makalah ibuprofen

33
BIOAVAILABILITAS TABLET IBUPROFEN PADA PEMBERIAN BERSAMAAN DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PAGAGAN (Centella asiatica (L) urban) PADA KELINCI JANTAN I. TUJUAN Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji boiavailabilitas-bioekuivalensi. II. PENDAHULUAN Pada uji bioavailabilitas atau uji bioekuivalensi yang menggunakan manusia sebagai objek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada tahun 1964 di Helsinki Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subjek manusia, yaitu: 1. Prinsip dasar 2. Riset klinik/ penelitian klinik 3. Penelitian non klinik Garis besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan FDA sebagai berikut: A. PROTOKOL 1. Tujuan penelitian Untuk mengetahui pengaruh ekstrak air herba pegagan terhadap bioavailabilitas tablet ibuprofen. 2. Rancangan penelitian

Upload: bernardete-freitas-barros

Post on 05-Feb-2016

143 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

hihihihi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Ibuprofen

BIOAVAILABILITAS TABLET IBUPROFEN PADA PEMBERIAN BERSAMAAN

DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PAGAGAN (Centella asiatica (L) urban) PADA

KELINCI JANTAN

I. TUJUAN

Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji

boiavailabilitas-bioekuivalensi.

II. PENDAHULUAN

Pada uji bioavailabilitas atau uji bioekuivalensi yang menggunakan manusia sebagai

objek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada

tahun 1964 di Helsinki Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian

yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subjek manusia, yaitu:

1. Prinsip dasar

2. Riset klinik/ penelitian klinik

3. Penelitian non klinik

Garis besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan

FDA sebagai berikut:

A. PROTOKOL

1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak air herba pegagan terhadap

bioavailabilitas tablet ibuprofen.

2. Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan design cross

over menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan.

3. Kriteria pemilihan subjek

Hewan uji yang digunakan adalah kelinci jantan galur lokal dengan berat

badan 1,5-1,8 kg.

4. Kriteria pengeluaran objek

-

5. Macam cuplikan biologis

a. Waktu-waktu pengambilan

Page 2: Makalah Ibuprofen

Penelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan Cross over

menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan. Setiap kelinci

mendapatkan perlakuan yang sama. Sampel kontrol diberi tablet

ibuprofen 400 mg,sedangkan sampel perlakuan diberi tablet ibuprofen

bersamaan dengan ekatrak air herba pegagan dengan konsentrasi 25%

b/v,50% b/v,dan 100% b/v. Kemudian diambil darahnya pada jam ke

o,0.5,1,1.5,2,2.5,3,3.5,4,6,8,10. Konsentrasi ibuprofen dalam plasma

diukur menggunakan spektrofotometri.

b. Gambaran cara penanganan cuplikan.

Sebanyak 5 ekor kelinci jantan digunkan sebagai subjek uji.

6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikan

Jalannya penelitian yang pertama dilakukan adalah determinasi tanaman

dan pembuatan ekstrak air herba pagagan. Determinasi tanaman dilakukan

di Lab. Biologi FMIPA universitas Ahmad Dahlan untuk memastikan

tanaman yang digunakan adalah pegagan serta untuk mengetahui jenisnya.

Ekstrak air herba pegagan dibuat dengan cara penyarian dengan maserasi.

Setelah itu dilakukan uji pendahuluan. Uji pendahuluan yang pertama

dengan panjang gelombang maksimal ibuprofen dalam plasma

darah,langkah-langkahnya adalah larutan ibuprofen diambil 100µl

dimasukkan kedalam 900 µl plasma darah,dicampur menggunakan vortex.

Selanjutnya diekstraksi dengan 2 ml kloroform sebanyak 3x,fase

kloroform diambil dan dikumpulkan. Fase kloroform diuapkan sampai

kering,lalu ditambahkan 0,1 N NaoH 4 ml dan digunakan untuk mencari

panjang gelombang maksimal menggunakan spektrofotometri. Uji

pendahuluan yang kedua adalah penentuan persamaan kurva baku

ibuprofen dalam plasma darah,perolehan kembali dan penetuan stabilitas

ibuprofen dalam plasma darah.

Setelah dilakukan uji pendahuluan langkah berikutnya adalah

penentuan parameter bioavailabilitas ibuprofen dalam darah. Penelitian ini

menggunakan 5 ekor kelinci jantan galur lokal (n=5) berat badan 1,5-1,8

kg dengan CV untuk ke 5 kelinci <10% diteliti dengan rancangan cross

over design dengan 4 macam perlakuan. Pada kelinci pertama pada

minggu ke-1 diberi tablet ibuprofen 400 mg(kontrol),pada minggu ke-2

diberi tablet ibuprofen bersamaan dengan 5 ml ekstrak air herba pegagan

Page 3: Makalah Ibuprofen

kadar 25% b/v,minggu ke-3 dengan kadar 50% b/v,pada minggu ke-4

dengan kadar 100% b/v. Pada kelinci kedua pada minggu pertama diberi

tablet ibuprofen bersamaan dengan 5 ml estrak air herba pegagan kadar

25% b/v,pada minggu ke-2 dengan kadar 50% b/v,pada minggu ke-3

dengan kadar 100% b/v,pada minggu ke-4 diberi tablet ibuprofen

400mg(kontrol). Pada kelinci ketiga pada minggu ke-1 diberi tablet

ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan dengan kadar 50%

b/v,pada minggu ke-2 dengan kadar 100% b/v,pada minggu ke-3 diberi

tablet ibuprofen 400 mg (kontrol),pada minggu ke-4 dengan kadar 25%

b/v. Pada kelinci keempat pada minggu ke-1 diberi tablet ibuprofen

bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan dengan kadar 100% b/v,pada

minggu ke-2 diberi tablet ibuprofen 400 mg,pada minggu ke-3 dengan

kadar 25% b/v,pada minggu ke-4 dengan kadar 50% b/v. Pada kelinci

kelima perlakuannya sama dengan kelinci ke-1. Selanjutnya kadar

ibuprofen dalam darah ditentukan dengan menggunakan garis regresi linier

dari kurva baku. Parameter bioavailabilitas meliputi tmax,Cpmax,yang

diperoleh dari grafik AUC yang diperoleh dengan metode trapezoid

7. Pertimbangan etik

a. Formulir persetujuan dari subjek

-

b. Tindakan darurat

-

B. DATA

1. Laporan khusus

2. Tindakan darurat

3. Data analisis dan cuplikan biologic

C. HASIL

1. Ringkasan data subjek secara individu

Parameter bioavailabilitas meliputi tmaxCpmax,dan AUC0-8 yang ditentukan

dengan metode trapezoid.

Page 4: Makalah Ibuprofen

Hasil percobaan memperlihatkan harga tmax ibuprofen pada kontrol dan

semua perlakuan hampir sama. Uji Kruskal walls menghasilkan nilai

signifikansi untuk harga tmax lebih besar dari 0,05,maka dapat diambil

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan tmax pada tiap perlakuan.

Pemberian tablet ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan mengalami

peningkatan nilai Cpmax bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai Cpmax

ibuprofen terbesar diperoleh dari perlakuan pemberian tablet ibuprofen

bersama ekstrak air pegagan 100% b/v. Uji LSD membuktikan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara perlakuan kontrol dan pemberian

bersama tablet ibuprofen dengan ekstrak air herba pegagan 25% b/v,tetapi

ada perbedaan signifikan antara perlakuan kontrol dan pemberian bersama

dengan ekstrak air herba pegagan 50% b/v dan 100% b/v.

Nilai Auc terkecil diperoleh dari perlakuan kontrol,yaitu 1161,78

µg/ml.jam dan nilai AUC terbesar diperoleh dari perlakuan pemberian

bersama ekstrak air pegagan 100% b/v yaitu 1737,04 µg/ml. Nilai AUC

ibuprofen meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak air

herba pegagan karena kadar zat aktif yang dikandung juga lebih banyak.

Akan tetapi,nilai AUC perlakuan pemberian bersama ekstrak air herba

pegagan 50% b/v lebih kecil dibandingkan perlakuan pemberian 100%

b/v,hal ini memungkinkan adanya variasi biologis dari setiap kelinci.

2. Analisis statistic bersama ringkasan statistiknya

Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara perlakuan kontrol dan pemberian bersama tablet ibuprofen dengan ekstrak air

Page 5: Makalah Ibuprofen

herba pegagan 25 %b/v dan 50 %b/v, tetapi ada perbedaan yang signifikan antara

kontrol dan pemberian bersama dengan ekstrak air herba pegagan 100 %b/v. Hasil

penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh Priyanto, dkk (2011) bahwa tablet

ibuprofen yang diberikan bersamaan dengan air perasan temulawak dapat

mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen dalam darah.

Tetapi pengaruhnya berbeda, ekstrak air pegagan cenderung mengakibatkan

AUC dan Cpmaks ibuprofen meningkat sedangkan air perasan temulawak

mengakibatkan penurunan parameter AUC dan Cpmaks serta terjadi perubahan pada

nilai tmaks. Hasil yang tidak sejalan ini, kemungkinan disebabkan adanya perbedaan

senyawa yang terkandung di dalam air perasan temulawak, perbedaan dosis ibuprofen

yang diberikan dan perbedaan metode penelitian yang digunakan, serta perbedaan

subyek penelitian. Penelitian Priyanto, dkk menggunakan tikus sebagai subyek

penelitian sedangkan dalam penelitian ini menggunakan subyek uji kelinci.

3. Perbedaan yang dapat terdeteksi pada α=0,05 dengan kekuatan =0,80

Indeks terapi ibuprofen dalam darah pada manusia yaitu pada kadar10-50 μg/ml dan kadar

toksik > 100μg/ml (Davies, 1998), sedangkan pada penelitian ini kadar maksimum ibuprofen

dalam darah pada berbagai perlakuan begitu bervariasi, kadar maksimum ibuprofen pada

keempat kelompok perlakuan berada di luar indeks terapi ibuprofen dan bahkan melebihi

kadar toksik dari ibuprofen, untuk kontrol sebesar 185,902 μg/ml, perlakuan pemberian tablet

ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan 25 %b/v sebesar 201,466 μg/ml,

perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan 50 %b/v

Page 6: Makalah Ibuprofen

sebesar 248,316 μg/ml, dan perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak

air herba pegagan 100 %b/v sebesar 287,692 μg/ml, hal ini terjadi tentunya karena penelitian

ini menggunakan subyek penelitian yang berbeda, yaitu menggunakan kelinci dimana

memiliki volume distribusi yang lebih kecil daripada manusia, sehingga kadar ibuprofen

dalam darah pun menjadi tinggi berada di luar indeks terapi dan bahkan melebihi kadar

toksiknya dalam darah, faktor lain pun ikut menentukan hasil penetapan kadar ibuprofen

dalam darah, seperti metode pengukuran yang digunakan dan formulasi dalam sediaan (Hetal

et al., 2010).

D. RINGKASAN DAN KESIMPULAN

1. Penggunaan tablet ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan dapat

meningkatkan nilai Cpmax dan AUC,tetapi tidak ada pengaruh terhadap

nilai tmax.

2. Penggunaan ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan 50% b/v dan

100% b/v secara signifikasi mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen

dalam darah.

III. DISKUSI AWAL

1. Apa yang dimaksud dengan uji bioavailabilitas dan uji bioekuivalensi?

Jelaskan!

Jawaban :

Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk

obat yang mencapat/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif

setelah pemberian produk obat tersebut,diukur dari kadarnya dalam darah

terhadap waktu atau dari eskresinya dalam urin.

Bioekuivalensi adalah ekivalensi farmasetik atau alternatif adalah suatu

sediaan yang laju dan jumlah absorbsinya tidak berbeda secara bermakna

apabila diberikan dalam dosis dan kondisi percobaan yang sama.

2. Bagaimana pedoman penelitian bioavailabilitas yang diatur oleh BPOM,

meliputi:

A. Protokol

1. Tujuan penelitian

Page 7: Makalah Ibuprofen

Umum : untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat

yang beredar

Khusus :

- Untuk menjamin produk obat “copy” yang akan mendapat izin edar

bioekivalen dengan produk obat inovatornya

- Yntuk menetukan bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat

kimia baru,serta bioekuivalensi zat tersebut dalam formulasi untuk

uji klinik dan dalam produk yang akan dipasarkan.

2. Rancangan penelitian

Untuk membandingkan 2 produk obat, dilakukan studi varians residual

pada ANOVA untuk desain menyilang 2-way (2 periode untuk

pembeian 2 produk obat pada setiap subyek).

Validasi metode bioanalitik harus dilakukan sesuai dengan pedoman

validasi metode bioanalitik dari US FDA untuk industri.

3. Kriteria pemilihan subjek

- Sukarelawan sehat ( untuk mengurangi variasi antara subyek);

- sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan

risiko pada wanita usia subur)

- umur antara 18-55 tahun;

- berat badan dalam kisaran normal :

(IMT = BB (kg) = 18-25)

TB2 (m)

- Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku

(hematologi rutin, fungsi hati, fungsi ginjal,gula darah dan

urianalisis),riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik;

- Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum, selama

dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas terapi dan

profil keamanan obat yang diteliti. Misalnya, untuk obat dari

kelas fluorokuinolon yang di ketahui dapat memperpanjang

interval QT, harus dilakukan pemeriksaan EKG.

Page 8: Makalah Ibuprofen

- Sebaiknya bukan perokok . jika perokok sedang (kurang dari

10 batang sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya

pada hasil studi harus didiskusikan;

- Tidak mempuyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau

penyalagunaan obat.

- Tidak kontra indikasi atau hypersensitive terhadap obat yang

diuji.

- Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada

sukarelawan sehat (misal: sitokstatik, antiaritmia), maka

digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai.

- Uji serologis terhadap hepatitis B (HBsAg) Hepatitis C (anti-

HCV) dan HIV (anti-HIV) optinal B.

4. kriteria pengeluaran subjek

Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas (BA) komparatif

yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji

(suatu produk obat “copy”) dengan produk obat innovator/

pembandingnya. Caranya dengan membandingkan profil kadar obat

dalam darah urin antara produk- produk obat yang dibandingkan pada

subyek manusia. Karena itu desain dan pelaksanaan studi BE harus

mengikuti pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk

harus lolos kaji etik.

5. Macam cuplikan biologis

a. Waktu-waktu pengambilan

Pemberian produk obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar

efek urutan (order effect) maupun efek waktu (period effect), bila ada

dibuat seimbang.

Kedua perlakuan dipisahkan oleh period washout yang cukup untuk

eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari 5x

waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika mempunyai

metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang. Jika obat

mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subjek,

periode washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan

Page 9: Makalah Ibuprofen

kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Karena

itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang (> 24

jam ), dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok parallel.

b. Gambaran cara penanganan cuplikan.

Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabelitas

berbagai factor yang terlibat kecuali produk yang diuji.

- Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk, minimal

10 jam. Untuk studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan

pada malam terakhir sebelum pengambilan darah keesokan

harinya.

- Jika obat harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi

efek samping saluran cerna, maka studi BE harus dilakukan

bersama makanan standar.

- Volume air yang diminum bersama produk harus konstan

( antara 150-200 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan

lambung

- Semua makanan dan minuman yang telah dikomsumsi setelah

pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu

pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah:

Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2

jam sesudah pemberian produk.

Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah

pemberian produk.

- Subjek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat

bebas dan obat tradisioanal) selama beberapa waktu sebelum

penilitian (minimal 1 minggu) dan selama penilitian. Dalam

keadaan darurat, pengunaan obat apapun harus dilaporkan

(dosis dan waktu pengunaan)

- Subjek tidak mengkomsumsi makanan dan minuman yang

dapat berinterksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati

atau ginjal ( missal merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola,

coklat atau jus buah) selama 2.4 jam sebelum penilitian dan

selama periode pengambilan sampel darah.

Page 10: Makalah Ibuprofen

- Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandadisir

sepanjang hari penilitian karena akan mempengaruhi

motilitas dan aliran darah saluran cerna.

6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikan

a. Uji disolusi in vitro

Pengambilan sampel darah

- Dalam keadan normal harus digunakan sampel darah,

meskipun sampel urin juga dapat digunakan;

- Biasanya kadar obat atu metabolit diukur dalam serum

atau plasma. Dalam keadaan tertentu, kadar obat di ukur

dalam darah (missal sulfa);

- Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu

sehinga dapat menggambarkan fase-fase absorpsi,

distribusi, dan elminasi obat;

- Untuk kebanyakan obat diperlukan 12-18 sampel darah

yakni:

1 sampel sebelum obat: pada waktu nol (t0)

2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax)

4-6 sampel sekitar (Cmax)

5-8 sampel setelah (Cmax), sampai sedikitnya 3 atau

lebih waktu paruh eliminasi obat dalam plasma (≥ 3x

t1/2 )

- Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas area dibawah kurva kadar obat terhadap

waktu ) sedikitnya 80% dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak terhingga.

- Estimasi waktu paruh eliminasi harus diperoleh dari sedikitnya 3-4 sampel selama

fase log linear terminal.

- Untuk obat atu metabolit aktifnya yang mempunyai waktu paruh eliminasi (t1/2 )

yang panjang (<24 jam), sampel darah harus diambil sampai sedikitnya 72 jam jika

variabelitas intra-subyek kecil,atau lebih lama jika variabilitas intra-subyek besar;

- Pada studi keadaan tunak, untuk obat dengan kronofarmakologi , jika ritme sirkadian

diketahui mempengaruhi bioavabelitas, maka sampel darah harus diambil selama 1

siklus 24 jam penuh.

Page 11: Makalah Ibuprofen

Pengambilan sampel urin (untuk kasus-kasus tertentu)

- Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat

dideteksi dan eliminasi obat s dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar

(>40%)

- Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3x waktu paruh

eliminasi obat (3x t1/2 ) untuk studi selama 24 jam, waktu sampling biasanya 0-2, 2-4,

4-8, 8-12 dan 12-24 jam, volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan

dilaporkan.

- Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang disekresi dalam urin terhadap waktu.

Kadar yang diukur

- Kadar yang diukur dalam plasma/serum biasanya senyawa induk. Jika hal ini

tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam

biologic, atau waktu paruhnya terlalu pendek), maka dalam hal ini diukur

metabolit utamanya;

- Pengukuran hasil biotransformasi harus dilakukan jika senyawa induknya

berupa prodrug;

- Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna

terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear,

maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit

aktifnya, dan dievaluasi secara terpisah.

- Untuk produk obat berupa zat chiral, pengukuran kadar dengan metode

bioanalitik yang non-stereoselektif saat ini dapat diterima untuk studi BE.

Cara pengukuran yang stereoselektif lebih baik jika ke-2 enansiomer

mempunyai farmakokinetik yang nonlinear. Dalam hal ini diukur enansiomer

yang memiliki aktivitas lebih tinggi.

- Untuk produk obat yang mengandung banyak zat berefikasi, kuantifikasi

semua zat berefikasi tidak diperlukan, cukup beberapazat yang dapat

menunjukkan jumlah dan kecepatan absorpsi. Pemilihan marker ini perlu

ditentukan untuk setiap kasus. Jika pendekatan farmakokinetik in vivo tidak

dapat dilakukan, lakukan cara in vitro, jika inipun tidak dapat, terpaksa

dilakukan dengan cara farmakodinamik atau klinik.

b. Parameter bioavailabilitas

Page 12: Makalah Ibuprofen

Pada studi bioavailabilitas (BA), bentuk dan luas area dibawah

kurva kadar plasma darah terhadap waktu, serta profil eksresi ginjal

kumulatif dan kecepatan ekskresi digunakan untuk menilai jumlah

dan kecepatan absorpsi.

1. Parameter bioavailabilitas dari sampel darah

Untuk studi dosis tunggal

- AUCt = area dibawah kurva kadar obat (atau metabolit) dalam

plasma (atau serum atau darah) terhadap waktu dari waktu 0

sampai waktu terakhir kadar obat diukur-dihitung secara

trapezoidal.

- AUCoo= AUC dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga

= AUCt + Ct / Ke menggambarkan jumlah obat yang

bioavailabel.

- Cmax = kadar puncak ( maksimal) obat (atau metabolit) dalam

plasma (atau serum atau darah) yang teramati.

- tmax = waktu sejak pmberian obat sampai dicapai Cmax

- t1/2 = waktu paruh paru obat (atau metabolit) dalam plasma (atau

serum atau darah)

AUCoo dan Cmax merupakan parameter yang paling relevan untuk

penilaian BE. AUCt paling dapat dipercaya untuk menggambarkan

besarnya absorpsi (jumlah obat yang bioavailabel).

Untuk studi kadar tunak

- AUC = AUC selama satu interval dosis (£) pada keadaan tunak

- Cmin = kadar minimal onat (atau metabolit) dalamplasma (atau

serum atau darah), yakni kadar pada akhir interval dosis

- Cmax = kadar maksimal obat dalam pasma yang teramati

- Cav = kadarrata-rata selama satu interval dosis

- Fluktuasi = (Cmax - Cmin) / Cav

- Swing = (Cmax - Cmin) / Cmin

2. Parameter bioavailabilitas dari sampel urin

Untuk studi dosis tunggal

Page 13: Makalah Ibuprofen

- Aet = jumlah kumulatif obat utuh (atau metabolit) yang

dikeluarkan atau ditemukan dalam urin dari waktu 0 sampai

waktu terakhir kadar diukur

- Aeoo = Aedari waktu 0 sampaiwaktu tidak terhingga, diperoleh

dengan cara ekstrapolasi

= jumlah obat maksimal yang dieksresi dalam urin –

sebanding dengan jumlah obat yang bioavailabel

- dAe / dt = kecepatan ekskresi obat dalam urin

- (dAe / dt) max = kecepatan maksimal ekskresi obat dalam urin –

terjadi padawaktu tmax (plasma) dan besarnya sebanding dengan

Cmax (plasma), sehingga besarnya bergantung pada jumlah dan

kecepatan absorpsi.

Aeoo dan (dAe / dt) max merupakan parameter yang paling relevan

untuk penilaian BE. Aet paling dapat dipercaya untuk

menggambarkan besarnya absorpsi (jumlah obat yang

bioavailabel).

Untuk studi kadar tunak

- Aet = Ae selama satu interval dosis (£) pada keadaan tunak.

7. Pertimbangan etik

Oleh karena studi BA/BE dilakukan pada subyek manusia (suatu uji klinik) maka protokol studi harus lolos kaji etik. Terlebih dahulu sebelum studi dapat dimulai.

B. Data

Sumber Variasi Degrees of Sum of Mean F

Freedom squares square

(df) (SS) (MS)

= SS/df

Page 14: Makalah Ibuprofen

Inter- Subyek n-1

- Urutan (Sequence) (2-1)=1 SSseq MSseq

MSseq/MSResid (suby)

- Residual (Suby) n-2 SSResid (suby) MSResid(suby)

MSResid (suby)/MSResid

Intra- Subyek

- Produk obat (2-1)=1 SSProd MSProd

MSProd/MSResid

- Periode (2-1)=1 SSPeriod MSPeriod

MSPeriod/MSResid

- Residual n-2 SSResid MSResid

Total 2n-1 SStotal

CV Intra- Subyek = √MSResid x 100%

Hasil berikut juga harus dipersentasikan :

Perbedaan (different) = rata-rata In T- rata-rata In R

SEdiff = √Msresid x 2/n

C. Analisis hasil

Page 15: Makalah Ibuprofen

Tujuan utama penilaian biokivalensi adalah untuk menghitung perbedaan

biovailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ayng bermakna secara klinik.

Jika pada t0 ditemukanobat dengan kadar ≤ 5% Cmax maka data dari

subyek ini dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian.

Tetapi jika C0 ini ≥ 5% Cmax, maka subyek ini harus dikeluarkan dari

analisis.

Jika subyek muntah pada atau sebelum 2x median tmax pada studi BE untuk

produk lepas cepat, maka data subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.

Padastudi BE untuk produk lepas lambat, data subyek yang muntah kapan

saja harus dikeluarkan.

Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuan jika tidak ada alas

an yang kuat bahwa telah terjadi kesalahan teknis. Analisis data harus

dilakukan dengan dan tanpa nilai-nilai tersebut dan harus dikaji

dampaknya terhadap kesimpulan studi. Harus dicari penjelasan medis atau

farmakokinetik untuk observasi demikian.

Analisis statistic

a. Dari data darah

- Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk

penilaian bioekivalensi adalah AUC, Cmax dan tmax

- Cara menghitung AUC0 ->t ; AUCo -> oo ; ke, t1/2

- Data yang bergantung pada kadar, yakni AUC dan Cmax,

harus ditransformasi logaritmik (In) terlebih dulu sebelum

dilakukan analisis statistic karena kinetic obat mengikuti

kinatik first order sehingga dalam skala logaritmik akan

diperoleh distribusi yang normal dan varians yang ho,ogen.

Selanjutnya nilai rasio rata-rata geometric T/R = anti In

difference x 100%

(90% CI) = difference ± t0.10 (n-2) x SEdiff

(90% CI) = anti In (90% CI)diff x 100%

- Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistic

deskriptif. Jika perlu dibandingkan, digunakan

statistic non-parametik pada data yang asli (tidak

ditransformasi), dengan α = 5% ;

Page 16: Makalah Ibuprofen

- Untuk ke-3 parameter tersebut di atas, selain

dihitung 90% confidence intervals (90% CI) untuk

perbandingan ke-2 produk, juga dihitung statistic

ringkasan seperti nilai rata-rata (arithmetic &

geometric, untuk AUC dan Cmax) atau median (untu

tmax), serta nilai-nilai minimum dan maksimun ;

- Untuk parameter-parameter lainnya seperti Cmin,

fluktuasi, t1/2, dsb., berlaku pertimbangan-

pertimbangan yang sama untuk menggunakkan data

yang ditransformasi logaritmik (In) atau yang

ditransformasi.

b. Dari data urin

- Parameter yang dibandingkan adalah Ae dan

(dAe/dt)max.

D. Ringkasan dan kesimpulan

3. Apa definisi bioavailabilitas relative dan absolute?

Bioavailabilitas relative adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat

dibandingkan terhadap suatu standart yang diketahui.

Bioavailabilitas absolut adalah bila dibandingkan dengan sediaan intravena

yang bioavailabilitasnya 100%.

4. Jelaskan kriteria standart pembanding produk obat!

Jawaban :

Produk obat yang inovator yang telah diberi izin pemasaran di indonesia

berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi,keamanan

dan mutu. Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh

Badan POM. Hanya saja jika produk obat inovator tidak dipasarkan di

indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar

dipasar,maka dapat digunkan produk obat inovator dari primary market.

5. Apa saja parameter bioavailabilitas? Jelaskan!

a. Data plasma

- Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmax)

Page 17: Makalah Ibuprofen

- Konsentrasi plasma puncak (Cp max)

- Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)

b. Data urin

- Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)

- Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)

- Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t∞)

c. Efek farmakologik akut

d. Pengamatan klinik

6. Apa kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekuivalensi in vivo dan

tidak perlu uji bioekuivalensi in vivo?

Jawaban :

Yang memerlukan uji in vivo :

a. Produk obat lepas cepat yang bekerja sistemik,jika memenuhi satu atau

lebih kriteria berikut ini :

- obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons

terapi yang pasti (critical use drugs), misal : antituberkulosis,

antiretroviral, antimalaria, antibakteri, antihipertensi,

antiangina,obat gagal jantung, antiepilepsi, antiasma.

- batas keamanan/indeks terapi yang sempit; kurva dosis-respons

yang curam, misal digoksin,antiaritmia,antikoagulan,obat-obat

sitostatik,litium,fenitoin,siklosporin, sulfonilurea, teofilin.

- terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan

obat yang bersangkutan atau obat-obat dengan struktur kimia atau

formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi),

misal :

- absorpsi bervariasi atau tidak lengkap;

- eliminasi presistemik yang tinggi;

- farmakokinetik nonlinear;

- sifat-sifat fisiokimia yang tidak menguntungkan

(misal : kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil,

dsb.).

- eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi

bioekivalensi

Page 18: Makalah Ibuprofen

b. Produk obat non oral dan non parenteral yang didesain untuk bekerja

sistemik,misal : sediaan transdermal,supositoria,permen karet nikotin,gel

testosteron dan kontraseptif bawah kulit.

c. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik.

d. Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah

satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo.

e. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik (oral, nasal,

okular, dermal, rektal, vaginal,dsb.) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal

(tidak untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi

harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik,

dermatofarmakokinetik komparatif dan/atau studi in vitro.Pada kasus-

kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam darah masih diperlukan

dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorpsi yang tidak

diinginkan.

Yang tidak memerlukan uji in vivo

a. Produk obat (a) merupakan larutan yang ditujukan hanya untuk pemakaian

intravena dan (b) mengandung bahan aktif atau bagian terapetik yang

dicampur dengan pelarut yang sama dan dalam konsentrasi yang sama

sebagaimana dalam suatu larutan intravena yang merupakan sediaan baru

yang telah disetujui pemakaiannya.

b. Produk obat merupakan preparat yang dipakai secara topikal misal suatu

krem,salep atau gel yang ditunjukkan untuk pengobatan setempat(lokal).

c. Produk obat bentuk sediaan oral yang tidak ditujukan untuk

diabsorbsi,misal antasid atau media “radiopaque”.

d. Produk obat yang memenuhi kedua kondisi berikut:

- Diberikan secara inhalasi sebagai gas atau uap,misal suatu anastesi

medicinal atau anastesi inhalasi.

- Mengandung bahan obat aktif atau bagian terapeutik dalam bentuk

sediaan yang sama seperti produk obat yang telah disetujui

pemakaiannya.

e. Produk obat memenuhi semua kriteria berikut:

- Merupakan larutan oral,eliksir,sirup,tingtur atau bentuk terlarut

yang lain.

Page 19: Makalah Ibuprofen

- Mengandung bahan obat aktif atau bagian yang berkhasiat dalam

konsentrasi yang sama seperti produk obat yang telah disetujui

pemakaiannya.

- Tidak mengandung bahan inaktif yang diketahui mempengaruhi

absorbsi bahan obat aktif atau bagian terapetik secara bermakna.

7. Apa kriteria produk obat yang hanya memerlukan uji bioekuivalensi in vitro?

Jawaban :

a. Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo

b. Produk obat “copy” yang hanya berbeda kekuatan– uji disolusi terbanding

dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan

perbandingan profil disolusi.

- Tablet lepas cepat

- Produk obat “copy” dengan kekuatan berbeda, yang dibuat oleh

pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama, jika :

semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif

yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat

poten ( sampai 10 mg per satuan dosis), zat inaktifnya sama

banyak untuk semua kekuatan;

studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu

kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk

alasan keamanan dipilh kekuatan yang lebih rendah);

profil disolusinya mirip antar kekuatan, f2 > 50

- Kapsul berisi butir-butir lepas lambat

Jika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yang

mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi (f2 > 50)

dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup.

- Tablet lepas lambat

Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda

kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis

sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per

satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai

mekanisme pelepasan obat yang sama,kekuatan yang lebih rendah

Page 20: Makalah Ibuprofen

tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi

yang mirip, f2 > 50, dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1.2 dan

7.5) dengan metode uji yang direkomendasi.

c. Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik (Biopharmaceutic

Classification System = BCS) dari zat aktif* serta karakteristik disolusi**

dan profil disolusi *** dari produk obat.

Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk

produk obat oral lepas cepat yang disebutkan dalam butir diatas.

8. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi terbanding? Apa tujuan dilakukan uji

tersebut?

Uji disolusi terbanding (terkait dengan bioekivalensi).

Uji ekivalensi in vitro dilakukan dengan uji disolusi terbanding, sebagai uji

pendahuluan untuk memprediksi bioavailabilitas dan bioekivalensi produk

obat (BPOM, 2004).

Uji disolusi terbanding (IN VITRO) dalam uji bioekivalensi dapat dilakukan

secara komparatif terhadap produk pembanding. Penilaian berdasarkan

kemiripan (similarity), produk pembanding umumnya adalah produk

innovator. Uji disolusi terbanding sebagai data pelengkap uji bioekivalensi

yaitu pengawasan mutu produksi rutin.

Uji disolusi terbanding yang diharuskan sebagai pengganti uji bioekivalensi

(biowaiver), uji disolusi terbanding sebagai pendekatan/pengembangan

formulasi untuk mendapatkan produk copy yang bioekivalen.

IV. TUGAS (KAJIAN JURNAL)

a. Analisa penilitian bioavailabilitas (BA), yaitu untuk menganalisis produk yang

mengandung zat kimia baru. Suatu zat kimia baru yang di tujukan untuk

bekerja sistemik, availabilitas sistemiknya harus ditentukan dengan

membandingkannya terhadap sediaan intavena (bioavailabilitas absolute). Jika

tidak memungkinkan (karena alas an teknis atau keamanan), maka

bioavailabilitas relatif terhadap larutan atau suspensi oral harus ditentukan.

Dalam hal prodrug, larutan intravena pembanding harus terbuat dari zat

aktifnya.

Page 21: Makalah Ibuprofen

b. Analisis bioekivalensi selama perkembangannya, studi bioekivalensi

diperlukan sebagai studi yang menjembatani antara formulasi untuk uji klinik

dan produk obat yang akan dipasarkan.

V. DISKUSI AKHIR

_

VI. PUSTAKA

Shargel, L. dan Yu, A.B.C., 1999, applied biopharmaceutics and

pharmacokinetics, 4 thEd, Appleton-Century-Croftsm Norwalk.

BPOM, 2000, Pedoman bioekivalensi

Bushra, and Aslam, 2010, Clinical Pharmacology of Ibuprofen, Oman Medical

Journal, 25(3):155-161.

Health-Canada. Guidance for industry : conduct and analysis of bioavailability

and bioequivalence studies – part A : oral dosage formulations used for systemic

effects. Ottawa, Ontario; Health procucts and food branch, Miniastry of Health,

Canada;1992.