makalah kecelakaan kerja

45
Fraktur Femur ec Kecelakaan Akibat Kerja Yani Puji Mustika Sari – 10.2008.076 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] PENDAHULUAN Zaman globalisasi ini, banyak negara berkiprah di sektor industri sehingga menyebabkan pertambahan jumlah tenaga kerja. Dengan pertambahan tersebut, maka konsekuensi permasalahan industri juga semakin kompleks, termasuk dalam masalah kecelakaan kerja serta keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja 1 | BLOK28-OCCUPATIONAL MEDICINE

Upload: nurshawina-kamaludin

Post on 19-Jul-2016

147 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Penyakit akibat kerja

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kecelakaan Kerja

Fraktur Femur ec Kecelakaan Akibat KerjaYani Puji Mustika Sari – 10.2008.076

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Zaman globalisasi ini, banyak negara berkiprah di sektor industri sehingga menyebabkan

pertambahan jumlah tenaga kerja. Dengan pertambahan tersebut, maka konsekuensi

permasalahan industri juga semakin kompleks, termasuk dalam masalah kecelakaan kerja serta

keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada

perusahan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh

pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem

manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

Keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan

kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja

berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu, isu keselamatan dan

kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para

pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan.

7 LANGKAH MENENTUKAN DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis

Anamnesis yaitu tentang riwayat penyakit pasien yang menyangkut riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit dalam keluarga. Selain itu,

penting juga ditanyakan tentang riwayat pekerjaan seperti sebelumnya bekerja dimana,

1 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 2: Makalah Kecelakaan Kerja

sudah berapa lama bekerja di tempat kerja sekarang, riwayat pekerjaan sebelumnya, alat

kerja apa yang digunakan serta bagaimana kondisi alat kerja tersebut, bahan kerja apa

yang digunakan, dan bagaimana proses kerja sekarang barang yang

diproduksi/dihasilkan, waktu bekerja sehari, kemungkinan pajanan yang dialami dan

berapa besarnya, alat pelindung diri (APD) yang digunakan, hubungan gejala dengan

waktu kerja atau hubungan gejala dengan pajanan yang dialami, serta ada tidaknya

pekerja yang pernah atau sedang mengalami hal yang serupa.

Pemeriksaan Fisik, yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan umum dan khusus (local).

Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital seperti frekuensi

pernapasan (respiratory rate), denyut nadi, tekanan darah (blood pressure), dan

temperatur. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik yang lainnya seperti inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada kasus kecelakaan kerja seperti terjatuh, tertimpa

benda, kebakaran dan lain sebagainya cukup dilakukan inspeksi dan palpasi saja. Pada

inspeksi dilihat kesadaran pasien secara keseluruhan, perilaku, sikap dan pembicaraan. Di

lihat juga kondisi lainnya seperti ada tidaknya fraktur, tanda-tanda fraktur adalah adanya

krepitasi, dislokasi, edema, serta ada tidaknya iskemi/kebiruan pada ekstremitas. Bila ada

luka atau nyeri perlu diperhatikan lokasi luka/fraktur serta kondisinya. Sedangkan pada

palpasi dengan perabaan dicari lokasi nyeri/luka.

Pemeriksaan Penunjang, yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan rontgen terutama untuk patah tulang (fraktur) dan dislokasi, spirometer

terutama untuk menilai fungsi faal paru dan ada tidak kelainan pada paru, audiometer

terutama untuk menilai efek pajanan fisik yaitu bising pada alat pendengaran.

Pemeriksaan tempat kerja yaitu dengan mengukur nilai ambang batas pajanan pada

lingkungan kerja, pemeriksaan alat dan lokasi kerja.1

2. Pajanan yang dialami

Pajanan yang dialami, berupa pajanan yang terjadi saat ini dan sebelumnya. Kebanyakan

didapat terutama dari anamnesis yang teliti, akan tetapi lebih baik jika ada pengukuran

lingkungan.

2 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 3: Makalah Kecelakaan Kerja

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Hubungan pajanan dengan penyakit, identifikasi pajanan yang ada. Hubungkan pajanan yang

ada dengan penyakit menurut evidence based yang dapat diperoleh dari literature atau hasil

penelitian-penelitian, kemudian dilihat ada hubungan tidak dengan pekerjaan. Hal ini penting

untuk evaluasi. Hubungkan gejala dengan waktu kerja, kondisi fisik pekerja yaitu dalam

kondisi sehat atau tidak, kecukupan gizi pekerja serta kondisi psikososial pekerja. Jika perlu

dapat ditanyakan apakah keluhan atau gejala ada hubungan dengan pekerjaan atau tidak.1

4. Pajanan yang dialami cukup besar ?

Pajanan yang dialami cukup besar, hal ini dapat dilakukan dengan mencari atau mengetahui

tentang patofisiologis penyakit atau kecelakaan akibat kerja, penting juga untuk dicari bukti

epidemiologis penyakit atau kecelakaan kerja, kualitatif yaitu cara/proses kerja, lama kerja

dan lingkungan kerja. Selain itu perlu dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,

observasi tentang pemakaian alat pelindung diri dan jumlah pajanan oleh karena itu

diperlukan tentang data lingkungab, data monitoringbiologis dan hasil surveilans.

5. Faktor individu

Peranan faktor individu, meliputi status kesehatan fisik seperti adanya atopi atau alergi,

riwayat kesehatan dalam keluarga, dan kebiasaan berolahraga. Selain itu, factor individu juga

melibatkan status kesehatan mental dan hygiene perorangan. Hal ini disebabkan oleh karena

setiap individu memiliki kerentanan masing-masing dan bersifat fakultatif namun factor

individu ini tidak menetapkan diagnosis hanya pajanan yang merupakan satu-satunya

penyebab timbulnya penyakit akibat kerja yang dapat menetapkan diagnosis penyakit atau

kecelakaan akibat kerja, sedangkan factor individu hanya merupakan salah satu factor risiko

yang dapat menjadi penyebab kecelakaan atau penyakit akibat kerja.1

3 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 4: Makalah Kecelakaan Kerja

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Faktor lain di luar pajanan, meliputi hobi, kebiasaan yaitu kebiasaan merokok ataupun

konsumsi alkohol di tempat kerja, pajanan di rumah maupun pekerjaan sambilan.

7. Diagnosis okupasi

Setelah keenam langkah di atas, dilakukan maka tentukan referensi atau bukti ilmiah yang

dapat mendukung adanya hubungan spesifik atau hubungan kausal antara pajanan dan

penyakit setelah itu baru dapat ditentukan :

PAK atau PAHK (occupational disease), yakni jika ditemukan adanya hubungan yang

spesifik antara pajanan dan penyakit serta jika keenam hal diatas dan referensi/bukti

ilmiah yang ditemukan mendukung/sesuai dengan kenyataan bahwa pajanan yang

dialami dapat menimbulkan atau berperan besar terhadap terjadinya penyakit atau

kecelakaan kerja.

Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja,yaitu penyakit yang bukan disebabkan

oleh pajanan di tempat kerja atau tidak terdapat hubungan spesifik antara pajanan yang

ditemukan dengan terjadinya penyakit/kecelakaan kerja. Hal ini dikarenakan

penyakit/kecelakaan tersebut dapat terjadi di tempat lain atau di luar lingkungan kerja

hanya saja pajanan di tempat dan lingkungan kerja dapat memperberat atau memperbesar

risiko terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja tersebut.

Belum dapat ditegakkan apakah penyakit/kecelakaan tersebut disebabkan oleh karena

pajanan atau factor-faktor yang terdapat di lingkungann kerja atau bukan sehingga perlu

informasi tambahan untuk menegakkan diagnosa. Untuk kasus-kasus seperti ini dapat

disebut sebagai suspect.

Bukan PAK, hal ini dikarenakan tidak ditemukannya hubungan kausal atau spesifik

antara penyebab kecelakaan atau penyakit dengan kecelakaan atau penyakit akibat kerja

yang terjadi atau dapat dikatakan bahwa pajanan di tempat kerja bukan merupakan

pencetus terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja namun disebabkan oleh factor-

faktor lain di luar tempat dan lingkungan kerja.1

4 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 5: Makalah Kecelakaan Kerja

DEFINISI KECELAKAAN AKIBAT KERJA

Adapun dari berbagai sumber mengenai definisi kecelakaan kerja, berikutadalah beberapa

pendapat baik dari institusi pemerintahan nasional dan internasional maupun dari beberapa tokoh

internasional.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/98, kecelakaan kerja adalah kejadian

yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia

dan atau harta benda.

Menurut Jamsostek, kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang

harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.2

Menurut OHSAS 2007, kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan

dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cedera atau kesakitan (tergantung dari

keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.3

Teori penyebab kecelakaan kerja :

1. Teori domino

Berdasarkan data-data, Heinrich mengemukakan sebuah teori yang dikenal sebagai “Teori

Domino”. Dalam teorinya tersebut dinyatakan mengenai lima faktor yang terjadi secara

berurutan dan berakhir dengan suatu kerugian. Lima faktor tersebut adalah :

a. Kebiasaan atau lingkungan sosial (uncestry or social environment)

Kebiasaan merupakan karakter sifat individu seperti sombong, keras kepala, dan lain-

lain. Sedangkan lingkungan sosial yang mempengaruhi terbangunnya karakter sifat

tersebut.

b. Kesalahan manusia (faultry person)

c. Kondisi tidak aman dan atau tindakan tidak aman (unsafe condition and or unsafe action)

d. Kecelakaan (accident)

e. Cidera atau kerusakan peralatan (loss/injury)

Heinrich kemudian mengganbarkan kelima faktor tersebut dalam rangkaian domino dalam

posisi berdiri, dimana apabila salah satu domino tersebut jatuh akan menimpa domino

5 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 6: Makalah Kecelakaan Kerja

lainnya dan menyebabkan seluruh domino terjatuh. Sementara dari penggambaran itu dapat

dilihat bahwa apabila salah satu faktor hilang tidak akan terjadi progress dan tahapan terakhir

yaitu kerugian.

2. ILCI Loss Causation Model

The International Loss Control Institute mengembangkan suatu sistem pencegahan kerugian

yang disebut sebagai ILCI Loss Causation Model yang juga mengacu pada urutan peristiwa

yang akan berakibat pada kerugian. Pada buku Practical Loss Control Leadershift (1986),

Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan

dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Urutan

kejadian tersebut adalah :

1. Kurang pengendalian/kontrol

Kontrol merupakan salah salah satu diantara fungsi menejemen yang penting meliputi

perencanaan, pengorganisasian dan pengontrolan. Tanpa itu, rangkaian kecelakaan

berawal dan menyebabkan factor-faktor penyebab yang berkelanjutan mengarah pada

kerugian. Tiga alasan mengenai kurangnya control, diantaranya :

- Program yang tidak memadai

Program keselamatan atau pengendalian kerugian bisa tidak memadai karena terlalu

banyak kegiatan program.

- Standar program yang tidak memadai

Suatu penyebab kebingungan dan kegagalan adalah standar-standar yang tidak

spesifik, tidak jelas. Standar- standar yang memadai adalah penting untuk

pengontrolan yang memadai.

- Tidak bisa memenuhi standar

Kurang memenuhi standar yang ada merupakan alas an kurangnya kontrol.

Kebanyakan manajer menyetujui bahwa ini adalah merupakan alas an tunggal yang

paling kuat bagi kegagalan pengendalian kerugian karena kecelakaan.

2. Penyebab dasar

Penyebab dasar adalah akar masalah, penyebab nyata setelah gejala-gejala, alasannya

mengapa terjadi tindakan dan kondisi tidak standar, faktor yang bila dikenali membuat

pengendalian manajemen yang berarti.penyebab dasar membantu menjelaskan mengapa

6 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 7: Makalah Kecelakaan Kerja

timbul kondisi yang tidak standar. Dua kategori (tindakan yang tidak aman dan kondisi

yang tidak standar), yang perlu dipertimbangan sehingga membantu untuk memikirkan

penyebab dasarnya :

a. Faktor manusia

- Kurang pengetahuan

- Kurang keterampilan

- Kemampuan tidak memadai (fisik/mental)

- Stress (fisik/mental)

- Motivasi yang tidak benar

b. Faktor pekerjaan/lingkungan

- Kepemimpinan yang tidak memadai

- Engineering yang tidak memadai

- Pembelian yang tidak memadai

- Kerusakan dan keausan peralatan

- Penyalahgunaan atau salah dalam menggunakan peralatan

- Standar kerja yang tidak memadai

- Alat, peralatan, material yang tidak memadai

3. Penyebab langsung

Penyebab langsung kecelakaan merupakan suatu kejadian yang terjadi sebelum terjadi

kontak, biasanya dapat dilihat. Keadaan ini biasanya disebut keadaan dan tindakan tidak

aman.

4. Insidens/kejadian

Insiden disebabkan adanya suatu kontak dengan sumber energi yang melampuai ambang

batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau benda. Setiap kali timbul potensi

kecelakaan maka selalu terbuka kemungkinan terjadinya suatu kontak/kejadian, baik

yang mengakibatkan kerugian atau tidak.

5. Kerugian/loss

Akibat dari kecelakaan adalah kerugian berupa cidera ringan bahkan kematian pada

karyawan/pekerja, kerusakan peralatan, kerugian harta benda atau kerugian proses

produksi.

7 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 8: Makalah Kecelakaan Kerja

3. The Human Factor Theory

The Human Factor Theory menyatakan bahwa setiap kecelakaan yang terjadi dalam

rangkaian peristiwa disebabkan oleh kesalahan manusia. Dalam buku Occupational Safety

and Health, David Geotsch membahas factor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan

manusia tersebut antara lain :

- Overload, terlalu banyak atau berlebihan beban kerja yang diterima baik secara

physical ataupun physichological.

- Respon yang tidak sesuai dari situasi yang dihadapi, seperti mengenali bahaya tapi

tidak memperbaiki, mengindahkan keselamatan dan memindahkan pengaman

- Aktivitas yang tidak sesuai atau tidak memadai, seperti melakukan pekerjaan tanpa

training dan salah menilai tingkat resiko dari kegiatan yang dilakukan.

4. The Swiss Cheese Model of Human Error

Teori James Reason Swiss Cheese Model of Human Error menggambarkan kecelakaan

karena kesalahan manusia terbagi dalam empat tingkatan, yaitu :

a. Unsafe Act (Tindakan tidak aman)

Tingkatan ini menggambarkan sebuah tindakan yang langsung menyebabkan kecelakaan.

Pada tingkatan ini seringkali dijadikan focus utama investigasi kecelakaan sebagai

konstribusi utama terjadinya kecelakaan, sehingga banyak factor-faktor penting lainnya

menjadi terlupakan.

b. Precondition For Unsafe Act (Kondisi penyebab tindakan tidak aman)

Tingkatan ini membahas aspek-aspek pada manusia yang merupakan penyebab terjadinya

tindakan tidak aman yaitu kondisi mental, buruknya komunikasi dan koordinasi saat

melaksanakan pekerjaan.

c. Unsafe Supervision (Kurangnya pengawasan)

Tingkatan ini membahas bagaimana masalah pada tingkat II dapat terjadi. Komunikasi

dan koordinasi yang buruk atau mental yang tidak siap dari personil dapat dihindari

apabila pengawasan yang dilakukan berjalan dengan baik. Pada tingkatan ini hanya

personil yang memiliki wewenang tertentu yang dapat melakukan intervensi, mencakup

pemberian tugas dan tanggung jawab, pelatihan dan evaluasi kinerja masing-masing

personil.

8 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 9: Makalah Kecelakaan Kerja

d. Organizational Influences (Pengaruh organisasi)

Tingkat IV merupakan tingkatan terakhir dari teori yang dikemukakan oleh James

Reason. Aspek yang dibahas adalah menyangkut kondisi perusahaan secara umum seperti

kebijakan, anggaran, penyediaan sumber daya, perencanaan dan target perusahaan.

Aspek-aspek tersebut apabila tidak direncanakan dengan baik atau komitmen manajemen

yang kurang terhadap keselamatan akan menyebabkan tingkatan dibawahnya melakukan

kesalahan-kesalahan yang pada akhirnya memberikan konstribusi pada terjadinya

kecelakaan.4

UNDANG-UNDANG / PERATURAN PEMERINTAH

UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja

UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerjaan 2,4

Dengan Persetujuan:: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Menetapkan : Undang-undang Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

(1) Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk

santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau

berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga

kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

(2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam

maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat.

(3) Pengusaha adalah:

9 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 10: Makalah Kecelakaan Kerja

a. orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik

sendiri;

b. orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan

perusahaan bukan miliknya;

c. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan

di luar wilayah Indonesia.

(4) Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan

tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.

(5) Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja

untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam

bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan

dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja,

termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya

(6) Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja,

termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang

terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke

rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

(7) Cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara

langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan

untuk menjalankan pekerjaan.

(8) Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan,

dan/atau perawatan.

(9) Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan

kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk

kehamilan dan persalinan.

(10) Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari

Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.

(11) Badan penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan

program jaminan sosial tenaga kerja.

10 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 11: Makalah Kecelakaan Kerja

(12) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2

Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan diperlakukan sama

dengan perusahaan, apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain

sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan tenaga kerja.

BAB II PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Pasal 3

(1) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan

sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.

(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.

(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraaan program jaminan sosial tenaga kerja

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4

(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib

dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam

hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar

hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5

Kebijaksanan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Bagian Pertama-Ruang Lingkup

Pasal 6

11 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 12: Makalah Kecelakaan Kerja

(1) Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:

a. Jaminan Kecelakaan Kerja;

b. Jaminan Kematian;

c. Jaminan Hari Tua;

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

(2) Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

(1) Jaminan sosial tenaga kerja sebagiamana dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi

tenaga kerja.

(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d berlaku pula

untuk keluarga tenaga kerja.

Bagian Kedua-Jaminan Kecelakaan Kerja

Pasal 8

(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan

Kerja.

(2) Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah:

a. magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah

maupun tidak;

b. mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah

perusahaan;c. narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Pasal 9

Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi:

a. biaya pengangkutan;

b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;

c. biaya rehabilitasi;

12 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 13: Makalah Kecelakaan Kerja

d. santunan berupa uang yang meliputi:

1. santunan sementara tidak mampu bekerja;

2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;

3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.

4. santunan kematian.

Pasal 10

(1) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada

Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggaraan dalam waktu tidak lebih

dari 2 kali 24 jam.

(2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan

Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang

tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacad atau

meninggal dunia.

(3) Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada

Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya.

(4) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 11

Daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan

dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketiga-Jaminan Kematian

Pasal 12

(1) Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak

atas Jaminan Kematian.

(2) Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. biaya pemakaman;

b. santunan berupa uang.

13 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 14: Makalah Kecelakaan Kerja

Pasal 13

Urutan penerima yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan Jaminan

Kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d butir 4 dan Pasal 12 ialah:

a. janda atau duda;

b. anak;

c. orang tua;

d. cucu;

e. kakek atau nenek;

f. saudara kandung;

g. mertua.

Bagian Keempat-Jaminan Hari Tua

Pasal 14

(1) Jaminan Hari Tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala,

kepada tenaga kerja karena:

a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau

b. cacad total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.

(2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda atau

duda atau anak yatim piatu.

Pasal 15

Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibayarkan sebelum

tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, setelah mencapai masa

kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pasal 16

14 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 15: Makalah Kecelakaan Kerja

(1) Tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan.

(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi:a. rawat jalan tingkat pertama;

a. rawat jalan tingkat lanjutan;

b. rawat inap;

c. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

d. penunjang diagnostik;

e. pelayanan khusus;

f. pelayanan gawat darurat.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 5 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (SMK3)

1. Kebijakan OHSAS

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) terdapat empat (4)

program K3 di tempat kerja :

1. Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja

2. Analisis risiko di tempat kerja

15 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Gambar 1. Sistem Manajemen K3

Page 16: Makalah Kecelakaan Kerja

3. Pencegahan dan pengendalian bahaya

a. Menetapkan prosedur kerja berdasarkan analisis, pekerja memahami dan

melaksanakannya

b. Aturan dan prosedur kerja di patuhi

c. Pemeliharaan sebagai usaha preventif

d. Perencanaan untuk keadaan darurat

e. Pencatatan dan pelaporan kecelakaan

f. Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja

g. Pemeriksaan tempat kerja secara berkala

4. Pelatihan buat pekerja, penyelia dan manager3

2. Perencanaan menurut Permenaker No.5 tahun 1996

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan

dan kegiatan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat

tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi

sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan

yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3.

2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan

jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3.

Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya.

2.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventiarisasi, identifikasi

dan pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3

sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan

peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.

2.3. Tujuan dan Sasaran

16 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 17: Makalah Kecelakaan Kerja

Tujuan dan sasaran kebijakan K3 yang diterapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya

harus memenuhi kualifikasi:

a. Dapat diukur

b. Satuan/indikator pengukuran

c. Sasaran pencapaian

d. Jangka waktu pencapaian

Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga

kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangannya.

2.4. Indikator Kinerja

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan K3 perusahaan harus menggunakan

indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus

merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3.

2.5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang sedang Berlangsung

Penerapan awal SMK3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan

secara berkelanjutan, dan dengan jelas menetapkan tujuan serta sasaran SMK3 yang dapat

dicapai dengan:

a. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai

dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan.

b. Menetapkan sasaran dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran.

3. Penerapan

Dalam mencapai tujuan K3 perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai

kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan.

3.1. Jaminan Kemampuan

3.1.1. Sumberdaya Manusia, Sarana dan Dana

17 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 18: Makalah Kecelakaan Kerja

Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana

yang memadai sesuai SMK3 yang diterapkan.

Dalam menyediakan sumberdaya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat

memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan.

Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyediakan sumberdaya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan.

b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan

manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan.

c. Membuat ketentuan untuk mengkonsumsikan informasi K3 secara efektif.

d. Membuat peraturan untuk mendapatkan pendapat dan saran dari para ahli.

e. Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan tenaga kerja secara

aktif.

3.1.2. Integrasi

Perusahaan dapat mengintegrasikan SMK3 dalam sistem manajemen perusahaan yang

ada. Dalam hal pengintegrasian tersebut dapat pertentangan dengan tujuan dan prioritas

perusahaan, maka:

a. Tujuan dan prioritas SMK3 harus diutamakan.

b. Penyatuan SMK3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan

seimbang.

3.1.3. Tanggung Jawab dan Tanggungj Gugat

Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk

berperan serta dalam penerapan dan pengembangan SMK3 serta memiliki budaya perusahaan

yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi SMK3.

Perusahaan harus:

a. Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab

dan tanggung gugat K3 dan wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan

18 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 19: Makalah Kecelakaan Kerja

pelaporan untuk semua tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor dan subkontraktor

dan pengunjung.

b. Mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan

tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program K3.

c. Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau

kejadian-kejadian lainnya.

Tanggung jawab pengurus terhadap K3 adalah:

a. Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah

diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis

kegiatan dalam perusahaan.

b. Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumberdaya yang berharga

yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab

dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3.

3.1.4. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran

Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap K3 melalui konsultasi dan dengan

melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait dalam penerapan, pengembangan

dan pemeliharaan SMK3, sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan

hasilnya.

Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran SMK3, dan perlu

disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomik, radiasi, biologis dan psikologis yang

mungkin dapat menciderai dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami

sumber bahaya tersebut sehingga dapat mengenali dan mencegah tindakan yang mengarah

terjadinya insiden.

3.1.5. Pelatihan dan Kompetensi Kerja

Penerapan dan pengembangan SMK3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja

dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat

penting dalam menjamin kompetnsi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan K3.

19 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 20: Makalah Kecelakaan Kerja

Prosedur untuk melakukan identifikasi standar kompetensi kerja dan penerapannya melalui

program pelatihan harus tersedia.

Standar kompetensi kerja K3 dapat dikembangkan dengan:

a. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada

b. Memeriksa uraian tugas dan jabatan

c. Menganalisa tugas kerja

d. Menganalisa hasil inspeksi dan audit

e. Meninjau ulang laporan insiden

Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetensi kerja yang dibutuhkan

dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya.

Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya

harus ditetapkan. Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan

perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja tenaga kerja serta pelatihan.

3.2. Kegiatan Pendukung

3.2.1. Komunikasi

Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting

dalam penerpan SMK3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak

yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta

pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja K3.

Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa informasi K3 terbaru

dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut

harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan untuk:

a. Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pemantauan, audit dan tinjauan ulang

manajemen pada semua pihak dalam perusahaan yang bertanggungjawab dan memiliki

andil dalam kinerja perusahaan.

b. Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan.

20 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 21: Makalah Kecelakaan Kerja

c. Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar

perusahaan yang membutuhkannya.

3.2.2. Pelaporan

Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk

menjamin bahwa SMK3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.

Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani:

a. Pelaporan terjadinya insiden

b. Pelaporan ketidaksesuaian

c. Pelaporan kinerja K3

d. Pelaporan identifikasi sumber bahaya

Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangan:

a. Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan

b. Pelaporan kepada pemegang saham

3.2.3 Pendokumentasian

Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus

dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus

ditentukan dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan. Perusahaan harus

dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif.

Pendokumentasian SMK3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai

tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dan evaluasi terhadap sistem dan kinerja K3.

Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan.

Apabila unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh,

maka pendokumentasian SMK3 harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang

ada.

Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:

a. Menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran K3.

b. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3.

21 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 22: Makalah Kecelakaan Kerja

c. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur.

d. Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain

dari sistem manajemen perusahaan.

e. Menunjukkan bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

3.2.4. Pengendalian Dokumen

Perusahaan harus menjamin bahwa:

a. Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab

diperusahaan.

b. Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan dapat direvisi.

c. Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personel yang berwenang.

d. Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu.

e. Demua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan.

f. Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.

3.2.5. Pencatatan dan Manajemen Informasi

Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian

penerapan SMK3 dan harus mencakup:

a. Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja K3.

b. Izin kerja.

c. Resiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat

kerja, serta peralatan lainnya bahan-bahan dan sebagainya, lingkungan kerja, sifat

pekerjaan, cara kerja dan proses produksi.

d. Kegiatan pelatihan K3.

e. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.

f. Pemantauan data.

g. Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut.

h. Identifikasi produk termasuk komposisinya.

i. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor.

j. Audit dan peninjauan ulang SMK3

22 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 23: Makalah Kecelakaan Kerja

3.3. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko

3.3.1. Identifikasi Sumber Bahaya

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.

b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.

3.3.2. Penilaian Resiko

Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap

tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

3.3.3. Tindakan Pengendalian

Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan,

produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini

dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat

kerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan

mengendalian kegiatan produk barang dan jasa.

Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode:

a. Pengendalian, teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene

dan sanitasi.

b. Pendidikan dan pelatihan.

c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan

dan motivasi diri.

d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi.

e. Penegakan hukum.

3.3.4. Perancangan (Design) dan Rekayasa

Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus

dimulai sejak tahap perancangan dan perencanaan.

Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan

ulang, validasi dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur

23 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 24: Makalah Kecelakaan Kerja

penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang

memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang

jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan SMK3.

3.3.5 Pengendalian Administratif

Prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi pada saat dibuat harus

mempertimbangkan aspek K3 pada setiap tahapan. Rancangan dan tinjauan ulang prosedur

hanya dapat dibuat oleh personel yang memeiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para

pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan

prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan

peralatan, prosed atau bahan baku yang digunakan.

3.3.6 Tinjauan Ulang Kontrak

Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin

kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan K3 yang ditentukan.

3.3.7 Pembelian

Sistem pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang

dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan

penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta

mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3.

Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan

kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi,

penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

3.3.8 Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana

Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana,

yang diuji secara berkala untuk mengetahui keadaan pada saat kejadian yang sebenarnya.

Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki

kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahan besar harus dikoordinaksikan

dengan instansi terkait yang berwenang.

24 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 25: Makalah Kecelakaan Kerja

3.3.9 Prosedur Menghadapi Insiden

Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus

memiliki prosedur yang meliputi:

a. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan

pertolongan medik.

b. Proses perawatan lanjutan.

3.3.10 Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat

Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara

cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang

mengalami trauma.

4. Pengukuran dan Evaluasi

Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja

SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan

identifikasi tindakan perbaikan.

4.1 Inspeksi dan Pengujian

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian dan

pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3. Frekuensi inspeksi dan

pengujian harus sesuai dengan obyeknya.

Prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan secara umum meliputi:

a. Personel yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup.

b. Catatan inspeksi, pengujian dan pemantauan yang sedang berlangsung harus dipelihara

dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait.

c. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah

dipenuhinya standar K3.

25 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 26: Makalah Kecelakaan Kerja

d. Tindakan perbaikah harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian

terhadap persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dari hasil inspeksi, pengujian

dan pemantauan.

e. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan inti permasalahan

dari suatu insiden.

f. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.

4.2 Audit SMK3

Audit SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan

SMK3. Audit harus dilaksanakan secara sistematika dan independen oleh personel yang

memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang sudah ditetapkan.

Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan

bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh

pengururs dalam proses tinjauan ulang manajemen.

4.3 Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang SMK3 harus

didokumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan

serta pihak manajemen menjadi pelaksanaannya secara sistematik dan efektif.

5. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen

Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang SMK3 secara berkala untuk

menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan

dan tujuan K3.

Ruang lingkup tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 kerja terhadap

seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.

Tinjauan ulang SMK3 harus meliputi:

a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3.

b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3.

26 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 27: Makalah Kecelakaan Kerja

c. Hasil temuan audit SMK3.

d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3 dan kebutuhan untuk mengubah SMK3 sesuai

dengan:

1). Perubahan peraturan perundang

2). Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar

3). Perubahan produk dan kegiatan perusahaan

4). Perubahan struktur organisasi perusahaan

5). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolog termasuk epidemologi

6). Pengalaman yang didapat dari insiden K3

7). Pelaporan

8). Umpan balik khususnya dari tenaga kerja

KONDISI TEMPAT KERJA

Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yang

disebabkan oleh:

1. Gangguan – gangguan dalam bekerja, misalnya suara bising yang berlebihan yang berakibat

dapat mengganggu konsentrasi pekerja dalam bekerja.

2. Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja yang berakibat penurunan pada

efektivitas kerja.

3. Cuaca (panas, hujan), dimana kondisi panas yang berlebihan akan menyebabkan pekerja

mengalami kelelahan fisik dini dan kondisi hujan akan mengakibatkan kecelakaan karena

lokasi kerja menjadi licin

4. Pada kondisi tertentu tempat kerja cenderung beresiko menimbulkan kecelakaan kerja yang

tinggi, karena kerja proyek yang berbahaya.

5. Kondisi kerja yang tidak aman, misalnya bekerja dekat atau bekerja bersama alat berat atau

peralatan yang bergerak.5

27 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 28: Makalah Kecelakaan Kerja

Kecelakaan akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan

di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang

bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya.

Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah pengenalan /

identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di evaluasi, kemudian dilakukan pengendalian. Untuk

mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah

utama, yaitu :

1. Pengenalan lingkungan kerja

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara meliahat dan mengenal

(“walk through inspection”), dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama

dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.

2. Evaluasi lingkungan kerja

Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang

mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan priopritas dalam mengatasi

permasalahan.

3. Pengendalian lingkungan kerja

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang

berbahaya di lingkungan kerja. Kedua tahpan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak

dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yangs sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan

teknologi pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan di

kalangan para pekerja.

- Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures)

Disain dan tata letak yang adekuat

Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya

- Pengendalian perorangan (Personala Control Measures)

28 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 29: Makalah Kecelakaan Kerja

Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternative lain untuk melindungi

pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan harus sesuai dan

adekuat.6

PENATALAKSANAAN

Penanganan fraktur dapat diberikan dengan metode konservatif dan operatif tergantung dari

kondisi fraktur sendiri.

a. Metode konservatif, yaitu menggunakan imobilisasi untuk kondisi fraktur yang stabil.

b. Metode operatif, yaitu menggunakan internal fiksasi dan eksternal fiksasi untuk kondisi

fraktur yang tidak stabil.7

PREVENTIF

Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja. Oleh karena itu, di

lingkungan kerja diciptakan kondisi pada pekerja dan mesin atau tempat kerja dalam keadaan

ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun lingkungan kerja yang memadai dan tidak

menyebabkan sakit atau mebahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.

Kegiatannya antara lain meliputi:

- Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan seperti menggunakan alat pelindung

diri (APD).

- Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja.

- Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman (pengenalan,

- pengukuran dan evaluasi).6

RUJUKAN

Rujukan Kasus, guna untuk diagnosis, terapi, dan rawat inap

Rujukan untuk mendapat Informasi yang lebih lengkap

29 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 30: Makalah Kecelakaan Kerja

Rujukan untuk pengendalian di Perusahaan

PENGELOLAAN

Pemeriksaan kesehatan (Medical Check Up)

Awal, berkala, khusus

Pelayanan kesehatan

Promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Pemeriksaan lingkungan kerja

- Penilaian potensial hazard

- Pengendalian lingkungan kerja

KESIMPULAN

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan bisa

terjadi kondisi tidak membawa keselamatan kerja. Jadi, defenisi kecelakaan kerja adalah setiap

perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Adapun penyebab

kecelakaan melalui beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar. Oleh karena itu, untuk

mencegah terjadinya kecelakaan digunakan suatu sistem manajemen K3.

30 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E

Page 31: Makalah Kecelakaan Kerja

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Fajar. Indentifikasi penyakit akibat kerja. Jakarta : PT Gunung Agung ; 1996. h.

2. Program jaminan kecelakaan kerja. 2011. Diunduh dari

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=17. 25 Oktober 2011.

3. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. 2008. Diunduh dari

http://www.sienconsultant.com/wp-content/uploads/2008/06/ohsas18001.pdf. 25 Oktober

2011.

4. Permatasari, Anggun. Investigasi kecelakaan kerja. Depok : FKM UI; 2009. h. 14-24.

5. Suma’mur P. K. Faktor-faktor fisik. Dalam : Higene perusahaan dan kesehatan kerja.

Jakarta : PT Toko Gunung Agung ; 1996. h. 57-101.

6. Manajemen Kesehatan Kerja. 2007. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1441/1/07002748.pdf. 26 Oktober 2011.

7. Pamungkas, Raden W. Penatalaksanaan terapi latihan pada kasus fraktur femur. Surakarta :

Universitas Muhammadiyah ; 2008. h. 3.

31 | B L O K 2 8 - O C C U P A T I O N A L M E D I C I N E