makalah myastenia gravis sabi

38
LAPORAN KASUS MYESTENIA GRAVIS PEMBIMBING : Dr. Fritz Sumantri, Sp.S, FINS PENYUSUN : Ibrahim Achmad,S.Ked 03009117 KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI 1

Upload: ibrahim-achmad

Post on 01-Jan-2016

396 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

MG

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Myastenia Gravis Sabi

LAPORAN KASUS

MYESTENIA GRAVIS

PEMBIMBING :

Dr. Fritz Sumantri, Sp.S, FINS

PENYUSUN :

Ibrahim Achmad,S.Ked

03009117

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PERIODE 4 NOVEMBER 2013 – 8 DESEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1

Page 2: Makalah Myastenia Gravis Sabi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-

Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus dengan judul “Myastenia Gravis”.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di

bagian Neurologi RSUP Fatmawati.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. Dr. Fritz Sumantri, Sp.S, FINS , selaku pembimbing laporan kasus penulis

2. Seluruh dokter dan staff SMF Neurologi RSUP Fatmawati

3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Neurologi RSUP Fatmawati atas bantuan dan

dukungannya

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh

karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang

Neurologi.

Jakarta , November 2013

Penulis

2

Page 3: Makalah Myastenia Gravis Sabi

BAB I

PENDAHULUAN

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi

neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa latin

untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. Myasthenia Gravis termasuk

salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu

sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.

Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah

otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan

ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang

membantu pernafasan juga dapat terserang1,5.

Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis

sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot

skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot)

yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat

(fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah

istirahat3.

Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi

dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR. Hubungan antara

konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia

gravis telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR

mempengaruhi transmisi neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh5.

Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-

beda, tetapi tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat

memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. Ironisnya, beberapa dari terapi ini justru

diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat

kurang5.

3

Page 4: Makalah Myastenia Gravis Sabi

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

No. RM : 01226866

Nama : Ny. SM

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 36 tahun

Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 1 Juni 1977

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : Tamat SLTA

Agama : Islam

Status perkawinan : menikah

Alamat : Cipayung, Ciputat,

Tangerang Selatan, Banten

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada bangsal 421, gedung teratai, pada

tanggal 10 November 2013 pukul 09.00 WIB

Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 hari SMRS (masuk Rumah sakit 22 oktober)

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan hilang timbul dan sesak napas

dirasakan bertambah berat, terasa berat pada dadanya seperti ditindih. Sesak napas

timbul pada saat pasien sedang beraktifitas dan dirasakan sesak napasnya semakin lama

semakin memberat. Pasien juga mengalami batuk berdahak dengan lendir berwarna

putih kuning tanpa disertai dengan darah. Pasien juga mengeluhkan adanya demam,

Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan terus menerus, dan biasanya pada malam hari

lebih terasa. 3 hari kemudian(25 Oktober 2013) pasien masuk ke ICU karena terjadi

gagal napas dan penurunan kesadaran, pasien pun tidak ingat kejadian tersebut, hanya

4

Page 5: Makalah Myastenia Gravis Sabi

terasa sesak semakin berat seperti di cekik, Selama dirawat di ICU kondisi pasien

perlahan-lahan membaik, pasien dirawat di ICU selama 14 hari. Setelah kesadaran

membaik dan sudah tidak sesak lagi, kemudian pada tanggal 7 November 2013. Setelah

dipindahkan ke ruang perawatan biasa, keluhan sesak napas masih ada sedikit, tetapi

perbaikan dibandingkan dengan hari-hari awal masuk IGD dan pasien mengeluhkan

suaranya menjadi hilang dan serak, mau bicara terasa sakit pada leher. Pusing, mual dan

muntah di sangkal oleh pasien, pasien dapat tidur, makan dan minum seperti biasa

hanya pelan-pelan karena pasien batuk-batuk. BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnnya.

Pasien memiliki riwayat panyakit myastenia gravis yang sudah di diagnosis sejak

September 2012 dan sudah diberi obat berupa mestinon diminum secara rutin 5 kali

dalam sehari. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi. Riwayat kencing manis atau DM

dan batuk-batuk lama disangkal. Riwayat alergi terhadap obat dan makanan disangkal.

Penyakit Asma juga di sangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti inin. Riwayat darah tinggi dan

kencing manis dalam keluarga disangkal. Tidak ada riwayat Hipertensi , diabetes dan

asma pada keluarga pasien.

Aktifitas pasien sehari-hari adalah bekerja sebagai pegawai swasta. Pasien tidak

merokok, pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan pasien jarang melakukan

berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 November 2013 pada pukul 08.20 WIB

Keadaan Umum

Kesadaran :Compos Mentis

Sikap : Berbaring

Koperasi : Kooperatif

Keadaan Gizi : Kurang

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 96 x/menit

5

Page 6: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Suhu : 36,8oC

Pernapasan : 20 x/menit

Keadaan Lokal

Trauma Stigmata : -

Pulsasi arteri karotis : Cukup, regular, equal kanan dan kiri

Perdarahan perifer : Capilary refill time < 2 detik

KGB : Tidak teraba membesar

Columna vertebralis : Letak ditengah, skoliosis ( - ), lordosis ( - )

Kulit : Warna kuning langsat, sianosis ( - ), ikterik ( - )

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut, jejas ( - ), nyeri tekan perikranial ( - )

Mata : Konjungtiva anemis - / -, sklera ikterik - / -, ptosis - / -,

lagoftalmus - / -, pupil bulat isokor, diameter 5mm/5mm,

refleks cahaya langsung + / +, refleks cahaya tidak

langsung + / +

Telinga : Normotia + / +, perdarahan - / -

Hidung : Deviasi septum - / -, perdarahan - / -

Mulut : Bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - ),

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba

pembesaran KGB dan tiroid

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V 2 jari medial linea midklavikularis

sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikularis

sinistra

Perkusi : Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas kanan ICS

IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V5 2 jari medial linea

midklavikularis sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama

6

Page 7: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi + / +, wheezing - / -

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus ( + ), 3x/menit

Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Akral hangat + / +, edema - / -

Inferior : Akral hangat + / +, edema - / -

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS : E4V5M6 = 15

Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk : -

Laseque : >700 / >700

Kerniq : > 1350 / > 1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : - / -

Nervus Kranialis

N. I (Olfaktorius)

Normosmia : + / +

N. II (Optikus)

Acies visus : Baik / baik

Visus campus : Baik / baik

Lihat warna : Baik / baik

Funduskopi : Tidak dilakukan

N. III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)

Kedudukkan bola mata : Ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata : Baik ke segala arah

7

Page 8: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Oculi Dextra Oculi Sinistra

Lagofthalmus : - / -

Ptosis : + / +

Nystagmus : - / -

Pupil

Bentuk : Pupil Bulat, isokor, diameter

4mm/4mm

Reflek cahaya langsung : + / +

Reflek cahaya tidak langsung : + / +

N. V (Trigeminus)

Cabang Motorik

Gerakan rahang : Baik

Menggigit : Baik

Cabang sensorik

Ophtalmicus : Baik / baik

Maksilaris : Baik / baik

Mandibularis : Baik / baik

Refleks

Kornea : + / +

Jaw reflex : - / -

N. VII (Fascialis)

Motorik

Sikap wajah : Kesan mencong tidak ada

Angkat alis : Baik / baik

Mengerutkan dahi : Baik / baik

Menutup mata : Baik / baik

Menyeringai : Baik / baik

Plika nasolabialis : Tidak ada bagian yang lebih mendatar

Sensorik

8

Page 9: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Pengecapan lidah 2/3 depan : Baik

N. VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular

Vertigo : -

Nistagmus : -

Koklearis : Baik / baik

N. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik

Kedudukan uvula : Berada di tengah

Kedudukan arcus faring : Tidak ada deviasi

Menelan : Baik / baik

Sensorik : Baik

N. XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : Baik / baik

Menoleh : Baik / baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah : Baik

Menjulurkan lidah : Lurus ke depan

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

Sistem Motorik

Trofi : eutrofi

Tonus : normotonus

Kekuatan otot :

Ekstremitas superior : 5555/5555

Ekstremitas inferior : 5555/5555

Gerakkan involunter :

Tremor : - / -

Chorea : - / -

Atetose : - / -

Miokloni : - / -

9

Page 10: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Tics : - / -

Sistem Sensorik

Propioseptif

Getar : Tidak dilakukan

Sikap : Baik / baik

Eksteroseptif

Nyeri : Baik / baik

Suhu : Baik / baik

Raba : Baik / baik

Refleks Fisiologis

Kornea : + / +

Biceps : +2 / +2

Triceps : +2 / +2

Dinding perut : + / +

Patella : +2 / +2

Achilles : +2 / +2

Refleks Patologis

Hoffman Tromer : - / -

Babinsky : - / -

Chaddok : - / -

Gordon : - / -

Schaefer : - / -

Klonus patella : - / -

Klonus achilles : - / -

Fungsi Serebelar

Ataxia : -

Tes Romberg : Baik

Disdiadokokinesia : Baik

Jari-jari : Baik

Jari-hidung : Baik

Tumit-lutut : Baik

Rebound phenomenon : Baik

10

Page 11: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Hipotoni : - / -

Fungsi Luhur

Astereognosia : -

Apraxia : -

Afasia : -

Fungsi Otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Sekresi keringat : Baik

Keadaan Psikis

Intelegensia : Baik

Tanda regresi : Tidak ada

Demensia : Tidak ada

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

7 November 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hb

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

11,8

34

12,4

276

4,17

11,7 – 15,5 g/dL

33-45 %

5,0-10,0 ribu/uL

150-440 ribu/uL

4,40-5,90 juta/uL

VER/KHER/HER/RDW

VER

HER

KHER

RDW

81,6

28,3

34,6

16,6

80,0-100,0 fl

26,0-34,0 g/dL

32,0-36,0 pg

11,5-14,5 %

Fungsi Ginjal

Ureum darah

Kreatinin darah

43

0,4

20-40 mg/dL

0,6-1,5 mg/dL

11

Page 12: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Diabetes

Gula Darah Sewaktu 129 80-140 mg/dL

Elektrolit Darah

Natrium

Kalium

Klorida

126

4,19

100

135-147 mmol/L

3,10-5,10 mmol/L

95-108 mmol/L

Pemeriksaan Sputum

Hasil pemeriskaan BTA pada sputum 3 waktu adalah negatif

Foto Thoraks: 7 Oktober 2013

Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

VI. RESUME

Pasien perempuan datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sesak napas sejak 2

hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan hilang timbul dan semakin

memberat, sesak napas pada saat menarik napas dan membuang napas. Selain itu

terdapat batuk berlendir dan deman yang dirasa tidak terlalu tinggi. Pasien selanjutnya

dirawat di ICU selama 14 hari karena gagal napas dan penurunan kesadaran, pada saat

dirawat di ICU kondisi pasien semakin lama semakin membaik dan selanjutnya dilakukan

perawatan di ruang rawat biasa. Setelah keluar dari ICU pasien masih mengeluhkan

sesak napas dan suaranya menjadi serak. Pasien memiliki riwayat penyakit myastenia

gravis dan pasien rutin minum obat untuk mengatasi penyakitnya. Pada pemeriksaan

fisik Tekanan darah : 110/70 , nadi: 92 x/menit , suhu : 36,8. kondisi umum baik dan

pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan

laboratorium terkahir didapatkan leukositosis ringan, peningkatan kadar ureum dalam

darah dan penurunan kadar kreatinin darah, hiponatremi.

VII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis : Dypsnoe , disfonia, ptosis dextra dan sinistra, hiponatremi

Diagnosis etiologis : Myastenia gravis

Diagnosis topis : Neuromuscular Junction(motor end plate)

12

Page 13: Makalah Myastenia Gravis Sabi

VIII. PENATALAKSANAAN

Non-medikaMentosa :

- Nacl 0,9% + 2 ampul bicasma (Terbutaline sulfat) / 24 jam

MedikaMentosa :

- Mestinon (Pyridostigmine) 5 x 1 tablet PO

- Ambroxol 3 x 1 tablet PO

- Meropenem 3 x 1 gram IV

- Fluconazole 2 x 200 mg IV

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-

menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas4.

Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan

pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission

atau pada neuromuscular junction,2,4.

2. Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang

ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini

bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG

adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di

Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul dipertimbangkan sebagai

penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan

tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi

13

Page 14: Makalah Myastenia Gravis Sabi

orang-orang yang terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang >

40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan

bahwa MG adalah penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami

MG sebagai akibat karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis

kelamin5.

Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di

Amerika Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus.

Tetapi Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.

Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia

yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan

80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang meningkat,

dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan permulaan munculnya

tanda-tanda biasanya setelah usia 505.

Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari

ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi

adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa

minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun

menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam

keluarga yang sama5.

3. Anatomi, Fisiologis dan Biokimia Neuromuscular Junction

a. Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang

anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-

tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga

hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu

sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan

neuromuskular9.

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang

disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di

sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post

14

Page 15: Makalah Myastenia Gravis Sabi

sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk

neuromuscular junction9.

b. Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran

post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina

basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat

dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi6,9.

Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin

(ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat

diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal

terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate)6,9.

Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong

asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi

menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke

bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh

tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf

dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan

berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada

membran post sinaptik6,9.

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap

berlangsung dalam 6 tahap, yaitu6:

1) Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan

menggunakan enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi

berikut ini: Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA

2) Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran

yang disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3) Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap

berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi

vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta

tunggal (sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi

satu vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan

potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami

15

Page 16: Makalah Myastenia Gravis Sabi

depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka

saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan

aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini

memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan

asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

4) Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah

sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan

bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor

asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan

terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor,

maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka

saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi

membran. Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot

sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan

menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial

aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul

kontraksi otot.

5) Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis

oleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina

basalis rongga sinaps

6) Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport

aktif di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis

asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan

saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri

dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta,

delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak

secara mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial

dari membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan

16

Page 17: Makalah Myastenia Gravis Sabi

potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic

potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah

mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang

selanjutnya menyebabkan kontraksi otot

4. Patofisiologi

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada

patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup

timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia

gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis

rheumatoid, dan lain-lain8.

Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada

serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.

Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita

dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibody pada reseptor

nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan

miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah

dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis

generalisata8.

Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor

asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti.

Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi

yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T

pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ

sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti

hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan

gejala miastenik5,8.

Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai

subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area

imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari

asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan

mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara

17

Page 18: Makalah Myastenia Gravis Sabi

lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan

mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara

menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga

mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor

asetilkolin yang baru disintesis8.

5. Manifestasi Klinis

Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang

berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang

beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan

kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat4. Gejala klinis miastenia

gravis antara lain4,5 :

Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis .Ptosis yang merupakan salah satu

gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama penderita

miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas

lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada

tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis

miastenia gravis7. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan

kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala4.

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan

tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke

otot ekstremitas4.

Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut

penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot

faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan

dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau.

Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya4.

6. Klasifikasi Miastenia Gravis

Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis

dapat diklasifikasikan sebagai berikut7:

a. Klas I

18

Page 19: Makalah Myastenia Gravis Sabi

Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan

kekuatan otot-otot lain normal.

b. Klas II

Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan

ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

c. Klas IIa

Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat

kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan.

d. Klas IIb

Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan

pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

e. Klas III

Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain

selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.

f. Klas IIIa

Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara

predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.

g. Klas IIIb

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara

predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau

keduanya dalam derajat ringan.

h. Klas IV

Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang

berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

i. Klas IVa

Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot

aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.

j. Klas IVb

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara

predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-

otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding

tube tanpa dilakukan intubasi.

19

Page 20: Makalah Myastenia Gravis Sabi

k. Klas V

Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan

tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-

gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak

menurun

Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana seperti dibawah

ini :

a. Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.

b. Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk

mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut

menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.

c. Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot

okulobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

7. Diagnosis Miastenia Gravis

a. Penegakan Diagnosis Miastenia Gravis

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis

suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang

berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua

anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas

normal4,8.

Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot

wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like

face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal.

Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia

gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang

menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice)

serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain

itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta

menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan

penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang pada

20

Page 21: Makalah Myastenia Gravis Sabi

miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga

dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami

kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher8.

Otot-otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering

dibandingkan otot-otot anggota tubuh yang lain, dimana otot-otot anggota tubuh

atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh

bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari

tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh

dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan saat

melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki dibandingkan

dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki8.

Kelemahan otot-otot pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas

akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi

cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat

menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya

hipoventilasi. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran

napas atas, pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia

gravis fase akut sangat diperlukan8.

Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris.

Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak

hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. Hal ini

merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis.

Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan

terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan

terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata

yang melakukan abduksi8.

b. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti4,7

1. Pemeriksaan Laboratorium

Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu

miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari

21

Page 22: Makalah Myastenia Gravis Sabi

penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan

miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi

yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi

false positive anti-AChR antibody

Antistriated muscle (anti-SM) antibody

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini

menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma

dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia

lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab

negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk

anti-MuSK Ab.

Antistriational antibodies

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya

antibody yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot

jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein

titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma

dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody

merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien

muda dengan miastenia gravis.

2. Imaging

a. Chest x-ray (foto roentgen thorak)

Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen

thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior

mediastinum.

b. Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya

thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk

mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada

penderita dengan usia tua.

c. MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.

MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan

22

Page 23: Makalah Myastenia Gravis Sabi

dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada

saraf otak.

3. Pendekatan Elektrodiagnostik

Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi

neuromuscular melalui 2 teknik :

i. Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin,

sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.

ii. Single-fiber Electromyography (SFEMG)

Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam

serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada

interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor

unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot

tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya

defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber

density yang normal.

c. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis, antara lain8:

- Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada

beberapa penyakit elain miastenia gravis, antara lain :

Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)

Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring

Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii

Paralisis pasca difteri

Pseudoptosis pada trachoma

Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan

adanya suatu sklerosis multipleks.

Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome)

Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot

anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan ke;emahan relatif pada otot-

otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga pada detik-

23

Page 24: Makalah Myastenia Gravis Sabi

detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering

kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru.

EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada

transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi

ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia

gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi

pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan

normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran

postdinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.

8. Penatalaksanaan4,5,7

a. Antikolinesterase

Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin

bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara

lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila

diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau

intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis),

didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat

menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak

segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,

sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian

antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan

IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi

parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan,

berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro

intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan

pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien

untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat

yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari

krisis kolinergik. Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek

muskarinik, maka obat ini dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti

bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.

24

Page 25: Makalah Myastenia Gravis Sabi

b. Steroid

Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan

diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari

efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap

(5-10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila

obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala

terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang

berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,

dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat

segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat

kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara

perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang

efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari.

c. Azatioprin

Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang

baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama

berupa gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini

diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu

harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu

pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon

bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.

d. Timektomi

Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan

kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita

beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian

antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini

harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.

e. Plasmaferesis

Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg

BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat.

Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan

sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang

25

Page 26: Makalah Myastenia Gravis Sabi

jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita

mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi

miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor

asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Myasthenia Gravis. Available at:

http://www.myasthenia.org/docs/MGFA_Brochure_Ocular.pd . Diakses pada tanggal 08

April, 2013.

2. Frotscher, M., M. Baehr. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi, Fisiologi,

Tanda dan Gejala, Ed. 4. EGC. Jakarta.

3. Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :

http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.htm.

Diakses pada tanggal 08 April, 2013.

4. Mardjono, M., 2004. Neurologi Klinis Dasar 9th ed. Dian Rakyat, Jakarta.

5. Miastenia Gravis Indonesia. 2013. http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html.

Diakses pada tanggal 08 April 2013.

6. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar Biokimia Beberapa

Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.

7. Ngoerah, I. G. N. G, 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press.

8. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit ed. 6 vol.2. EGC. Jakarta.

9. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.

26