makalah hom 1
TRANSCRIPT
-
8/6/2019 makalah hom 1
1/20
HEMATO-ONKOLOGI MEDIK
SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN PUCAT DAN LEMAS
Kelompok XII
030.08.281 Muhamad Redzuan Bin Jokiram
030.08.285 Muhammad Nuruddin Bin Derahman
030.08.286 Muhammad Syahfiq Bin Ismail
030.08.287 Nadiah Binti Zakaria
030.08.291 Noor Azlyza Bt Ahmad Moin
030.08.292 Nor Fatehah Binti Hamdan
030.08.293 Noor Ubudiah Binti Seti
030.08.297 Nur Suhaila Ahmad
030.08.298 Nur Zahiera Bt Muhd Najib
030.08.299 Nurul Aina Bt Talib
030.08.304 Siti Azliza Binti Yaacob
030.08.305 Sofiuddin Bin Nordin
030.08.309 Mimi Suhaini Bt Sudin
030.08.310 Nur Nadrah Bt Mohd Yusof
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 18 April 2011
1
-
8/6/2019 makalah hom 1
2/20
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah,
yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.Anemia menyebabkan
kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak
dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja.
Artinya mutu hidupnya lebih rendah.
Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari tes darah lengkap.Anemia didefinisikan oleh
tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan
anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14
untuk laki-laki.Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.
G6PD ini merupakan penyakit genetik yang sulit dideteksi kasat mata. Penyakit ini baru
bereaksi jika penderita bersentuhan dengan bahan oksidan, seperti: mengkonsumsi obat-obat
malaria (banyak mengandung oksidan), makan kacang koro, mencium kapur barus, dll. Jika
bersentuhan dengan bahan tersebut penderita defiensi G6PD akan mengalami kejang otot,
kelelahan otot, infeksi kronis, anemia. Penderita G6DP juga memiliki kemungkinan besar
mengalami keguguran saat hamil dan melahirkan anak yang cacat.
Di Indonesia defisiensi G6PD ini merupakan penyakit yang kurang populer. Meskipun
kurang populer, , populasi masyarakat Indonesia yang terkena penyakit ini ternyata cukup
tinggi sekitar 3,9% - 18,4% dan tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Ketidakpopuleran defensiasi G6PD terjadi karena penyakit ini sulit dideteksi secara
kasat mata - dalam kondisi biasa penderita defesiensi G6PD tampak normal. Selain itu pada
kenyataannya, selama ini para dokter juga sering mengabaikan penyakit kekurangan enzim
ini, sementara masyarakat awam pun banyak yang belum mengetahui tentang penyakit ini
karena kurangnya penyuluhan.
2
-
8/6/2019 makalah hom 1
3/20
BAB II
LAPORAN KASUS
Sesi 1
Anda sedang bertugas di poliklinik bagian penyakit dalam RSUD di Jakarta. Datang seorang
ibu membawa anak lakinya SLTA kelas 1 (Bayu) dengan keluhan mendadak lemas dan pucat
sekali (dalam satu / dua hari ini) setelah makan obat penurun panas.
Uraikan dan bahas secara lengkap dari anamnesa kasus ini
Pertanyaan apa yang penting ditanyakan dari yang paling mungkin untuk menuju diagnosis
kasus ini. Diskusikan alasan dan patofisiologi kemungkinan penyakit tersebut terjadi.
Pemeriksaan fisik : kesadaran baik, Pucat sekali,Tensi, nadi pernapasan baik. Tidak tampak
ikterus. Tidak ada pembesaran kelenjar leher, tiriodnormal, hepar dan lien normal tidak
teraba.
Apa kemungkinan diagnose kasus ini?
Apa diagnose bandingnya?
Perlu bantuan pemeriksaan laboratorium ? pemeriksaan apa yang di minta ?
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap :
Hb 8g/dl, jumlah lekosit : 8,000/ul , hitung jenis : -/3/8/55/26/8, jumlah trombosit :
200.000/ul , laju enap darah 26 mm/jam. MCV : 90 fl (N 92 +/- 9 fl), MCH : 30 pg (30 +/-
2,5 pg), MCHC : 330 g/l (330 +/- 15 g/l)
3
-
8/6/2019 makalah hom 1
4/20
Sesi 2
Sediaan apus darah tepi : eritrosit anisositosis, polikromasi +, sferositosis, tidak ditemukan
sel target maupun sel pinsil. Lekosit jumlah normal dengan hitung jenis lekosit normal,
jumlah trombosit normal, tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi.
Karena banyak ditemukan sferosit (sferositosis) kemudian dilakukan pemeriksaan apusan
supra vital (brilliant crecyl blue) untuk menghitung jumlah retikulosit. Jumlah retikulosit 10%
(normal 0,5-1,5%). Berarti terjadi eritropoesis yang sangat meningkat.
Diagnosa sementara ?
Diagnosa banding ?
Pemeriksaan lanjutan ?
Pemeriksaan kimia darah :
Gula darah puasa 110mg/dl, SGOT 20 IU/l (
-
8/6/2019 makalah hom 1
5/20
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas
Nama :Bayu
Umur :15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
Anamnesis
Keluhan utama
1. Pucat dan lemas anemia
Riwayat Pengobatan
1. Telah mengambil obat penurun panas
Anamnesis Tambahan
Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis kepada ibu pasien.
Intake :
1. Besi sayur, daging ( asam amino glisin), hati )
2. Asam folat
3. Vitamin B 12
vegetarian, kurangnya daging merah, produk hewani dan sayuran berdaun hijau -
mungkin menunjukkan defisiensi makanan dari besi, folat atau B12 sebagai penyebab
anemia.
Nafsu makan anak bagaimana?
5
-
8/6/2019 makalah hom 1
6/20
Riwayat penyakit sekarang
1. Trauma, perdarahan
2. Demam sejak kapan?
3. Pucat sebelum atau selepas makan obat?
4. Jenis obat penurun panas yang di ambil? Paracetamol : oksidan
aspirin, obat anti-inflamasi, kortikosteroid dan warfarin meningkatkan semua resiko
kehilangan darah dari saluran pencernaan, phenytoin dan methotrexate bisa
mengurangi folat, kloramfenikol, obat anti-kanker, sulphonamides dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang.
Riwayat penyakit dahulu
1. Ginjal
2. Operasi jejunum dan ileum Operasi perut atau usus kecil sebelumnya dapat
menyebabkan kekurangan vitamin B12, setiap operasi baru-baru ini dapatmenyebabkan kehilangan darah.
3. Penyakit kronis dapat menyebabkan anemia misalnya jaringan ikat penyakit,
keganasan, gangguan tiroid, penyakit Addison.
Riwayat penyakit keluarga
1. Adakah ada keluarga yang menghidap anemia.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran baik
2. Pucat sekali
3. Tensi, nadi pernapasan baik menolak kemungkinan adanya kelainan paru dan
jantung
6
-
8/6/2019 makalah hom 1
7/20
4. Ikterus (-) kemungkinan
Menolak anemia hemolitik
Menerima : usia muda , factor obat
5. Pembesaran kelenjar leher, tiroid, hepar dan lien (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Hb 8 g/dl 13-16 g/dl Menurun (anemia)
Lekosit 8000/ul 5000-10000/ul Normal
Hitung jenis -/3/8/55/26/8 0-1/1-3/2-6/50-70/20-
40/2-8
Kenaikan nilai
netrofil batang
Trombosit 200000/ul 150000-450000/ul Normal
Laju endap darah 26 mm/jam
-
8/6/2019 makalah hom 1
8/20
Hasil Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Gula Darah puasa 110 mg/dl Normal
SGOT 20 IU/l < 40 IU/l Normal. Tidak tejadinya gangguan
fungsi hati.
SGPT 20 IU/l < 40 IU/l Normal. Tidak terjadinya gangguan
fungsi hati.
Ureum 20 mg/dl 20 40 mg/dl Normal. Tidak ada gangguan fungsi
ginjal.
Kreatinin 0,8 mg/dl < 1 mg/dl Normal. Tidak ada gangguan fungsi
ginjal.
Bilirubin Indirek 2.5 mg/l 0,1 1,0mg/l Menunjukkan kemungkinan terjadinya
hemolisis berlebihan sel eritrosit dan
gangguan konjugasi
Bilirubin Direk 0.8 mg/l 0 0,25mg/l Sedikit meningkat
Bilirubin Total 3.3 mg/l 0,2 -- 0,8 mg/l Meningkat
Hasil Pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi
Sel Interpretasi
1. Eritrosit
a. Anisositosis
b. Polikromasi (+)
c. Sferositosis
a. Sel darah merah dalam macam - macam ukuran
b. Sel eritrosit yang warnanya tidak merata (ada yang lebih
gelap)
c. Sel eritrosit dalam bentuk sferis, tampak kecil, tidak ada
pucat di bagian sentral. Sering dijumpai pada
Sferositosis herediter, anemia hemolitik , luka bakar dan
injuri kemikal
8
-
8/6/2019 makalah hom 1
9/20
d. Sel Target (-)
e. Sel pensil (-)
d. Dapat menunjukkan pasien tidak menderita Thalasemia.
e. Dapat menunjukkan pasien tidak mengalami defisiensi
besi.
4. Hitung retikulosit
10% (normal 0,5-1,5%)
- Meningkat. Ini dapat menunjukkan terjadi kompensasi
sumsum tulang untuk menghasilkan sel eritrosit yang baru.
Sering meningkat pada kondisi Anemia hemolitik dan anemia
pasca perdarahan.
Pemeriksaan Lanjutan
1. Pemeriksaan enzim G6PD
2. Tes fragilitas osmolaritas
3. Tes Coomb
Diagnosis Sementara :
Anemia hemolitik akut akibat induksi obat dengan kemungkinan defisiensi G6PD
Kelompok Kami menegakkan diagnosa sementara ini berdasarkan :
Anamnesis
o Riwayat pemakaian obat penurun panas yang diduga menjadi faktor pencetus
terjadinya anemia hemolitik disebabkan defisiensi enzim G6PD
Hasil pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi
o Ditemukan banyak sel sferosit(sferositosis) dalam pemeriksaan darah
o Peningkatan hitung retikulosit yang diduga karena peningkatan hemolisis dari
sel eritrosit
Pemeriksaan Kimia Darah
9
-
8/6/2019 makalah hom 1
10/20
o Bilirubin Indirek meningkat tinggi. Ini diduga karena peningkatan hemolisis
dari sel eritrosit.
Diagnosis Banding
1. Sferositosis herediter ditemukan banyak sel sferosit, peningkatan hitung
retikulosit.
2. Anemia hemolitik autoimun ditemukan banyak sel sferosit.
Patofisiologi
10
Penghasilan NADPH
berkurangGSH berkurang
Pengambilan obat penurun panas
(oksidan)
Defisiensi enzim G6PD
Hemolisis
Anemia
Lemas dan pucat
Ter adi stress oksidatif
Laju endap darah meningkat
Retikulosit meningkat Sferositosis
Polikromasi +
Bilirubin Indirek meningkat
Bilirubin Direk menin kat
Terdapat sel darah
merah muda di SADT
Bentuk darah merah bikonkaf
tidak dapat dipertahankan
-
8/6/2019 makalah hom 1
11/20
Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
1. Jauhi faktor pencetus. Dalam kasus ini diduga riwayat pemakaian obat penurun panasmenjadi faktor pencetus terjadinya anemia sehingga menimbulkan masalah pucat dan
lemas. Jadi dianjurkan untuk menghentikan penggunaan obat tersebut.
2. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb dibawah 7g/dl dan terdapat kejadian
hemolisis yang berlanjut dan ditandai dengan persisten hemoglobinuria.
3. Jauhi makanan yang dapat mencetuskan anemia hemolitik pada defisiensi enzim
G6PD. Misalnya kacang parang
4. Kurangkan aktivitas
5. Jaga kesehatan
Splenektomi diindikasikan untuk keadaan :
1. Pembesaran limpa menimbulkan ketidaknyamanan
2. Pembesaran limpa yang terlalu masif
3. Terjadi anemia berat
Splenektomi terbukti dapat mengurangi hemolisis sehingga dapat merubah penderita
tergantung transfusi menjadi tidak lagi tergantung dengan transfusi.
11
Anisositosis
Bilirubin Total meningkat
-
8/6/2019 makalah hom 1
12/20
Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad Sanasionam : Dubia
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) ditemukan pertama kali oleh Carson dkk
(1956) saat mereka menyelidiki suatu reaksi hemolitik yang timbul pada individu ras kulit
hitam yang mendapatkan primaquin, suatu 8-aminoquinoline, sebagai terapi radikal malaria.
Kemudian primaquine sensitivity dikenali pula pada ras bangsa lainnya. Pada tahun 1960-an,
empat sindrom, termasuk hemolisis intravaskuler masif sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap
beberapa jenis obat dan bahan kimia, hemolisis setelah mengkonsumsi kacang koro ( fava
bean ) atau yang biasa disebut sebagai Favisme, hemolisis sebagai komplikasi penyakit yang
tidak biasa , dan ikterus neonatorum yang menyebabkan kernicterus, semuanya dapat terjadi
pada individu yang secara genetik menderita defisiensi enzim G6PD.
Enzim Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) adalah enzim yang memiliki peran penting
dalam proses metabolisme eritrosit. G6PD adalah enzim yang bekerja pada tahap awal proses
glikolisis, yaitu pada jalur Hexose Monophosphate shunt. Jalur metabolisme ini berfungsi
untuk mereduksi glutation yang melindungi gugus sulfhidril hemoglobin dan membran sel
12
-
8/6/2019 makalah hom 1
13/20
eritrosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal oksigen. Kelainan pada jalur heksose
monofosfat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap oksidan, yang
menyebabkan oksidasi gugus sulfhidril dan presipitasi hemoglobin yang dikenali sebagai
Heinz bodies dan lisisnya membran eritrosit.
Diperkirakan 400 juta manusia di dunia menderita defisiensi G6PD, frekuensi yang tinggi
tersebar di belahan dunia timur. Varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan gejala anemia
berat hampir seluruhnya berasal dari Afrika. Selain itu defisiensi G6PD di dapatkan pula di
Eropa Selatan , Semenanjung Arabia, Brasilia kulit hitam, juga hampir seluruh negara-negara
sekitar laut Tengah (Mediterrania),benua Asia dan Papua New Guinea, termasuk Indonesia.
MANIFESTASI KLINIS
a) Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik akut akibat induksi obat
Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan defisiensi enzim
G6PD kurang dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang
memicu terjadi anemia hemolitik akut. Umumnya, setelah satu sampai tiga hari terpapar
bahan bahan tersebut, penderita akan mengalami demam, letargi, kadang disertai gejala
gastrointestinal. Hemoglobinuria merupakan tanda cardinal terjadinya hemolisis intravascular
ditandai dengan terjadinya urine berwarna merah gelap hingga coklat. Kemudian timbul
ikterus dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat terjadi syok
hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada episode hemolitik,
terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar seperti hepatitis.Kerusakan eritrosit akibat oksidatif yang parah seperti pada defisiensi enzim G6PD ditandai
13
-
8/6/2019 makalah hom 1
14/20
dengan marker berupa eritrosit hemighost. Selain menegakkan diagnosa dengan tepat,
persentase sel hemighost dapat menunjukkan jumlah eritrosit yang akan mengalami hemolisis
dalam waktu 24-48 jam mendatang. Hal ini juga dapat digunakan sebagai peringatan untuk
mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Pada pengecatan sel darah tepi dengan
methyl violet akan tampak adanya Heinz body. Tidak didapatkan haptoglobin dan sering
terjadi methemoglobinemia.
Komplikasi dapat dicegah dengan mempertahankan Renal Blood Flow atau menggunakan
forced alkaline diuresis. Bila penderita mengalami gangguan fungsi ginjal atau produksi urin
rendah, penggunaan transfusi tukar untuk menyingkirkan sel eritrosit rusak yang dapat
merusak mikrosirkulasi akan memperberat komplikasi pada ginjal. Pada beberapa penderita,
komplikasi berupa DIC (disseminated intravascular coagulation) dapat terjadi dan
memperparah keadaan.
2. Anemia Hemolisis akut karena infeksi
Infeksi merupakan penyebab paling umum terjadinya hemolisis. Infeksi bakteri dan virus
seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli, Streptoccus hemolitikus dan Rickettsia,
dapat menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanismeterjadinya hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan infeksi
dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis. Lekosit menghasilkan radikal oksigen
aktif selama proses fagositosis yang mengakibatkan kerusakan membran eritrosit. Hemolisis
yang terjadi karena dipicu oleh infeksi biasanya ringan.
Hemolisis dapat timbul satu sampai dua hari setelah onset terjadinya infeksi dan dapat
menimbulkan anemia ringan. Biasanya terjadi pada pasien dengan klinis pnemoni atau
demam tifoid. Infeksi virus hepatitis pada pasien defisiensi G6PD dapat memperparah
timbulnya ikterus.
Jumlah dan produksi retikulosit rendah dan hal ini akan pulih setelah infeksi primer dapat
disembuhkan.
3. Anemia Hemolisis akut akibat induksi keto asidosis diabetic
Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD.
Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien diabetes ketosis daripada kelompok control
14
-
8/6/2019 makalah hom 1
15/20
atau bahkan kelompok diabetes tipe 2. Mauvies-Jarvis melaporkan bahwa aktivitas enzim
tinggal 40% dari normal terdapat dua kali lebih banyak pada pasien keto diabetes.
Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh perubahan pH, glukosa, dan piruvat dalam
darah . Adanya infeksi tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis akut dan asidosis
diabetik
4. Anemia Hemolitik akut karena Favism
Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat menyebabkan anemia hemolitik
adalah anemia hemolitik yang disebabkan konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme
selalu defisiensi enzim G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita
favisme. Diduga terdapat faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan metabolisme
bahan aktif dari fava bean.
Favisme merupakan salah satu efek hematologi yang paling berat pada penderita defisiensi
G6PD. Manifestasi klinis yang timbul dapat lebih hebat dibandingkan anemia hemolisis yang
disebabkan oleh obat. . Hemolisis dapat timbul beberapa jam hingga beberapa hari setelah
konsumsi kacang.
Favisme banyak didapatkan pada anak dibanding pada dewasa. Terutama pada varian mutan
gen defisiensi G6PD tipe Mediteranean, varian mutan gen G6PD lainnya yang dapat
mengalami favisme adalah tipe G6PD A-. Gejala yang timbul pada anak berupa gelisah
hingga letargi beberapa jam setelah terpapar fava bean. Dalam waktu 24 48 jam dapat
timbul demam disertai mual muntah, nyeri abdomen dan diare. Urine berwarna merah hingga
coklat gelap yang dapat berlangsung selama beberapa haril. Ikterus timbul bersama terjadinya
urine yang gelap. Anak tampak pucat, terdapat takikardia. Pada beberapa kasus, dapat terjadi
syok hipovolemi dengan segera yang dapat berakibat fatal hingga terjadi gagal jantung.
Biasanya terdapat pembesaran hepar dan limpa yang ringan.
Adanya kasus maternal favisme pada ibu hamil dilaporkan menyebabkan hemolisis pada bayi
penderita defisiensi G6PD yang disusui, bahkan dapat terjadi hydrops fetalis.
Mekanisme terjadinya anemia hemolitik pada favisme belum sepenuhnya dipahami. Diduga
kandungan vicine dan convicine dalam fava bean, suatu -glukosidase yang terikat pada
komponen aglycones yaitu vicine dan urasil yang menyebabkan suatu formasi radikal bebas
semiquinoid. Reaksi yang terjadi sangat kompleks dan bervariasi luas dan sulit diprediksikan.
5. Anemia hemolitik nonsferositik kongenital (Congenital Nonspherocytic
15
-
8/6/2019 makalah hom 1
16/20
Hemolytic Anemia)
Anemia hemolitik nonsferositik congenital pada defisiensi G6PD bersifat sporadic tanpa
predileksi etnis tertentu. Seluruh kasus yang dilaporkan adalah jenis kelamin laki laki.
Manifestasi awal berupa ikterus neonatal. Manifestasi klinisnya bervariai luas dari hemolisis
yang terkompensasi dan memberikan gambaran normal konsentrasi hemoglobin sampai
terjadinya transfusi darah dependen.
Biasanya terjadi pembesaran limpa yang dapat menyebabkan hipersplenisme yang
membutuhkan splenektomi. Jarang terjadi hemoglobinuria karena hemolisis yang terjadi
berupa extravaskuler.
Defisiensi G6PD yang tergolong klas I dengan aktivitas G6PD kurang dari 10%, disertai
hemolisis sepanjang hidupnya walaupun tanpa terpapar bahan oksidan atau infeksi pada
umumnya.Gejala hemolisisnya sukar dibedakan dengan sindroma hemolitik nonsferositik
kongenital yang disebabkan defisiensi enzim glikolisis.
Mutasi DNA hampir sebagian besar varian G6PD kelas I terjadi pada tempat pengikat G6P
atau NADP . Selain karena defisiensi G6PD,anemia hemolitik non spherotik dapat timbul
karena defisiensi enzim eritrosit lainnya.
b) Hiperbilirubinemia neonatorum
Anemia dan ikterus seringkali mulai tampak pada masa neonatus. Hiperbilirubinemia
seringkali memerlukan transfusi tukar. Setelah melewati masa bayi, gejalanya menjadi ringan
dan tidak konstan, penderita mungkin pucat, kadang sklera nampak ikterus dan kadang limpa
membesar. Beberapa varian G6PD yang menyebabkan hemolisis akut pada masa neonatus
sering menimbulkan hiperbilirubinemia. Neonatus dengan hiperbilirubinemia sering terjadi
pada varian G6PD Mediterranean (kelas II), jarang ditemukan pada varian G6PD kelas I.
Ikterus pada neonatus timbul lebih kurang 48 jam setelah lahir, sebagian dari kasus-kasus
tersebut mungkin mencapai kadar bilirubin 30-45 mg/dl . Hiperbilirubinemia neonatorum
yang tidak mendapat pengobatan dapat menjadi kern icterus dengan gangguan neurologi yang
berat bahkan dapat menyebabkan kematian.
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus dengan defisiensi G6PD masih belum jelas
mekanismenya, diduga bahwa peningkatan bilirubinemia sebagai akibat peningkatan
pecahnya sel eritrosit karena paparan bahan oksidan. Namun seringkali tidak ditemukan
adanya oksidan eksternal yang nyata sebagai penyebab kerusakan eritrosit karena itu diduga
16
-
8/6/2019 makalah hom 1
17/20
kemungkinan oleh faktor penyebab lain yaitu gangguan clearence bilirubin oleh hati,
neonatus dengan defisiensi G6PD Mediterranean juga menunjukkan defek pada konyugasi
glukoronat bilirubin.
Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan glukoronat dalam hati berkurang pada
bayi yang menderita defisiensi G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974)
membuktikan bahwa ikterus neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena
fungsi hati yang terganggu, maupun hemolisis akibat infeksi, atau terpapar bahan oksidan
sebagai pencetusnya. Peningkatan insiden hiperbilirubinemia neonatorum juga ditemukan di
Asia Tenggara dan Cina, pada umumnya berhubungan dengan varian G6PD Canton. Di
Singapore pada tahun 1964 ditemukan 43% dari bayi yang mengalami kern icterus
merupakan defisien enzim G6PD dan 25% disebabkan oleh imaturitas hepar. Di Indonesia
2.66% dari 3200 bayi yang baru lahir mengalami ikterus tanpa adanya faktor-faktor infeksi,
hipoksia dan ternyata disebabkan oleh defisiensi G6PD .
c) Manifestasi non hematologi
Beberapa kasus defisiensi G6PD dilaporkan dapat memberikan manifestasi non hematologi.
Dilaporkan bahwa defisiensi G6PD dapat mengakibatkan juvenile cataract pada lensa mata.
Bahkan bilateral cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Pada penelitian lebih
lanjut ditemukan bahwa aktivitas enzim G6PD hanya sebesar 40% dibanding individu
normal.
Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan
kehamilan, katarak dan infeksi yang berulang. Dilaporkan pula bahwa defisiensi aktivitas
G6PD pada lekosit dan netrofil dapat menyebabkan defek pada sistem imun yang
menyebabkan infeksi berulang dan terbentuknya granuloma pada beberapa kasus. Defisiensi
G6PD menunjukkan heterogenitas genetik yang cukup kompleks dan bervariasi dari satu
populasi ke populasi lain. Varian mutasi gen G6PD yang berbeda dapat menentukan ringanberatnya gejala klinik serta berbagai akibat lain yang cukup serius dan dapat mengancam
17
-
8/6/2019 makalah hom 1
18/20
kehidupan.
BAB V
KESIMPULAN
18
-
8/6/2019 makalah hom 1
19/20
Pasien ini dicurigai menderita G6PD karena sesuai dengan kelaminnya seorang laki-
laki dan keluhan pucat, lemas didapatkan setelah makan obat penurun panas yang
kemungkinan adalah oksidan. Kemungkinan pasien ini menderita G6PD juga didukung oleh
hasil pemeriksaan laboratorium dan sediaan apus darah tepi. Terapi yang sesuai dengan
pasien ini adalah istirahat yang cukup, intake makanan yang seimbang dan menghentikan
konsumsi obat penurun panas.
Pasien ini hanya memerlukan terapi nonmedikamentosa karena anemia yang
dialami akan pulih secara alami dengan fungsi sumsum tulang dan ginjal yang masih normal.
Nilai bilirubin juga akan menurun karena fungsi hati dan ginjal masih baik. Komunikasi,
edukasi dan informasi tentang G6PD harus diberikan kepada ibu pasien jika diagnosis pasti
sudah ditegakkan.
19
-
8/6/2019 makalah hom 1
20/20
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L . Human Physiology From Cell to System . 6th ed . United State of
America ; Thomson Brooks/Cole ; 2007..
2. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed IV. Jakarta. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3. Sutedyo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, ed-4. Yogyakarta . Amara Books. 2008.
4. A.V Hoffbrand, P.A.H. Moss, J.E Pettit. Essential Haematology 5th ed. Oxford.
Blackwell Publishing Ltd. 2006
5. Prof. Dr. I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006.
20