makalah kapita selekta islam
TRANSCRIPT
MAKALAH KAPITA SELEKTA ISLAM
PENGOBATAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah KSI
Disusun oleh :
Debit Budi Pratama
Ety Supriyaningsih (1004015088)
Ricki Crista Candra
Sidik Nurcahyo (1004015244)
Syifa Nasriyah
Kelompok 7
Kelas 7A
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Cover (Halaman Judul) 1
Daftar Isi 2
Kata Pengantar 3
Bab I Pendahuluan 4
Bab II Pembahasan 6
II.1konsep dasar
II.2 ayat hadist yang terkait
II.3 hukum dan tata cara berobat
II.4 metode pengobatan nabi
II.5 analisis metode pengobatan modern dan tradisional dalam islam
Bab III Kesimpulan 20
Daf tar Pustaka
21
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah
akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul pengobatan dalam
pandangan islam. Shalawat serta salam juga tak lupa kami haturkan kepada junjungan Nabi
besar kita, suri tauladan yang telah membawa zaman ini dari yang gelap gulita ke zaman yang
terang benderang seperti sampai sekarang ini, juga kepada para sahabat dan keluarganya yang
insya Allah selalu istiqamah hingga akhir zaman.
Makalah yang kami buat ini merupakan makalah yang akan melampirkan bab atau
masalah mengenai pengobatan dalam pandangan islam. Materi khusus yang akan membahas
mengenai konsep dasar, ayat hadist yang terkait , hukum dan tata cara berobat , metode
pengobatan nabi dan analisis metode pengobatan modern dan tradisional dalam islam.
Makalah ini dibuat tidak hanya untuk kepentingan moril semata, melainkan ini juga
ditujukan untuk seluruh pembaca terutama para mahasiswa yang perlu memahami materi ini
dalam mata kuliahnya maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil
tulisan kami ini tidak mungkin luput dari kekurangan. Dengan semangat amar makruf nahi
munkar dan upaya peningkatan ilmu pengetahuan, kami senantiasa mengharapkan kritik dan
saran dari kalian. Semoga Allah SWT meridhoi hasil tulisan kami ini. Amin ya rabbal
‘alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 5 Desember 2012
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang kaya. Khazanahnya mencakup segenap aspek kehidupan
manusia, termasuk di antaranya masalah kesehatan dan pengobatan. Ilmu pengobatan islam
sebenarnya tidak kalah dengan ilmu pengobatan barat. Contohnya, Ibnu Sina seorang muslim
yang menjadi pionir ilmu kedokteran modern. Ilmu pengobatan islam bertumpu pada cara-
cara alami dan metode ilahiah. Yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi seorang muslim
dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakitnya.
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali akal oleh Allah SWT, di samping
sebagai instink yang mendorong manusia untuk mencari segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk melestarikan hidupnya seperti makan, minum dan tempat berlindung. Dalam mencari
hal-hal tersebut, manusia akan mendapat pengalaman yang baik dan yang kurang baik
maupun yang membahayakan. Maka akal-lah yang mengolah, meningkatkan serta
mengembangkan pengalaman tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Karena itu,
manusia selalu dalam proses mencari dan menyempurnakan hingga selalu progresif. Berbeda
dengan binatang yang hanya dibekali dengan instink saja, hingga hidup mereka sudah terarah
dan bersifat statis. Akal lah yang membentuk serta membina kebudayaan manusia dalam
berbagai aspek kehidupannya termasuk dalam bidang pengobatan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Konsep dasar
Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang
mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh
kepercayaan dan keyakinan, karena manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih
kuat dari dia, baik yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupaun yang tidak dapat
dirasakan dan bersifat ghaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau
agama yang dianut manusia.
Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non medis. Para ahli
berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara
terminologis menjadi 3 pendapat, yaitu :
Pendapat pertama
Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia
dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dnisbatkan oleh para
dokter klasik dan Ibnu Rusyd Al-Hafidz.
Pendapat kedua
Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk
menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit.
Pendapat ketiga
Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan
kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan
mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisi nya tidak sehat. Ini adalah
pendapat Ibnu sina.
Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi
memiliki arti dan kandungan yang berdekatan, meskipun definisi ketiga lah yang memiliki
keistimewaan karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditujukan oleh definisi
pertama dan kedua. Sehingga istilah pengobatan medis dapat disimpulkan sebagai suatu
kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang menggaggu hidup manusia
didasarkan kepada ilmu yang diketahui dengan kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat
dan kondisi menurunnya kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan
mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah
manusia merupakan hasil proses panjang yang diawali secara tradisional hingga menjadi
modern seperti sekarang.
II.2 Ayat Hadist Yang Terkait
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al-Qur’an itu
sendiri diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin.
“Dan kami menurunkan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
mukmin”.(QS Al-Isra’: 82).
Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al-Qur’an yaitu “Asysyifa” yang artinya
secara terminologi adalah obat penyembuh.
“Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu dan sebagai
obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(QS
Yunus:57)
Disamping Al-Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang
keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sumber dari pembuat obat-obatan.
“Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, kurma,
anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.(QS An-Nahl:11).
“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhan-mu yang
telah (dimudahkan bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berfikir”.(QS An-Nahl:69)
II.3 Hukum Dan Tata Cara Berobat
Setiap Penyakit Pasti Memiliki Obat..
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia
akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Hadits Riwayat Muslim)
Menelusuri Ruqyah Syar’iyyah
Merunut sejarahnya, ruqyah merupakan salah satu metode pengobatan yang cukup tua
di muka bumi ini. Dengan datangnya Islam, metode ini kemudian disesuaikan dengan nafas
dan tata cara yang sesuai syariat.Ada akibat tentu dengan sebab. Yang demikian merupakan
ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlaku di jagad raya ini. Memang ini tidak
mutlak terjadi pada seluruh perkara. Namun mayoritas urusan makhluk tak lepas dari hukum
sebab dan akibat. Hukum ini merupakan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lengkap
dengan kebaikan. Makhluk mana pun tak bisa menggapai keinginannya kecuali dengan
hukum sebab dan akibat. Di alam nyata ini, tak ada sebab yang sempurna dan bisa
melahirkan akibat dengan sendirinya kecuali kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memaparkan perihal berobat dalam
beberapa haditsnya. Di antaranya:
1. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ل�ه� ه� ج� م�ن� ل�ه� ه� و�ج� ه� ع�ل�م� م�ن� ه� ع�ل�م� اء�، ف� ش� ل�ه� ل� ن�ز�� أ إ�ال� د�اء� ي�ن�ز�ل� ل�م� الله� إ�ن�
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan sebuah penyakit
melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa
mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR.
Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-
Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth
atas Zadul Ma’ad, 4/12-13)
Beliau merinci hukum berobat menjadi beberapa keadaan, sebagai berikut:
1. Bila diketahui atau diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat dan meninggalkannya
akan berakibat kebinasaan, maka hukumnya wajib.
2. Bila diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat, namun meninggalkannya tidak
berakibat kebinasaan yang pasti, maka melakukannya lebih utama.
3. Bila dengan berobat diperkirakan kadar kemungkinan antara kesembuhan dan
kebinasaannya sama, maka meninggalkannya lebih utama agar dia tidak melemparkan
dirinya dalam kehancuran tanpa disadari. (Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 2/437)
Secara garis besar, berobat merupakan perkara yang disyariatkan selama tidak menggunakan
sesuatu yang haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabdanya:
ام" ر� ب�ح� ا ت�د�او�و� و�ال� ا ت�د�او�و� ف� اء� د�و� د�اء" ل�ك�ل+ ع�ل� و�ج� اء� الد�و� و� الد�اء� ل� ن�ز�� أ الله� إ�ن�
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula Allah
menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah
berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abud Darda` radhiallahu ‘anhu)
Definisi Ruqyah
Adapun makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang
mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
mencegah atau mengangkat bala/penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan
sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah
atau yang diruqyah. (Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alus-
Syaikh yang berjudul Ar-Ruqa wa Ahkamuha oleh Salim Al-Jaza`iri, hal. 4)
Tentunya ruqyah yang paling utama adalah doa dan bacaan yang bersumber dari Al-Qur`an
dan As-Sunnah. (Ibid, hal. 5)
Ruqyah di Masa Jahiliyyah
Setiap manusia yang mengerti kemaslahatan tentunya selalu ingin menjaga kesehatan
tubuh dan jiwanya. Barangsiapa bisa memenuhi keinginan ini berarti karunia Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk dirinya cukup besar. Sehingga wajar jika pengobatan ruqyah
telah dikenal secara luas di tengah masyarakat jahiliyyah.
Ruqyah adalah salah satu cara pengobatan yang mereka yakini dapat menyembuhkan
penyakit dan menjaga kesehatan. Kala itu, ruqyah digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit, seperti tersengat binatang berbisa, terkena sihir, kekuatan ‘ain (mata jahat), dan
lainnya.
Namun yang disayangkan, ruqyah sering menjadi media untuk penyebarluasan
berbagai kesyirikan di kalangan mereka. Pengobatan ruqyah yang dilakukan tak luput dari
pelanggaran syariat. Di antaranya adalah pengakuan mengetahui perkara ghaib,
menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyandarkan diri kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala, berlindung kepada jin, dan lain-lain.
Setelah Islam datang, seluruh ruqyah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kecuali yang tidak mengandung kesyirikan. Islam mengajarkan kaum muslimin untuk
berhati-hati dalam menggunakan ruqyah. Sehingga mereka tidak terjatuh ke dalam
pengobatan ruqyah yang mengandung bid’ah atau syirik.
Hukum Ruqyah
Ruqyah telah dikenal oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Islam. Tetapi kebanyakan
ruqyah mereka mengandung kesyirikan. Padahal Islam datang untuk mengenyahkan segala
bentuk kesyirikan. Alasan inilah yang membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang para shahabat radhiallahu ‘anhum untuk melakukan ruqyah. Kemudian beliau
membolehkannya selama tidak mengandung kesyirikan. Beberapa hadits telah menjelaskan
kepada kita tentang fenomena di atas. Di antaranya:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata: Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ك/ ر� ش� ل�ة� الت+و� و� ائ�م� الت�م� و� ق�ى الر6 إ�ن�
“Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati
oleh Adz-Dzahabi. Asy-Syaikh Al-Albani juga menshahihkannya. Lihat Ash-Shahihah no.
331)
2. Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
: : ا و� اع�ر�ض� ال� ق� ف� ؟ ذ�ل�ك� ف�ي ى ت�ر� ك�ي�ف� الله�، و�ل� س� ر� ي�ا ل�ن�ا ق� ف� ل�ي�ة� اه� ال�ج� ف�ي ق�ي ن�ر� ك�ن�
ك/ ر� ش� ي�ه� ف� ي�ك�ن� ل�م� ا م� ق�ى ب�الر6 س�ب�أ� ال� اك�م� ق� ر� ع�ل�ي�
Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-
ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” (HR.
Muslim no. 2200)
3. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
إ�ل�ى م" ز� ح� ب�ن� ر�و ع�م� آل� اء� ج� ف� ق�ى الر6 ع�ن� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الله� ل�ى ص� الله� و�ل� س� ر� ن�ه�ى
: ب� ر� ال�ع�ق� م�ن� ق�ي ن�ر� ي�ة/ ق� ر� ن�د�ن�ا ع� ك�ان�ت� �ن�ه� إ ال�وا ق� ف� ، ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الله� ل�ى ص� الله� و�ل� س� ر�
: . : . ت�ط�اع� اس� م�ن� ا، س�ب�أ� ى ر�
أ� ا م� ال� ق� ف� ع�ل�ي�ه� ا و�ه� ض� ع�ر� ف� ال� ق� ق�ى الر6 ع�ن� ي�ت� ن�ه� إ�ن�ك� و�
ع�ه� ل�ي�ن�ف� ف� اه� خ�أ� ع� ي�ن�ف� أ�ن� ن�ك�م� م�
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. Lalu keluarga ‘Amr
bin Hazm datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu memiliki ruqyah yang kami pakai untuk meruqyah
karena (sengatan) kalajengking. Tetapi engkau telah melarang dari semua ruqyah.” Mereka
lalu menunjukkan ruqyah itu kepada beliau. Beliau bersabda: “Tidak mengapa, barangsiapa
di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya, maka hendaknya dia
lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)
Syarat-syarat Ruqyah
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Para ulama telah bersepakat tentang bolehnya
ruqyah ketika terpenuhi tiga syarat:
1. Menggunakan Kalamullah atau nama-nama dan sifat-Nya.
2. Menggunakan lisan (bahasa) Arab atau yang selainnya, selama maknanya diketahui.
3. Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, namun dengan sebab Dzat
Dengan penjelasan di atas, berarti segala ruqyah yang tidak memenuhi tiga syarat itu tidak
diperbolehkan. Jika kita rinci, ada tiga jenis ruqyah yang tidak diperbolehkan:
1. Ruqyah yang mengandung permohonan bantuan dan perlindungan kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
2. Ruqyah dengan bahasa ‘ajam (non Arab) atau sesuatu yang tidak dipahami maknanya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ك�م� اد�ل�و� ل�ي�ج� م� ل�ي�ائ�ه� و�أ� إ�ل�ى و�ن� ل�ي�و�ح� ي�اط�ي�ن� الش� إ�ن� و�
“Dan sesungguhnya para setan mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk mendebat
kalian.” (Al-An’am: 121)
3. Ruqyah yang diyakini bahwa pelakunya bisa menyembuhkan dengan sendirinya tanpa
kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di tangan-Nya seluruh kekuasaan langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ب�ع�د�ه� م�ن� ل�ه� ل� س� م�ر� ال� ف� ك� ي�م�س� ا و�م� ا ل�ه� ك� م�م�س� ال� ف� ة" م� ح� ر� م�ن� ل�لن�اس� الله� ت�ح� ي�ف� ا م�
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada
seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak
seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Fathir: 2)
Sifat-sifat Peruqyah dan Pasiennya
Ruqyah merupakan perkara yang disyariatkan. Tentunya seorang peruqyah perlu
memperhatikan rambu-rambu syariat dalam meruqyah. Sehingga dia tidak ngawur dan
melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hendaknya dia memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Semestinya dia bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam seluruh ibadahnya tanpa
sedikit pun berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika meruqyah, hendaknya
mengikhlaskan permintaan tolong dan perlindungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk menggapai kemanfaatan dari ruqyah yang dia lakukan.
b. Memiliki ilmu syar’i tentang ruqyahnya.
Seharusnya dia mengetahui bahwa ruqyah yang digunakannya termasuk yang disyariatkan.
Hendaknya dia mengambil ruqyahnya dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan doa-doa yang ma’ruf.
Jika dia tidak mengetahui ruqyahnya disyariatkan atau tidak, semestinya bertanya kepada
orang yang berilmu. Bila dia seorang yang bodoh, bukan ahlul ilmi, dan tidak mampu untuk
menelaah ruqyah yang digunakan atau ditinggalkannya, berarti ini merupakan tanda bahwa
dia tidak bisa. Dia tidak diperbolehkan bahkan tidak pantas diberi kesempatan untuk
meruqyah.
c. Bertujuan untuk memberi kemanfaatan kepada orang lain.
Sudah seharusnya dia bertujuan dengan ruqyahnya itu untuk memberi kemanfaatan kepada
saudaranya yang membutuhkan. Ini adalah sifat yang mulia dan dianjurkan. Sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ع�ل� ل�ي�ف� ف� اه� خ�أ� ع� ي�ن�ف� أ�ن� ن�ك�م� م� ت�ط�اع� اس� م�ن�
“Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya maka
hendaknya dia lakukan.”
d. Membuat orang yang diruqyah hanya bergantung kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Bila meruqyah, seharusnya dia tidak membuat orang yang diruqyah bergantung kepada
dirinya. Jika dia telah sering meruqyah orang lain sampai sembuh, maka tidak perlu dia
menceritakannya kepada yang akan diruqyah, sehingga tidak menimbulkan keyakinan yang
salah terhadap dirinya. Sepantasnya dia menanamkan kepada orang yang akan diruqyah
bahwa yang mampu menyembuhkan adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Adapun
ruqyah adalah sebab, demikian pula dirinya bukan pencipta akibat. Namun sangat
disayangkan, kebanyakan peruqyah membuat orang yang diruqyah merasa yakin terhadap
dirinya seolah-olah dialah yang menyembuhkan. Dalam hal ini korban yang paling banyak
adalah para wanita dan orang-orang yang bodoh.
e. Khusyu’, tunduk, dan merendahkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini adalah kelanjutan dari pembahasan yang sebelumnya. Seharusnya dia tidak membesar-
besarkan dirinya di hadapan orang yang akan diruqyah. Sebagaimana dia juga tidak merasa
besar terhadap dirinya sendiri. Niatnya adalah memberi kemanfaatan kepada orang lain
dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan untuk merasa besar dan membesar-
besarkan diri. Sehingga dia tidak membuat manusia bergantung kepada dirinya, tetapi kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menggunakan dzikir dan wirid-wirid yang disyariatkan di
dalam As-Sunnah.
f. Menghindarkan diri dari celah-celah dosa dan fitnah.
Seharusnya dia tidak mengikuti langkah-langkah setan yang bisa menggelincirkannya ke
dalam kubangan dosa dengan alasan ruqyah. Terlebih lagi bila yang diruqyah adalah wanita.
Seringkali setan menggunakan kesempatan ini untuk menjatuhkan peruqyah ke dalam dosa.
Misalnya, setan menggodanya untuk berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang diruqyah
padahal bukan mahramnya. Atau menggodanya untuk menyentuh bagian tubuh wanita itu
dengan tangannya, dengan alasan agar ruqyahnya lebih manjur, dsb. Oleh karena itu, banyak
dari kalangan peruqyah yang rusak agamanya setelah terlibat dalam dunia ruqyah. (Lihat
transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus-Syaikh hal. 7-8)
Adapun orang yang diruqyah hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Memperbesar harapannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam meminta
pertolongan dan perlindungan.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ب�ه� ي�ب� ي�ص� ل�ه� ض� ل�ف� اد� ر� ال� ف� ي�ر" ب�خ� ي�ر�د�ك� إ�ن� و� و� ه� إ�ال� ل�ه� ف� ك�اش� ال� ف� Zر ب�ض� الله� ك� س� ي�م�س� إ�ن� و�
ي�م� ح� الر� ر� و� ال�غ�ف� و� و�ه� ب�اد�ه� ع� م�ن� اء� ي�ش� م�ن�
“Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak
ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (Yunus: 107)
b. Meninggalkan rasa was-was.
Seharusnya dia tidak mengikuti rasa was-was yang muncul pada dirinya, karena hal itu
berasal dari setan. Bila dia larut dalam rasa was-was itu, justru secara tidak langsung dia telah
membantu setan untuk lebih menguasai dirinya. Karena itulah kita melihat kebanyakan orang
yang tertimpa oleh penyakit was-was gampang dimasuki oleh jin atau terkena penyakit
lainnya.
c. Mempelajari wirid, bacaan, dan doa-doa yang disyariatkan.
Seharusnya dia tidak selalu menggunakan orang lain dalam meruqyah dirinya. Hendaknya dia
mulai menanamkan keyakinan bahwa dirinya mampu untuk meruqyah sendiri tanpa
membutuhkan orang lain. Kemudian dia bersungguh-sungguh mempelajari wirid, bacaan, dan
doa-doa yang disyariatkan untuk dipakai meruqyah dirinya sendiri. Ruqyah-ruqyah yang
dipelajarinya itu sangat bermanfaat guna mengobati atau membentengi dirinya dari berbagai
gangguan setan dan penyakit. Untuk meruqyah dirinya, dia bisa membaca seperti surat Al-
Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas, Ayat Kursi, dan yang lainnya. Dia bisa membaca
ruqyah-ruqyah itu sebelum tidur, di pagi dan sore hari, setelah shalat wajib, atau waktu-waktu
lain sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wirid-
wirid yang dibacanya itu ibarat baju atau besi yang dipakai untuk membentengi dari
beragama bahaya. Wirid-wirid itu adalah sebab yang bermanfaat untuk melindungi dirinya.
Sedangkan pemberi manfaat dan penolak bahaya yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu
wa Ta’ala. (Ibid, hal.
Bacaan dan Tata Cara Ruqyah
Mengenai doa-doa yang kami maksud adalah sebagai berikut:
1. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani:
“Maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Tsabit menjawab: “Ya”. Maka Anas membaca:
ي�غ�اد�ر� ال� اء� ف� ش� أ�ن�ت� إ�ال� اف�ي� ش� ال� اف�ي الش� ن�ت�أ� ف� اش� ، س�
ال�ب�أ� ذ�ه�ب�أ� الن�اس� ب� ر� م� الل�ه�
ا م� ف� س�
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka, sembuhkanlah,
Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Engkau,
sebuah kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang
dari kami mengeluhkan rasa sakit maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya
dengan tangan kanan beliau dan membaca:
� ال اء� ف� ش� اؤ�ك� ف� ش� إ�ال� اء� ف� ش� ال� اف�ي الش� أ�ن�ت� ف� اش� ، س�ال�ب�أ� ذ�ه�ب�
أ� الن�اس� ب� ر� م� الل�ه�
ا م� ف� س� ي�غ�اد�ر�
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia,
Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada penyembuh kecuali penyembuhan-Mu, sebuah
penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam meruqyah dengan membaca:
أ�ن�ت� إ�ال� ل�ه� ف� ك�اش� ال� اء� ف� الش+ ب�ي�د�ك� الن�اس� ب� ر� س�ال�ب�أ� ح� ام�س�
“Hapuslah petakanya, wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh penyembuhan,
tak ada yang menyingkap untuknya kecuali Engkau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bila meruqyah beliau membaca:
ب+ن�ا ر� ب�إ�ذ�ن� ن�ا، ي�م� ق� س� ب�ه� ى ف� ل�ي�ش� ن�ا ب�ع�ض� ة� ب�ر�ي�ق� ن�ا ض� ر�أ� ب�ة� ت�ر� الله� م� ب�س�
“Dengan nama Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan
dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Rabb kami.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
4. Dari Abu Al-‘Ash Ats-Tsaqafi radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengeluhkan sakit yang
dirasakannya di tubuhnya semenjak masuk Islam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
: : ذ� ع�و�أ� ات" ر� م� ب�ع� س� و�ق�ل� ث�ال�ث�ا، الله� م� ب�س� ل� و�ق� د�ك� س� ج� ف�ي� ل�م�
ت�أ� ال�ذ�ي ع�ل�ى ي�د�ك� ع� ض�
اذ�ر� ح�أ� و� د� ج�
أ� ا م� ر+ ش� م�ن� ت�ه� د�ر� و�ق� ب�الله�
“Letakkanlah tanganmu pada tempat yang sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah
(Dengan nama Allah)’ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:
اذ�ر� ح�أ� و� د� ج�
أ� ا م� ر+ ش� م�ن� ت�ه� د�ر� و�ق� ب�الله� ذ� ع�و�أ�
‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yang kurasakan
dan kuhindarkan,’ sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim)
5. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bahwa beliau bersabda:
: ب� ر� ال�ع�ظ�ي�م� الله� ل�ك�أ� س�أ� ات" ر� م� ب�ع� س� ن�د�ه� ع� ال� ق� ف� ل�ه� ج�
أ� ر� ض� ي�ح� ل�م� ا ر�ي�ض� م� ع�اد� م�ن�
ذ�ل�ك� ف�ي� الله� اه� ع�اف� إ�ال� ، ي�ك� ف� ي�ش� ن�أ� ال�ع�ظ�ي�م� ش� ال�ع�ر�
“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajalnya, lalu dia bacakan di
sisinya sebanyak tujuh kali:
ي�ك� ف� ي�ش� أ�ن� ال�ع�ظ�ي�م� ش� ال�ع�ر� ب� ر� ال�ع�ظ�ي�م� الله� ل�ك�أ� س�أ�
‘Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Pemilik ‘Arsy yang besar, semoga
menyembuhkanmu,’ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.” (HR. Abu
Dawud, At-Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Takhrij Al-Adzkar)
6. Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengunjungiku (ketika aku sakit) dan beliau membaca:
ع�د�ا س� ف� اش� �ه م� الل ع�د�ا، س� ف� اش� �ه م� الل ع�د�ا، س� ف� اش� �ه م� الل
“Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d. Ya Allah, sembuhkanlah
Sa’d.” (HR. Muslim)
Cara-Cara Meruqyah
Perkara lain yang demikian serius untuk diperhatikan oleh seorang peruqyah adalah tidak
melakukan tatacara ruqyah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena ruqyah adalah amal yang disyariatkan, maka hendaknya sesuai dengan ajaran
yang mengemban syariat. Berikut ini beberapa tatacara ruqyah yang dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit, bukan meludah.
Inilah yang disebut dengan an-nafats. Sedangkan di atasnya adalah at-tafal, dan di atasnya
adalah al-buzaq, yang disebut dalam bahasa kita dengan meludah. Yang disyariatkan ketika
meruqyah adalah melakukan an-nafats dan at-tafal. Tatacara ini telah dijelaskan dalam hadits
‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini
menunjukkan bolehnya melakukan an-nafats dan at-tafal dalam meruqyah. Ini adalah
pendapat sekumpulan shahabat dan jumhur para ulama.
2. Meruqyah tanpa an-nafats dan at-tafal.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari
sebagaimana telah disebutkan di atas. Demikian pula ruqyah yang dilakukan oleh malaikat
Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri
radhiallahu ‘anhu dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
3. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit (an-nafats) pada jari telunjuk, lalu
meletakkannya di tanah kemudian mengusapkannya pada tempat yang sakit ketika
melakukan ruqyah.
4. Mengusap dengan tangan kanan pada tubuh setelah membaca ruqyah atau pada tempat
yang sakit sebelum membaca ruqyah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan
hadits ‘Utsman bin Abil ‘Ash yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
5. Menyediakan air dalam sebuah bejana lalu membacakan ruqyah yang disyariatkan
padanya, dan meniupkan padanya sedikit air ludah. Kemudian dimandikan atau diminumkan
kepada orang yang sakit, atau diusapkan ke tempat yang sakit.
6. Menuliskan ayat-ayat Al-Qur`an pada selembar daun, atau yang sejenisnya, atau pada
sebuah bejana lalu dihapus dengan air, kemudian air itu diminum atau dimandikan kepada
orang yang sakit.
II.4 Metode Pengobatan Nabi
A. Kajian Pengobatan Ala Rasulullah SAW
Rasulullah saw. suri tauladan seluruh aspek kehidupan mausia, termasuk dalam memelihara
kesehatan, dan mengoabati penyakit. Allah swt. Berfirman, “ Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Azhab:21)
Dalam era teknologi yang semakin canggih ini, ilmu pengobatan kian makin maju pesat.
Tetapi masih saja dijumpai orang yang menderita sakit, bahkan jumlah penyakit semakin
banyak. Inilah ketentuan Allah yang berlaku, dan tidak sesuatu pun yang mengubahnya.
Ibnu Sina mengemukakan bahwa pengobatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu teori dan
praktik. Pengobatan secara teoritis adalah bagian pengobatan yang hanya memberikan
penjelasan dari segi ilmu-ilmu tentang pendapat berbagai ilmuwan tanpa langsung memberi
pengaruh dalam bidang praktis. Sedangkan pengobatan secara praktik adalah pengobatan
yang berhubungan dengan ilmu cara melakukan suatu tindakan pengobatann dan perawatan.
Jenis pengobatan secara praktik dibagi menjadi dua:
Ilmu kesehatan, yakni cara mempertahankan kesehatan atau menjaga tubuh selalu
tetap sehat.
Ilmu perawatan, yakni mengenai bagaimana mengembalikan kondisi tubuh dari
keadaan sakit ke kondisi sehat.
1. B. Konsep Pengobatan
Dalam Sahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw.,
“Kesembuhan itu ada tiga, dengan meminumkan madu (bisyurbata ‘asala), sayatan pisau
bekam (syurtotha mihjan), dan dengan besi panas (kayta naar) dan aku melarang umatku
melakukan pengobatan dengan besi panas.”
“Gunakanlah dua penyembuh; al-Qur’an dan madu” (HR. Ath-thabrani dari abu hurairah)
Masih banyak dalil sahih yang menjelaskan pengobatan Nabawi (pengobatan ala Nabi).
Tetapi dari cuplikan dua hadis tersebut dapat diketahui bahwa pengobatan yang dianjurkan
oleh Rasulullah saw. Adalah al-Qur’an, madu, dan bekam (sayatan pisau/bekam). Akan tetapi
Rasulullah melarang dengan menggunaka besi panas.
Mengobati penyakit dengan al-Qur’an
Menurut Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya at Thibun Nabawy bahwa penyakit
itu digolongkan dua jenis, yakni penyakit batin dan penyakit lahir (fisik). Penyakit batin
adalah penyakit yang berkaitan dengan jauhnya batin (hati) seseorang dari Allah swt.
Penyakit ini menyerang unsur ruh manusia; seperti kesurupan. Pengobatan penyakit ini
adalah dengan al-Qur’an (ibadah, doa, ruqyah, syar’iyah. Sedangkan yang kedua, adalah
penyakit lahir (fisik). Penyakit ini obatnya adalah dengan obat-obatan yang sesuai dengan al-
Qur’an.
Mengobati dengan Madu
Allah swt. Berfirman, “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang dapat menyembuhkan bagi manusia. “ (QS. An-
Nahl (16):69).
Mengobati dengan MaduMadu merupakan makanan sekaligus obat yang disebutkan
oleh Allah swt. dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, Rasulullah saw. Menyukai madu
sebagai makanan atau sebagai penyembuh penyakit. Bahkan, beliau suka meminum
madu di pagi hari dengan dicampur air dingin untuk menjaga atau menobati penyakit
usus.
Pengobatan dengan bekam
Bekam nama lainnya adalah hijamah.
1. C. Prinsip-Prinsip Pengobatan
Meyakin bahwa Allah swt yang menyembuhkan segala penyakit
Menggunakan obat yang halal dan baik
Tidak menimbulkan mudharat
Pengobatan tidak menimbulkan TBC (tahayul, bid’ah dan churafat)
Selalu ikhtiar dan tawakal
v Att-Tibb-an Nabawi (Pengobatan Ala Nabi Muhammad SAW)
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa pengobatan ala Nabi Muhammad bersifat pasti, bernuansa
ilahiah, berasal dari misykat nubuwah dan wahyu Allah swt serta kesempurnaan akal.
Pengobatan selain berasal dari petunjuk Nabi Muhammad saw. Bersifat menduga-duga dan
eksperimen.
Pengobatan ala Nabi hanya dapat dilakukan oleg orang-orang yang badannya bersih.
Sebagaimana penyembuhan al-Qur’an hanya sesuai untuk jiwa-jiwa yang bersih dan hidup.
Manusia yang berpaling dari pengobatan ala Nabi sama saja ia berpaling dari pengobatan ala
al-Qur’an yang merupakan pengobatan yang sangat bermanfaat.
Ibnu Qayyim mengatakan, “jenis obat-obatan yang dapat menyembuhkan penyakit, yang
tidak dikejar oleh ilmu analisis dan eksperimen adalah jenis obat hati, ruhani, kekuatan hati,
penyandaran kepada Allah, kembali dan tawakal kepada-Nya, sedekah taubat,doa , istighfar,
berbuat baik kepada makhluk, membantu orang yang kekurangan, den menghilangkan
kesusahan orang lain.”
Nabi Muhammad saw. Telah menjelasakan dan memberi contoh kepada manusia cara-cara
yang digunakan dalam pengobatan dengan seizin Allah. Cara yang beliau ajarkan
mengandung fadilah dan hikmah yang ditemukan dalam metode pengobatan yang lain
maupun ahli pengoatan yang lain.
v Cara-Cara Rasulullah saw. Melakukan Pengobatan
Rasulullah telah menganjurkan bagi orang yang menderita penyakit supaya berobat dengan
obat-obat alam, obat-obat Ilahiah, kombinasi diantara kedua cara di atas dan bekam.
Ibnu Qayyim berkata, “Perhatian Nabi Muhammad saw. Yang paling besar adalah
mengobati hati dan memberi petunjuk, sehingga mencapai puncak yang diinginkan, yaitu
surga. Beliau juga memberikan arahan agar menjaga badan.”
Seterusnya Ibnul Qayyim mengemukakan, “Nabi Muhammad saw. memperingatkan kepada
kita memperbaiki badan tanpa memperbaiki hati tidak akan memberi manfaat.”
1. Berobat Ketika Terkena Racun
Jabir mengisahkan, suatu hari ada seorang wanita Yahudi dari penduduk Khaibar memasukan
racun ke dalam daging domba panggang. Rasulullah saw. Pun mengambil bagian kaki dan
memakannya sebagian. Beberapa sahabat ikut memakannya. Namun tidak lama kemudian
Rasulullah saw bersabda, “Lepaskan tangan kalian!”
Rasulullah saw. segera megirim utusan untuk mengambil wanita Yahudi itu. Rasulullah
bersabda, “Rupanya kamu telah mercuni domba ini.”
Lantas wanita Yahudi itu bertanya, “siapa yang memberitahumu?”
Beliau menjawab, “ Bagian kaki domba inilah yang memberitahukan kepadaku.”
Selajutnya wania Yahudi itu berujar,” Memang aku telah meracuninya. Dalam hatiku berkata,
kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi, maka racun itu tidak akan membahayakan dirinya.
Akan tetapi jika ia tidak seorang nabi, maka kami dapat merasa tenang.”
Rasulullah saw. Memaafkan wanita Yahudi itu dan tidak memberikan hukuman kepadanya.
Akan tetapi beberapa sahabat yang terlanjur memakan daging tersebut ada yang meniggal.
Oleh karena itu Rasulullah pun ikut memakan daging tersebut, Rasulullah saw. segera
melakukan pengobatan dengan bekam pada bagian pundaknya. Orang yang mengobati beliau
adalah Abu Hindun, seorang budak milik Bani Bayadhah dari kalangan Anshar, dengan
menggunakan tulang tanduk dan mata pisau.
Racun dapat diobati dengan cara mengeluarkannya menggunakan penangkal yang tepat untuk
menetralkan efeknya. Jika tidak ada obat atau penangkalnya harus dikeluarkan racun secara
menyeluruh dengan memuntahkan isi perutnya. Namun metode yang paling baik untuk
menghilangkan racun adalah bekam terutama bagi yang tinggal di daerah panas atau beriklim
panas.
Contoh bekam dengan menggunakan tulang tanduk
Bekam yang sudah Modern
II.5 Analisis Metode Pengobatan Modern Dan Tradisional Dalam Islam
Ketika pertama kali mengetahui Ustadz Abu Umar menyusun buku ini, saya langsung
penasaran ingin membelinya. Apalagi setelah membaca sekilas tentang isi buku ini.
Alhamdulillah, akhirnya bisa beli secara online via toko-muslim.com, dapat diskon pula..:D.
Setelah membaca buku ini kita akan lebih banyak mengenal apa itu ath-thibbun nabawi.
Ternyata ath-thibbun nabawi tidak sesempit menurut perkiraan banyak orang (terutama
saya :D) selama ini.. Pengobatan nabi tidak hanya sekedar jinten hitam, madu, minyak zaitun
dan bekam. Dan kalau selama ini banyak orang menganggap kedokteran modern dengan
obat-obat kimiawi bertentangan dengan pengobatan nabi, maka ternyata hal itu adalah suatu
hal yang keliru. Di buku ini dijelaskan bahwa pengobatan nabi dan pengobatan medis modern
memiliki relevansi.
Buku ini memuat beberapa topik/pasal.
Di topik yang pertama dijelaskan tentang Islam dan Pengobatan. Ada penjelasan
perkembangan pengobatan islam dan fase-fase perkembangannya.
Pasal kedua menjelaskan tentang Pengobatan Klasik dan Modern.
Imam al Khatabi pernah menjelaskan, "Pengobatan ada dua jenis. Pertama pengobatan
Yunani yang berdasarkan analogi, dan kedua pengobatan Arab dan India yang berdasarkan
eksperimen." Ilmu pengobatan nabi menjadi jembatan atas jenis ilmu pengetahuan yang
didasari pada analogi-analogi, dan ilmu pengobatan yang mengedepankan eksperimen pada
obat dan penyakit, antara pengobatan tradisional yang ramah dan lebih aman dengan
pengobatan modern yang lebih cermat dan canggih.
Pasal : Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Rosulullah Sholallohu 'alaihi wasalam) dalam
telaah.
Pertama, Pegobatan nabi bukanlah 'Madu' dan 'Jintan Hitam'
Selama ini pada benak masyarakat secara tanpa sengaja terbetik kesimpulan bahwa thibbun
nabawi tidak akan jauh dari madu dan jinten hitam. Orang akan dianggap telah
mengimplementasikan sisi-sisi kedokteran nabi kalau ia sudah menggunakan madu dan jinten
hitam dalam menyembuhkan penyakit. Kesimpulan itu selain terlalu sederhana juga berarti
'pelecehan' terhadap kedokteran nabi.
Kedua, Kedokteran nabi tidak anti terhadap terapi dan obat-obatan modern.
Diantara beberapa hal yang membuktikan adalah :
1. Pengobatan nabi amat memerhatikan dosis obat.
2. Metode pengobatan islam amat menghargai metode diagnosa penyakit.
3. Pengobatan nabi sangat menghargai analisis dan penelitian terhadap jenis penyakit,
penyebab munculnya penyakit dan obat-obatan yang diyakini mengandung khasiat
menyembuhkan, mencegah atau mengurangi kadar penyakit tertentu pada pasien.
4. Nabi pernah menerima kehadiran ahli medis dari Persia, yang sengaja melakukan
praktik pengobatan diantara para sahabat.
Ketiga, Pengakuan Kedokteran nabi terhadap pengobatan medis tradisional dan moderen.
Ath Thibbun nabawi adalah metodologi yang kompleks. Munculnya ragam penyakit dan
kecanggihan metode berfikir umat manusia dalam menemukan berbagai bentuk, jenis hingga
teknik pengobatan dalam upaya mengatasi berbagai penyakit tersebut, termasuk dalam
cakupan kedokteran nabi yang luas.
Keempat, Kekeliruan anggapan tentang superioritas 'Bekam' sebagai kedokteran nabi terbaik.
Bekam adalah termasuk di antara jenis pengobatan terbaik. Jadi ia bukan mutlak satu-satunya
sebagai bentuk pengobatan terbaik. Ada jenis penyakit termasuk kondisi tertentu dari si
pasien, yang menyebabkan ia lebih cocok denga pengobatan tertentu, bukan yang lain. Maka
bekam jelas bukan yang terbaik dalam setiap kondisi, untuk segala jenis penyakit dan untuk
setiap kondisi yang dialami pasien.
Kelima, Pengobatan nabi tak terbatas pada penggunaan obat-obat yang pernah digunakan
nabi saja.
Obat-obatan yang cocok untuk penduduk di suatu tempat, bisa saja tidak cocok untuk
penduduk di tempat lain, bahkan bisa tidak berguna sama sekali. Obat-obatan yang digunakan
dalam kedokteran nabi juga tidak terbatas hanya yang disebutkan dalam hadits, seperti madu,
jintan hitam, zaitun, qisth, kurma, cuka, juice dan banyak lagi, namun juga mencakup segala
bentuk komoditi makanan, minuman atau tumbuh-tumbuhan yang memenuhi 'standar
kedokteran nabi' sebagai obat dari penyakit tertentu.
Keenam, Obat-obatan kimiawi, tidak selamanya 'dilarang' dalam konsep ath thibbun nabawi.
Obat-obat kimiawi yang dihindari adalah yang diragukan kehalalannya dan obat-obatan yang
hanya memberi efek penyembuhan sementara.
Pasal : Dasar-Dasar dan Kaidah Ath Thibbun Nabawi
Pertama, Dasar kedokteran nabi adalah wahyu.
Kedua, Tiga formula medis dalam kedokteran nabi
1. menjaga kesehatan tubuh
2. menjaga tubuh dari unsur-unsur berbahaya
3. mengeluarkan zat-zat berbahaya dari dalam tubuh
Ketiga, Dua model terapi : Preventif dan kuratif (penyembuhan)
Konsep dasar pencegahan penyakit adalah diet (menjaga makan), terutama makan yang
sesuai dengan tuntunan Rosululloh sholallohu 'alaihi wasalam.
Pencegahan penyakit melalui kebersihan.
Keempat, Dua jenis terapi kenabian : penyembuhan substansi penyakit dan pembuangan zat-
zat berbahaya dari dalam tubuh.
Kelima, Dua jenis terapi : terapi ilahiyyah (bermuatan ajaran wahyu murni) dan terapi obat-
obatan.
Keenam, syarat-syarat tenaga medis yang layak berpraktik dalam dunia pengobatan.
BAB III
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
http://alhikmah.ac.id/2011/pengobatan-nabi/
http://keperawatanreligiondwiestyfathianoverina.wordpress.com/materi/
http://www.rss.indah.web.id/2011/03/tata-cara-pengobatan-rasulullah.html
http://ummulharits.blogspot.com/2011/07/kedokteran-nabi-antara-realitas-dan.html