makalah hom 1

Upload: muhammad-nuruddin

Post on 07-Apr-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    1/20

    HEMATO-ONKOLOGI MEDIK

    SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN PUCAT DAN LEMAS

    Kelompok XII

    030.08.281 Muhamad Redzuan Bin Jokiram

    030.08.285 Muhammad Nuruddin Bin Derahman

    030.08.286 Muhammad Syahfiq Bin Ismail

    030.08.287 Nadiah Binti Zakaria

    030.08.291 Noor Azlyza Bt Ahmad Moin

    030.08.292 Nor Fatehah Binti Hamdan

    030.08.293 Noor Ubudiah Binti Seti

    030.08.297 Nur Suhaila Ahmad

    030.08.298 Nur Zahiera Bt Muhd Najib

    030.08.299 Nurul Aina Bt Talib

    030.08.304 Siti Azliza Binti Yaacob

    030.08.305 Sofiuddin Bin Nordin

    030.08.309 Mimi Suhaini Bt Sudin

    030.08.310 Nur Nadrah Bt Mohd Yusof

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    JAKARTA, 18 April 2011

    1

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    2/20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah,

    yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.Anemia menyebabkan

    kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak

    dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja.

    Artinya mutu hidupnya lebih rendah.

    Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari tes darah lengkap.Anemia didefinisikan oleh

    tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan

    anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14

    untuk laki-laki.Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah

    dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.

    G6PD ini merupakan penyakit genetik yang sulit dideteksi kasat mata. Penyakit ini baru

    bereaksi jika penderita bersentuhan dengan bahan oksidan, seperti: mengkonsumsi obat-obat

    malaria (banyak mengandung oksidan), makan kacang koro, mencium kapur barus, dll. Jika

    bersentuhan dengan bahan tersebut penderita defiensi G6PD akan mengalami kejang otot,

    kelelahan otot, infeksi kronis, anemia. Penderita G6DP juga memiliki kemungkinan besar

    mengalami keguguran saat hamil dan melahirkan anak yang cacat.

    Di Indonesia defisiensi G6PD ini merupakan penyakit yang kurang populer. Meskipun

    kurang populer, , populasi masyarakat Indonesia yang terkena penyakit ini ternyata cukup

    tinggi sekitar 3,9% - 18,4% dan tersebar dari Sabang sampai Merauke.

    Ketidakpopuleran defensiasi G6PD terjadi karena penyakit ini sulit dideteksi secara

    kasat mata - dalam kondisi biasa penderita defesiensi G6PD tampak normal. Selain itu pada

    kenyataannya, selama ini para dokter juga sering mengabaikan penyakit kekurangan enzim

    ini, sementara masyarakat awam pun banyak yang belum mengetahui tentang penyakit ini

    karena kurangnya penyuluhan.

    2

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    3/20

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    Sesi 1

    Anda sedang bertugas di poliklinik bagian penyakit dalam RSUD di Jakarta. Datang seorang

    ibu membawa anak lakinya SLTA kelas 1 (Bayu) dengan keluhan mendadak lemas dan pucat

    sekali (dalam satu / dua hari ini) setelah makan obat penurun panas.

    Uraikan dan bahas secara lengkap dari anamnesa kasus ini

    Pertanyaan apa yang penting ditanyakan dari yang paling mungkin untuk menuju diagnosis

    kasus ini. Diskusikan alasan dan patofisiologi kemungkinan penyakit tersebut terjadi.

    Pemeriksaan fisik : kesadaran baik, Pucat sekali,Tensi, nadi pernapasan baik. Tidak tampak

    ikterus. Tidak ada pembesaran kelenjar leher, tiriodnormal, hepar dan lien normal tidak

    teraba.

    Apa kemungkinan diagnose kasus ini?

    Apa diagnose bandingnya?

    Perlu bantuan pemeriksaan laboratorium ? pemeriksaan apa yang di minta ?

    Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap :

    Hb 8g/dl, jumlah lekosit : 8,000/ul , hitung jenis : -/3/8/55/26/8, jumlah trombosit :

    200.000/ul , laju enap darah 26 mm/jam. MCV : 90 fl (N 92 +/- 9 fl), MCH : 30 pg (30 +/-

    2,5 pg), MCHC : 330 g/l (330 +/- 15 g/l)

    3

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    4/20

    Sesi 2

    Sediaan apus darah tepi : eritrosit anisositosis, polikromasi +, sferositosis, tidak ditemukan

    sel target maupun sel pinsil. Lekosit jumlah normal dengan hitung jenis lekosit normal,

    jumlah trombosit normal, tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi.

    Karena banyak ditemukan sferosit (sferositosis) kemudian dilakukan pemeriksaan apusan

    supra vital (brilliant crecyl blue) untuk menghitung jumlah retikulosit. Jumlah retikulosit 10%

    (normal 0,5-1,5%). Berarti terjadi eritropoesis yang sangat meningkat.

    Diagnosa sementara ?

    Diagnosa banding ?

    Pemeriksaan lanjutan ?

    Pemeriksaan kimia darah :

    Gula darah puasa 110mg/dl, SGOT 20 IU/l (

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    5/20

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Identitas

    Nama :Bayu

    Umur :15 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Status : -

    Pekerjaan : -

    Alamat : -

    Anamnesis

    Keluhan utama

    1. Pucat dan lemas anemia

    Riwayat Pengobatan

    1. Telah mengambil obat penurun panas

    Anamnesis Tambahan

    Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis kepada ibu pasien.

    Intake :

    1. Besi sayur, daging ( asam amino glisin), hati )

    2. Asam folat

    3. Vitamin B 12

    vegetarian, kurangnya daging merah, produk hewani dan sayuran berdaun hijau -

    mungkin menunjukkan defisiensi makanan dari besi, folat atau B12 sebagai penyebab

    anemia.

    Nafsu makan anak bagaimana?

    5

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    6/20

    Riwayat penyakit sekarang

    1. Trauma, perdarahan

    2. Demam sejak kapan?

    3. Pucat sebelum atau selepas makan obat?

    4. Jenis obat penurun panas yang di ambil? Paracetamol : oksidan

    aspirin, obat anti-inflamasi, kortikosteroid dan warfarin meningkatkan semua resiko

    kehilangan darah dari saluran pencernaan, phenytoin dan methotrexate bisa

    mengurangi folat, kloramfenikol, obat anti-kanker, sulphonamides dapat

    menyebabkan kegagalan sumsum tulang.

    Riwayat penyakit dahulu

    1. Ginjal

    2. Operasi jejunum dan ileum Operasi perut atau usus kecil sebelumnya dapat

    menyebabkan kekurangan vitamin B12, setiap operasi baru-baru ini dapatmenyebabkan kehilangan darah.

    3. Penyakit kronis dapat menyebabkan anemia misalnya jaringan ikat penyakit,

    keganasan, gangguan tiroid, penyakit Addison.

    Riwayat penyakit keluarga

    1. Adakah ada keluarga yang menghidap anemia.

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik

    1. Keadaan umum : kesadaran baik

    2. Pucat sekali

    3. Tensi, nadi pernapasan baik menolak kemungkinan adanya kelainan paru dan

    jantung

    6

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    7/20

    4. Ikterus (-) kemungkinan

    Menolak anemia hemolitik

    Menerima : usia muda , factor obat

    5. Pembesaran kelenjar leher, tiroid, hepar dan lien (-)

    Pemeriksaan Penunjang

    Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap

    Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi

    Hb 8 g/dl 13-16 g/dl Menurun (anemia)

    Lekosit 8000/ul 5000-10000/ul Normal

    Hitung jenis -/3/8/55/26/8 0-1/1-3/2-6/50-70/20-

    40/2-8

    Kenaikan nilai

    netrofil batang

    Trombosit 200000/ul 150000-450000/ul Normal

    Laju endap darah 26 mm/jam

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    8/20

    Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

    Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

    Gula Darah puasa 110 mg/dl Normal

    SGOT 20 IU/l < 40 IU/l Normal. Tidak tejadinya gangguan

    fungsi hati.

    SGPT 20 IU/l < 40 IU/l Normal. Tidak terjadinya gangguan

    fungsi hati.

    Ureum 20 mg/dl 20 40 mg/dl Normal. Tidak ada gangguan fungsi

    ginjal.

    Kreatinin 0,8 mg/dl < 1 mg/dl Normal. Tidak ada gangguan fungsi

    ginjal.

    Bilirubin Indirek 2.5 mg/l 0,1 1,0mg/l Menunjukkan kemungkinan terjadinya

    hemolisis berlebihan sel eritrosit dan

    gangguan konjugasi

    Bilirubin Direk 0.8 mg/l 0 0,25mg/l Sedikit meningkat

    Bilirubin Total 3.3 mg/l 0,2 -- 0,8 mg/l Meningkat

    Hasil Pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi

    Sel Interpretasi

    1. Eritrosit

    a. Anisositosis

    b. Polikromasi (+)

    c. Sferositosis

    a. Sel darah merah dalam macam - macam ukuran

    b. Sel eritrosit yang warnanya tidak merata (ada yang lebih

    gelap)

    c. Sel eritrosit dalam bentuk sferis, tampak kecil, tidak ada

    pucat di bagian sentral. Sering dijumpai pada

    Sferositosis herediter, anemia hemolitik , luka bakar dan

    injuri kemikal

    8

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    9/20

    d. Sel Target (-)

    e. Sel pensil (-)

    d. Dapat menunjukkan pasien tidak menderita Thalasemia.

    e. Dapat menunjukkan pasien tidak mengalami defisiensi

    besi.

    4. Hitung retikulosit

    10% (normal 0,5-1,5%)

    - Meningkat. Ini dapat menunjukkan terjadi kompensasi

    sumsum tulang untuk menghasilkan sel eritrosit yang baru.

    Sering meningkat pada kondisi Anemia hemolitik dan anemia

    pasca perdarahan.

    Pemeriksaan Lanjutan

    1. Pemeriksaan enzim G6PD

    2. Tes fragilitas osmolaritas

    3. Tes Coomb

    Diagnosis Sementara :

    Anemia hemolitik akut akibat induksi obat dengan kemungkinan defisiensi G6PD

    Kelompok Kami menegakkan diagnosa sementara ini berdasarkan :

    Anamnesis

    o Riwayat pemakaian obat penurun panas yang diduga menjadi faktor pencetus

    terjadinya anemia hemolitik disebabkan defisiensi enzim G6PD

    Hasil pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi

    o Ditemukan banyak sel sferosit(sferositosis) dalam pemeriksaan darah

    o Peningkatan hitung retikulosit yang diduga karena peningkatan hemolisis dari

    sel eritrosit

    Pemeriksaan Kimia Darah

    9

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    10/20

    o Bilirubin Indirek meningkat tinggi. Ini diduga karena peningkatan hemolisis

    dari sel eritrosit.

    Diagnosis Banding

    1. Sferositosis herediter ditemukan banyak sel sferosit, peningkatan hitung

    retikulosit.

    2. Anemia hemolitik autoimun ditemukan banyak sel sferosit.

    Patofisiologi

    10

    Penghasilan NADPH

    berkurangGSH berkurang

    Pengambilan obat penurun panas

    (oksidan)

    Defisiensi enzim G6PD

    Hemolisis

    Anemia

    Lemas dan pucat

    Ter adi stress oksidatif

    Laju endap darah meningkat

    Retikulosit meningkat Sferositosis

    Polikromasi +

    Bilirubin Indirek meningkat

    Bilirubin Direk menin kat

    Terdapat sel darah

    merah muda di SADT

    Bentuk darah merah bikonkaf

    tidak dapat dipertahankan

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    11/20

    Penatalaksanaan

    Non-medikamentosa

    1. Jauhi faktor pencetus. Dalam kasus ini diduga riwayat pemakaian obat penurun panasmenjadi faktor pencetus terjadinya anemia sehingga menimbulkan masalah pucat dan

    lemas. Jadi dianjurkan untuk menghentikan penggunaan obat tersebut.

    2. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb dibawah 7g/dl dan terdapat kejadian

    hemolisis yang berlanjut dan ditandai dengan persisten hemoglobinuria.

    3. Jauhi makanan yang dapat mencetuskan anemia hemolitik pada defisiensi enzim

    G6PD. Misalnya kacang parang

    4. Kurangkan aktivitas

    5. Jaga kesehatan

    Splenektomi diindikasikan untuk keadaan :

    1. Pembesaran limpa menimbulkan ketidaknyamanan

    2. Pembesaran limpa yang terlalu masif

    3. Terjadi anemia berat

    Splenektomi terbukti dapat mengurangi hemolisis sehingga dapat merubah penderita

    tergantung transfusi menjadi tidak lagi tergantung dengan transfusi.

    11

    Anisositosis

    Bilirubin Total meningkat

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    12/20

    Prognosis

    Ad Vitam : Bonam

    Ad fungsionam : Bonam

    Ad Sanasionam : Dubia

    BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    PENDAHULUAN

    Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) ditemukan pertama kali oleh Carson dkk

    (1956) saat mereka menyelidiki suatu reaksi hemolitik yang timbul pada individu ras kulit

    hitam yang mendapatkan primaquin, suatu 8-aminoquinoline, sebagai terapi radikal malaria.

    Kemudian primaquine sensitivity dikenali pula pada ras bangsa lainnya. Pada tahun 1960-an,

    empat sindrom, termasuk hemolisis intravaskuler masif sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap

    beberapa jenis obat dan bahan kimia, hemolisis setelah mengkonsumsi kacang koro ( fava

    bean ) atau yang biasa disebut sebagai Favisme, hemolisis sebagai komplikasi penyakit yang

    tidak biasa , dan ikterus neonatorum yang menyebabkan kernicterus, semuanya dapat terjadi

    pada individu yang secara genetik menderita defisiensi enzim G6PD.

    Enzim Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) adalah enzim yang memiliki peran penting

    dalam proses metabolisme eritrosit. G6PD adalah enzim yang bekerja pada tahap awal proses

    glikolisis, yaitu pada jalur Hexose Monophosphate shunt. Jalur metabolisme ini berfungsi

    untuk mereduksi glutation yang melindungi gugus sulfhidril hemoglobin dan membran sel

    12

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    13/20

    eritrosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal oksigen. Kelainan pada jalur heksose

    monofosfat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap oksidan, yang

    menyebabkan oksidasi gugus sulfhidril dan presipitasi hemoglobin yang dikenali sebagai

    Heinz bodies dan lisisnya membran eritrosit.

    Diperkirakan 400 juta manusia di dunia menderita defisiensi G6PD, frekuensi yang tinggi

    tersebar di belahan dunia timur. Varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan gejala anemia

    berat hampir seluruhnya berasal dari Afrika. Selain itu defisiensi G6PD di dapatkan pula di

    Eropa Selatan , Semenanjung Arabia, Brasilia kulit hitam, juga hampir seluruh negara-negara

    sekitar laut Tengah (Mediterrania),benua Asia dan Papua New Guinea, termasuk Indonesia.

    MANIFESTASI KLINIS

    a) Anemia hemolitik

    1. Anemia hemolitik akut akibat induksi obat

    Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan defisiensi enzim

    G6PD kurang dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang

    memicu terjadi anemia hemolitik akut. Umumnya, setelah satu sampai tiga hari terpapar

    bahan bahan tersebut, penderita akan mengalami demam, letargi, kadang disertai gejala

    gastrointestinal. Hemoglobinuria merupakan tanda cardinal terjadinya hemolisis intravascular

    ditandai dengan terjadinya urine berwarna merah gelap hingga coklat. Kemudian timbul

    ikterus dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat terjadi syok

    hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada episode hemolitik,

    terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar seperti hepatitis.Kerusakan eritrosit akibat oksidatif yang parah seperti pada defisiensi enzim G6PD ditandai

    13

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    14/20

    dengan marker berupa eritrosit hemighost. Selain menegakkan diagnosa dengan tepat,

    persentase sel hemighost dapat menunjukkan jumlah eritrosit yang akan mengalami hemolisis

    dalam waktu 24-48 jam mendatang. Hal ini juga dapat digunakan sebagai peringatan untuk

    mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Pada pengecatan sel darah tepi dengan

    methyl violet akan tampak adanya Heinz body. Tidak didapatkan haptoglobin dan sering

    terjadi methemoglobinemia.

    Komplikasi dapat dicegah dengan mempertahankan Renal Blood Flow atau menggunakan

    forced alkaline diuresis. Bila penderita mengalami gangguan fungsi ginjal atau produksi urin

    rendah, penggunaan transfusi tukar untuk menyingkirkan sel eritrosit rusak yang dapat

    merusak mikrosirkulasi akan memperberat komplikasi pada ginjal. Pada beberapa penderita,

    komplikasi berupa DIC (disseminated intravascular coagulation) dapat terjadi dan

    memperparah keadaan.

    2. Anemia Hemolisis akut karena infeksi

    Infeksi merupakan penyebab paling umum terjadinya hemolisis. Infeksi bakteri dan virus

    seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli, Streptoccus hemolitikus dan Rickettsia,

    dapat menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanismeterjadinya hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan infeksi

    dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis. Lekosit menghasilkan radikal oksigen

    aktif selama proses fagositosis yang mengakibatkan kerusakan membran eritrosit. Hemolisis

    yang terjadi karena dipicu oleh infeksi biasanya ringan.

    Hemolisis dapat timbul satu sampai dua hari setelah onset terjadinya infeksi dan dapat

    menimbulkan anemia ringan. Biasanya terjadi pada pasien dengan klinis pnemoni atau

    demam tifoid. Infeksi virus hepatitis pada pasien defisiensi G6PD dapat memperparah

    timbulnya ikterus.

    Jumlah dan produksi retikulosit rendah dan hal ini akan pulih setelah infeksi primer dapat

    disembuhkan.

    3. Anemia Hemolisis akut akibat induksi keto asidosis diabetic

    Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD.

    Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien diabetes ketosis daripada kelompok control

    14

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    15/20

    atau bahkan kelompok diabetes tipe 2. Mauvies-Jarvis melaporkan bahwa aktivitas enzim

    tinggal 40% dari normal terdapat dua kali lebih banyak pada pasien keto diabetes.

    Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh perubahan pH, glukosa, dan piruvat dalam

    darah . Adanya infeksi tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis akut dan asidosis

    diabetik

    4. Anemia Hemolitik akut karena Favism

    Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat menyebabkan anemia hemolitik

    adalah anemia hemolitik yang disebabkan konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme

    selalu defisiensi enzim G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita

    favisme. Diduga terdapat faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan metabolisme

    bahan aktif dari fava bean.

    Favisme merupakan salah satu efek hematologi yang paling berat pada penderita defisiensi

    G6PD. Manifestasi klinis yang timbul dapat lebih hebat dibandingkan anemia hemolisis yang

    disebabkan oleh obat. . Hemolisis dapat timbul beberapa jam hingga beberapa hari setelah

    konsumsi kacang.

    Favisme banyak didapatkan pada anak dibanding pada dewasa. Terutama pada varian mutan

    gen defisiensi G6PD tipe Mediteranean, varian mutan gen G6PD lainnya yang dapat

    mengalami favisme adalah tipe G6PD A-. Gejala yang timbul pada anak berupa gelisah

    hingga letargi beberapa jam setelah terpapar fava bean. Dalam waktu 24 48 jam dapat

    timbul demam disertai mual muntah, nyeri abdomen dan diare. Urine berwarna merah hingga

    coklat gelap yang dapat berlangsung selama beberapa haril. Ikterus timbul bersama terjadinya

    urine yang gelap. Anak tampak pucat, terdapat takikardia. Pada beberapa kasus, dapat terjadi

    syok hipovolemi dengan segera yang dapat berakibat fatal hingga terjadi gagal jantung.

    Biasanya terdapat pembesaran hepar dan limpa yang ringan.

    Adanya kasus maternal favisme pada ibu hamil dilaporkan menyebabkan hemolisis pada bayi

    penderita defisiensi G6PD yang disusui, bahkan dapat terjadi hydrops fetalis.

    Mekanisme terjadinya anemia hemolitik pada favisme belum sepenuhnya dipahami. Diduga

    kandungan vicine dan convicine dalam fava bean, suatu -glukosidase yang terikat pada

    komponen aglycones yaitu vicine dan urasil yang menyebabkan suatu formasi radikal bebas

    semiquinoid. Reaksi yang terjadi sangat kompleks dan bervariasi luas dan sulit diprediksikan.

    5. Anemia hemolitik nonsferositik kongenital (Congenital Nonspherocytic

    15

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    16/20

    Hemolytic Anemia)

    Anemia hemolitik nonsferositik congenital pada defisiensi G6PD bersifat sporadic tanpa

    predileksi etnis tertentu. Seluruh kasus yang dilaporkan adalah jenis kelamin laki laki.

    Manifestasi awal berupa ikterus neonatal. Manifestasi klinisnya bervariai luas dari hemolisis

    yang terkompensasi dan memberikan gambaran normal konsentrasi hemoglobin sampai

    terjadinya transfusi darah dependen.

    Biasanya terjadi pembesaran limpa yang dapat menyebabkan hipersplenisme yang

    membutuhkan splenektomi. Jarang terjadi hemoglobinuria karena hemolisis yang terjadi

    berupa extravaskuler.

    Defisiensi G6PD yang tergolong klas I dengan aktivitas G6PD kurang dari 10%, disertai

    hemolisis sepanjang hidupnya walaupun tanpa terpapar bahan oksidan atau infeksi pada

    umumnya.Gejala hemolisisnya sukar dibedakan dengan sindroma hemolitik nonsferositik

    kongenital yang disebabkan defisiensi enzim glikolisis.

    Mutasi DNA hampir sebagian besar varian G6PD kelas I terjadi pada tempat pengikat G6P

    atau NADP . Selain karena defisiensi G6PD,anemia hemolitik non spherotik dapat timbul

    karena defisiensi enzim eritrosit lainnya.

    b) Hiperbilirubinemia neonatorum

    Anemia dan ikterus seringkali mulai tampak pada masa neonatus. Hiperbilirubinemia

    seringkali memerlukan transfusi tukar. Setelah melewati masa bayi, gejalanya menjadi ringan

    dan tidak konstan, penderita mungkin pucat, kadang sklera nampak ikterus dan kadang limpa

    membesar. Beberapa varian G6PD yang menyebabkan hemolisis akut pada masa neonatus

    sering menimbulkan hiperbilirubinemia. Neonatus dengan hiperbilirubinemia sering terjadi

    pada varian G6PD Mediterranean (kelas II), jarang ditemukan pada varian G6PD kelas I.

    Ikterus pada neonatus timbul lebih kurang 48 jam setelah lahir, sebagian dari kasus-kasus

    tersebut mungkin mencapai kadar bilirubin 30-45 mg/dl . Hiperbilirubinemia neonatorum

    yang tidak mendapat pengobatan dapat menjadi kern icterus dengan gangguan neurologi yang

    berat bahkan dapat menyebabkan kematian.

    Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus dengan defisiensi G6PD masih belum jelas

    mekanismenya, diduga bahwa peningkatan bilirubinemia sebagai akibat peningkatan

    pecahnya sel eritrosit karena paparan bahan oksidan. Namun seringkali tidak ditemukan

    adanya oksidan eksternal yang nyata sebagai penyebab kerusakan eritrosit karena itu diduga

    16

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    17/20

    kemungkinan oleh faktor penyebab lain yaitu gangguan clearence bilirubin oleh hati,

    neonatus dengan defisiensi G6PD Mediterranean juga menunjukkan defek pada konyugasi

    glukoronat bilirubin.

    Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan glukoronat dalam hati berkurang pada

    bayi yang menderita defisiensi G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974)

    membuktikan bahwa ikterus neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena

    fungsi hati yang terganggu, maupun hemolisis akibat infeksi, atau terpapar bahan oksidan

    sebagai pencetusnya. Peningkatan insiden hiperbilirubinemia neonatorum juga ditemukan di

    Asia Tenggara dan Cina, pada umumnya berhubungan dengan varian G6PD Canton. Di

    Singapore pada tahun 1964 ditemukan 43% dari bayi yang mengalami kern icterus

    merupakan defisien enzim G6PD dan 25% disebabkan oleh imaturitas hepar. Di Indonesia

    2.66% dari 3200 bayi yang baru lahir mengalami ikterus tanpa adanya faktor-faktor infeksi,

    hipoksia dan ternyata disebabkan oleh defisiensi G6PD .

    c) Manifestasi non hematologi

    Beberapa kasus defisiensi G6PD dilaporkan dapat memberikan manifestasi non hematologi.

    Dilaporkan bahwa defisiensi G6PD dapat mengakibatkan juvenile cataract pada lensa mata.

    Bahkan bilateral cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Pada penelitian lebih

    lanjut ditemukan bahwa aktivitas enzim G6PD hanya sebesar 40% dibanding individu

    normal.

    Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan

    kehamilan, katarak dan infeksi yang berulang. Dilaporkan pula bahwa defisiensi aktivitas

    G6PD pada lekosit dan netrofil dapat menyebabkan defek pada sistem imun yang

    menyebabkan infeksi berulang dan terbentuknya granuloma pada beberapa kasus. Defisiensi

    G6PD menunjukkan heterogenitas genetik yang cukup kompleks dan bervariasi dari satu

    populasi ke populasi lain. Varian mutasi gen G6PD yang berbeda dapat menentukan ringanberatnya gejala klinik serta berbagai akibat lain yang cukup serius dan dapat mengancam

    17

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    18/20

    kehidupan.

    BAB V

    KESIMPULAN

    18

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    19/20

    Pasien ini dicurigai menderita G6PD karena sesuai dengan kelaminnya seorang laki-

    laki dan keluhan pucat, lemas didapatkan setelah makan obat penurun panas yang

    kemungkinan adalah oksidan. Kemungkinan pasien ini menderita G6PD juga didukung oleh

    hasil pemeriksaan laboratorium dan sediaan apus darah tepi. Terapi yang sesuai dengan

    pasien ini adalah istirahat yang cukup, intake makanan yang seimbang dan menghentikan

    konsumsi obat penurun panas.

    Pasien ini hanya memerlukan terapi nonmedikamentosa karena anemia yang

    dialami akan pulih secara alami dengan fungsi sumsum tulang dan ginjal yang masih normal.

    Nilai bilirubin juga akan menurun karena fungsi hati dan ginjal masih baik. Komunikasi,

    edukasi dan informasi tentang G6PD harus diberikan kepada ibu pasien jika diagnosis pasti

    sudah ditegakkan.

    19

  • 8/6/2019 makalah hom 1

    20/20

    BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sherwood L . Human Physiology From Cell to System . 6th ed . United State of

    America ; Thomson Brooks/Cole ; 2007..

    2. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed IV. Jakarta. Pusat

    Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

    3. Sutedyo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan

    Laboratorium, ed-4. Yogyakarta . Amara Books. 2008.

    4. A.V Hoffbrand, P.A.H. Moss, J.E Pettit. Essential Haematology 5th ed. Oxford.

    Blackwell Publishing Ltd. 2006

    5. Prof. Dr. I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku

    Kedokteran EGC. 2006.

    20