makalah kelompok kasus eklamsia
DESCRIPTION
Makalah Kelompok Kasus EklamsiaTRANSCRIPT
Pasien Primigravida dengan Gejala Eklamsia
KELOMPOK E7
Ain Nabila Binti Zulkufli 102010389
Elisabeth 102011082
Andre C. Cundawan 102011110
Pratami F. Rieuwpassa 102011195
Ryan Gustomo 102011209
Priskila Regina Maria 102011281
Stefanus Jonathan 102011376
Mendy 102011413
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JL. ARJUNA UTARA NO.6
JAKARTA BARAT
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas
dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.
Dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional (transient hypertension).
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi pertama kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
selama 12 minggu pascapersalinan. Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria, eklampsia memiliki gejala yang sama dengan pre-
eklampsia ditambah dengan kejang-kejang sampai koma. Hipertensi kronik dengan
superimposed pre-eklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau
hipertensi kronik disertai proteinuria. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.
BAB II
ISI
Skenario
Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena
kejang-kejang. Haid terakhir 25 september 2013. Selama hamil tidak pernah memeriksakan diri
ke bidan maupun dokter. Pasien tidak sadar. T 180/120 mmHg. N 72/menit. Bengkak dikaki,
tangan, perut dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari dibawah processus xyphoideus, anak letak
kepala punggung kiri. Denyut jantung anak 132/menit teratur.
Istilah yang tidak diketahui
Tidak didapatkan istilah yang tidak diketahui
Hipotesis
1
Ny. SP yang sedang hamil datang dengan kejang-kejang, dan terdapat bengkak di kaki, tangan,
perut dan muka menderita eklampsia.
Pembahasan skenario
Setiap pasien yang akan berobat ke dokter tentu saja tidak hanya diberikan obat, untuk
mencapai hal itu perlu pemeriksaan secara verbal dan fisik. Serta diperlukan perlu pemeriksaan
penunjang baru setelah itu pasien akan mendapatkan terapi, baik secara farmako maupun non-
farmako. Setelah diberikan terapi pun pasien akan dikontrol. Dan bila pasien sudah sembuh total
dapat dilakukan pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan untuk individu maupun kelompok.
I. Anamnesis
Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga
dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan.
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.1
Sebelum sesi wawancara dilakukan kita juga harus menilai keadaan umum pasien dan
kesadarannya. Keadaan umum pasien adalah bagaimana kondisi dia saat itu apakah pasien
terlihat dalam keadaan sakit ringan, sedang sampai berat. Pada sakit berat biasa pasien datang
bersama keluarga dan sudah dibantu untuk berjalan, bahkan sudah sampai digendong atau
dibopong (diangkat badannya). Berikut adalah pertanyaan yang diberikan :
Identitas : nama, umur, alamat, pekerjaan, sudah menikah atau belum, agama, suku,
pendidikan.
Keluhan sekarang : mendengar keluhan penderita sangat penting untuk pemeriksaan.
Pertanyaan yang sangat sederhana seperti “datang kemari dengan keluhan apa ?” ada
kasus ini karena pasien tidak sadarkan diri, ditanyakan pada suami (alo-anamnesis).
Riwayat penyakit umum : perlu ditanyakan apakah penderita pernah menderita penyakit
berat, atau penyakit tuberculosis, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit darah,
penyakit diabetes melitus, dan penyakit jiwa. Riwayat operasi nonginekologik perlu juga
diperhatikan, misalnya strumektomi, mammektomi, appendektomi, dan lain-lain.
2
Riwayat obstetric : perlu diketahui riwayat tiap-tiap kehamilan sebelumnya ; apakah itu
berakhir dengan keguguran, ataukah berakhir dengan persalinan ; apakah persalinannya
normal atau dengan tindakan atau section sesarea, dan bagaimana nasib anaknya (bayi
lahir hidup atau bayi lahir mati). Infeksi nifas dan kuretase dapat menjadi sumber infeksi
panggul menahun dan kemandulan.
Riwayat haid : haid merupakan peristiwa sangat penting dalam kehidupan wanita. Perlu
diketahui menarche, siklus haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar waktu
haid, lamanya haid, disertai rasa nyeri atau tidak, dan menopause. Selalu harus
ditanyakan tanggal terakhir yang masih normal. Jikalau haid terakhirnya tidak jelas
normal, maka perlu ditanyakan tanggal haid sebelum itu. Dengan cara demikian, dicari
apakah haid penderita terlambat (satu,dua atau tiga minggu), ataukah ia mengalami
amenorea (dua, tiga bulan atau lebih).
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keadaan sakit berat,
kesadaran koma, mengalami kejang-kejang, selama kehamilan tidak pernah memeriksakan diri
ke bidan atau dokter. Haid terakhir tanggal 25 september 2013.
II. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
Dari pemeriksaan umum sering didapat keterangan yang menuju ke arah tertentu dalam
usaha membuat diagnosis. Bentuk konstitusi tubuh mempunyai kolerasi dengan keadaan jiwa
penderita. Penimbunan dan penyebaran lemak mempunyai hubungan dengan makanan,
kesehatan badan, penyakit menahun, dan faal kelenjar-kelenjar endokrin. Pertumbuhan rambut,
terutama di daerah pubis, betis, dan kumis, menunjuk kearah gangguan endokrin.
Perlu diperhatikan apakah penderita terlampau gemuk (obesitas) atau terlampau kurus
(cachexia), dan sudah berapa lama keadaan demikian itu, perlu pula ditanyakan. Cachexia dapat
dijumpai pada tuberculosis dan pada tumor ganas stadium lanjut dan anoreksdia nervosa.
Selanjutnya, perlu diperiksakan nadi, suhu, tekanan darah, pernafasan, mata
(anemia,ikterus,eksoftalmus), kelenjar gondok (struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-
paru, dan perut. Adanya edema, asites, gambaran vena yang jelas/melebar, dan varises-varises
perlu pula mendapat perhatian yang seksama.
3
Untuk kasus ini akan lebih di fokuskan untuk melakukan pemeriksaan pada abdomen,
pemeriksaan sebagai berikut.
Inspeksi
Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran/cekungan, pergerakan pernafasan, kondisi kulit
(tebal, mengkilat, keriput, striae, pigmentasi), lesi bekas operasi.
Palpasi
Sebelum pemeriksaan dilakukan, harus diyakini bahwa kandung kencing dan rectum
kosong karena kandung kencing penuh teraba sebagai kista dan rectum penuh menyulitkan
pemeriksaan. Jikalau perlu, penderita disuruh kencing/ buang air besar terlebih dahulu, atau
dilakukan kateterisasi.
Kedua tungkai ditekuk sedikit untuk melunakan organ-organ dalam, meraba dan menekan
menggunakan jari 2,3,4 dan sebelum melakukan perabaan gosokkan kedua tangan supaya pasien
merasa lebih nyaman.
Gambar 1. Tinggi fundus uteri sesuai umur kehamilan 2
Dengan cara menggunakan cara Leopold, kemungkinan yang ditemukan ialah :3
Leopold I : untuk mengetahui TFU (Tinggi Fundus Uteri), usia kehamilan
dan mengetahui bagian janin yang berada di fundus.
Leopold II : untuk mengetahui bagian janin yang berada di samping (punggung
dan ekstremitas janin).
Leopold III : menentukan apa yang terdapat di bagian bawah perut ibu apakah
sudah masuk PAP (Pintu Atas Panggul) / belum. Bila kepala janin sudah dipastikan
masuk ke dalam pintu atas panggul, pemeriksaan Leopold IV baru boleh dilakukan.
4
Leopold IV : Menentukan berapa bagian terbawah janin yang sudah masuk ke
dalam rongga panggul. Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien, dan menghadap kearah
kaki ibu.lk,
Gambar 2. Pemeriksaan Leopold I,II,III dan IV 2
Auskultasi
Mendengerkan menggunakan alat bantu stetoskop. Untuk detak jantung bayi dapat
menggunakan stetoskop Laennec atau Doppler. Dimana akan terdengar detik jantung dan
gerakan janin. Bila terdengar bising uterus maka curiga uterus gravidus atau mioma uteri yang
besar.
Gambar 3. Stetoskop kebidanan ( Laennec)2 Gambar 4. Doppler2
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan hasil tekanan darah 180/120 mmHg,
Frekuensi nadi 72x/menit, terdapat edema di kaki, tangan, perut dan muka. Funfus uteri teraba
setinggi 3 jari dibawah processus xyphoideus, letak anak kepala punggung kiri , denyut jantung
janin 132/menit dan teratur.4
III. Pemeriksaan penunjang
5
Tes darah (CBC) : Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, Laju endap darah,
golongan darah, rhesus.
Tes urine : Kemungkinan ditemukan protein dalam urine 10 gram sehari atau lebih.
Atau mungkin ditemukan adanya darah.
USG : Untuk mengetahui keadaan janin baik tunggal atau tidak dan baik intrauterine
atau tidak.
Gambar 5. Ultrasonografi (USG)2
IV. Diagnosis banding
Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem saraf otak manusia karena terjadinya
aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai
reaksi pada tubuh manusia mulai dari melamun sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran sampai
kejang-kejang. 3
Gejala yang timbul ketika serangan datang adalah sebagai berikut kedua mata penderita
terus menatap, sering berkedip, dan berkedutnya kelopak mata serta anggota tubuh lainnya.
Selain itu penderita bisa mengalami pusing, hingga pingsan, disertai kehilangan ingatan setelah
sadar. Jari-jari berkerut, posisi bibir miring, gigi menggertak, lidah berada di antara gigi, dan
keluar air liur merupakan gejala yang sering terjadi pada epilepsi.
6
Gambar 6. Serangan epilepsi2
Kejang karena obat anastesia lokal
Seharusnya obat anestesi local diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah menigkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ.
Efek terhadap SSP (Susunan Saraf Pusat) antara lain mengantuk, kepala terasa ringan,
gangguan visual, pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula
nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi
SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin;
seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kgBB parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
Koma karena sebab lain (perdarahan otak, meningitis, ensefalitis)
Meningitis adalah peradangan pada selaput meninges yang menyelubungi otak yang
disebabkan oleh bakteri atauvirus. Organism meningitis bacterial memasuki meninges secara
langsung sebagai akibat cedera traumatic atau cedera tidak alngsung bila dipindahkan dari
tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinalis. Pada umumnya infeksi mencapai
otak melalui peredaran darah (hematogen). Tahap awal infeksi akan memberikan gejala otitis
media, sinusitis, dan saluran pernafasan. Defisiensi imun meningkatkan kemungkinan timbulnya
penyakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kejang, kelumpuhan, dehidrasi, dan koma akibat
terjadinya thrombosis pada pembuluh darah di otak.
7
Gambar 7. Menigoensefalitis2
Sama halnya dengan perdarahan otak, koma terjadi akibat terbentuknya thrombosis pada
pembuluh darah di otak.
Ensefalitis merupakan peradangan pada otak. Bila ensefalitis diikuti dengan meningitis
disebut menigoensefalitis. Gejala pada ensefalitis adalah pusing, demam, bingung, lelah,
mengantuk, kejang, tremor, halusinasi dan gangguan daya ingat.
V. Diagnosis kerja
Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita
dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.
Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30
mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah
tidak dipakai.4
Proteinuria adalah protein dalam urin, dimana seharusnya protein tidak keluar di urin
karena akan diabsorpsi dalam ginjal. Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan
pengumpulan urin selama 24 jam, dianggap patologis bila hasil ≥ 300 mg/24 jam atau
menggunakan urin dipstick dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dengan selang 6 jam, bila
hasil 100 mg/L atau +1 dianggap patologis.4
Edema merupakan penimbunan cairan pada tubuh terutama pada bagian ekskremitas
bawah karena hukum gravitasi. Dulu edema tungkai dipakai sebagai tanda pre-eklampsia, tetapi
sekarang sudah tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan
8
faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema generalisata atau
kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.4
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interprestasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema
dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan
hipertensi dan proteinuria.4
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.4
Eklampsia selalu dimulai dengan pre-eklampsia. Kejang-kejang dimulai dengan kejang
tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari
otot-otot muka khusunya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot
tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita
mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua
tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik.
Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.4
Kejang tonik akan disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka
dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot
muka dan seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita
terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang
terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang terkadang disertai bercak
darah. Wajah tampak memerah karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-
bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang dari 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah, dan
akhirnya penderita diam tidak bergerak. Ketika kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat.
Demikian juga dengan suhu badan akan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan
serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertia oliguria atau anuria dan kadang-kadang
terjadi aspirasi bahan muntah.
9
Eklampsia sering terjadi pada primigravida dibandingkan multipara. Sama halnya dengan
pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum.
Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini yang paling
sering terjadi), eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan, dan eklampsia
postpartum ialah eklampsia setelah persalinan. Eklampsia postpastum umumnya hanya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama pasca persalinan. Biasa terjadi pada trimester akhir dan semakin
besar kemungkinan mendekati saat cukup bulan.
Eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan kembar, hidroamnion, dan mola
hidatidosa, pada mola hidatidosa eklampsia dapat terjadi sebelum bulan ke enam.
VI. Etiologi
Penyebab eklampsia masih belum diketahui dengan pasti. Salah satu teori yang
dikemukakan bahwa eklampsia disebabkan iskemia rahim dan plasenta (ischaemia
uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada mola
hidatidosa, hidroamnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan,
juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding rahim kurang,
maka keluarlah zat-zat plasenta atau deciduas yang menyebabkan vasospasme dan hipertensi.5
Penelitian yang sedang dikembangkan saat ini untuk mencari etiologi preeklampsia-
eklampsia gangguan transformasi trofoblas saat trofoblas melakukan invasi ke dalam intervillous
sisi maternal. Sehingga menjadikan suatu reaksi penolakan plasenta oleh pihak maternal yang
mengakibatkan perubahan sistem keseimbangan imunologis dan perubahan aktivitas sel baik
pihak maternal maupun paternal.6,7
VII. Epidemiologi
Kejadian preeklampsia-eklampsia antara 2-8% dari seluruh kehamilan diseluruh dunia
dan masih merupakan salah satu dari penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu dan bayi pada negara berkembang.
Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial
ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya
meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah
20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden
10
eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di
negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.
VIII. Patofisiologi
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, rennin, dan
aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung.
Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, rennin, dan aldosteron, tetapi
dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan
trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap
angiotensin II, rennin dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam
dan air.
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan
diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya
merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh
darah terhadap protein meningkat.5,8
Pada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak, paru-paru,
dan jantung. Pada umumnya dapat ditemukan nekrosis, haemorrhagia, edema, hiperaemia atau
iskemik dan thrombosis.9
Pada plasenta terdapat infark-infark karena degenerasi sinsitium. Perubahan lain yang
terdapat ialah retensi air dan natrium, haemokonsentrasi dan kadang-kadang asidosis
IX. Manifestasi klinik
Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan
tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal
11
dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal. 10
Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia,
dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada
wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi
dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia
harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan
oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang
terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. 10
Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya
minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya
dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 10
Gambar 8. Gejala klinik eklampsia2
Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus
yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak
12
sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan
eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama. 10
Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan
ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan. 10
Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.
Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.10
X. Komplikasi
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi ibu:
a. Menimbulkan sianosis
b. Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru
c. Tekanan darah meningkat menimbulkan pendarahan otak dan kegagalan jantung
mendadak.
d. Lidah dapat tergigit
e. Jatuh daru tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka
f. Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria
g. Pendarahan atau ablasio retina
h. Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus
2. Komplikasi janin dalam rahim:
a. Asfiksia mendadak, karena spasme pembuluh darah menimbulkan kematian
b. Solusia plasenta
c. Persalinan prematuritas.
XI. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
13
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Pengobatan medikamentosa
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Magnesium sulfat
(MgSO4) pemberian obat ini pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat pada pre-
eklampsia berat. Dimana magnesium akan menghambat atau menurunkaan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisis
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps, disini magnesium akan menggeser kalsium
sehinggaa aliran rangsangan tidak terjadi. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk
gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.
Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun harus diberikan
dalam dosis tinggi sehingga hanya dilakukan pada mereka yang telah berpengalaman. Pemberian
diuretikum hendaknya selalu monitoring plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat
anti hipertensi hendaknya sellau disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Sehingga dirawat di kamar isolasi
cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis dapat segera diketahui. Penderita
dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci
dengan kuat. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan
ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di
sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, berguna untuk menghindari
fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
Penatalaksanaan secara obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri (terminasi), tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai syabilisasi (pemulihan)
14
hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan, bila persalinan per
vaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.5
XII. Pencegahan
Yang dimaksud dengan pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia
pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Pre eklampsia adalah
suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.
1. Meningkatkan jumlah dan kualitas tempat pemeriksaan hamil
2. Menemukan gejala dini pre-eklampsia serta mengobatinya
3. Bila gagal mengobati pre-eklampsia berat kehamilan diakhiri, sehingga eklampsia dapat
dicegah.
XIII. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera mengalami perbaikan.5
Prognosis janin tergolong buruk, seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase
neonatal karena kondisi bayi sudah sangat inferior. Bukan hanya janin, untuk ibu juga memiliki
prognosa buruk yaitu kematian. Penyebab kematian adalah edema paru-paru, apoplexy dan
asidosis.
Prognosa akan semakin memburuk jika umur ibu >35 tahun, koma yang lama, nadia
diatas 120x/menit, suhu diatas 39oC, tekanan darah di atas 200 mmHg, serangan kejang >10x,
proteinuria 10 gr sehari/lebih, tidak ada edema.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu
hipertensi kronik.
Bab III
Penutup
15
Eklampsia memiliki gejala tekanan darah tinggi (hipertensi), proteinuria, edema dan
kejang. Karena memiliki hipertensi, preeklampsia-eklampsia termasuk hipertensi dalam
kehamilan.
Untuk mendiagnosis eklampsia pertama lakukan anamnesis, dalam kasus ini karena
pasien tidak sadarkan diri maka dilakukan alo-anamnesis (suaminya yang mengantar). Kemudian
lakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari pemeriksaan umum, inspeksi, palpasi dan auskultasi.
Pada palpasi untuk ibu hamil melakukan palpasi Leopold yang dibagi menjadi 4 tahap.
Dari palpasi bisa diketahui posisi bagian atas, samping dan bawah janin serta umur kehamilan.
Umur kehamilan dilihat patokan dari symphisis dan processus xyphoideus.
Kemudian lakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan lab darah lengkap, tes urine, dan ultrasonografi. Diagnosis
banding untuk eklampsia adalah meningitis, ensefalitis, perdarahan serebri, koma karena efek
obat analgesia.
Eklampsia didahului oleh pre-eklampsia, dimana memiliki gejala klinik hipertensi,
edema, proteinuria, sakit kepala, gangguan penglihatan, kenaikan berat badan, dan kejang.
Penatalaksanaan secara umum perhatikan jalur nafas, sirkulasi darah, kemudian untuk
tatalaksana obstetric lakukan terminasi (persalinan) karena akan membahayakan ibu dan janin.
Bab IV
Daftar pustaka
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. dalam : at a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h.1-17.
16
2. Gambar diunduh dari www.google.com
3. Odendal HJ. Severe preeclampsia eclampsia in Sibai BM : Hipertensive disorders in
woman. USA : WB Saunders Company, 2001, p.41-59.
4. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Saifuddin AB. Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Ed 4. Cet 1. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009,
h.531-54.
5. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia ; obstetrics &
gynecology. USA : WB Saunders Company, 2005, p.405-10.
6. Manuaba, Gde IB. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Jakarta: EGC, 2000.h.239-51\
7. Mochtar R. Synopsis obstetric: obstetric fisiologi, obstetric patologi. Jilid I. Jakarta: EGC;
2003. h. 141-43
8. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Pt Bina Pustaka Srawono
Prawirohardjo; 2011. h. 531-54
9. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Saifuddin AB. Ilmu kandungan sarwono
prawirohardjo. Ed 2. Cet 7. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009,
h.132-42.
10. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKU Padjadjaran. Obstetri patologi. Bandung : Elstar
Offset, 2002, h.99-104.
17