagai perawatan awal untuk menghilangkan elemen yang dapat menyebabkan
inflamasi gingiva dari permukaan gigi. Root planning dilakukan untuk mengangkat
deposit kalkulus dan bakteri pada permukaan akar yang irregular, dimana telah
diketahui bahwa seiring bertambahnya usia, permukaan akar menjadi semakin
irregular.
Setelah scalling dan root planning, dilakukan perawatan splinting apabila
kegoyangan gigi meningkat atau sangat besar sehingga ditakutkan terjadi eksfoliasi
atau ketidaknyamanan. Tidak lupa pemberian antibiotik golongan metronidazole
untuk membantu kemampuan tubuh dalam melawan infeksi bakteri.
Untuk xerostomia, aliran saliva dapat distimulasi dengan permen karet bebas gula
atau saliva artificial.
Selain itu juga dapat dilakukan plak kontrol dengan pemberian intruksi yang baik,
demonstrasi, dan motivasi. Beberapa rekomendasinya :
- Buat pesan-pesan tentang pengontrolan plak secara kronologis, langkah demi-
langkah.
- Jangan memberi informasi terlalu banyak sekaligus.
- Luangkan waktu untuk memberi penerangan dan penjelasan mengenai
masalah yang ada. Gunakan gaya bicara yang lambat dan jelas. Duduk
berhadapan dengan pasien, dan mengecilkan bunyi-bunyi lain di ruangan.
- Dengarkan dan dorong pasien untuk memberi umpan balik.
- Gunakan berbagai cara komunikasi untuk mendukung pesan yang ingin
disampaikan.
- Tentukan tujuan yang realistik.
31
POLA PELAYANAN KESEHATAN PADA LANSIA
Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat sebagai berikut : 1
1. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat (Community Based Geriatric
Service)
Pada upaya pelayanan kesehatan ini, semua upaya kesehatan yang
berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus harus diupayakan berperan
serta dalam menangani kesehatan para lanjut usia. Puskesmas dan dokter praktek
suasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan
dalam membentuk kelompok lanjut usia. Dalam kelompok ini pelayanan
kesehatan dapat lebih muda dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif,
atau rehabilitatif. Sedangkan dokter peraktek swasta terutama yang menangani
para lansia yang memerlukan tindakan kuratif insidental.
Pada dasarnya, layanan kesehatan lansia di tingkat masyarakat seharusnya
mendayagunakan dan mengikut sertakan masyarakat (termasuk para lansianya)
semaksimal mungkin. Yang perlu dikerjakan adalah meningkatkan kepedulian
dan pengetahuan masyarakat, dengan berbagai cara antara lain ceramah,
simposium, lokakarya, dan penyuluhan.
2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat berbasis Rumah Sakit (Hospital
Based Community Geriatric Service)
Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan layanan
geriatrik bertugas membina lansia yang berada di wilayahnya, baik secara
langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada puskesmas yang berada di
wilayah kerjanya. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak
sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.
32
3. Layanan Kesehatan Lansia berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Geriatric
Service)
Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada,
menyediakan berbagai layanan bagi para lansia. Mulai dari layanan sederhana
berupa poliklinik lansia sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal
akut, klinik siang terpadu (day hospital), bangsal kronis dan/atau panti rawar
wredha (nursing homes).
BAB III
KESIMPULAN
33
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Lansia yaitu seseorang yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Menurut UU No.
13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun.
2. Dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia semakin tinggi.
Hal ini berdampak pada masyarakat dimana beban penduduk usia produktif akan
semakin tinggi.
3. Menurut Goldman dan Klatz, ada empat teori pokok dari aging (penuaan), yaitu
teori “wear and tear”, neuroendokrin, “genetic clock”, dan radikal bebas.
4. Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan pada rongga mulut, baik pada gigi,
jaringan periodontal, mukosa mulut, lidah, kelenjar ludah dan otot.
5. Penyakit sistemik juga bermanifestasi dalam rongga mulut. Misalnya diabetes
mellitus memiliki korelasi yang signifikan dengan terjadinya penyakit
periodontal, dan penderita kardiovaskuler umumnya mengalami xerostomia
akibat konsumsi obat golongan diuretik.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah LM. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta : Graha Ilmu ; 2011.
2. Sagala I. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut lansia. 2007. [Internet]
Available from :
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8559/1/010600103.pdf.
Accesed Maret 18, 2013.
3. Komnas LU. Penuaan penduduk Indonesia. 2011. [Internet] Available from :
http://www.komnaslansia.or.id/d0wnloads/AktiveAgeing.pdf. Accesed Maret
18, 2013.
4. Darmojo RB, Martono HH,editors. Buku ajar geriatri (ilmu kesehatan lanjut
usia). Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2004.
5. Santoso H, Ismail A. Memahami krisis lanjut usia. Jakarta: Gunung Mulia;
2009.
6. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical
periodontology. 10th ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 2006.
7. Pedersen, holm P, Loe H. Textbook of geriatric dentistry. Munksgaard. 1996.
8. Fillit HM, Rockwood K, and Woodhouse H, ed. Brocklehurst’s textbook of
geriatric medicine and gerontology. 7th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier;
2010. p. 608.
9. Barnes IE, Walls A, ed. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. p. 82, 89.
10. Setyoadi S, Teguhwahyuni K. Hubungan tipe kepribadian dengan kejadian
depresi pada lansia di UPT panti sosial lanjut usia Pasuruan. Jurnal
Keperawatan UMM 2012; 3(1).
11. Deshpande K, Jain AM, Sharma R, Prashar S, Jain R. Diabetes and
periodontitis. J. Ind Soc Periodontol 2010; 14(4): 207-10
35
12. Barnes IE, Walls A, ed. In : Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
36