makalah honeyp rev akhir - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/20700/20/naskah_publikasi.pdfbahan...
TRANSCRIPT
1
PERBANDINGAN PROFIL KROMATOGRAM 5 PRODUK MINYAK
JINTEN HITAM (Nigella sativa) YANG BEREDAR DI INDONESIA DENGAN KROMATOGRAFI GAS
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
HANIF FAIZAH K 100 080 127
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA 2012
2
1
PERBANDINGAN PROFIL KROMATOGRAM 5 PRODUK MINYAK JINTEN HITAM (Nigella sativa) YANG BEREDAR DI INDONESIA DENGAN
KROMATOGRAFI GAS
COMPARISON OF PROFILE CHROMATOGRAM OF 5 BLACK CUMIN OIL PRODUCT (Nigella sativa) THAT CIRCULATING IN INDONESIA BY
GAS CHROMATOGRAPHY
Hanif Faizah, Rosita Melannisa, dan Andi Suhendi Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Jinten hitam (Nigella sativa) telah banyak digunakan dalam produksi obat bahan alam. Kualitas obat bahan alam perlu di jaga. Salah satu metode untuk memastikan kualitas obat bahan alam adalah dengan metabolite profiling. Analisis profil kromatogram dilakukan terhadap 5 produk yang beredar dipasaran dengan menggunakan GCMS dengan gas pembawa Helium (laju alir 2,83mL/menit), suhu kolom diprogram dari 70 sampai 150oC dengan kenaikan suhu 3,5oC/ menit. Sebanyak 0,5µL diinjeksikan secara manual dalam split mode (1:421,4). Penentuan metabolit dilakukan dengan cara membandingkan spektra massa sampel dengan internal Willey Library. Hasil penelitian dianalisis Cluster dengan mengelompokan data didasarkan pada keberadaan senyawa dan kadar relatif masing-masing senyawa. Hasil penelitian menunjukkan selain produk E memiliki metabolit sekunder yang mirip. Senyawa yang muncul 5-12 senyawa. Kadar relatif timokuinon berdasarkan analisis GC-MS produk A, B, C dan D berturut-turut yaitu 33,70%±2,74; 32,80%±2,64; 24,91%±3,39; 28,78%±0,46, sedangkan pada produk E tidak ditemukan adanya timokuinon. Kata kunci: Jinten hitam, Nigella sativa timokuinon, metabolit sekunder, GC-MS.
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa) is widely used in the production of natural medicines. The quality control of natural medicines is needed. One method to ensure the quality control of natural medicines is the metabolite profiling. Chromatogram profile analysis is performed on five products by GCMS with helium as carrier gas (flow rate of 2.83 mL/min), column temperature programmed from 70 to 150oC temperature rises 3.5°C/min, and sample is injected 0.5 µL manually in split mode (1:421.4). the determination of metabolites is done by comparing the mass spectra of samples with internal Willey Library. The results are analyzed by grouping the cluster based on the presence of the compound and the relative levels of each compound. The results show that except product E have a similar secondary metabolites. 5-12 compounds are appear. The relative levels of thymoquinon of products A, B, C and D are 33.70%±2.74; 32.80%±2.64; 24.91%±3.39; 28.78%±0.46 respectively while the product E did not reveal thymoquinon. Key words: black cumin, Nigella sativa . thymoquinon, secondary metabolites, GC-MS.
2
PENDAHULUAN
Pengobatan herbal masih menjadi pilihan utama oleh sekitar 75-80%
populasi dunia sebagai kebutuhan primer kesehatan mereka, karena mudah
diterima tubuh dan efek samping yang rendah (Kamboj, 2000). Penggunaan obat
bahan alam terus meningkat dari tahun ke tahun, baik yang digunakan untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan, maupun untuk pengobatan penyakit. Hal
ini terjadi pada negara-negara berkembang seperti Indonesia dan juga pada
negara-negara maju (BPOM, 2011). Salah satu obat bahan alam yang saat ini
sering digunakan dalam pengobatan alternatif adalah habbatussauda atau jinten
hitam (Nigella sativa) (Yulianti dan Junaedi, 2006).
Jinten hitam telah diketahui banyak manfaat. Secara empiris jinten hitam
digunakan sebagai peluruh kentut, rematik, sakit kepala, pencegah muntah,
pencahar, infeksi saluran kemih, antibiotik, dan lain-lain (Depkes RI, 1995;
Ivankovic et al, 2006). Abdulelah dan Abidin (2007) menyatakan penggunaan
tanaman obat ini di Timur Tengah sebagai obat parasit (antimalaria). Minyaknya
sebagai pengawet karena mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pembusukan
makanan dan bakteri patogen (Arici et al, 2005). Bagian yang digunakan dari
jinten hitam utamanya adalah bijinya (El Tahir et al, 2006).
Minyak atsiri jinten hitam memiliki banyak kandungan kimia. Analisis
terhadap minyak atsiri jinten hitam dari Tunisia menunjukkan senyawa α-pinen,
limonen, p-simen, karvakrol, timokuinon. Minyak atsiri jinten hitam dari Iran
menunjukkan adanya senyawa mayor yaitu trans-anetol, p-simen, limonen, dan
karvon (Toma et al., 2010; Nickavar, et al., 2003). Timokuinon merupakan
senyawa marker aktif pada jinten hitam. Timokuinon memiliki efek antioksidan,
hipolipidemik dan hiperkolesterolemia yang menyebabkan penurunan peroksidasi
lipid dan melindungi terhadap pengembangan aterosklerosis (Nader et al., 2010).
Produk minyak jinten hitam sangat populer di Indonesia, sehingga banyak
produsen obat herbal yang memproduksi minyak jinten hitam dengan harga yang
bervariasi. Klaim khasiat jinten hitam yang disetujui oleh BPOM adalah untuk
memelihara kesehatan (BPOM, 2009). Burits dan Bucar (2000) menemukan
adanya perbedaan kadar kandungan timokuinon antara biji jinten hitam dan
3
minyak jinten hitam yang telah dipasarkan. Perbedaan kadar timokuinon dapat
berpengaruh pada aksi farmakologinya karena timokuinon telah diketahui sebagai
senyawa marker aktif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
produk minyak atsiri jinten hitam yang diperoleh dari beberapa produsen di
Indonesia karena belum adanya standardisasi dan kontrol kualitas berdasarkan
kandungan kimianya yang dianalisis menggunakan GC-MS. Metode GC-MS
dipilih karena dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif yaitu
menunjukkan profil senyawa kimia dengan kadar relatif senyawa.
METODE
Bahan : 5 sampel produk minyak jinten hitam yang beredar di Indonesia
Alat : uji bobot jenis menggunakan piknometer, uji indeks bias menggunakan
refraktometer abbe dan untuk analisis profil kromatogram menggunakan GC–MS
Analisis dengan GC–MS : sampel dianalisis dengan Shimadzu–GC 2010
dilengkapi dengan Shimadzu–GCMS 2010S mass selective detector, gas
pembawa Helium (laju alir 2,83 mL/menit), suhu kolom diprogram dari 70 sampai
150oC dengan kenaikan 3,5oC/ menit. Sebanyak 0,5µL sampel diinjeksikan secara
manual dalam split mode. Komponen diidentifikasi dengan membandingkan
spektra massa sampel dengan internal Willey Library.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Minyak Jinten Hitam Secara Organoleptis dan Parameter Fisika
Sampel merupakan minyak jinten hitam A, B, C, D dan E yang diproduksi
oleh industri yang berbeda-beda. Produk minyak jinten hitam A, B, C, dan D
berupa minyak jinten hitam yang dimasukkan kedalam kapsul keras tidak
berwarna kemudian dikemas dalam botol plastik. Minyak jinten hitam Produk E
dimasukkan dalam kapsul lunak berwarna hijau dan dikemas tiap strip berisi 10
kapsul. Pada brosur terdapat keterangan tiap kapsul mengandung minyak jinten
hitam 500mg untuk produk C, D dan E, sedangkan produk A dan B tiap kapsul
mengandung 600mg minyak jinten hitam. Tidak ada informasi yang menyebutkan
4
Gambar 1. Perbedaan warna antara 5 produk minyak jinten hitam
secara pasti asal dan cara memperoleh minyak jinten hitam dari masing-masing
produk tersebut
Analisis terhadap 5 produk minyak jinten hitam meliputi analisis
organoleptis, bobot jenis, indeks bias dan profil metabolit sekunder menggunakan
GC-MS. Uji organoleptis meliputi bau, rasa dan warna. Hasil analisis terhadap
produk minyak jinten hitam didapatkan bau khas aromatik, rasa pedas dan pahit
serta warna coklat kemerahan dengan intensitas warna yang berbeda (Gambar 1).
Warna dari yang muda ke warna yang lebih tua berturut-turut adalah produk E, B,
C, D dan A. Bau dan rasa ke-5 produk sesuai dengan lembaga Goerlich Pharma
Internasional (2007) yang menyebutkan minyak jinten hitam yang diperoleh
dengan press cold mempunyai bau yang khas, rasa yang pahit dan pedas
sedangkan warna pada produk berbeda dengan lembaga Goerlich Pharma
Internasional yang menyebutkan warna minyak jinten hitam adalah kuning tua
sampai coklat kehijauan.
Penetapan bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam
menentukan kemurnian minyak. Penetapan bobot jenis minyak jinten hitam
menggunakan piknometer. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan standar
nilai bobot jenis minyak jinten hitam yang dikeluarkan oleh lembaga Goerlich
Pharma Internasional. Berdasarkan hasil analisis nilai bobot jenis ke-5 produk
minyak jinten hitam berbeda tidak bermakna (0,937-0,945), lebih besar daripada
nilai bobot jenis yang dikeluarkan oleh lembaga Goerlich Pharma Internasional
(0,916-0,924). Haygren dan Bowyer (2003) mengemukakan bahwa semakin besar
berat jenis akan semakin banyak juga zat yang terkandung didalamnya.
Penetapan nilai indeks bias minyak jinten hitam menggunakan alat
refraktometer abbe. Menurut Guenther (1987) nilai indeks bias dipengaruhi salah
satunya adalah adanya air dalam kandungan minyak. Semakin banyak kandungan
airnya, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang
ABCDE
5
mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Nilai indeks bias ke-5 produk
minyak jinten hitam produk tersebut memenuhi standar nilai indeks bias minyak
jinten hitam yang dikeluarkan oleh lembaga Goerlich Pharma Internasional yaitu
1,470-1,475 (Tabel 1).
Berdasarkan uji fisika organoleptis, bobot jenis dan indeks bias terhadap 5
produk minyak jinten hitam dapat disimpulkan bahwa ke-5 produk memiliki
kualitas yang sama.
Tabel 1. Hasil Analisis Organoleptis, Bobot Jenis, Indeks Bias Ke-5 Produk Minyak Jinten Hitam Serta Dari Lembaga Goerlich Pharma Internasional
Analisis Produk A Produk B Produk C Produk D Produk E Goerlich Pharma
Internasional
Bau Khas
aromatik (2)
Khas aromatik
(3)
Khas aromatik
(4)
Khas aromatik
(5)
Khas aromatik
(1)
Khas
Rasa
Pedas, kurang pahit
Kurang pedas, kurang pahit
Kurang pedas, kurang pahit
Pedas , pahit
Tidak pedas, pahit
Pahit dan pedas
warna
Coklat kemerahan
(3)
Coklat kemerahan
(2)
Coklat kemerahan
(3)
Coklat kemerahan
(4)
Coklat kemerahan
(1)
Kuning tua sampai coklat
kehijauan Bobot jenis
(x±SD)
0,945± 0,003
0,941± 0,000
0,938± 0,001
0,943± 0,002
0,937± 0,003 0,916 – 0,924
Indeks bias
(X±SD)
1,472± 0,000
1,472± 0,000
1,474± 0,000
1,473± 0,000
1,472± 0,000 1,470 – 1,475
Keterangan : 1 5 = bau/ rasa semakin meningkat B. Profil Metabolit dengan GC-MS
Minyak jinten hitam banyak mengandung senyawa kimia. Hasil penelitian
terdahulu melaporkan adanya variasi senyawa kimia maupun kadar relatifnya.
GC-MS merupakan alat yang digunakan untuk analisis profil metabolit sekunder.
Analisis ke-5 produk minyak jinten hitam diamati pada integration area 100000
yang menunjukkan banyaknya senyawa dan kadar relatif yang bervariasi.
Hasil 4 replikasi tiap produk menunjukkan hasil yang tidak presisi hal ini
disebabkan oleh kepekaan instrumen yang tinggi, sehingga perbedaan volume
sampel yang dipengaruhi oleh presisi injeksi sangat menentukan presisi hasil.
Validasi terhadap GC yang pernah dilakukan Grote et al (1999) dimana mulai dari
6
preparasi sampel, ekstraksi, pemisahan dan deteksi secara otomatis mendapatkan
SD 1-7%. Sedangkan Natangelo et al (1999) menyebutkan analisis menggunakan
GC-MS tanpa sistem otomatis dengan SD replikasi <15% dapat diterima. Hal ini
menunjukkan hasil analisis 5 produk minyak jinten hitam menggunakan GC-MS
dengan SD replikasi <15% dapat diterima.
Profil kromatogram menunjukkan peak pada menit pertama dengan luas
area yang cukup tinggi adalah propanon yang merupakan pelarut. Munculnya
propanon dalam analisis karena syringe yang digunakan dicuci dengan propanon
dan tidak dibilas lagi dengan sampel yang akan diinjekkan.
Hasil analisis terhadap 5 produk minyak jinten hitam menunjukkan adanya
variasi senyawa metabolit sekunder maupun kadar relatifnya. Senyawa yang
mempunyai kadar relatif tinggi selalu muncul pada kromatogram seperti α-thujen,
p-simen dan timokuinon, tetapi pada senyawa lain yang mempunyai kadar relatif
kecil tidak selalu muncul (Gambar 2).
Hasil analisis spektrum massa ke-5 produk minyak jinten hitam adalah
sebagai berikut: α-thujen, α-pinen, β-pinen, p-simen, limonen, sabinen, y-terpinen,
timokuinon, karvakrol dan junipen. Profil kimia dan gambar struktur senyawa
dapat dilihat pada Tabel 2.
Keberadaan senyawa pada produk minyak jinten hitam berdasarkan kadar
relatifnya dibagi menjadi 2, yaitu senyawa mayor untuk senyawa yang memiliki
kadar relatif tinggi (>5%) dan senyawa minor untuk senyawa yang memiliki kadar
relatif kecil (<5%).
Senyawa α-thujen, p-simen dan timokuinon merupakan senyawa mayor
pada produk A, B, C, dan D. Sedangkan pada produk E semua senyawa yang
muncul pada kromatogram adalah senyawa mayor karena kadar relatifnya besar
tetapi luas areanya lebih kecil daripada yang lain, senyawa tersebut adalah β-
pinen, p-simen, γ -terpinen, cuminil aldehid, asam valerian dan sec-oktilamin.
(a) 1.propanon (Rt:0,867) 2.α-thujen (Rt:2,676) 3.α-pinen (Rt:2,773) 4.β-pinen (Rt:3,324) 5.p-simen (Rt:4,024)
6.limonen (Rt:4,194) 7.bergamol (Rt:6,221) 8.timokuinon (Rt:9,341)
7
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 2. Kromatogram GC-MS Minyak Jinten Hitam Produk A (a), B (b), C (c), D (d) dan E (e). GC-MS: Sistem elektron ionisasi dengan energi ionisasi 70 eV digunakan untuk deteksi GC–MS, gas pembawa Helium (laju alir 2,83mL/menit), suhu kolom diprogram dari 70 sampai 150oC dengan kenaikan 3,5oC/ menit. Sebanyak 0,5µL sampel diinjekkan. Selain produk E ditemukan adanya timokuinon dalam sampel.
Penelitian Toma et al (2000) mendapatkan senyawa p-simen, α-pinen, dan
terpinolen sebagai komponen mayor. Nickavar et al (2003) melaporkan jinten
hitam dari Iran memiliki senyawa mayor p-simen dan trans-anetol. Gerige et al
(2009) dan Singh et al (2005) melakukan penelitian terhadap jinten hitam dari
india, Gerige et al (2009) mendapatkan 4 senyawa mayor yaitu p-simen,
timokuinon, trans-anetol dan longifolen.
1.propanon (Rt:0,858) 2.α-thujen (Rt:2,676) 3.α-pinen (Rt:2,774) 4.sabinen (Rt:3,256) 5.β-pinen (Rt:3,325)
6.p-simen (Rt:4,033) 7.limonen (Rt:4,200) 8.delta-3-carane (Rt:6,223) 9.timokuinon (Rt:9,341)
1.propnon (Rt:0,858) 2.α-thujen (Rt:2,676) 3.α-pinen (Rt:2,774) 4.sabinen (Rt:3,258) 5.β-pinen (Rt:3,326)
6.p-simen (Rt:4,038) 7.limonen (Rt:4,204) 8.delta-3-carane (Rt:6,230) 9.timokuinon (Rt:9,390)
1.propanon (Rt:0,862) 2.α-thujen (Rt:2,674) 3.α-pinen (Rt:2,771) 4.β-pinen (Rt:3,321) 5. p-simen (Rt:4,022)
6.bergamol (Rt:6,219) 7.timokuinon (Rt:9,333)
1.propanon (Rt:0,867) 2.β-pinen (Rt:3,322) 3. p-simen (Rt:4,019) 4.y-terpinen (Rt:4,762) 5.cuminil aldehid (Rt:9,112)
26
Tabel 2. Profil Kimia Senyawa dan Pola Fragmentasi
Nama senyawa
Struktur Senyawa
nama IUPAC Rt (menit)
Golongan senyawa BM
Pola fragmentasi Similarity index Sampel Base
peak Willey library Base peak
α-thujen 5-isopropyl-2-methylbicyclo(3.1.0)hex-2-ene
2,669–2,816
Monoterpen hidrokarbon 136
136, 121, 105, 93, 77, 65,41, 39 93
136, 121, 105, 93, 77, 65, 41, 27 93 97%
α-pinen
(1R,5R)-2,6,6-Trimethylbicyclo[3.1.1]hept-2-ene
2,677-2,912
Monoterpen hidrokarbon 136
136, 121, 105, 93, 77, 67, 43, 39 93
136, 121, 105, 93, 77, 67, 53, 39, 27 93 94%
Sabinen 4-methylidene-1-(propan-2-yl)bicyclo[3.1.0]hexane
3,246-3,259
Monoterpen hidrokarbon 136 136, 121, 93, 77, 69,
53, 41, 39 93 136, 121, 105, 93, 77, 65,44, 41, 38 93 93%
β-pinen
6,6-dimethyl-2-methylidenebicyclo(3.1.1)heptane (I)
3,314-3,452
Monoterpen hidrokarbon 136
136, 121, 107, 93, 77, 65, 53, 41, 39 93
136, 121, 107, 93, 77, 65, 53, 41, 38 93 93%
p- simen
1-isoprophyl-4-methylbenzene 4,018-4,081
Monoterpen hidrokarbon 134
134, 119, 103, 91, 77, 65, 51, 39 119
134, 119, 103, 91, 77, 65, 51, 39, 27 119 96%
Limonen 1-methyl-4-(prop-1-en-2-yl)cyclohex-1-ene)
4,189-4,222
Monoterpen hidrokarbon 136 136, 121, 107, 93,
79, 68, 53, 41, 39 68 136, 121, 107, 93, 79, 68, 53, 41, 39, 27 68 91%
γ -terpinen
1-Isopropyl-4-methyl-1,4-cyclohexadiene 4,762-
4,806 Monoterpen hidrokarbon 136
136, 121, 105, 93, 77, 65, 43, 39 93
136, 121, 105, 93, 77, 65, 43, 39, 27 93 93%
Timokuinon
(2-methyl-5-(propan-2-yl)cyclohexa-2,5-diene-1,4dione 9,332-
9,479 Monoterpen
Keton 164 164, 149, 136, 121, 108, 93, 77, 68, 53, 39,
39 164, 149, 136, 121, 108, 93, 77, 68, 53, 50 93 79%
Karvakrol 2-methyl-5(propan-2-yl)phenol 11,932-
12,208 Monoterpen
Alkohol 134 150,135,115,107,91, 77,58,39 135 150,135,115,107, 91, 77,
57,44,40,27 77 77%
Junipen
(1R,2R,7S,9S)-3,3,7-Trimethyl-8-methylenetricyclo [5.4.0.02,9]undecane
15,252-15,393 Seskuiterpen 204
161, 147, 133, 119, 105, 91, 79, 67, 55, 41, 39,
91 204, 189,175,161,147, 133,119,107,91,79,67,55, 41, 27
41 79%
8
9
Sedangkan Singh et al (2005) mendapatkan senyawa α-thujen, p-simen,
timokuinon dan longifolen sebagai komponen mayor.
Senyawa p-simen muncul pada ke-5 produk. Selain produk E senyawa p-
simen memiliki kadar relatif yang mirip antar ke-4 produk maupun dengan
penelitian Toma et al (2010) dan Singh et al (2005), tetapi kadar relatif ke-5
produk tersebut lebih besar dari penelitian Gerige et al (2009) dan Nickavar et al
(2003). Senyawa α-thujen muncul dengan kadar relatif yang mirip pada produk A,
B, C dan D. Kadar relatif tersebut lebih besar dari penelitian Gerige et al (2009),
Singh et al (2005) dan Nickavar et al (2003). Sedangkan pada produk E tidak
muncul senyawa α-thujen hal ini sejalan dengan penelitian jinten hitam dari
Tunisia oleh Toma et al (2010). Senyawa γ -terpinen hanya muncul pada produk E
dengan kadar relatif yang lebih besar dari pada penelitian sebelumnya.
Senyawa timokuinon merupakan senyawa marker aktif pada minyak jinten
hitam. Selain produk E senyawa timokuinon muncul pada sampel dengan kadar
relatif antara 24,91±3,39-33,70±2,74. Kadar relatif tersebut lebih besar dari pada
penelitian sebelumnya. Penelitian minyak jinten hitam dari India oleh Singh et al
(2005) dan Gerige et al (2009) menunjukkan kadar relatif senyawa timokuinon
sebesar 11,27% dan 11,8%, sedangkan minyak jinten hitam dari Tunisia maupun
Iran lebih kecil yaitu 1,65 dan 0,6%.
Senyawa yang termasuk dalam senyawa minor pada produk A, B, C dan D adalah α-pinen, sabinen, β-pinen, limonene, karvakrol dan junipen dengan kadar relatif yang mirip. Kadar relatif senyawa α-pinen pada ke-4 produk mirip dengan penelitian terdahulu oleh Nickavar et al (2003), Singh et al (2005), dan Gerige et al (2009), tetapi lebih kecil dari penelitian Toma et al (2010). Kadar relatif senyawa β-pinen mirip antar ke-4 produk maupun dengan penelitian terdahulu. Senyawa limonen memiliki kadar relatif yang mirip antar ke-4 produk maupun dengan penelitian Singh et al (2005), tetapi lebih kecil dari penelitian yang lain. Penelitian Toma et al (2010) menunjukkan kadar relatif senyawa junipen yang mirip dengan ke-4 produk. Senyawa sabinen muncul pada produk A, B dan C dan senyawa karvakrol muncul pada produk A dan D, kedua senyawa tersebut termasuk senyawa minor yang memiliki kadar relatif mirip antar produk maupun dengan penelitian sebelumnya (Tabel 3).
26
Tabel 3. Rata-Rata±SD Kadar Relatif (%) Senyawa Metabolit Sekunder Produk Dan Penelitian Sebelumnya
Senyawa Rata-Rata±SD Kadar Relatif (%) Kadar relatif penelitian terdahulu (%)
Produk A Produk B Produk C Produk D Produk E Nickavar et al, (2003)
Toma et al, (2010)
Singh et al, (2005)
Gerige et al, (2009)
α-thujen 13,92±0,32 n=4
14,45±1,44 n=4
13,90±0,48 n=4
13,24±1,21 n=4
- 2,4 - 10,03 2,4
α -pinen 2,82±0,20 n=4
2,96±0,16 n=3
2,96±0,08 n=4
2,62±0,21 n=4
- 1,2 13,75 3,33 1,2
Sabinen 0,89 n=1
1,00 n=1
0,76 n=1
- - 1,4 1,66 1,34 1,4
β -pinen 2,74±0,15 n=4
2,83±3,42 n=3
2,90±0,04 n=4
2,60±0,29 n=4
21,80±2,82 n=4 1,3 3,00 3,78 1,3
ρ - simen 39,10±2,40 n=4
39,35±3,01 n=4
40,73±1,05 n=4
44,77±2,42 n=4
20,42±2,41 n=4 14,8 43,58 36,20 9,0
Limonen 1,62 n=2
1,67±0,12 n=3
1,90±0,14 n=3
1,49 n=1
- 4,3 2,55 1,76 4,3
γ terpinen - - - - 26,22±3,04 n=4 0,5 1,4 0,16 0,5
Timokinon 33,70±2,74 n=4
32,80±2,64 n=4
24,91±3,39 n=4
28,78±0,46 n=4
- 0,6 1,65 11,27 11,8
Karvakrol 2,74 n=1
- - 2,74 n=1
- 1,6 2,53 2,12 3,7
Junipen 1,59 n=2
2,44±0,44 n=3
2,35±0,07 n=4
2,17 n=2
- - 2,41 - -
Ket : n= jumlah kemunculan senyawa pada 4 replikasi
10
11
Analisis data Cluster digunakan untuk menggolongkan hasil analisis GC-
MS berdasarkan keberadaan senyawa dan kadar relatifnya. Produk A, B, C dan D
memiliki senyawa dan kadar relatif yang mirip karena hasil analisis data Cluster
menunjukkan ke-4 produk tersebut masuk dalam 1 golongan sedangkan produk E
masuk dalam golongan lain.
Analisis anava satu jalan digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar
senyawa timokuinon pada minyak jinten hitam antar produk. Hasil analisis
menunjukkan senyawa timokuinon pada produk A, B, C dan D menunjukkan
signifikansinya p<0,050 yang berarti signifikan atau dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan kadar relatif senyawa timokuinon, setelah dilakukan analisis post hoc
dapat diketahui produk A, B dan C memiliki kadar relatif yang berbeda sedangkan
kadar relatif produk D tidak berbeda dengan produk lainnya. Pada produk E tidak
ditemukan adanya senyawa timokuinon. Analisis data anova timokuinon dapat
dilihat pada.
Penelitian yang telah dilakukan timokuinon dapat berfungsi sebagai
antioksidan, hiperkolesterolemia dan obat radang usus besar (Nader et al, 2010
dan Mahgoub et al, 2003). Beberapa komponen minyak jinten hitam yang lain
memiliki aktivitas antara lain: limonen sebagai antibakterisida α-pinen sebagai
antimikroba sedangkan karvakrol sebagai antibakterisida dan antikoagulan
(Pelczar et al, 1988; Kim et al 1995; Dorman dan Deans, 2000; Enomoto et al,
2001). Tidak munculnya timokuinon pada produk E dapat menyebabkan tidak
munculnya efek terapi karena timokuinon merupakan senyawa marker aktif.
Penelitian sebelumnya juga menyebutkan adanya perbedaan kadar timokuinon
pada 5 produk dari 5 negara dimana kadar tertiggi dari Ethiopia (0,31%b/b) dan
kadar terendah dari Sudan (0,13%b/b) (Al-Saleh et al, 2006).
Adanya perbedaan komposisi senyawa dapat terjadi karena perbedaan
simplisia yang dipakai meliputi umur, asal, waktu dan cara panen, pengeringan
serta proses produksi (Mukherjee et al, 2010). Sebagai contoh Rhizoma
Chuanxiong merupakan salah satu TCM (Traditional Chinese Medicine) yang
digunakan untuk mengobati penyakit kardiovaskuler. Sebagai senyawa mayor
bioaktif adalah senkyunolide A, coniferyl ferulate, Z-ligustilide, ferulic acid, 3-
12
butylidenephthalide, riligustilide and levistolide A dapat digunakan sebagai
marker untuk menentukan waktu panen yang terbaik. Hasil penelitian
menggunakan senyawa marker tersebut menunjukkan waktu terbaik untuk panen
Rhizoma Chuanxiong adalah dari pertengahan April sampai akhir Mei (Li et al,
2008).
Perbedaan komposisi dan kadar senyawa dapat mempengaruhi aksi
farmakologinya. Pemberian dosis timokuinon yang tinggi dapat menyebabkan
efek hipoglikemik, perubahan metabolisme hemoglobin dan penurunan jumlah
leukosit dan trombosit (Zaoui et al., 2002). Oleh karena itu perlu adanya kontrol
kualitas obat bahan alam untuk menjamin konsistensi komposisi, keamanan dan
efek terapi obat bahan alam salah satunya dengan standardisasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan: Hasil analisis data cluster menunjukkan selain produk E memiliki
metabolit sekunder yang mirip dengan senyawa mayor α-thujen, p-simen dan
timokuinon. Sedangkan produk E memiliki senyawa mayor β-pinen, p-simen, γ -
terpinen, cuminil aldehid, asam valerian dan sec-oktilamin dengan luas area yang
lebih kecil daripada produk yang lain.Kadar relatif timokuinon produk A, B, C,
dan D berturut-turut yaitu 33,70±2,74;32,80±2,64; 24,91±3,39; 28,78±0,46,
sedangkan pada produk E tidak ditemukan adanya timokuinon.
Saran : Dilakukannya penelitian terhadap produk minyak atsiri jinten hitam
dengan sampel lebih banyak dan dilakukannya standardisasi obat bahan alam
yang mengandung jinten hitam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulelah dan Zainal Abidin, 2007, In Vivo Anti malarial Tests of Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts, American Journal of Pharmacology and Toxicology 2 (2): 46-50.
Al-Saleh, I.A., Billedo, G., El-Doush, I.I., 2006, Levels of selenium, DL-a-
tocopherol, DL-g-tocopherol, all-trans-retinol, thymoquinone and thymol in different brands of Nigella sativa seeds, Journal of Food Composition and Analysis, Vol 19, hlm167–175.
13
Arici, M., Sagdic, O., dan Gecgel, U., 2005, Antibacterial Effect of Turkish Black Cumin (Nigella sativa L.) Oils, Grasasy Aceites Vol. 56, 259-262.
BPOM, 2009, Mengenal Jinten Hitam sebagai Obat Bahan Alam, Naturakos, Vol. IV No.12.
BPOM, 2011, Mari Minum Obat Bahan Alam Dan Jamu dengan Baik dan Benar,
InfoPOM, Vol. 12 No. 3 Burits, M., dan Bucar, F., 2000, Antioxidant activity of Nigella sativa essential
oil. Phytother. Res., 14: 323–328. Depkes RI, 1995, Informasi Simplisia Asing, Pengawasan Obat Tradisional,
Dirjen Pengawasan Obat Dan Makanan, DEPKES RI, Jakarta, hal 63-64. Dorman, H.J.D., dan Deans, S.G., 2000, Anti Microbial Agent from Plants:
Antibacterial Activity of Plant Volatile Oil. Journal of applied of mirobiology 88: 308-316.
El-Tahir, K.E.H dan Bakeet D.M., 2006, The Black Seed Nigella sativa Linnaeus
- A Mine for Multi Cures: A Plea for Urgent Clinical Evaluation of its Volatile Oil, J T U Med Sc; 1 (1): 1-19.
Enomoto, S., Asano, R., Iwahori, Y., Narul, T., Okada, Y.,Singab, A.N., dan
Okuyama, T., 2001, Hematological Studies on Black Cumin Oil froms the Seeds of Nigella sativa L. Biological and Pharmaceutical Bulletin (24): 301-310.
Gerige, S.J, Gerige, M.K.Y., Rao, M., dan Ramanjaneyulu, 2009, GC-MS
Analysis Of Nigella Sativa Seeds And Antimicrobial Activity Of Its Volatile Oil, Brazilian Archives Of Biology And Technology, Vol.52, hlm 1189-1192.
Grote, C., Levsen, K., dan Wunsch, G., 1999, An Automatic Analyzer for Organic
Compounds in Water Based on Solid-Phase Microextraction Coupled to Gas Chromatography, Anal. Chem., Vol. 71 (20), Hlm 4513–4518
Goerlich Pharma International, 2007, SPECIFICATION Egyptian Black Cumin
Oil, Am Gewerbering, Germany. Ivankovic, S., Stojkovic, R., Jukic, M., Milos, M., Milos, M., dan Jurin, J., 2006,
The Antitumor Activity of Thymoquinone and Thymohydroquinone in vitro and in vivo, Experimental Oncol, 28, 3, 220–224.
Kamboj, V.P., 2000, Herbal medicine, Current Science, Vol. 78, No. 1
14
Kim, J., Marshall, M.R., dan wei, C., 1995. Antibacterial Activity of Some Essential Oil Components Against Five Foodborne Pathogens, Journal of Agricultural and Food Chemistry (43): 2839-2845.
Li, S., Han, Q., Qiao, C., Song, J., Cheng, C.L., dan Xu, H., 2008 Chemical
markers for the quality control of herbal medicines: an overview, Chinese Medicine, 3:7.
Mahgoub, A.A., 2003, Thymoquinone protects against experimental colitis in rats.
Toxicology Letters 143 (2), Hlm 133–143. Mukherjee, P.K., Ponnusankar, S., Venkatesh, P., Gantait, A., dan Pal, B.C.,
2010, Marker Profiling: An Approach for Quality Evaluation of Indian Medicinal Plants, Drug Information Journal, Vol. 45, hlm 1–14.
Nader, M., El- Agamy, D.S., dan Suddek, G.M., 2010, Protective Effects of
Propolis and Thymoquinone on Development of Atherosclerosis in Cholesterol-Fed Rabbits, Egypt, Arch Pharm Res Vol 33, No 4, 637-643.
Natangelo, M., Tavazzi, S., Fanelli, R., dan Benfenati, E., 1999, Analysis Of
Some Pesticides In Water Samples Using Solid-Phase Microextraction–Gas Chromatography With Different Mass Spectrometric Techniques, Elsevier, Vol.859 (2), Hlm 193–201.
Nickavar, B., Mojaba,F., Javidniab, K., dan Amolia, M.A.R., 2003, Chemical
Composition of the Fixed and Volatile Oils of Nigella sativa L.from Iran, Naturforsch. 58c, 629-631.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Krieg, N.R., 1988, Control of Microorganisms,
The Control Of Microorganisms by Physical Agents, Mirobiology, 469-509.
Singh,G., Marimuthu, P., De Heluani, .S., dan Catalan, C., 2005, Chemical Constituents And Antimicrobial And Antioxidant Potentials Of Essential Oil And Acetone Extract Of Nigella Sativa Seeds, Journal Of The Science Of Food And Agriculture, Vol.85 Hlm 2297–2306.
Toma, C., Simu, G.M., Hanganu, D., Olah, N., Vata, F.M.G., Hammami, C., dan
Hammami, M., 2010, Chemical Composition of the Tunisian Nigella sativa. Note I. Profile on Essential Oil, Farmacia, vol.58, 4.
Yulianti, S., dan Junaedi, E., 2006, Sembuhkan Penyakit dengan Habbatussauda
(jinten hitam), Agromedia, jakarta. Zaoui, A., Cherrah, Y., Mahassini, N., Alaoui, K., Amarouch, H., dan Hassar, M.,
2002, Acute and chronic toxicity of Nigella sativa fixed oil, Phytomedicine 9, 69–74.