makalah medika kartika

18
GAMBARAN AKTIVITAS MEROKOK PADA PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI Arif Ath-Thaariq Maulana Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani ABSTRAK Latar Belakang dan Tujuan: Merokok sebagai salah satu faktor risiko mayor SKA, prevalensinya masih cukup tinggi. Tingginya faktor risiko ini dapat menimbulkan masalah penyakit jantung. Pengetahuan mengenai pola aktivitas merokok diharapkan mampu menekan angka kejadian SKA di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran merokok pada penderita SKA yang dirawat di Rumah Sakit Dustira periode Bulan September – Desember 2010. Subjek dan Metode: Subjek penelitian sebanyak 62 responden dengan diagnosis Unstable Angina (UA), Non ST-elevation Miokard Infark (NSTEMI), dan ST-elevation Miokard Infark (STEMI) yang dirawat inap di bangsal jantung RS Dustira. Pada subjek dilakukan wawancara mengenai aktivitas merokok, jenis rokok yang dihisap dan jumlah rokok yang dihisap tiap harinya. Pemeriksaan dilakukan di bangsal jantung RS Dustira Cimahi. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan dibuat dengan menggunakan program SPSS 17.0 serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian ini mendapatkan 29 responden dari total 62 responden adalah perokok (46,8%) dan sisanya tidak merokok (53,2%). Pada mereka yang merokok diperoleh bahwa sekitar 16 responden (55,2%) aktivitas merokoknya sudah berhenti dalam satu bulan terakhir. Hal ini karena mereka sudah berhenti lebih dari 3 tahun yang lalu (81,2%) karena sakit dan mengerti bahaya merokok sebagai alasan utama (43,7%). Jenis rokok yang dihisap oleh responden adalah rokok non kretek (55,2%) sedangkan rokok kretek hanya sebesar 44,8%. Para responden juga kebanyakan hanya menghabiskan rokok kurang dari 1 pak (48,3%) sedangkan yang

Upload: arifath

Post on 02-Jul-2015

138 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Medika Kartika

GAMBARAN AKTIVITAS MEROKOK PADA PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT YANG DIRAWAT

DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI

Arif Ath-Thaariq MaulanaFakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

ABSTRAK

Latar Belakang dan Tujuan: Merokok sebagai salah satu faktor risiko mayor SKA, prevalensinya masih cukup tinggi. Tingginya faktor risiko ini dapat menimbulkan masalah penyakit jantung. Pengetahuan mengenai pola aktivitas merokok diharapkan mampu menekan angka kejadian SKA di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran merokok pada penderita SKA yang dirawat di Rumah Sakit Dustira periode Bulan September – Desember 2010.

Subjek dan Metode: Subjek penelitian sebanyak 62 responden dengan diagnosis Unstable Angina (UA), Non ST-elevation Miokard Infark (NSTEMI), dan ST-elevation Miokard Infark (STEMI) yang dirawat inap di bangsal jantung RS Dustira. Pada subjek dilakukan wawancara mengenai aktivitas merokok, jenis rokok yang dihisap dan jumlah rokok yang dihisap tiap harinya. Pemeriksaan dilakukan di bangsal jantung RS Dustira Cimahi. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan dibuat dengan menggunakan program SPSS 17.0 serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.

Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian ini mendapatkan 29 responden dari total 62 responden adalah perokok (46,8%) dan sisanya tidak merokok (53,2%). Pada mereka yang merokok diperoleh bahwa sekitar 16 responden (55,2%) aktivitas merokoknya sudah berhenti dalam satu bulan terakhir. Hal ini karena mereka sudah berhenti lebih dari 3 tahun yang lalu (81,2%) karena sakit dan mengerti bahaya merokok sebagai alasan utama (43,7%). Jenis rokok yang dihisap oleh responden adalah rokok non kretek (55,2%) sedangkan rokok kretek hanya sebesar 44,8%. Para responden juga kebanyakan hanya menghabiskan rokok kurang dari 1 pak (48,3%) sedangkan yang lainnya menghabiskan 1-2 pak (20,7%) dan lebih dari 2 pak (31%).

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar orang yang terkena SKA adalah orang-orang yang berhenti merokok sejak sebulan yang lalu dengan jenis rokok tertinggi yang dihisap adalah non kretek. Selain itu, jumlah batang yang paling banyak dihabiskan adalah sebanyak kurang dari 1 pak.

Kata kunci: aktivitas merokok, jenis rokok, jumlah batang rokok, sindroma koroner akut (SKA)

Page 2: Makalah Medika Kartika

PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK)

ialah penyakit jantung yang disebabkan

oleh penyempitan arteri koronaria akibat

proses aterosklerosis. Manifestasi dari

penyakit ini adalah angina pektoris.

Angina pektoris timbul pada waktu

melakukan aktivitas dan menandakan telah

terjadi > 70% penyempitan pada arteri

koronaria. Jenis angina yang dapat muncul

adalah angina pektoris stabil (stable

angina) tetapi tidak menutup kemungkinan

keadaan ini bisa berkembang menjadi

lebih berat berupa Sindroma Koroner Akut

(SKA).1

Sindroma Koroner Akut (SKA)

adalah istilah yang digunakan untuk

berbagai kondisi yang muncul tiba-tiba

akibat berkurangnya aliran darah ke otot

jantung.2 Kondisi-kondisi tersebut meliputi

angina tidak stabil, infark miokard dengan

atau tanpa ST-elevasi.3

Faktor risiko sebagai karakteristik

awal memiliki kaitan dengan peningkatan

risiko berkembangnya penyakit SKA.4

Faktor risiko tersebut diantaranya adalah

usia tua (diatas 45 tahun untuk pria dan 55

tahun untuk wanita), hipertensi, kolesterol

darah yang tinggi, kurangnya aktivitas

fisik, diabetes tipe 2, riwayat keluarga

(nyeri dada, penyakit jantung, dan stroke),

dan merokok.5

Prevalensi merokok di Indonesia

masih cukup tinggi sebagai salah satu

faktor risiko SKA dengan persentase

sebesar 23,7%. Jawa Barat menempati

posisi ketiga (26,6%), di bawah Bengkulu

(29,5%) dan Lampung (28,8%).6 Untuk

wilayah Bandung, menurut penelitian di

RS Hasan Sadikin, merokok masih

merupakan salah satu faktor risiko

terbanyak (81,37%) pada penderita SKA

yang dirawat. Kota Cimahi sebagai salah

satu kota di Jawa Barat selain Bandung,

memiliki persentase merokok yang sama

dengan persentase merokok di Indonesia

yaitu sebesar 23,7%.7,8

Tingginya persentase merokok

tersebut dapat diartikan sebagai masalah

bagi unit pelayanan kesehatan karena

rokok masih merupakan faktor risiko

mayor dengan kenaikan risiko penyakit

jantung 2 sampai 3 kali lipat.9 Rumah

Sakit Dustira sebagai salah satu unit

pelayanan kesehatan di Kota Cimahi akan

banyak menghadapi masalah penyakit

jantung apabila belum pernah dilakukan

suatu bentuk penelitian sebelumnya

terhadap aktivitas merokok seperti apa

yang dapat menimbulkan SKA. Oleh

karena itu, diharapkan pelaksanaan

penelitian ini menemukan pola aktivitas

merokok tersebut sehingga dapat

digunakan dalam upaya promotif ke

masyarakat guna menekan angka kejadian

SKA.

Page 3: Makalah Medika Kartika

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran faktor risiko

merokok pada penderita SKA yang

dirawat di Rumah Sakit Dustira periode

Bulan September – Desember 2010.

SUBJEK DAN METODE

Penelitian deskriptif ini dilakukan

pada responden dengan diagnosis SKA

yang dirawat inap di bangsal jantung RS

Dustira periode bulan September –

Desember 2010. Semua peserta penelitian

bersedia turut serta dengan

menandatangani pernyataan tertulis

(informed consent).

Kriteria inklusi pada penelitian ini

adalah pasien – pasien dengan diagnosis

Unstable Angina (UA), Non ST-elevation

Miokard Infark (NSTEMI), ST-elevation

Miokard Infark (STEMI), dan pasien yang

bersedia menjadi responden penelitian.

Tabel 1 Distribusi Menurun Kelompok Umur dan Jenis KelaminKarakteristik

RespondenLaki-Laki Perempuan Totaln (%) n (%) n (%)

Umur (tahun)35-3940-4445-4950-5455-5960-6465-6970-7475-7980-8485-89

03871342320

09,124,221,2

39,112,16,19,16,10

12313672211

3,46,910,33,410,320,724,16,96,93,43,4

1511849114531

1,68,117,712,96,514,517,76,58,14,81,6

Total 33 100 29 100 62 100Ukuran sampel ditentukan dengan

menggunakan rumus sampel deskriptif

kategorik dan diperoleh sebanyak 62

responden. Sampel yang dipakai adalah

sampel data primer dan dipilih secara

consecutive sampling dari pasien dengan

diagnosis SKA sampai tercapai ukuran

sampel yang ditentukan.

Penelitian ini menggunakan SPSS

17.0. Data yang telah dikumpulkan,

kemudian diolah dan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi dan frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden SKA

Umur dan Jenis Kelamin

Karakteristik responden SKA

berdasarkan umur dan jenis kelamin terdiri

dari 33 laki-laki (53,2%) dan 29

perempuan (46,8%). Rata – rata umur

Page 4: Makalah Medika Kartika

responden adalah 59,37±12,431. Secara

deskriptif diterangkan pada tabel 1.

Pada penelitian ini ditemukan

kejadian SKA pada laki-laki lebih tinggi

pada semua kelompok umur kecuali pada

umur 55-69 tahun serta 85-89 tahun.

Kejadian SKA pada laki-laki tertinggi

pada usia 45-49 tahun sedangkan pada

wanita tinggi untuk umur 55-69 tahun dan

usia 85 tahun keatas. Berdasarkan Third

Report of the National Cholesterol

Education Program (NCEP) Expert Panel

on ATP III, dijelaskan bahwa laki-laki

memiliki risiko yang lebih tinggi terkena

PJK daripada perempuan di semua

kelompok umur, kecuali pada kelompok

umur tua diatas 80 tahun. Selain itu juga

dijelaskan bahwa risiko PJK pada wanita

lebih lambat 10-15 tahun dari usia laki-

laki.9

Tabel 2 Distribusi Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

PendidikanTidak tamat SDTamat SDTidak tamat SMPTamat SMPTidak tamat SMATamat SMAPerguruan tinggi

817293158

12,927,43,214,54,824,212,9

PekerjaanPNSTNIPegawai SwastaTidak bekerja (IRT/Pensiunan)Lain-lain

983393

14,512,94,862,94,8

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan terakhir dari para

responden kebanyakan adalah lulusan SD

(17 orang/27,4%) dan SMA (15

orang/24,2%). Berdasarkan penelitian dari

LITBANG KEMENKES tahun 2001 juga

diperoleh hasil yang serupa yaitu

prevalensi merokok tertinggi diperoleh

pada responden dengan pendidikan akhir

tamat SD dan SMA. Pada penelitian IB

Ngurah Rai dan IGN Bagus Artana

(Desember 2007 – Januari 2008, Desa

Tenganan Pegringsingan) dijelaskan

tingginya tingkat pendidikan belum

mampu mengurangi kebiasaan seseorang

untuk tidak merokok. Hal ini juga

dipertegas pada penelitian Wulan Wahyu

dan kawan-kawan yang menjelaskan

bahwa tingginya konsumsi rokok pada

orang-orang dengan pendidikan tinggi

besar kemungkinan disebabkan lingkungan

karena pada penelitian ini hampir 55%

Page 5: Makalah Medika Kartika

responden mengatakan jawaban tersebut

sebagai alasan utama mereka

mengkonsumsi rokok.10,11,12

Pada tingkatan pekerjaan,

didapatkan responden yang tidak bekerja

dan menderita SKA sebesar 62,9%. Hal

ini dikarenakan pada orang-orang yang

tidak bekerja mereka memiliki waktu yang

luang untuk merokok. Ini dipertegas juga

pada penelitian IB Ngurah Rai dan IGN

Bagus (Desember 2007 – Januari 2008,

Desa Tenganan Pegringsingan) yang

menjelaskan bahwa orang yang tidak

bekerja memiliki tingkat kebiasaan

merokok yang tinggi.11

Gambaran Riwayat Jantung Pada

Penderita SKA

Pada penelitian ini didapatkan data

mengenai gambaran riwayat jantung dalam

keluarga yang dimiliki responden seperti

dijelaskan pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 Gambaran Riwayat Jantung Dalam Keluarga

Riwayat Jantung Dalam Keluarga

FrekuensiPersentase

(%)

YaTidak

2240

35,564,5

Dari tabel diatas diperoleh

sebanyak 35,5% responden SKA memiliki

riwayat jantung dalam keluarganya. Hal ini

menggambarkan bahwa riwayat penyakit

jantung dalam keluarga memiliki andil

dalam timbulnya penyakit SKA. Sebuah

studi kohort menemukan bahwa pria

dengan riwayat keluarga menderita PJK

mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar

untuk menderita PJK dan wanita dengan

riwayat keluarga menderita PJK

mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar

untuk menderita PJK dibandingkan dengan

yang tidak mempunyai riwayat PJK.13

Gambaran penyakit Penyerta Pada

Penderita SKA

Pada penelitian ini didapatkan data

mengenai gambaran penyakit penyerta

yang dimiliki responden seperti dijelaskan

pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Gambaran Penyakit PenyertaPenyakit Penyerta

FrekuensiPersentase

(%)Hipertensi

YaTidak

3923

62,937,1

Diabetes Mellitus

YaTidak

260

3,296,8

Dari tabel 4 diatas riwayat

hipertensi sebelumnya ternyata dimiliki

oleh 62,9% responden SKA. Menurut teori

Page 6: Makalah Medika Kartika

risiko PJK secara langsung berhubungan

dengan tekanan darah. Setiap penurunan

tekanan darah diastol sebesar 5 mmHg

risiko PJK berkurang sekitar 16%.

Peningkatan tekanan darah sistemik

meningkatkan resistensi terhadap

pemompaan darah dari ventrikel kiri,

sebagai akibatnya terjadi hipertropi

ventrikel untuk meningkatkan kekuatan

kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh

miokardium akan meningkat akibat

hipertrofi ventrikel. Hal ini mengakibatkan

peningkatan beban kerja jantung yang

pada akhirnya menyebabkan angina dan

infark miokardium. Disamping itu juga

secara sederhana dikatakan peningkatan

tekanan darah mempercepat aterosklerosis

dan arteriosklerosis, sehingga ruptur dan

oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat

daripada orang normotensi.13

Selain hipertensi, 3,2% responden

SKA ternyata juga memiliki riwayat

diabetes mellitus. Diabetes mellitus

berhubungan dengan perubahan fisik

patologi pada sistem kardiovaskuler.

Diantaranya dapat berupa disfungsi

endotel dan gangguan pembuluh darah

yang pada akhirnya meningkatkan risiko

terjadinya coronary artery diseases

(CAD).13

Gambaran IMT Pada Penderita SKA

Pada penelitian ini didapatkan data

mengenai gambaran IMT yang dimiliki

responden seperti dijelaskan pada tabel 5

dibawah ini.

Tabel 5 Distribusi Faktor Risiko

IMT FrekuensiPersentase

(%)BB KurangBB NormalBB LebihObesitas I

629207

8,146,832,311,3

Untuk indeks massa tubuh, 46,8%

responden memiliki Berat Badan (BB)

normal diikuti 32,3% responden memiliki

BB lebih. Pada mereka yang memiliki

berat badan lebih atau obesitas, menurut

teori diperoleh keterkaitan antara keduanya

dengan risiko peningkatan PJK, hipertensi,

angina, stroke, diabetes, dan merupakan

beban penting pada kesehatan jantung dan

pembuluh darah. Data dari Framingham

menunjukkan bahwa apabila setiap

individu mempunyai berat badan optimal,

akan terjadi penurunan insiden PJK

sebanyak 25 % dan stroke/cerebro

vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %.

Penurunan berat badan diharapkan dapat

menurunkan tekanan darah, memperbaiki

sensitivitas insulin, pembakaran glukosa

dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut

ditempuh dengan cara mengurangi asupan

kalori dan menambah aktivitas fisik.13

Page 7: Makalah Medika Kartika

Gambaran Merokok Pada Penderita

SKA

Pada penelitian ini diperoleh data

mengenai gambaran merokok seperti yang

dipaparkan pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Gambaran Merokok

Perokok FrekuensiPersentase

(%)YaTidak

2933

46,853,2

Dapat dijelaskan dari tabel 4.6

bahwa responden yang menderita SKA di

Rumah Sakit Dustira periode bulan

September – Desember 2010 sebesar

46,8% adalah perokok. Pada responden

yang tidak merokok justru diperoleh

persentase yang lebih besar, yaitu 53,2%.

Hal ini dapat muncul dikarenakan

responden yang tidak merokok sebagian

besar adalah wanita ditambah dengan

beberapa laki-laki yang memang juga tidak

pernah merokok sepanjang hidupnya.

Menurut teori, rokok memiliki

hubungan yang kuat dengan timbulnya

PJK dan ini berkaitan dengan dosis. Orang

yang merokok 20 batang rokok atau lebih

dalam sehari memiliki risiko sebesar dua

hingga tiga kali daripada populasi umum

untuk mengalami kejadian PJK. Risiko

kejadian kardiovaskuler juga 3 kali lebih

tinggi pada mereka yang merokok

kretek.13,14,15

Tabel 7 Gambaran Aktivitas MerokokAktivitas Frekuensi Persentase (%)

Mulai Merokok10 tahun yang lalu20 tahun yang lalu30 tahun yang laluLain-lain

12422

3,46,913,875,9

Merokok dalam 1 bulan terakhirYaTidak

1316

44,855,2

Lama berhenti merokok>3tahun1-3 tahun<1 tahun

1312

81,26,312,5

Alasan Berhenti MerokokMengerti bahaya rokokTidak ada uang untuk membeliSudah bosanLain-lain

7117

43,76,36,343,7

Gambaran Aktivitas Merokok

Pada penelitian ini diperoleh data

mengenai gambaran aktivitas merokok

seperti yang dipaparkan pada tabel 7

diatas.

Page 8: Makalah Medika Kartika

Pada responden yang merokok

dapat diperoleh kebiasaan merokok telah

dilakukan sejak lebih dari 30 tahun yang

lalu sebesar 72,5% (21 responden)

sedangkan sisanya bervariasi dari 10 tahun

yang lalu (3,4%), 20 tahun yang lalu

(6,9%), dan 30 tahun yang lalu (13,8%).

Penelitian ini juga memperoleh sekitar 16

responden (55,2%) sudah tidak merokok

dalam sebulan terakhir. Hal ini disebabkan

kebanyakan dari mereka telah berhenti

merokok > 3 tahun yang lalu (81,2%)

karena alasan sakit (37,4%) dan juga

mengerti mengenai bahaya merokok

(43,7%).

Menurut The Framingham Heart

Study, berdasarkan data observasi yang

diperoleh menjelaskan bahwa berhenti

merokok dalam kurun waktu 1 bulan

terakhir dapat menurunkan risiko dari PJK.

Selain itu, terdapat teori lain yang juga

menyebutkan bahwa dengan berhenti

merokok dalam kurun waktu satu tahun

atau kurang akan mengakibatkan

penurunan risiko relatif mendekati orang

yang bukan perokok.9,16

Gambaran Jenis Rokok Yang Dihisap

Dari tabel 8 diperoleh bahwa

sebesar 55,2% responden SKA yang

dirawat di RS Dustira menghisap rokok

non kretek. Rokok kretek sebagai

penyebab utama timbulnya angka kejadian

kardiovaskular hanya sebesar 44,8%.

Berbeda dengan penelitian Jegathes Jode

di RSUP H. Adam Malik Medan yang

menjelaskan bahwa 65,9% responden

penelitian adalah perokok kretek.17

Secara teori dijelaskan rokok

kretek memiliki risiko kejadian

kardiovaskuler 3 kali lebih tinggi daripada

rokok non kretek. Hal ini dikarenakan

rokok kretek memiliki kandungan nikotin

yang lebih banyak daripada rokok non

kretek. Nikotin yang terkandung di

dalamnya bersama-sama dengan CO

(Carbon Monoxide) mampu mempercepat

terjadinya proses penyempitan pembuluh

darah daerah jantung.14,18,19

Tabel 8 Jenis rokok yang dihisap

Jenis Rokok FrekuensiPersentase

(%)KretekNon Kretek

1316

44,855,2

Gambaran Jumlah Batang Rokok yang

Dihisap

Pada penelitian ini diperoleh 29

responden SKA adalah perokok. Tabel 9

menjelaskan responden yang merokok

tersebut berdasarkan jumlah batang yang

di hisap.

Tabel 9 Jumlah batang rokok yang dihisap

Jumlah Batang

FrekuensiPersentase

(%)< 1 pak1-2 pak>2 pak

1469

48,320,731

Page 9: Makalah Medika Kartika

Dari tabel 9 diperoleh sebesar

48,3% responden merokok < 1 pak per

hari diikuti > 2 pak sebanyak 9 responden

(14,5%) dan 1-2 pak sebanyak 6 responden

(9,7%). Berbeda dengan penelitian dari

Harahap yang menjelaskan bahwa

sebagian besar batang rokok yang dihisap

pasien IMA di RS Hasan Sadikin Bandung

adalah 10-20 batang (67,57%) sedangkan

yang merokok sebanyak > 20 batang

hanya 6,02%. Hasil yang berbeda pula di

peroleh pada penelitian Jegathes Jode yang

memperoleh sebanyak 26 responden

(63,4%) merokok > 20 batang per harinya.

Secara teori dijelaskan bahwa orang yang

merokok 20 batang atau lebih dapat

meningkatkan risiko kejadian SKA dua

hingga tiga kali lipat dari populasi umum. 13,15,17,18

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan

pembahasan, dapat kami simpulkan

bahwa:

1. Aktivitas merokok didapatkan pada

46,8% responden SKA di RS Dustira.

Sebesar 72,5% responden SKA adalah

perokok dan sudah mulai aktif

merokok sejak lebih dari 30 tahun

yang lalu. Sebesar 55,2% dari

responden perokok telah berhenti

merokok dalam satu bulan terakhir.

2. Jenis rokok yang dikonsumsi

responden SKA di RS Dustira sebesar

55,2% adalah rokok non kretek

sedangkan rokok kretek hanya 44,8%.

3. Responden SKA di RS Dustira

merokok sebanyak 1 – 12 batang per

hari sebesar 48,3%, merokok 12 – 24

batang per hari sebesar 20,7%, dan

merokok > 24 batang per hari sebesar

31%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Majid A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. 2007. (Available on-line with updates at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf). (verified 13 Agustus 2010).

2. Mayo Clinic Staff. Definition of Acute Coronary Syndrome. 2008. (Available on-line with updates at http://www.mayoclinic.com/health/acute-coronary-syndrome/DS01061). (verified 13 Juli 2010).

3. Rabbani LE. Acute Coronary Syndromes — Beyond Myocyte Necrosis. New England Journal of Medicine, 2001; 345:1057-59.

4. Ridker PM, Libby P. Risk Factor for Atherothrombotic Disease. In: Braunwald’s Heart Disease Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company, 2008:1004-22

5. Mayo Clinic Staff. Risk Factor. 2008. (Available on-line with updates at http://www.mayoclinic.com/health/acute-coronary syndrome/DS01061/DSECTION=risk-factors). (verified 13 Juli 2010).

6. Ministry of Health Republic of Indonesia. Report on Result of

Page 10: Makalah Medika Kartika

National Basic Health Research (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia, 2008.

7. Fitria A. Pola Faktor Risiko Penderita Sindroma Koroner Akut Yang Dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Pada Tahun 2007. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, 2008.

8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

9. National Cholesterol Education Program.High Blood Cholesterol in Adults (ATP III): Third Report of the Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment. Bethesda, MD: National Heart, Lung, and Blood Institute; 2002 Sept. NIH Pub. No : 05-5215

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Konsumsi Rokok dan Prevalensi Merokok. 2004. (Available on-line with updates at www.litbang.depkes.go.id/.../media/.../ch.1-march.ino_SB1.mar04.pdf). (Verified 24 Januari 2011).

11. Artana Bagus IGN, Rai Ngurah IB. Merokok dan Ketergantungan Nikotin pada Penduduk Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Denpasar: Divisi Paru Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Sanglah, 2008.

12. Wahyu Wulan E, Aditya Aulia D, et all. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Konsumsi Rokok di Kampung Pasar Muncang. Jakarta: Yayasan Pembina Universitas Negeri Jakarta Lab School, 2009.

13. Supriyono M. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia < 45 tahun – Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi

Semarang. Semarang: Program Pasca Sarjana-Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro, 2008.

14. Kusmana D. Smoking Burden in Indonesia. 2008. (Available on-line with updates at http://www.kardiologi-ui.com/newsread.php?id=309). (Verified 20 Januari 2011).

15. Ridker PM, Libby P. Risk Factor for Atherothrombotic DIsease. In: Braunwald’s Heart Disease Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company, 2008:1004-22

16. Maron DJ, Ridker PM, Grundy SM, Pearson TA. Preventive Strategies for Coronary Heart Disease. In : Hurst’s The Heart. 12th ed. USA: Mc Graw Hill Company, 2008:1204-1227

17. Jode J. Gambaran Kebiasaan Merokok Pada Pasien – Pasien Hipertensi yang Datang Berobat ke Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2010.

18. Harahap SD. Beberapa Aspek Epidemiologis dan Klinis Infark Miokardium Akut: Tinjauan Kasus di UPF Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin selama lima tahun, 1978-1982. Bandung: Universitas Pajajaran, 1985.

19. Susana D, Hartono B, Fauzan H. Penentuan Kadar Nikotin Pada Asap Rokok. Makara Kesehatan, 2003; 7:38-41

Page 11: Makalah Medika Kartika
Page 12: Makalah Medika Kartika