makalah model-model sistem politik
DESCRIPTION
TUGASTRANSCRIPT
MAKALAH GEOGRAFI POLITIK
MODEL-MODEL SYSTEM POLITIK
Disusun oleh
Kelompok VI
Nama Nim
Syaiyam maskur 10914A0091
Tinta Yanti 10914A0076
Tri Syaputra 10914A0179
Wahyudi s 10914A0343
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2012/2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat
rahmatNya- lah penulisan makalah geografi politik dengan judul Model-Model
Sistem Politik ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW.
Oleh karena itu kami sekaligus penulis mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah membantu dan mensufort sehingga makalah ini bisa
terselesaikan
Kami sadar bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan
untuk itu, kami sekaligus penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhirnya harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca.
Mataram 22/09/2012
Ttd
Penulis
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.
Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam
suatu system, yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki
hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan
politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan
menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan
antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara
berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu
aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan
bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem
politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku
politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan
(input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi
keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan
maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan
kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah
kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi
oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam
perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain juga turut memberi
kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara. Seperti halnya sistem
politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu
mengalami perubahan.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik
Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam
cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus
berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem
politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik
Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan
fungsinya belum diperhitungkan sistem politik negara lain.
Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik
Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi-
institusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan eksternal
sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami terlebih dahulu.
Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa
Indonesia. Sedangkan budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa-
peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam kehidupan masyarakat, diwariskan
turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Sementara itu, lingkungan
eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi
budaya berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun
bentuk “penjajahan” budaya pop (pop culture) di era globalisasi.
Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri
sendiri dari sistem politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang
diutarakan David Easton melalui pendekatan analisa sistem terhadap sistem politik.
Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam turunan teori sistem
politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-
fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di
Indonesia berinteraksi dengan sistem politik lainnya.
Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik,
maka layaknya suatu sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya,
yaitu mengenalkan kedua pendekatan terhadap sistem politik baru kemudian
menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu terlebih dahulu kami akan
membahas pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional, serta
pembahasan pada arti penting sejarah dalam mempelajari sistem politik Indonesia.
B. PENDEKATAN TEORI STRUKTURAL-FUNGSIONAL SISTEM POLITIK
Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell
memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem
politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem
politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi
mereka masing-masing. Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut
harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis,
agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang
muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori
dependensi.
Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian
yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu.
Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang
berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat
ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari
pembuat kebijakan dalam sistem politik.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori
sistem Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-
fungsional merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik
sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama
atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap
karakteristik unik dari sistem itu sendiri.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen
kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif,
birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen
ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond
memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi
politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan
nilai dan kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga,
sekolah, media, perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang
membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku politik dalam
masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana
masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan
menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik
menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga negara, untuk
memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam
kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem
menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun
sistem politik.
Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari
membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas
tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti
parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi
khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan,
dan menegakan kebijakan.
Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat
menerangkan sistem politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang
berdiri sendiri, namun belum mencapai tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu
tercipta lebih dahulu sebagai konteks memahami keberadaan struktur politik,
misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi berikut ini.
Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan
perilaku dalam menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara
identik dalam menjalankan fungsi tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan
Cina memiliki parlemen, namun cara kerja parlemen mereka amatlah berlainan. Agar
lebih jelas, interaksi antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di dalam
sistem politik Indonesia dengan sistem politik negara lain.
Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami
bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi
proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan
implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan,
agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan
kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan peranan dalam
mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa
individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan
apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika
kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.
Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam
alternatif pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih
tinggi atau kurang, dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan
kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan
mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi.
Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang
mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui proses pengadilan.
Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional dalam
memahami sistem masih banyak kekurangan. Almond kemudian mencontohkan hasil
penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya
revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui
perbandingan lembaga-lembaga yang ada pada periode historis ataupun rejim
pemerintahan yang berbeda, sebagai alternatif, disamping pendekatan dynamic
developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap
pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.
Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap
dalam menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik
(political culture) sebagai bagian penting dari sistem politik yang sangat berkaitan
erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah dari siapa yang memaknai dan
mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan penting sebagai
pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat tertentu.
Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan
struktural-fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem
politik Indonesia yang sedang dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung
dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok kepentingan; lembaga
eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan dapat kita
prediksi kecenderungannya di masa mendatang.
C. SEJARAH SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah
Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses
politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi
pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari
pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa
pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif
yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas
sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.
Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara
para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti
oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut
moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat
prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam
masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan
politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari
lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes
mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian
digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah,
pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan
memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian
menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah
sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako
yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula
dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah
laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu
sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan
maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara
selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima
kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan
output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan
atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas
responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa
sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak
negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional.
Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
D. PERAN PENTING SEJARAH DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan
dengan faktor lingkungan. Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem
politik merupakan hasil bentukan budaya yang terdapat di dalam maupun di luar
sistem.
Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola
perilaku, cita rasa, yang dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke
generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif apabila kita menganalisa sistem
politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita dapatkan
hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan
perbaikan sistem politik di masa depan.
Pendekatan historical institutionalism analysis yang dikemukakan oleh Paul
Pierson dan Theda Scockpol (2000), ilmuwan politik dari Harvard University,
merupakan alternatif pendekatan teori politik behavioralisme dan rasionalisme yang
sangat mengutamakan metodologi empirik dalam mengamati perubahan pada
pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Menurut Scockpol, ciri dari pendekatan
historical institutionalisme terletak pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan
besar dan substantif yang biasanya menjadi perhatian publik maupun para ilmuwan
politik.
Sebagai contoh, behavioralis terkadang luput mengamati bahwa keseragaman pola
tingkah laku individu dalam berpartisipasi secara sukarela dalam suatu organisasi
atau mencoblos dalam pemilihan umum, dapat berbeda maknanya tergantung dari
organisasi atau institusi apa yang dipilih pada satu negara ataupun periode tertentu.
Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, historical institusional
memandang penting penting artinya waktu, mengkhusukan pada alur berpikir dan
melacak transformasi dan proses dari berbagai ukuran dan waktu. Pendekatan ini
mengalanisis konteks dan hipotesis makro tentang perpaduan dampak dari institusi
dan proses daripada hanya mempelajari satu institusi pada satu periode waktu saja
dalam rangka memahami pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Oleh karena
itu, pendekatan historical institusional tidak ragu untuk menggali sejarah sebagai
pelengkap pendekatan yang fokus pada analisis data dalam periode waktu singkat.
Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert
Feith, dalam mempelajari sistem politik Indonesia.
Dalam mengaplikasikan sejarah dalam sistem politik Indonesia, Feith
menggunakan teori sistem struktural-fungsional dengan empat pendekatan, antara
lain:
1.Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan
administrasi kolonial, termasuk organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,
2.Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960-an,
ahli politik Indonesia asal Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep baru
dengan berfokur pada tingkah laku politik kaum bumiputera dalam gerakan
nasionalisme dan revolusi,
3.Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-
sifat dari tingkah laku politik anggota masyarakat yang lebih luas. Konsep Geertz
mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural terhadap budaya masyarakat jawa dan
kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep “politik aliran,”
4.Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari
perkembangan tingkah laku politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan
analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok, mengapa lembaga-lembaga
politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya berantakan.
Sehingga, dalam mempelajari sistem politik Indonesia masa sekarang, perlu
mengetahui peranan institusi-institusi dalam masa transisi pemerintahan Indonesia.
Kegagalan sistem dalam pendekatan yang menggabungkan struktural-
fungsional dan sejarah, bukan merupakan tanggung jawab individu sebagai aktor
penggerak suatu lembaga, akan tetapi lebih karena pola yang terus menerus
diwariskan atau lebih keras, diindoktrinasikan, kepada sistem.
Pada akhirnya, apabila sistem politik harus berubah, institusi-institusi yang
ada perlu dirumuskan kembali tingkat kepentingan dan fungsinya di masa depan
dengan memperhatikan kegagalan-kegagalan mereka di masa lalu sebagai input.
Singkat kata, input berupa desakan, tuntutan, dan dukungan lingkungan nasional dan
internasional, seyogyanya memperhatikan latar belakang sejarah mengapa input
tersebut ada.
E. SISTEM POLITIK INDONESIA
1. Pengertian Sistem
Menurut Pamudji, Sistem adalah “ suatu kebulatan atau keseluruhan yang
komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian
yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh”.
Menurut Prajudi, Sistem adalah “suatu jaringan dari pada prosedur-prosedur
yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk
menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan”.
Jadi sistem adalah kesatuan yang utuh dari sesuatu rangkaian, yang kait-
mengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk
dari rangkaian selanjutnya. Begitulah seterusnya sampai pada bagian yang terkecil,
rusakny salah satu bagian akan mengganggu kestabilan sistem itu sendiri secara
keseluruhan. Pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem, dan anak cabangnya
adalah sistem pemerintah daerah, kemudian seterusnya sistem pemerintahan di desa
dan kelurahan.
2. Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota.
Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam
Negara/kehidupan Negara.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat
tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip,
yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan
hubungan Negara dengan Negara.
Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara
kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu
sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan
berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum
termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan
keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam
konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam
Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang
seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur
politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan
masyarakat/Negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga
Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR,
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa,
Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group),
Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik
lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah
masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input
dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan
keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
F. MODEL-MODEL SISTEM POLITIK
Setiap Negara mempunyai sistem politik yang berbeda-beda antara Negara
satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh sejarah, lingkungan dan atau
kultur serta Ideologi yang digunakan oleh Negara tersebut. Beberapa model-model
sistem politik ditinjau dari sudut historis dan perkembangan sistem politik, dimulai
Otokrasi Tradisisonal ke Totaliter dan sampai ke Demokrasi (Ramlan Surbakti)
1. Sistem politik Otokrasi Tradisional
Sistem politik menekankan pada nilai-nilai moral dari kebutuhan materil,
menekankan kekerabatan dari pada individualisme, menekanakan ikatan primordial
seperti ikatan keturunan, ikatan suku bangsa atau agama yang terwujud dalam diri
seorang pemimpin yang dominan ( Otokrat ), contoh pemimpinmya biasanya sultan,
raja atau kaisar yang dijadikan identitas bersama dalam sistem ini. Kekuasaanya lebih
bersifat pribadi, berada di sekitar otokrat tersebut, seperti kaum bangsawan, tuan
tanah & alim ulama, kelompok sosial modern seperti kelompok kepentingan, partai
politik media massa belum berkembang, para petani tidak ikut kegiatan politik karena
miskin, buta huruf, terikat tradisi dan dikuasai tuan tanah sedangkan tuan tanah
sebagai kaki tangan otokrat. Kewenangan otokrat bersumber dan berdasarkan tradisi
atau warisan orang tuanya yang mungkin pernah memegang otokrat atau kerabat
otokrat.
2. Sistem politik Totaliter
Sistem ini sangat menekankan konsessus total di dalam masyarakat dan
menimbulkan konflik didalam maupun di luar negeri. Namun untuk mencapai itu
semua bukan hanya dengan Indoktrinasi Ideologi tetapi juga dengan cara paksaan
yang luas dan mendalam. Sistem ini terdapat dalam Sistem Politik Komunisme dan
Sistem politik Fasisme.
3. Sistem Politik Demokrasi
Sistem ini sistem politik yang menghendaki keseimbangan antara konflik dan
konsessus artinya demokrasi yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat,
persaingan dan pertentangan diantara individu dan kelompok, individu dan
pemerintah, kelompok dan pemerintah selama tidak menganggu sistem
G. PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-
masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa
- Kapabilitas – SDA melimpah
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
- Gaya politik – kerajaan
- Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
- Partisipasi massa – sangat rendah
- Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
- Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
- Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
- Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
- Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
- Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
- Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
- Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
- Keterlibatan militer – sangat besar
- Aparat negara – loyal kepada penjajah
- Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
- Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
- Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
- Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
- Gaya politik – ideologis
- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
- Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
- Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
- Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
- Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
- Gaya politik – ideolog, nasakom
- Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
- Partisipasi massa – dibatasi
- Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
- Aparat negara – loyal kepada negara
- Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
- Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
- Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
- Kapabilitas – sistem terbuka
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak
- Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
- Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
- Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
- Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
- Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
- Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
- Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
- Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
- Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
- Gaya politik – pragmatik
- Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
- Partisipasi massa – tinggi
- Keterlibatan militer – dibatasi
- Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
- Stabilitas – instabil
G. PERBEDAAN SISTEM POLITIK DI BERBAGAI NEGARA
1. Sistem Politik Di Negara Komunis
Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi,
peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka,
tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan
kebebasan berpendapat
2. Sistem Politik Di Negara Liberal
Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok;
pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum;
pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang
didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas
3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik
demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil
H. KESIMPULAN
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai
system demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk
rakyat. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden
berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak
Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat
yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan
pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik
Indonesia Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950),
namun kembali ke bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 -
1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan
yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk
mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan
berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum
termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan
keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang
mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas,
dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri
atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi
dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya
dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan
kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan,
pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD
1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap
amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar
terhadap tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Kebijakan Politik Masa Mengambang Dan Pemberdayaan Politik
Masyarakat, (Laporan Akhir) STPDN, 1999.
Asaat, Hukum Tata Negara RI, Bulan Bintang, Jakarta, 1951.
Almond G. A. dan Sidney Verba, Civic Culture, The Princeton University, 1963.
http://geografiunm.wordpress.com/category/materi-kuliah/