makalah mikdas kelompok 14 mikologi perairan air tawar(1)
DESCRIPTION
MikdasTRANSCRIPT
MAKALAH
Mikologi Perairan Tawar
Disusun Oleh :
TARWINIH 140410120001
AGINTA PUTRI REHULINA K. 140410120037
KANIA AULIA DWIPUTRI 140410120055
RADEN AGUNG MAULDY 140410120046
SAIRANDRI DYAH HARJANTI 140410120070
NORMANITA 140410120020
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jl. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor 45363
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya,
sehingga kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Mikrobiologi Dasar dengan pokok
bahasan “Mikologi Perairan Tawar”.
Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada pembina mata kuliah
Mikrobiologi Dasar yang telah berjasa memberikan ilmu kepada penyusun.
Penyusun sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
lebih baik dalam penulisan makalah selanjutnya.
Bandung, 8 Oktober 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Pembatasan Masalah.................................................................................................2
1.4 Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
BAB III. PEMBAHASAN
2.1 Chaetorostrum quincemilensis.................................................................................. 6
2.2 Baipadisphaeria spathulospora...............................................................................9
2.3 Jamur diperairan air tawar dan muara....................................................................... 10
BAB IV. HASIL.............................................................................................................12
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penampilan fungi atau cendawan tidak asing lagi bagi kita semua. Kita telah melihat
pertumbuhan berwarna biru dan hijau pada buah jeruk, dan keju. Pertumbuhn berwarna putih
seperti bulu pada roti, dan selai basi. Beberapa jamur di lapangan dan hutan serta beberapa jamur
yang hidup di perairan. Kesemua ini meruapakan tubuh berbagai cendawan atau jamur. Jadi
cendawan mempunyai berbagai macam penampilan, tergantung pada spesiesnya. Ilmu yang
mempelajari tentang jamur (cendawan) disebut mikologi.
Yang akan dibahas pada makalah ini yaitu tentang mikologi pada perairan tawar, dimana
jamur yang akan dibahas adalah beberapa contoh spesies dari kelas Ascomycetes yang
kebanyakan hidup saprofit di habitat air tawar.
Anggota-anggota kelas ini dicirikan oleh pembentukan askus yang merupakan
tempat dihasilkannya askospora. Maka dari itu kita akan membahas lebih lanjut
mengenaibagaimana pengaruh adanya spesies-spesies Ascomycetes ini pada kehidupan
perairan tawar.
1
2.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu mikologi.
2. Bagaimana ciri dan klasifikasi fungi.
3. Bagaimana ciri dari kelas Ascomycetes.
4. Metode apa saja yang digunakan dalam menganalisa jamur Ascomycetes dalam air tawar.
5. Bagaimana pengaruh spesies dari Ascomycetes ini terhadap kehidupan air tawar.
2.3 Pembatasan Masalah
1. Pengertian mikologi.
2. Ciri-ciri khusus dan klasifikasi fungi.
3. Ciri-ciri khususdari kelas Ascomycetes.
4. Metode analisa kelas Ascomycetes dalam air tawar.
5. Pengaruh terhadap kehidupan air tawar.
2.4 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui adanya jamur Ascomycetes pada perairan tawar.
2. Mengetahui metode analisa yang digunakan.
3. Mengidentifikasi pengaruhnnya terhadap kehidupan di air tawar.
4. Mengetahui klasifikasi masing-masing spesies yang diamati.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fungi atau cendawan adalah organism heterotrofik – mereke memerlukan senyawa
organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organic mati yang terlart, mereka disebut
saprofit. memiliki berbagai macam penampilan tertgantung pada spesiesnya (Pelczar, 2006).
Fungi adalah eukariota, dan sebagian besar adalah eukariota multiseluler. Meskipun fungi
pernah dikelompokkan ke dalam kingdom tumbuhan, fungi adalah organisme unik yang
umumnya berbeda dari eukariota lainnya ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi
struktural serta pertumbuhan dan reproduksi ( Campbell, 2003).
Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan
yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa
adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa (Pelczar, 2006 ).
Spora fungi memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan secara seksual
maupun aseksual. Pada umumnya spora adalah organisme uniseluler , tetapi ada juga spora
multiseluler. Spora dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesalisasi. Ketika kondisi
lingkngan memungkinkan, pertumbuhan yang cepat, fungi mengklon diri mereka sendiri dengan
cara menghasilkan banyak sekal spora secara aseksual. Terbawa oleh angin atau air, spora-spora
tersebut berkecamabh jika berada pada tempat yang lembab pada permukaan yang sesuai
(Campbell 2003).
Ada beberapa spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus, yaitu :
1. Aksospora: Spora bersel satu ini terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan
askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
2. Basidiospora: Spora bersel satu ini terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang
dinamakan basidium.
3
3. Zigospora: merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung
dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga gametangin, pada beberapa cendawan
melebur.
4. Oospora: Spora ini terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut ooginium,
pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteredium
mengasilkan oospora (Pelczar, 2006 ).
Produksinya Berdasarkan pada cara dan cici reproduksinya terdapat empat kelas
cendawan sejati atau berfilamen di dalam dunia fungi, yaitu:
1. Kelas Phycomycetes
Anggota kelas ini seringkali disebut sebagai cendawan tingkat rendah karena pada
umumnya dianggap “primitif” dalam skala evolusi. Cirinya ialah tidak adanya septum di
dalam hifa. Contoh kelas ini adalah Rhizopus sp.
2. Kelas Ascomycetes
Anggota kelas ini dicirikan oleh pembentukan askus yang merupakan tempat
dihasilkannya askospora. Hidup secara saprofit dan parasitik. Contoh kelas ini adalah
Saccharomyces cerevisiae.
3. Kelas Basidiomycetes
Dicirikan oleh adanya basidiospora yang terbentuk di luar pada ujung atau sisi basidium.
Banyak anggota dari kelas ini yang bersifat sangat beracun ; mikotoksin yang dihasilkan
atau racun cendawan, dapat menyebabkan kematian bila termakan.
4. Kelas Deuteromycetes
Kelas ini meliputi cendawan yang tingkat reproduksi seksualnya belum ditemukan.
Contoh dari kelas ini adalah Penicillium sp. (Pelczar, 2006 ).
Habitat hidup fungi ada yang di akuatik dan nonakuatik. Berdasarkan salinitasnya,
lingkungan akuatik dapat dibedakan menjadi perairan tawar, payau dan asin. Hidup di
lingkungan akuatik mempunyai kelebihan dibandingkan lingkungan terestrial. Secara fisik,
organisme akuatik dapat melayang-layang (buoyancy),
4
bergerak pasif dengan mengikuti arus air, bebas memanfaatkan ruangan tiga dimensi,
menyebarkan gamet motil pada medium cair, terhindar dari kekeringan, terlindung dari
temperatur ekstrim dan radiasi matahari, serta tersedianya nutrien organik dan anorganik dalam
bentuk terlarut (Michelle, 1998).
Perairan tawar dapat dikelompokkan menjadi 1) sistem lotik (flowing water) yang
meliputi habitat sungai, kali, estuari, dan selokan/kanal, serta 2) sistem lentik (standing water)
yang meliputi habitat danau, kolam, rawa, dan badan air lain yang mempunyai sistem tertutup,
dan 3) habitat artifisial seperti tower pendingin air. Pada dasarnya, air merupakan sistem yang
mengalir sehingga kedua sistem tersebut tidak dapat dipisahkan secara absolut dan hanya
dibedakan berdasarkan ketersediaan karbon dan organisme yang terlibat dalam rantai makanan.
Lingkungan perairan tawar mempunyai banyak variasi sifat fisik dan kimia, dimana variasi
tersebut akan mempengarui kehidupan biota yang menghuninya (Michelle, 1998)
Fungi air tawar dianggap berevolusi dari nenek moyang terestrialnya. Banyak spesies
yang teradaptasi untuk hidup di perairan tawar dengan mengembangkan propagul yang
terspesialisasi untuk membantu penyebaran fungi pada habitat akuatik. Memang terjadi banyak
tumpang tindih antara taksa spesies terestrial dan air tawar, namun hanya sedikit tumpang tindih
antara taksa spesies air tawar dan air laut (Michelle, 1998).
5
BAB III
METODOLOGI
2.1 Chaetorostrum quincemilensis, gen. et sp. nov., ascomycetes baru air tawar dan
anamorphic serupa Taeniolella dari Peru
Ascomycetes pada air tawar diduga memiiki peran penting dalam ekosistem perairan tawar
sebagai dekomposer kayu dan material-material herbacious pada habitat lentik maupun lotik
(Shearer 1992, Gessner & Chauvet 1994, Wong M.K.M. et al. 1998, Simonis et al. 2008). Sejak
itu, penting untuk mengetahui spesies apa yang terdapat pada habitat perairan pada umumnya.
Selama penelitian terbaru mengenai jamur pada perairan tawar di daerah hutan hujan di Peru,
suatu cendawan menunjukkan karakter morfologi yang menyerupai taksa Annulatascaceae
ditemukan terbenam puing-puing kayu pada habitat semi-perairan mengalir yang berselang-
seling.
Famili Annulatascaceae diciptakan oleh Wong S.W. et al. (1998) untuk mengakomodasi
ascomycetes perairan yang ditemukan tergenang bersama puing-puing kayu, memperlihatkan
ascomata gelap, dengan parafisis bersepta yang meruncing panjang, asci dengan cincin apikal
melonjong, dan ascospora yang berlapis ataupun tidak berlapis maupun memiliki tambahan
lainnya. Genera berikut ini yang juga telah termasuk dalam famili Annuatascaceae:
Annulatascus K.D. Hyde (Hyde 1992), Annulusmagnus J. Campb. & Shearer (Campbell &
Shearer 2004), Aqualignicola V.M. Ranghoo, K.M. Tsui & K.D. Hyde (Ranghoo et al. 2001),
Aquaticola W.H. Ho, K.M. Tsui, Hodgkiss & K.D. Hyde (Ho et al. 1999), Ascitendus J. Camp.
& Shearer (Campbell & Shearer 2004), Ascolacicola Ranghoo & K.D. Hyde (Ranghoo & Hyde
1998), Brunneosporella V.M. Ranghoo & K.D. Hyde (Ranghoo et al. 2001), Cataractispora
K.D. Hyde, S.W. Wong & E.B.G. Jones (Hyde et al. 1999), Clohiesia K.D. Hyde (Hyde 1995),
Cyanoannulus Raja, J. Campb. & Shearer (Raja et al. 2003), Diluviocola S.W. Wong, K.D. Hyde
& E.B.G. Jones (Hyde et al. 1998),
6
Fluminicola S.W. Wong, K.D. Hyde & E.B.G. Jones (Wong et al. 1999), Frondicola K.D.
Hyde (Hyde 1992), Fusoidispora D. Vijaykrishna, R. Jeewon & K.D. Hyde (Vijaykrishna et al.
2005), Pseudoproboscispora Punith. (Punithalingham 1999), Rivulicola K.D. Hyde (Hyde et al.
1997), Submersisphaeria K. D. Hyde (Hyde 1996), Teracosphaeria Réblová & Seifert (Réblová
& Seifert 2007), Torrentispora K.D. Hyde et al. (Hyde et al. 2000) and Vertexicola K.D. Hyde ,
V.M. Ranghoo & S.W. Wong (Ranghoo et al. 2000). Fungi-fungi tersebut, walaupun
menunjukkan karakteristik yang sama yang menyebabkannya tergolong dalam famili ini, tidak
dapat dimuat dalam genera manapun yang saat ini telah diakui. Terlebih lagi, ini merupakan
anggota pertama Annulatascaceae yang menghasilkan keadaan anamorphic dalam kulturnya
(biakannya). Karena itu, para peneliti tersebut menciptakan Chaetorostrum untuk genus terbaru
fungi ini.
Maka, tujuan dari penelitian ini antara ain adalah untuk menganalisis karakteristik morfologi
dari fungi yang belum terdeskripsi yang berkaitan dengan spesies-spesies lain dalam famili
Annulatascaceae, dan menggambarkan sepenuhnya dan mengilustrasikan morfologi dari genus
dan spesies spesies terbaru.
Metoda Penelitian
Puing-puing kayu yang terendam dikumpulkan secara acak dari berbagai habitat perairan
tawar pada pegunungan rendah di hutan hujan di Peru menurut Shearer et al. (2004). Sampel-
sampel tersebut kemudian diletakkan dalam kantung plastik berlabel bersama dengan handuk
kertas basah dan kemudian dikirim ke laboratorium penelitian di University of Illinois. Di
laboratorium, sampel-sampel tersebut kemudian diletakkan dalam moist chambers (yang berupa
kantung plastik berlabel yang dilapisi dengan handuk kertas basah) dan diinkubasi dalam
ruangan bersuhu kurang ebih 25⁰C dalam kondisi 12/12 jam gelap/terang. Sampel diperiksa
untuk struktur reproduktifnya dalam waktu sepekan sejak sampel-sampel tersebut tiba di
laboratorium dan secara berkala selama 6-12 bulan. Isolasi spesies dilakukan berdasarkan
petunujuk Fallah dan Shearer (2001) dan Shearer et al. (2004). Holotipe dan spesimen tambahan
didepositkan di Herbarium University of Ilinois.
7
2.2 Baipadisphaeria gen. nov., a freshwater ascomycete (Hypocreales, Sordariomycetes)
from decaying palm leaves in Thailand
Studi pada pohon palem Licuala longicalycata di daerah rawa gambut telah
menghasilkan sejumlah ascomycetes baru: Jahnula appendiculata (Jahnulales) (Pang et al. 2002,
Pinruan et al. 2002), Submersisphaeria siamense (Sordariales) (Pinnoi et al. 2004), Phruensis
brunneispora (Diaporthales) (Pinruan et al. 2004a), dan Flammispora bioteca (Pinruan dkk.
2004b).
Sebuah jamur yang terbenam, berwarna coklat-gelap, oscomatanya membulat, dengan
fusiform dan hialin pucat ascospores uniseluler coklat. Jamur ini telah dikumpulkan dari pohon
palem Licuala longicalycata. Jamur ini belum bisa dikelompokkan pada genus apapun,
meskipun banyak ciri yang menunjukkan termasuk pada Hypocreales. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk 1) secara detail menunjukkan ciri dan menggambarkan morfologi takson yang
ditemukan pada rawa gambut air tawar, 2) penggunaan morfologi dan analisis filogenetik (LSU
dan SSU rDNA data) untuk menjelaskan filogeni dan taksonomi dari takson baru.
Metoda Penelitian
1. Koleksi dan Isolasi
Bahan terendam dari Licuala longicalycata dikumpulkan, setelahnya bahan-bahan tadi
dikembalikan ke laboratorium , diinkubasi dalam kotak plastik di basah kertas tisu dan diperiksa
di bawah mikroskop stereo dan majemuk. isolasi dilakukan pada tepung jagung agar ( CMA )
yang telah ditambahkan antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri mengikuti metode Choi
et al . (1999 ). Semua pengamatan termasuk dokumentasi foto, bahan yang ditanam di air dan
dibuka dengan perlakuan yang berbeda menggunakan mikroskop.
8
2. Pertumbuhan jamur , ekstraksi DNA , amplifikasi dan urutannya
Kultur jamur dipertahankan pada CMA pada suhu 25ºC. Jamur telah tumbuh di potato
dextrose broth ( PDB ) pada suhu 25ºC, dan biomassa dipanen , dicuci dengan air suling
steril ,dibekukan pada -20 º C dan digerus dengan mortar dan alu. DNA diekstraksi
menggunakan metode CTAB ( O ' Donnell dkk . 1997) . Diamplifikasi , menggunakan i- Taq
DNA Polymerase ( Intron Bioteknologi , Korea Cat . No 25.022,3 ), kemudian diurutkan oleh
Macrogen Inc ( Korea )
3. Analisis Filogenetik
Dua strain Baipadisphaeria spathulospora ( BCC 16119 , 20906 BCC ) yang berurutan
untuk mengkonfirmasi monophyly mereka. Monophyly adalah takson atau grup organisme yang
membentuk suatu klade, untuk menunjukkan garis sejarah antara spesies leluhur dengan semua
keturunannya. Lalu dianalisis dengan pembandingan dengan beberapa urutan strain dari
Sordariomycetes yang terdapat di GenBank Database.
9
2.3 Jamur diperairan dekat St Andrews di Scotland
Komposisi spesies dan keanekragaman kayu yang dihuni jamur telah dibandingkan dengan 3
habitat akuatik,laut, muara, dan air tawar, supaya penentuan apakah spesies yang ada pada area
tersebut merupakan spesies cosmopolitan atau adanya pemisahan yang jelas antara tempat-
tempat tersebut yang dikorelasikan dengan perubahan kondisi perairan.
Dari total 35 spesies yang telah diobservasi ,dan tiga dari spesies ini, Fusarium sp. 1, Orbilia sp.
Dan Neonectricalucida, ditemukan di lebih dari satu tempat. Tujuh belas spesies telah
diobservasi di dua tempat yaitu air tawar dan muara, tetapi hanyaempat yang ditemukan di laut.
Keanekaragaman jamur yang hidup di lingkungan akuatik berkurang di habitat air asin. Rasio
anomorf menjadi teleomorf berkurang dengan penurunan kadar garam. Ascomycetes merupakan
kelompok jamur yang paling umum pada substrat kayu di lingkungan air tawar dan muara.
Metoda Penelitian
1. Pengumpulan dan Inkubasi
Sample sudah dikumpulkan pada 11 februari 2006 di 3 tempat di st Andrews. Kayu yang
terjerat atau berada di bawah permukaan air di zona intertidal telah dikumpulkan di tiga tempat
dengan variasi salinitas. Kinkell Rocks (laut) (NO 522 150 GB Grid), Guardbridge (muara) (NO
452 188 GB Grid), dan Kinnes Burn (air tawar) (NO 505 163 GB Grid) telah dipilih untuk
ketersediaan sampel kayu. Mereka mempunyai kadar slinitas 37.6, 8.4, dan 0.75 dan pH 7.94,
6.61, dan 6.64 secara berturut-turut. Salinitasdan pH diukur menggunakan Jenway 3010 pH
meter. Substrat alami digunakan sebagai umpan karena lebih heterogen, terdiri dari beberapa
bagian kayu dalam berbagai tahap pembusukan, yang dapat membantu meningkatkan
keanekaragaman jamur (Tsui et al. 2001a). Setidaknya, 50 sampel telah dikumpulkan dari tempat
tersebut. Sampel dibersihkan dari material yang mengkontaminasi seperti cacing nematode dan
lumpur sebelum disimpan dalam tas plastic terpisah untuk mencegah kontaminasi dari sampel
yang lain (Lamore&Goos 1978, Tsui et al. 2003). Tiap sampel diambil dari potongan kayu yang
terpisah untuk menghindari potensi bias dari replikasi semu.
10
Sampel dijaga kelembabannya menggunakan air dari tempat yang sama untuk membatasi
pertumbuhan spesies terrestrial atau kontaminan yang dapat menghambat pertumbuhan
berangsur-angsur spesies jamur akuatik(Yuen et al. 1999). Sampel dijaga kelembabannya juga
dimaksudkan bahwa spesies yang muncul kemudian juga akan diobservasi seperti yang
diprediksi bahawa ada peningkatan pada keanekaragaman jamur antara masa inkubasi 2 minggu
dan 6 bulan.
2. Pemeriksaan dan Pembiakan
Satu spora diisolasi dari sampel kayu telah dicoba dan spora telah diinkubasi pada salah satu
cornmeal agar (1.7% cornmeal agardalam airsuling), soyabeanmaeal (1.7% soyabean meal dan
1.2% agar dalam air suling) dan yeast extract agar (1% yeast extract, 1.2 % agar, 2% peptone,
dan 2% glukosadalam air suling). Air laut yang sudah disimpan dalam lemari es setidaknya
seminggu, digunakan sebagai pengganti air suling untuk spesimen yang diambil dari Kinkell
Rocks(Vrijmoed2000). Antibiotik digunakan untuk membatasi infeksi bakteri. Larutan
carbenicillin dalam air suling (50 μg per mL agar), atau kombinasi dari streptomycin sulfat
dalam konsentrasi 90 μg per 300 mL agar dan ampicillin (30 μg per 300 mL agar) telah
digunakan, dengan yang kemudian menjadi lebih efektif. Setelah diinkubasi dengan suhu
ruangan, koloni jamur di sub-kultur dalam nutrient broth (1.3 % nutrient broth dalam air suling)
sebanyak 50 mL dalam Erlenmeyer 250 mL .
Sampel ditutup dengan sumbat kapas dan diinkubasi dalam suhu ruangan sampai
pertumbuhannya memadai untuk mempelajari DNA. Identifikasi morfologidi dapat dengan
menggunakan literature dari Carnichael et al (1980), Ellis (1971, 1976), Hanlin (1992, 1998),
Hyde & Pointing (2000) danTsui & Hyde (2003).
3. Persiapan DNA
Hifa jamur diambil dari nutrient broth dan dibersihkan dengan air suling steril kemudian
dikeringkan, ditimbang, dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan dalam nitrogen cair. Sel
jamur di hancurkan dengan alu dan mortar sebelum DNA diisolasi. Jamur tersebut diidentifikasi
menggunakan PCR.
11
BAB IV
HASIL
4.1 Chaetorostrum quincemilensis, gen. et sp. nov., ascomycetes baru air tawar dan
anamorphic serupa Taeniolella dari Peru
Hasil penelitian jamur dari puing-puing kayu yang tergenang yang dikembangbiakkan
dalam moist chambers menghasilkan jamur asing baru. Karakteristik morfologi dari jamur asing
tersebut yang mengatur jamur ini secara terpisah mencakup: direndam untuk sebagian terendam,
berwarna coklat muda hingga ascomata berwarna coklat gelap; dengan leher panjang yang
berupa hialin pada bagian permukaan dan memiliki rambut gelap kaku; panjang, ber-hyalin,
lonjong, bersepta; silindris, unitunicate asci dengan J-bipartite cincin besar apikal, pedisel
bantalan tambahan serupa-tulang, dengan delapan uniseriate acrospora; acrospora dengan 3-
hialin bersekat, dan sel-sel pusat berwarna coklat muda yang diselubungi agar-agar tipis, dan
berdasarkan kultur, sebuah anamprh yang memproduksi phragmospores panjang dan bersepta.
4.2 Baipadisphaeria gen. nov., a freshwater ascomycete (Hypocreales, Sordariomycetes)
from decaying palm leaves in Thailand
Hasil penelitian menggunakan metode koleksi dan isolasi, pertumbuhan jamur , ekstraksi
DNA , amplifikasi dan urutannya, analisis filogenetik menghasilkan jamur Baipadisphaeria
spathulospora yang merupakan sebuah ascomycete air tawar (Hypocreales, Sordariomycetes)
dari daun kelapa membusuk di Thailand.
4.3 Jamur diperairan dekat St Andrews di Scotland
Hasil penelitian menggunakan metode pengumpulan dan inkubasi, pemeriksaan dan
pembiakan, dan persiapan DNA menemukan dari total 35 spesies yang telah diobservasi ,dan
tiga dari spesies ini, Fusarium sp. 1, Orbilia sp. Dan Neonectricalucida, ditemukan di lebih dari
satu tempat. Tujuh belas spesies telah diobservasi di dua tempat yaitu air tawar dan muara, tetapi
hanya empat yang ditemukan di laut.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada perairan air tawar ditemukan spesies jamur baru Chaetorostrum quincemilensis ,
pada daun kelapa yang membusuk juga ditemukan jamur Baipadisphaeria
spathulospora , dan dilingkungan air tawar dan muara ditemukan Fusarium sp. Orbilia
sp. Dan Neonectricalucida
2. Untuk mengetahui berbagai jenis jamur dalam makalah ini menggunakan berbagai
metoda, seperti : menggunakan puing-puing kayu yang diambil dari berbagai habitat,
koleksi dan isolasi, pertumbuhan jamur , ekstraksi DNA , amplifikasi dan urutannya,
analisis filogenetik, pengumpulan dan inkubasi, pemeriksaan dan pembiakan, dan
persiapan DNA.
13
DAFTAR PUSTAKA
Michelle KM, Goh TK, Hodgkiss IJ, Hyde KD, Ranghoo VM, Tsui CKM, Ho WH, Wong WSW, and Yuen TK. 1998. Role of fungi in freshwater ecosystems.Biodiversity and Conservation 7:1187-1206.
Campbell, dkk. 2003. Biologi jilid 2. Jakarta : Erlangga
Pelczar, Michael J. 2006 . Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press