makalah kmbr
DESCRIPTION
geywefbgfjufgngergjuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga
akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at
all, 2002).
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang
tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L.
Wong, 2004).
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang
ditemukan oleh Gavriel Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik
yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “ Selama ini, operasi yang dilakukan
di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov. Metode itu digunakan
untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan
istilah osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan
tulang dari luar ke dalam. ''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman,
1
luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses penyembuhannya menjadi
lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang
disebut dengan metode “ Fitbone “.Berbeda dengan Ilizarov, metode
fitbone dilakukan pertama kali di Singapura pada Tahun 2001, teknik
fitbone ini merupakan teknik dengan teknologi tinggi dan efek samping
yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa membuat pasien kembali
beraktivitas seperti semula.
Penyakit artritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama
dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan
kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan
perbandingan wanita denga pria sebesar 3 : 1. kecenderungan wanita untuk
menderita artritis reumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang
sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyakit ini.
Artritis Reumatoid (AR) salah satu dari beberapa penyakit rematik
adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan
pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap,
suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya
waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan
kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai
organ tubuh.
2
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik
(keturunan) sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah satu teori nya
adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah ke
membran yang berada disekitar sendi.
Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang
hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya
kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang
menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik,
hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam
menentukan pola morbiditas penyakit ini.hingga etiologi AR yang
sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini yaitu untuk :
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan dengan klien Bedah Orthopedi.
2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan dengan klien Fraktur.
3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan dengan klien Rheumatoid Arthritis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. BEDAH ORTOPEDI
1.a Pengertian
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan
pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur
yang berkaitan. Berhubungan dengan koreksi deformitas sistem
muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik (Dorland, 1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi
disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas,
dislokasi sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta
sistem muskuloskeletal (Brunner & Suddart).
1.b) Macam-macam gangguan Orthopedi fraktur
adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi
fraktur, 5 diantaranya adalah;
1. Inclomplete: fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang. Salah satu sisi patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau
greenstick.
b) Complete: garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
c) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
d) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensian untuk terjadi infeksi.
4
e) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker,
osteoporosis, dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
1.c). Jenis-jenis Pembedahan
1. Graft Tulang
Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan untuk menstabilisasi atau mengganti tulang
yang berpenyakit.
2. Amputasi
Adalah pengangkatan / pemotongan / pembuangan sebagian anggota
tubuh / gerak yang disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran
darah, osteomielitis, kanker melalui tindakan pembedahan.
3. Artroplasti
Adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop (suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah mengoprasi dalamnya sendi tanpa irisan
yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
4. Menisektomi
Adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
5. Penggantian sendi
Adalah penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis.
6. Reduksi terbuka
Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah.
5
1.d). Komplikasi
1.Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat
mengakibatakan syok hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan
bila klien mengalami syok hipovoemik. Identifikasi tanda dan gejala awal
syok, misal peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah dan keluaran
urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan kesadaran, rasa haus,
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit darah.
2. Atelaktasis dan pnemonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan.
Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi
pernafasan dan terjadinya atelaktasis dan pnemonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam an batuk efektif serta pantau suara
paru. Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi
pernapasan dan terjadinya atelektasis serta pneumonia. Bila diindikasikan
menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk menggunakannya. Bila
muncul tanda gangguan pernapasan misalpeningkatan frekuensi pernapasa,
batuk produktif, suara napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke
dokter ahli bedah.
3. Retensi urine
Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan
klien untuk BAK 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urin dan
distensi kandung kemih. Berikan privasi selama klien BAK dalam posisi yang
6
tidak biasa. Gunakan pispot khusus, misalnya untuk klien fraktur, biasanya
akan lebih nyaman dibanding dengan pispot jenis lain.
4.Infeksi
Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua
tindakan invasif. Resiko Infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%. Infeksi
merupakan perhatian khusus terutama pada klien pascaoperasi ortopedi karena
tingginya resiko osteomielitis. Ostheomilitis sering memerlukan pemberian
antibiotikintravena jangka panjang.
Segera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi
hrus diangkat. Itulah sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama
perioperatif dan pascaoperatif. Kaji respon klien terhadap penggunaan
antibiotik. Pertahankanlah tehnik aseptik pada saat mengganti balutan dan
mmengeringkan cairan.
5. Trombosis Vena Profunda
Penyakit trombeobolik merupakan salah satu dari semua komplikasi yang
paling sering dan paling berbahaya pada pasien pasca operasi orthopedic.
Pencegahan trombosis vena dapat dilakukan dengan latihan "pemompaan"
betis dan pergelangan kaki, pemakaian stoking elastis atau alatpenekan
berkala, hidrasi yang adekuat,dan mobilisasi awal. Dorong klien untuk minum
yang banyak agar mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang
menyertainya, yang akan mnyebabkan statis. Warfin profikalis atau heparin
dengan dosis yang disesuaikan dapat diberikan untuk mencegah trombosis
vena dalam, sedangkan aspirin tidak memperlihatkan efek profikalis yang
jelas terhadap adanya trombosis vena dalam ( Sabiston, David 2000 ).
7
1.e). Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Maslah yang dapat dikoreksi
meliputi stabilisasi, fraktur, deformitas, penyaki sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (missal : sindrom kompartemen) adanya
tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan adalah meliputi reduksi
terbuka dengan fiksasi interna (ORIF : open reduction and internal fixation)
untuk fraktur antroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah
sendi, amputai untuk masalah extremitas berat (missal : ganggren trauma
pasif). Sasaran kebanyakan bedah orthopedic adalah memperbaiki fungsi
dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas sertamengurangi nyeri dan
distabilitas.
1.f). Pemeriksaan penunjang
1.f.a). Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
4) Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5) Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6) Kadar enzym serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat
aminotransferase
1.f.b). Pemeriksaan urin: Kadar kalsium urin
1.f.c). Pemeriksaan radiologi
8
1. Sinar-X
Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau
fungsional pada tulang dan sendi yang secara umum yang digunakan untuk
menilai masala atau penyakit muskuloskeletal.).
2. Arthrography.
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan
media kontras dimasukan ke sendi..
3. Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis
dan ujung–ujung syaraf.
4.Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi
radioactive tracer.
5. Scan computed tomography (CT).
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak
dan tulang yang mengalami ketidaknormalan.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan
antara jaringan solid, lemak, darah dan tulang.
7. Analisis Cairan Synovial .
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang
dimasukan kedalam kapsul sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa
terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis, perdarahan, inflamasi dan non
inflammasi.
9
2. Fraktur
2.a). Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar seperti
trauma atau tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2001).
2.b). Klasifikasi Fraktur
Jenis-jenis fraktur ada 4, yaitu:
1.Fraktur komplet, yaitu: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi yang normal)
2.Fraktur tidak komplet, yaitu: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
3.Fraktur tertutup (fraktur simple), yaitu fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit
4.Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ komplit), yaitu fraktur dengan luka
pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
a.Grade 1, dengan luka bersih yang kurang dari 1 cm.
b.Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
c. Grade III, mengalami kerusakan jaringan lunak yang lebih berat
(Brunner & Suddarth, 2001)
2.b.1). Fraktur juga digolongkan sesuai dengan pergeseran anatomis fragmen
tulang, yaitu:
10
a) Greenstick : Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-
anak. Dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain
membengkok dan kortek tulang dan periosteum masih utuh. Biasanya
akan segera sembuh dan mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi
yang normal.
b) Transversal : Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang (sepanjang garis tengah tulang)
c) Oblik : Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang
d) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
e) Kominutif : serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana
terdapat lebih dari dua fragmen tulang
f) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g) Kompressi/ impaksi : Fraktur ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan vertebra yang lain
h) Patologik : Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista
tulang, penyakit piaget, metastasis tulang, tumor)
i) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada
perlekatannya (Price & Wilson, 1995).
2.c). Penyebab
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut
11
2. Trauma tidak langsung: dimana jarak antara titik tumpul benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga.
2.d).Manisfestasi Klinis
1.Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi. spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung
pada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada
daerah fraktur dan dapat diminimalkan dengan bidai alamiah
2.Deformitas, akibat dari pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai (perbedaan fungsi normal otot pada integritas tulang)
3.Pemendekan tulang yang terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur
4.Krepitus, bunyi derik tulang yang dapat diperiksa dengan tangan. Hal ini
terjadi karena gesekan antara fragmen satu dengan yang lain. Uji krepitus ini
dapat berdampak kurang baik, terjadinya kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat
5.Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit, terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur yang timbul beberapa jam setelah
kejadian.
12
6.Echimosis, ekstravasasi darah dalam jaringan subkutan (Brunner &
Suddarth, 2001)
2.e.). Komplikasi
1. Komplikasi awal
a) Syok hipovolemik/ traumatik, ketika terjadi fraktur (extremitas,
vertebra, pelvis, femur) yang mengakibatkan perdarahan dan
kehilangan cairan extrasel kemudian aliran darah berkurang di
jaringan yang rusak dan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik
b) Sindrom emboli lemak
c) Sindrom kompartemen
d) Trombo emboli vena, berhubungan dengan penurunan aktivitas/
kontraksi otot/dan terapi antibiotik
e) Infeksi, biasanya pada fraktur terbuka, terjadi kontaminasi infeksi
sehingga perlu monitor tanda-tanda infeksi dan terapi antibiotik
2. Komplikasi lambat
a) Delayed union, proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang
diharapkan, biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan
dengan proses infeksi
b) Non union, proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini di sebabkan oleh fobrous union atau
pseudoarthrosis
c) Mal union, proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk)
13
d) Nekrosis avaskuler di tulang, karena suplai darah menurun sehingga
menurunkan fungsi tulang
2.f). Prinsip Penangan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk
mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
a) Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi,
dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
b) Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi,
dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang
c) Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan
pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang
dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinue, pin dan tehnik gips.
14
3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan.
3. Memantau status neorovaskular.
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri.
5. Latihan isometrik dan setting otot.
6. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari.
7. Kembali keaktivitas secara bertahap.
2.g.). Tindakan Pembedahan
2.g.1). ORIF (Open Reduction Internal Fixtation)
Melakukan insisi dan menyusun kembali bagian fraktur dengan visual
secara langsung. Reduksi terbuka merupakan pilihan pengobatan untuk
fraktur campuran yang di sertai dengan injury neurovaskuler yang berat atau
jika jaringan lunak berada di permukaan antara dua tulang. Internal fixation
membuat tulang menjadi imobil dan dapat mencegah deformitas pada tulang
tetapi bukan sebagai pengganti untuk penyembuhan tulang.
Metode pelaksanaan ORIF:
a) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b) Fraktur diperiksa dan diteliti
15
c) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d) Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e) Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
1. Reduksi akurat
2. Stabilitas reduksi tinggi
3. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
4. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
5. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi
lebih cepat
6. Rawat inap lebih singkat
7. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian: Kemungkinan terjadi infeksi dan Osteomielitis
2.g.2). Eksternal Fiksasi
a) Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak (fraktur komplet pada humerus, lengan
bawah, femur, tibia dan pelvis
b) Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,
biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
c) Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
16
d) Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke
tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan
dikuatkan pennya.
Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
a) Observasi letak pen dan area
b) Observasi kemerahan, basah dan rembes
c) Observasi status neurovaskuler distal fraktur
2.h.). Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/ luas fraktur dan trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan jika di curigai adanya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi), atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). SDP meningkat yang merupakan respon stres normal setelah
trauma
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
darah, tranfusi multipel atau cedera hati.
17
3. Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis,
dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan
proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris.
3.a). Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.
Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan
faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi
seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
18
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup
difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita.
3.b). Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada
penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada
saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang
sangat bervariasi.
1).Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat
badan menurun dandemam.
2).Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama
pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak
melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi
diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3).Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1
jam.
19
4).Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada
gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
pengikisan ditepi tulang .
5).Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang
telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki
terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan
ekstensi.
6). Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya
merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
.3.c). Pemeriksaan Diagnostik
Tidak ada tes tunggal untuk mendiagnosis rheumatoid arthritis.
Sebaliknya, rheumatoid arthritis adalah didiagnosis berdasarkan kombinasi dari
penyajian sendi yang terlibat, karakteristik kekakuan sendi pada pagi hari, adanya
faktor darah arthritis dan antibodi citrulline, serta temuan nodul rheumatoid dan
perubahan radiografi (X-ray pengujian ).
20
Langkah pertama dalam diagnosis rheumatoid arthritis adalah suatu
pertemuan antara dokter dan pasien. Dokter tinjauan sejarah gejala, memeriksa
sendi untuk peradangan, nyeri, pembengkakan, dan kelainan bentuk, kulit untuk
nodul rheumatoid (perusahaan benjolan dibawah kulit, paling sering selama siku
atau jari), dan bagian tubuh lain untuk peradangan, darah tertentu dan tes sinar-X
sering diperoleh. Diagnosis akan didasarkan pada pola gejala, distribusi sendi
meradang, dan darah serta temuan X-ray. Kunjungan Beberapa mungkin
diperlukan sebelum dokter dapat diagnosis tertentu. Seorang dokter dengan
pelatihan khusus dalam dan terkait penyakit radang sendi disebut rheumatologist .
3.d). Penatalaksanaan
Secara keseluruhan penyakit RA tidak dapat disembuhkan secara total.
Namun, berbagai pengobatan RA yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi
peradangan dan nyeri sendi, memaksimalkan fungsi sendi, mencegah pemburukan
kerusakan dan kelainan bentuk sendi. Mengingat RA adalah penyakit yang
progresif maka kunci keberhasilan pengobatannya adalah diagnosa dini dan
pengobatan awal yang progresif, yaitu sesegera mungkin menggunakan obat
pengubah perjalanan penyakit.
Tata laksana pengobatan RA secara dini dapat memperbaiki fungsi, menghentikan
kerusakan pada sendi dan mencegah ketidakmampuan untuk bekerja atau
kecacatan. Salah satu terobosan pengobatan yang dilakukan adalah dengan
menggunakan Bilogic Agent seperti Etanercept. Etanercept merupakan obat
bilogis yang menangkap atau menghambat suatu protein dalam tubuh yang
dinamakan Tumor Necrosis Alpha atau TNF Alpha yang menyebabkan
21
peradangan pada persendian. Dengan pemakaian Etanercept yang tepat, gejala RA
dapat secaa siginifikan dan seringkali secara cepat membaik. Pengobatan ini juga
harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama.
Perawatan yang optimal untuk penyakit RA melibatkan kombinasi dari
obat-obatan, istirahat, latihan-latihan yang menguatkan sendi, perlindungan serta
pendidikan RA bagi pasien dan keluarga.
Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan Bedah Ortopedi :
Diagnosa Keperawatan :
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan, atau
inflamasi.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan,
alat yang mengikat, atau gangguan aliran balik vena.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
d. Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan dengan
Pembedahan.
e. Hambatan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri.
22
2. Asuhan Keperawatan Fraktur
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d Agens cedera fisik (fraktur)
b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler Trauma,resiko
Intervensi Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik,terputusnya jaringan tulang (Fraktur)
Intervensi Rasional
Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
Imobilisasi bagian yang sakitTinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasiBerikan obat analgetik sesuai indikasi
Untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepatUntuk mempertahankan posisi fungsional tulang Untuk memperlancar arus balik vena
Agar klien rileks Untuk mengurangi nyeri
2. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler
Intervensi Rasional
Ambulasi
Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan tubuh aktifperubahan posisi memindahkan pasienatau bagian tubuh
Meningkatkan dan membantu berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki fungsi tubuhuntuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendiuntuk memberikan kenyamanan, menurunkan resiko kerusakan kulit mendukung integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan.
23
Asuhan Keperawatan Rheumatoid Atrihritis
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal,
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan 1 : Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen
pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi
sendi.
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang
mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
24
Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program.Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen
tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi
netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi
kerusakan pada sendi.
2. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.
3. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres
sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi,
dan sebagainya.
Rasional: Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
4. Berikan massage yang lembut
Rasional: meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri
25
5. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping.
Diagnosa Keperawatan 2: Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan:
Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan
kekuatan otot.
Kriteria Hasil
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
Rasional: Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari
peoses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
terganggu.
26
Rasional: Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan
isometris jika memungkinkan.
Rasional: Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya
aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan
pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional : Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
5. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan
oleh Gavriel Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal
dengan nama “ Ilizarov “ Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih
menggunakan metode ilizarov. Metode itu digunakan untuk mengoreksi bentuk
kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan istilah osteogenesis distraksi.
Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke dalam.
''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih
besar, proses penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa
timbul infeksi.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
Penyakit artritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama
dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok
etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan
28
wanita denga pria sebesar 3 : 1. kecenderungan wanita untuk menderita artritis
reumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurnaningsih, Lukman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah
Ortopedi. Jakarta: Salemba Medika.
2. Sawitri Endang &Agus sudaryanto. (2009 ). Pengaruh Pemberian
Informasi Pra Bedah terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra
Bedah Mayor di Bangsal Orthope di RSUI Kustati Surakarta.
3. Smitzer.( 2005). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
4. Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC
5. Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM,
McPhee
6. Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed
7. Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta.
8. Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
9. Marilynn E. Doenges dkk. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :
EGC, 1999. EGC. 2002.
10. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilik 2. Jakarta
11. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
12. Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarata : EGC, 1999.
13. http://nursingbegin.com/askep-artritis-reumatoid/
30
14. http://nurse87.wordpress.com/2009/12/12/asuhan-keperawatan-
rheumatoid-artritis/.
15. Herdam, Heater. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012- 2014. Jakarta : EGC.
16. http://ryan-groho.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan fraktur.html
17. http://www.skripsi-kti.co.cc/2011/01/asuhan-keperawatan-klien-fraktur.html
31