makalah ilmu daging
TRANSCRIPT
MAKALAH
ILMU DAN TEKNOLOGI DAGING
“Metode Proses Termal, Dehidrasi, Pengasapan, Dan Perlakuan Kimia’’
OLEH:
MUJIANTO
L1A1 12 104
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
diajukan untuk memenuhi nilai mata kuliah ILMU DAN TEKNOLOGI DAGING .
Shalawat serta salam semoga dilimpah curahkan kepada nabi besar Muhammad SAW
.
Harapan saya dalam pembuatan makalah ini , agar makalah ini dapat menjadi
satu acuan yang dapat memberikan wawasan baru kepada pembaca tentang
METODE PROSES TERMAL, DEHIDRASI, PENGASAPAN DAN PERLAKUAN
KIMIAWI. Serta tak lupa hanturan maaf bila terdapat penulisan ataupun kata kata
yang kurang berkenan .Kritik dan saran sangat saya harapkan untuk lebih
menyempurnakan makalah ini .
Kendari , Maret 2015
Mujianto
DAFTAR ISI
Halaman Judul / Cover.....................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................
BAB I Pendahuluan..........................................................................................
1.1 Latarbelakang................................................................................
1.2 Rumusan masalah..........................................................................
1.3 Tujuan Dan Manfaat.....................................................................
BAB II Pembahasan
2.1 Proses termal (pengawetan) ………………......................................
2.2 Proses Dehidrasi ……………………………………………….……
2.3 Proses Pengasapan…………………………………………………...
2.4 Proses Perlakuan Kimiawi………………………………………….
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ........................................................................................
Daftar pustaka......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan pasca panen baik dari hasil pertanian maupun peternakan yang
masih segar, rentan terhadap kontaminasi dan pembusukan mikroba. Oleh karena
sebab itu bahan pangan memiliki daya simpan yang relatif pendek. Secara
keseluruhan bahan pangan merupakan perishable food. Dimana bahan pangan mudah
mengalami kerusakan, sehingga diperlukan pengolahan lanjutan salah satunya adalah
pengawetan yang bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga
memperpanjang daya simpan, munurunkan jumlah mikroba dalam bahan pangan, dan
untuk sebagai tuntutan akan mutu produk pangan yang baik bagi konsumen. Namun
demikian metode pengawetan tidak selalu dapat mempertahankan kualitas asal bahan
pangan atau kandungan gizi dari komoditas yang diawetkan. (Saleh, 2004)
Produk pangan dapat diawetkan secara termal maupun nontermal. Sebagian
besar proses pengawetan produk pangan melibatkan panas, proses pemanasan
tersebut selain menginaktivasi mikroba dan mempengaruhi mutu. Produk pangan
olahan mengalami berbagai perubahan dari bahan pangan segarnya sehingga
mengakibatkan perubahan kenampakan, cita rasa, tekstur dan kandungan zat gizi.
Metode pengawetan pangan secara nontermal saat ini terus dikembangkan sebagai
alternatif atau untuk melengkapi pengawetan pangan konvensional atau tradisional.
Tujuannya yaitu paling tidak menghilangkan atau meminimumkan penurunan mutu
akibat pengolahan termal. (Estiasih, 2009)
Metode tambahan telah dikembangkan untuk memproses produk daging dan
kontrol pertumbuhan mikroorganisme, Meskipun pengembangan teknologi
pengolahan nonthermal semakin maju, seperti iradiasi dan pengolahan tekanan
tinggi, tetapi pengolahan dengan panas terus menjadi pilihan untuk meningkatkan
karakteristik produk daging, termasuk keamanan dan kualitas. Bahkan, perlakuan
panas yang dirancang khusus untuk mematikan bakteri patogen yang merupakan titik
kritis kontrol dalam pengolahan makanan dan secara fundamental penting untuk
menjamin umur simpan dan keamanan makanan olahan termal dari mikroba.
Melalui sejarah, kemajuan telah dibuat pada pengembangan teknik dan
teknologi untuk mempersiapkan produk dengan karakteristik tertentu berdasarkan
bahan baku yang digunakan (spesies daging, bagian hewan yang digunakan, seperti
rahang babi, penyegaran, dll), bahan yang digunakan (rempah-rempah, penggunaan
asap, penambahan air, fungsional bahan lainnya, seperti fosfat, nitrit, erythorbate,
dll), dan teknik pengolahan yang digunakan (fermentasi / pengasaman, aplikasi
proses termal, pengeringan, pendinginan, dll). Sementara kemajuan signifikan telah
terbentuk pada masing-masing kategori dalam hal memahami perilaku otot dan
protein otot, bahan yang digunakan dalam pengolahan, dan teknologi pengolahan,
pengolahan daging, khususnya pengolahan termal produk daging, masih tetap
merupakan bentuk seni.
Kajian tentang pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal
terutama memfokuskan pada aplikasi panas untuk membunuh atau menginaktif-kan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan dan berbahaya
bagi kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan proses
pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metode dalam Proses Termal pada makanan ?
2. Bagaimana pengaruh Tehnik Pemanasan Dehidrasi terhadap makanan?
3. Bagaimana pengaruh Tehnik Pengasapan terhadap hasil dari makanan?
4. Bagaimana dampak dari perlakuan kimiawi terhadap makanan ?
1.3 Tujuan
Setelah mempelajari atau memahami tentang isi dari makalah ini diharapkan
pembaca dapat mengetahui tentang :
1. Metode dalam Proses Termal pada makanan.
2. Pengaruh Tehnik Pemanasan ( Dehidrasi ) terhadap makanan.
3. Pengaruh Tehnik Pengasapan terhadap hasil dari makanan.
4. Dampak dari perlakuan kimiawi terhadap makanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses termal (pengawetan)
Perlakuan termal adalah metode yang dipergunakan untuk membunuh
mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme toksigenik di dalam daging atau
daging proses. Jumlah panas yang digunakan pasa preservasi atau daging proses ada
dua macam yaitu pemanasan sedang atau moderat temperature produk mencapau
580C-750C dan pemanasan pada temperatur tinggi, yang biasanya lebih tinggi dari
1000C.
Jenis Pengolahan Thermal
a. Pengolahan Thermal Secara Kering
Sumber panas dalam kategori ini termasuk dalam oven udara panas, minyak
goreng dalam produk, dan permukaan panas pada penggorengan produk. Udara panas
bisa mencapai hingga 200°C, memungkinkan transfer panas yang signifikan terhadap
produk. Namun, laju perpindahan panas selama penggorengan lemak lebih besar
karena media minyak memungkinkan transfer panas yang lebih baik bila dipanaskan
pada suhu antara 150 and 190 °C.
b. Pengolahan Thermal Secara Lembab
Sumber panas yang biasanya media panas cair, seperti air atau uap. pemanasan
air bisa mencapai hingga 100°C (titik didih), menunjukkan perpindahan panas yang
signifikan terhadap produk. Perlakuan panas lembab di lingkungan tertutup
memungkinkan suhu ruang dari 120-125°C, mengubah karakteristik produk. Suhu
tinggi yang diamati dalam proses seperti pengalengan, pemasakan, dan tekanan
memasak. Memasak pada suhu gelatinisasi lebih tinggi menyebabkan kolagen, karena
itu perlu memodifikasi karakteristik produk daging yang kaya kolagen. Memasak
dengan Uap dapat mencapai suhu pemanasan 100 ° C, namun perpindahan panas
lebih baik dari suhu panas air, karena panas laten dari uap kondensasi membantu
dalam pemanasan produk.
c. Pengolahan Menggunakan Microwave
Pengolahan menggunakan microwave didasarkan pada penggunaan spektrum
elektromagnetik. Frekuensi yang biasa digunakan untuk pemanasan microwave antara
915 dan 2450 MHz, dengan panjang gelombang dari 32,8 cm dan 12,25. Suhu produk
akhir yang dicapai tergantung pada energi yang diberikan dan biasanya tidak lebih
tinggi dari 100° C. Penggunaan 915 MHz menghasilkan produk yang lebih konsisten
terhadap pemanasan, sebagaimana frekuensi ini menghasilkan dua puncak, satu di
permukaan dan satu di tengah. Penggunaan gelombang mikro dalam pengolahan
daging komersial sangat terbatas dan eksklusif digunakan dalam pengolahan daging
siap saji. Keuntungan dari pemanasan microwave meliputi kecepatan, tingkat
selektivitas yang luas, kontrol yang mudah, dan penggunaan energi yang lebih
rendah.
d. Kombinasi Pengolahan Termal
Beberapa proses komersial menggabungkan metodologi termal kering dan
lembab untuk mencapai karakteristik tertentu dalam produk daging. Sebagai contoh,
dalam produksi sosis, tahap awal pemasakan adalah karakteristik dari pengolahan
termal kering, diikuti dengan langkah-langkah di mana uap diinjeksikan untuk
mempercepat proses pemasakan. Produk lain dapat menggunakan panas kering untuk
mengembangkan rasa tertentu, diikuti dengan penggunaan pemasakan lembab untuk
mencapai suhu akhir yang diinginkan untuk menghancurkan mikroorganisme.
2.2 Proses Dehidrasi
proses dehidrasi adalah hilangnya kandungan air dari produk tertentu,
dehidrasi pada ikan terjadi akibat lepasnya air yang terkandung di dalam daging ikan
yang menyebabkan turunya bobot ikan. dehidrasi pada lemak ikan akan menyebabkan
terbukanya struktur jaringan pada ikan yang menyebabkan mudahnya ikan teroksidasi
oleh lingkungan luar. Bila sudah terjadi oksidasi pada ikan maka ikan akan sangat
cepat membusuk.proses dehidrasi pada daging terjadi akibat hilangnya kemampuan
sel ikan dalam mengikat air. cairan pada sel – sel ikan akan terlepas yang
memnyebabkan sel ikan menciut.
Dehidrasi daging mempunyai pengaruh preservatif, karena penurunan
aktivitas air yang relatif rendah, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Produk daging kering mempunyai masa simpan yang relatif lama tanpa penyimpanan
refrigerasi. Produk sosis kering atau agak kering dan sapi kering, misalnya dendeng
telah banyak diproduksi.
Pengeringan dengan menggunakan udara panas banyak dilakukan untuk
produk daging giling (lumat) masak. Faktor yang mempengaruhi kualitas produk
daging kering udara panas ini adalah temperature, ukuran partikel dan gerakan udara
panas. Produk daging kering masih mengandung air kira-kira 5% sampai 6%.
(Soeparno, 1994).
2.3 Proses Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan
asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api
agar tidak terpanggang atau terbakar. Sebelum diasapi, daging biasanya direndam di
dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu direndam lebih dulu di dalam air
garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan digantung di tempat pengasapan yang
biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai kayu asap biasanya dipakai serpihan kayu
yang bila dibakar memiliki aroma harum seperti kayu pohon ek dan bukan kayu yang
memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa ditambahkan rempah-rempah seperti
cengkeh dan akar manis. Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga
agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran
potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila
suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan.
Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar.
Cara pengasapan daging ini tekniknya 2 macam, pengasapan dingin (asap
cair) dan pengasapan panas (tradisional). Meskipun kualitas pengasapan panas lebih
rendah, tetapi cara ini lebih mudah diterapkan pada skala rumah tangga dan industri
kecil. Untuk hasil yang baik biasanya digunakan tempurung kelapa sebagai bahan
bakar dalam pengasapan ini.
Berikut ini dijelaskan tentang cara pengasapan daging tradisional (pengasapan
panas atau kering)
Proses pengasapan daging
1. Pencucian
Daging atau ikan yang akan diolah dicuci terlebih dahulu sampai bersih
kemudian direndam dalam larutan garam konsentrasi rendah selama 10 menit. Setelah
itu ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. Sisa air yang masih menempel akan
menghambat asap melekat secara sempurna pada permukaan daging atau ikan
tersebut
.
2. Pengirisan daging
Irislah daging yang telah bersih dengan mengikuti arah urat otot untuk
mempertahankan bentuk daging yang diasap. Jika yang digunakan adalah daging
ikan, ikan cukup dibelah dan dibuka lebar.Untuk memudahkan saat pengasapan,
sebaiknya pengirisan daging dilakukan dengan pola memanjang.
3. Penyusunan daging
Daging yang telah dipotong disusun menggantung pada rak atau gantungan
kemudian dimasukkan ke dalam lemari pengasapan. Jarak antara satu dengan yang
lain jangan terlalu rapat agar daging dapat terasapi secara merata.
4. Pengasapan daging
Pengasapan dilakukan dengan membakar kayu, tempurung kelapa, atau bahan
sejenis dengan tidak menimbulkan nyala api. Jika dalam proses pembakaran ini
terbentuk api maka suhu akan meningkat secara drastis. Hal ini bisa menyebabkan
bentuk, warna, dan aroma daging asap menjadi tidak menarik. Munculnya api juga
akan lebih cepat menghabiskan bahan bakar tanpa menghasilkan asap yang cukup.
5. Pengemasan
Daging asap yang talah kering dapat disimpan dalam kantong plastik atau
kaleng yang tertutup rapat. Dengan cara pengasapan daging seperti ini, daging bisa
langsung diolah tanpa proses pencucian. Pengasapan ini akan memberikan rasa sejuk
pada mulut serta menguatkan rasa pedas pada hasil olahan. Sedangkan pencucian bisa
menghilangkan aroma dan cita rasa pada daging asap itu sendiri.
2.4 Proses Perlakuan Kimiawi
Pengawetan makanan secara biokimia/kimiawi secara umum ditempuh dengan
penambahan senyawa pengawet, seperti:
penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan
pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi
untuk mencengah kerusakan makanan
pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair atau
mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan
karsinogenik. Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam
seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental
dapat mencegah pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium
propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat
menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa:
1. perlakuan termal adalah metode yang dipergunakan untuk membunuh
mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme toksigenik di dalam
daging atau daging proses.
2. Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah
untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak
dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka
waktu tertentu.
3. proses dehidrasi adalah hilangnya kandungan air dari produk tertentu,
dehidrasi pada ikan terjadi akibat lepasnya air yang terkandung di
dalam daging ikan yang menyebabkan turunya bobot ikan. dehidrasi
pada lemak ikan akan menyebabkan terbukanya struktur jaringan
pada ikan yang menyebabkan mudahnya ikan teroksidasi oleh
lingkungan luar.
4. Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau
proses pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi
dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan
tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau
terbakar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.2012.PengolahanThermalProdukDaging.(Online).
http://bajangkaranggenteng.wordpress.com/2012/02/29/pengolahan-termal-produk-
daging/
Anonimous. 2013. Daging Konsumsi. (Online).
http://saroha2012.blogspot.com/2013/01/daging-konsumsi.html
Muchtadi, Tien R.1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Simanjuntak E, Rivai M. 2009. Deteksi Kebusukan Daging menggunakan Sensor Polimer
Konduktif dan Neural Network. Surabaya: Seminar Nasional Pascasarjana IX – ITS,
ISBN No. 978-979-96565-5-1.
Soeparto. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press.
Supardi I, Sukanto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung
Sutaryo. 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Semarang: Universitas Ponogor